Anda di halaman 1dari 47

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kepatuhan Wajib Pajak

Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif wajib pajak

dalam menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan wajib

pajak yang tinggi, yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban

perpajakan yang sesuai dengan kebenarannya. Kepatuhan memenuhi

kewajiban perpajakan secara sukarela (voluntary of complience)

merupakan tulang punggung dari selfassesment system, dimana wajib

pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan

kemudian secara akurat dan tepat waktu dalam membayar dan

melaporkan pajaknya.

Pengertian kepatuhan Wajib Pajak menurut Safri Nurmantu yang

dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu (2010:138), menyatakan bahwa:

“Kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan

dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan

melaksanakan hak perpajakannya”. Pengertian kepatuhan Wajib Pajak

menurut Chaizi Nasucha yang dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu (2010:139),

menyatakan bahwa kepatuhan Wajib Pajak dapat didefinisikan dari:

1. Kewajiban Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri.

2. Kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat pemberitahuan.

14
3. Kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang.

4. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan. Sedangkan menurut

Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000 dalam Sony

Devano dan Siti Kurnia Rahayu (2006:112), menyatakan bahwa:

“Kepatuhan perpajakan adalah tindakan Wajib Pajak dalam pemenuhan

kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam

suatu negara”

Pajak menurut Pasal 1 UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara

yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan Undang- Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara

langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Berdasarkan definisinya, ciri-ciri pajak antara lain:

1. pajak dipungut berdasarkan undangundang,

2. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (konraprestasi perseorangan)

yang dapat ditunjukkan secara langsung,

3. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan

umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan,

baik rutin maupun pembangunan,

4. Pemungutan pajak dapat dipaksakan,

15
5. Berfungsi mengisi anggaran (budgeter) dan sebagai alat untuk

mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam bidang

ekonomi dan sosial (regulasi).

Lembaga pengelola pajak di Indonesia adalah Direktorat Jenderal

Pajak (Ditjen Pajak atau DJP) yang bernaung di bawah Departemen

Keuangan. Undang-undang terbaru yang mengatur sistem perpajakan di

Indonesia, antara lain Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang

Perubahan Ketiga atas Undang- Undang No. 6 Tahun 1983 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Undang-Undang No. 36

Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang No. 7

Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

Wajib Pajak (WP) adalah Orang Pribadi atau Badan yang menurut

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk

melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau

pemotong pajak tertentu. Wajib Pajak Patuh adalah Wajib Pajak yang

ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai Wajib Pajak yang

memenuhi kriteria tertentu yang dapat diberikan pengembalian

pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. Sesuai dengan Keputusan

Menteri Keuangan Nomor 235/KMK.03/2003 tanggal 3 Juni 2003, Wajib

Pajak dapat ditetapkan sebagai WP Patuh yang dapat diberikan

pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak apabila

memenuhi semua syarat sebagai berikut:

16
1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan

dalam 2 (dua) tahun terakhir;

2. Dalam tahun terakhir penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak

lebih dari 3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak

berturut-turut;

3. SPT Masa yang terlambat itu disampaikan tidak lewat dari batas

waktu penyampaian SPT Masa masa pajak berikutnya;

4. Tidak mempunyai tunggakan Pajak untuk semua jenis pajak:

a. kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau

menunda pembayaran pajak;

b. Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan STP

yang diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir;

5. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di

bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir;

dan

6. Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan harus dengan

pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar

dengan pengecualian sepanjang pengecualian tersebut tidak

mempengaruhi laba rugi fiskal. Laporan audit harus:

a. disusun dalam bentuk panjang (long form report);

b. menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal.

17
7. kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda

pembayaran pajak;

8. Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan STP yang

diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir;

Dalam hal laporan keuangan Wajib Pajak tidak diaudit oleh akuntan

publik, maka Wajib Pajak harus mengajukan permohonan tertulis paling

lambat 3 bulan sebelum tahun buku berakhir, untuk dapat ditetapkan

sebagai WP Patuh sepanjang memenuhi syarat pada huruf a sampai

huruf e, ditambah syarat:

1. Dalam 2 tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU KUP, dan

2. Apabila dalam 2 tahun terakhir terhadap Wajib Pajak pernah

dilakukan Pemeriksaan pajak, maka koreksi fiskal untuk setiap jenis

pajak yang terutang tidak lebih dari 10%.

Adapun jenis-jenis kepatuhan Wajib Pajak menurut Sony Devano

dan Siti Kurnia Rahayu (2006:110) adalah:

1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak

memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan

dalam Undang-undang perpajakan

2. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak

secara substantif/hakikatnya memenuhi semua ketentuan material

perpajakan yaitu sesuai isi dan jiwa Undang-undang pajak

kepatuhan material juga dapat meliputi kepatuhan formal. Misalnya

18
ketentuan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak

Penghasilan (SPT PPh) Tahunan tanggal 31 Maret. Apabila wajib

pajak telah melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan

Tahunan sebelum atau pada tanggal 31 Maret maka wajib pajak

telah memenuhi ketentuan formal, akan tetapi isinya belum tentu

memenuhi ketentuan material, yaitu suatu keadaan dimana Wajib

Pajak secara subtantive memenuhi semua ketentuan material

perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan.

Kepatuhan material dapat meliputi kepatuhan formal. Wajib Pajak

yang memenuhi kepatuhan material adalah Wajib Pajak yang

mengisi dengan jujur, lengkap dan benar Surat Pemberitahuan

(SPT) sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke KPP sebelum

batas waktu berakhir.

B. Keadilan Perpajakan

Adam Smith dalam buku An Inquiry into the Nature and Causes of

the Wealth of Nations (terkenal dengan nama Wealth of Nations)

mengemukakan empat asas pemungutan pajak yang lazim disebut “The

Four Cannons Maxims Taxation“. Suatu aturan hukum tentang pajak yang

adil harus memenuhi syarat asas kesamaan (equality) dan keadilan

(equity), asas kepastian hukum (certainty), asas tepat waktu (convenient

of payment), dan asas economic of collection yang mengharuskan biaya

pemungutan pajak harus relatif kecil dibandingkan dengan pajak yang

19
masuk (Putra, 2013). Tjahjono (2005) dalam Rahman (2013) menjelaskan

keempat asas tersebut sebagai berikut:

1. Equality dan equity

Equality atau kesamaan mengandung arti bahwa keadaan yang

sama atau orang dalam keadaaan yang sama harus dikenakan

pajak yang sama.

2. Certainty

Kepastian hukum merupakan tujuan dari Undang-undang, dalam

pembuatannya, harus diupayakan supaya ketentuan yang dimuat di

dalam undang-undang harus jelas, tegas, tidak mengandung arti

ganda atau memberikan peluang untuk ditafsirkan lain. Kepastian

hukum banyak tergantung pada susunan kalimat, susunan kata,

dan penggunaan istilah yang sudah dibakukan. Penggunaan

bahasa hukum sangat mutlak dibutuhkan untuk mencapai tujuan

tersebut.

3. Convenient of payment

Pajak yang dipungut harus sesuai waktu yang tepat, yaitu ketika

Wajib Pajak mempunyai uang. Tidak semua Wajib Pajak

mempunyai saat Convinience yang sama, yang mengenakannya

untuk membayar pajak. Seseorang yang menerima gaji akan lebih

mudah membayar gaji pada saat menerima gaji.

4. Economic of Collection

20
Pembuatan Undang-undang pajak perlu dipertimbangkan bahwa

biaya pemungutan harus lebih kecil dari uang pajak yang masuk.

Tidak ada artinya pengenaan pajak jika pemasukan pajaknya

hanya untuk biaya pemungutan saja.

Asas kesamaan (equality) dan keadilan (equity) dalam The Four

Maxims tidak memperbolehkan suatu negara mengadakan diskriminasi di

antara sesama wajib pajak. Apabila dalam keadaan yang sama, para

wajib pajak harus dikenakan pajak yang sama pula. Teori asas gaya beli

memberikan pendasaran tentang keadilan (equity) dalam pemungutan

pajak oleh negara kepada rakyatnya. Teori ini tidak mempersoalkan asal

mulanya negara memungut pajak, melainkan hanya melihat kepada

efeknya, dan memandang efek yang baik itu sebagai dasar keadilannya.

Ibarat pompa maka negara mengambil gaya beli dari rumah tangga dalam

masyarakat untuk rumah tangga negara, dan kemudian menyalurkannya

kembali ke masyarakat dengan maksud untuk memelihara hidup

masyarakat dan untuk membawanya ke arah tertentu, (Putra, 2013).

Putra (2013) mengemukakan bahwa teori ini mengajarkan,

penyelenggaraan kepentingan masyarakat dianggap sebagai dasar

keadilan pemungutan pajak, bukan kepentingan individu dan pula bukan

kepentingan negara, melainkan kepentingan masyarakat yang meliputi

keduanya. Jadi teori ini menitikberatkan ajaran kepada fungsi pemungutan

pajak yaitu fungsi mengatur. Selanjutnya, asas kepastian hukum

(certainty) dalam The Four Maxims menyatakan, pajak yang harus dibayar

21
oleh seseorang harus terang (certain) dan tidak mengenal kompromis (not

arbitary). Kepastian hukum yang dipentingkan dalam asas certainty ini

adalah yang mengenai subjek, objek, besarnya pajak, dan juga ketentuan

mengenai waktu pembayarannya.

Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam penerapan pajak

suatu negara adalah adanya keadilan. Hal ini karena secara psikologis

masyarakat menganggap bahwa pajak merupakan suatu beban. Oleh

karena itu tentunya masyarakat memerlukan suatu kepastian bahwa

mereka mendapatkan perlakuan yang adil dalam pengenaan dan

pemungutan pajak oleh negara. Hal ini dimaksudkan agar tidak

menghambat jalannya sistem perpajakan yang ada (Suminarsasi, 2011).

Prinsip keadilan perpajakan berdasarkan pada distribusi

pengenaan pajak, sementara untuk memenuhi belanja publik pemerintah

harus mempertimbangkan antara kekayaan dan pendapatan masyarakat.

Prinsip keadilan pajak juga dapat dilihat dari dua sisi yakni penerimaan

dan pengeluaran. Distribusi pembebanan pajak yang adil dipengaruhi oleh

faktor-faktor, yaitu siapa yang membayar, jenis pendapatannya serta tarif

pajak. Hal ini juga dipengaruhi oleh metode assessment system dan

ketepatan atau keakuratan perhitungan pajak yang terutang.

Ketidakakuratan perhitungan mengakibatkan terjadinya ketidakadilan

karena adanya pajak yang lebih atau kurang bayar (Mukharoroh, 2014).

Keadilan pajak oleh Siahaan (2010) dalam Suminarsasi (2011)

dibagi dalam tiga pendekatan aliran pemikiran.

22
1. Pertama, prinsip manfaat (benefit principle). Keadilan harus

didasarkan pada prinsip manfaat. Prinsip ini menyatakan bahwa

suatu sistem pajak dikatakan adil apabila kontribusi yang diberikan

oleh setiap wajib pajak sesuai dengan manfaat yang diperolehnya

dari jasa-jasa pemerintah. Jasa pemerintah ini meliputi berbagai

sarana yang disediakan oleh pemerintah untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan prinsip ini maka sistem

pajak yang benar-benar adil akan sangat berbeda tergantung pada

struktur pengeluaran pemerintah. Oleh karena itu prinsip manfaat

tidak hanya menyangkut kebijakan pajak saja, tetapi juga kebijakan

pengeluaran pemerintah yang dibiayai oleh pajak.

2. Kedua, prinsip kemampuan membayar (ability to pay principle).

Pendekatan ini, masalah pajak hanya dilihat dari sisi pajak itu

sendiri terlepas dari sisi pengeluaran publik (pengeluaran

pemerintah untuk membiayai pengeluaran bagi kepentingan

publik). Menurut prinsip ini, perekonomian memerlukan suatu

jumlah penerimaan pajak tertentu, dan setiap wajib pajak diminta

untuk membayar sesuai dengan kemampuannya. Prinsip

kemampuan membayar secara luas digunakan sebagai pedoman

pembebanan pajak. Pendekatan prinsip kemampuan membayar

dipandang jauh lebih baik dalam mengatasi masalah redistribusi

pendapatan dalam masyarakat, tetapi mengabaikan masalah yang

berkaitan dengan penyediaan jasa-jasa publik.

23
3. Ketiga, keadilan horizontal dan keadilan vertikal. Keadilan

horizontal berarti bahwa orang-orang yang mempunyai

kemampuan sama harus membayar pajak dalam jumlah yang

sama. Prinsip ini hanya menerapkan prinsip dasar keadilan

berdasarkan undang-undang. Misalnya untuk pajak penghasilan,

untuk orang yang berpenghasilan sama harus membayar jumlah

pajak yang sama.

Menurut Rahman (2013), prinsip keadilan horizontal ini

diberlakukan kepada wajib pajak dengan maksud dan tujuan terhadap

tingkat kesetaraan dalam perolehan penghasilan. Wajib pajak yang

memiliki tingkat penghasilan yang setara, akan dikenakan pajak yang

setara pula. Tentunya disertai dengan berapa besar PTKP (Penghasilan

Tidak Kena Pajak) masing-masing wajib pajak yang menjadi pengurang

beban pajaknya. Sedangkan prinsip keadilan vertikal berarti bahwa orang-

orang yang mempunyai kemampuan lebih besar harus membayar pajak

lebih besar. Prinsip keadilan vertikal juga memberikan perlakuan yang

sama seperti halnya pada prinsip keadilan horizontal, tetapi beranggapan

bahwa orang yang mempunyai kemampuan berbeda, harus membayar

pajak dengan jumlah yang berbeda pula.

Lebih lanjut, Siahaan (2010) juga memaparkan tiga aspek keadilan

yang perlu diperhatikan dalam penerapan pajak, antara lain keadilan

dalam penyusunan undang-undang pajak, keadilan dalam penerapan

ketentuan perpajakan, dan keadilan dalam penggunaan uang pajak.

24
Keadilan dalam penyusunan Undang - undang pajak, merupakan salah

satu penentu dalam mewujudkan keadilan perpajakan, karena dengan

melihat proses dan hasil akhir pembuatan undang-undang pajak yang

kemudian diberlakukan masyarakat akan dapat melihat apakah

pemerintah juga mengakomodasi kepentingan wajib pajak dalam

penetapan peraturan perpajakan, seperti ketentuan tentang siapa yang

menjadi objek pajak, apa yang menjadi objek pajak, bagaimana cara

pembayaran pajak, tindakan yang dapat diberlakukan oleh fiskus kepada

wajib pajak, sanksi yang mungkin dikenakan kepada wajib pajak yang

tidak melaksanakan kewajibannya secara tidak benar, hak wajib pajak,

perlindungan wajib pajak dari tindakan fiskus yang dianggapnya tidak

sesuai dengan ketentuan, keringanan pajak yang yang dapat diberikan

kepada wajib pajak, dan hal lainnya.

Keadilan dalam penerapan ketentuan perpajakan, merupakan hal

yang harus diperhatikan benar oleh Negara pemerintah sebagai pihak

yang diberi kewenangan oleh hukum pajak untuk menarik atau memungut

pajak dari masyarakat. Negara atau pemerintah melalui fiskus dalam

mencapai keadilan ini, harus memahami dan menerapkan asas-asas

pemungutan pajak dengan baik. Keadilan dalam penggunaan uang pajak,

merupakan aspek ketiga yang menjadi tolok ukur penerapan keadilan

perpajakan, berkaitan dengan harapan sampai dimana manfaat dari

pemungutan pajak tersebut dipergunakan untuk kepentingan masyarakat

banyak. Keadilan yang bersumber pada penggunaan uang pajak sangat

25
penting karena membayar pajak tidak menerima kontra prestasi secara

langsung yang “dapat” ditunjuk atau yang seimbang pada saat membayar

pajak. Sehingga manfaat pajak untuk pelayanan umum dan kesejahteraan

umum harus benar-benar mendapatkan perhatian dan dapat dirasakan

secara langsung oleh masyarakat yang menjadi pembayar pajak.

Pendekatan manfaat adalah fundamental dalam menilai keadilan di dalam

penggunaan uang pajak oleh pemerintah (Rahman, 2013).

C. Modernisasi Administrasi Perpajakan

1. Pengertian sistem Dan Modernisasi

Menurut Azhar Susanto (2004:18) menyatakan bahwa: “Sistem

adalah kumpulan/ group dari sub sistem/ bagian/ komponen apapun

baik fisik maupun non fisik yang saling berhubungan satu sama lain dan

bekerja sama secara harmonis untuk mencapai satu tujuan tertentu”.

Pengertian sistem menurut Jerry Fitzgrald, at al dalam Sri Dewi dan

Lilis Puspitawati (2011:1) menyatakan bahwa: “Sistem adalah suatu

jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan,

berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk

menyelesaikan suatu sasaran tang tertentu”.

Modernisasi Pengertian modernisasi menurut kamus ilmiah

popular Indonesia (2011:117) menyatakan bahwa: “Modernisasi adalah

pengalihan dari hal tradisioinal menjadi terbaru dan canggih sesuai

dengan perkembangan zaman”. Pengertian modernisasi menurut Haula

26
Rosdiana dan Edi Slamet (2011:5) menyatakan bahwa: “Modernisasi

adalah aplikasi teknologi informasi (IT) yang lebih canggih”.

2. Administrasi Perpajakan

Menurut Pandiangan (2014) dalam bukunya, menyatakan bahwa

administrasi perpajakan adalah kegiatan penatausahaan dan

pelayanan yang dilakukan oleh setiap orang yang ada dalam organisasi

demi melaksanakan hak serta kewajiban di bidang perpajakan.

Kegiatan administrasi perpajakan pada dasarnya tidak hanya dilakukan

oleh pegawai yang khusus mengelola pajak (misalnya oleh tax

manager, tax supervisor, tax staff, dan lainnya) saja, melainkan juga

oleh seluruh orang yang ada dalam organisasi sesuai dengan tugas

serta fungsinya sepanjang ada kaitannya dengan pajak.

Administrasi perpajakan menurut Sophar Lumbantoruan

(1997:582) dalam Rapina, dkk (2011), ialah cara-cara atau prosedur

pengenaan dan pemungutan pajak. Administrasi perpajakan dalam arti

sempit, merupakan penatausahaan dan pelayanan atas hak-hak dan

kewajiban-kewajiban pembayar pajak, baik penatausahaan dan

pelayanan yang dilakukan di kantor pajak maupun di tempat wajib

pajak. Administrasi perpajakan dalam arti luas, dipandang sebagai:

a. fungsi,

b. sistem, dan

c. lembaga.

27
Sebagai fungsi, administrasi perpajakan meliputi fungsi

perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian

perpajakan. Sebagai suatu sistem, administrasi perpajakan merupakan

seperangkat unsur (subsistem) yaitu peraturan perundangan, sarana

dan prasarana, dan wajib pajak yang saling berkaitan yang secara

bersama-sama menjalankan fungsi dan tugasnya untuk mencapai

tujuan tertentu. Sebagai lembaga, administrasi perpajakan merupakan

institusi yang mengelola sistem dan melaksanakan proses pemajakan.

Gunadi (2004) dalam Punarbhawa (2013) mengemukakan

bahwa suatu kebijakan perpajakan dapat saja kurang sukses dalam

menghasilkan ataupun mencapai target lainnya disebabkan

administrasi perpajakan tidak dapat melaksanakannya meskipun

kebijakan tersebut dianggap baik. Administrasi pajak akan menjadi

efektif apabila dapat menyelesaikan masalah-masalah berikut ini:

a. Wajib Pajak yang tidak terdaftar (unregistered taxpayers)

b. Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT

c. Penyelundup pajak (tax evaders)

d. Penunggak pajak (delinquent tax payers)

Efektivitas administrasi perpajakan dapat diukur dengan lebih

akurat dengan cara mengukur seberapa besar jurang kepatuhan, yaitu

perbedaan nilai realisasi penerimaan pajak dengan potensi pajak dari

masing-masing sektor perpajakan, Nasucha (2004), dalam Punarbhawa

(2013).

28
3. Tujuan Administrasi Perpajakan

Pandiangan (2014) dalam bukunya, menjelaskan bahwa

pengelolaan administrasi yang baik, akurat dan benar di bidang

perpajakan sangat dibutuhkan setiap organisasi, karena akan

membantu dalam rangka mencapai tujuannya secara efektif, efisien,

produktif, dan optimal di bidang perpajakan, yaitu pembayaran pajak

yang minimal namun sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tujuan

administrasi perpajakan adalah adalah dalam rangka:

a. Tersedianya dokumen terkait perpajakan

b. Tersedianya data dan informasi mengenai perpajakan

c. Sarana untuk menciptakan dan menjalin kerjasama antar unit

organisasi serta antar sesama personalia terutama menyangkut

pajak

d. Melakukan pembimbingan, pengelolaan, dan pengawasan

terutama menyangkut pajak

e. Pengambilan keputusan atau kebijakan terutama menyangkut

pajak

4. Kegunaan administrasi Perpajakan

Menurut Pandiangan (2014), dengan terlaksana dan tersedianya

administrasi perpajakan yang baik, akurat dan benar akan terealisasi

kegunaan atau manfaat bagi organisasi, yaitu:

a. Menjalankan kewajiban pajak dengan mudah, baik dan benar

serta tepat

29
b. waktu sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan

c. Mudah mengajukan dan memperoleh hak perpajakan dari DJP

d. Efektif dan efisien dalam pengelolaan pajak

e. Terhindar dari pengenaan sanksi perpajakan, baik sanksi

administrasi maupun sanksi pidana

f. Dapat mengajukan permohonan ke DJP untuk memperoleh

status sebagai wajib pajak patuh

5. Unsur-unsur Administrasi Perpajakan

Dilihat dari kegiatan yang harus dilakukan dalam pengelolaan

perpajakan, terdapat 7 (tujuh) unsur pokok dalam administrasi

perpajakan, yaitu:

a. Kelola pajak

b. Keuangan pajak

c. Informasi dan komunikasi perpajakan

d. Peraturan pajak

e. Dokumen pendukung perpajakan

f. Organisasi perpajakan

g. Sumber daya manusia perpajakan (Pandiangan, 2014)

6. Sistem Modernisasi Administrasi Perpajakan

Administrasi perpajakan berperan penting dalam sistem

perpajakan disuatu negara. Suatu negara dapat dengan sukses

mencapai sasaran yang diharapkan dalam menghasilkan penerimaan

30
pajak yang optimal karena administrasi perpajakannya mampu

dengan efektif melaksanakan sistem perpajakan disuatu negara yang

dipilih. Menurut Forest dan Sheffrin dalam Siti Kurnia (2010:140)

menyatakan bahwa : “Kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh

beberapa factor yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan suatu

Negara, pelayanan pada wajib pajak, penegakan hukum perpajakan ,

pemeriksaan pajak dan tarif pajak.

Selain itu sistem perpajakan yang simplifying sangat penting

karena semakin kompleks sistem perpajakan akan memberikan

keengganan dan penggerutuan pembayar pajak sehingga

berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak”. Sistem administrasi

pajak modern menurut Liberti Pandiangan (2008 ) dalam jurnal Sri

Rahayu dan Ita Salsalina (2009) adalah:

a. Maksimalisasi penerimaan pajak;

b. Kualitas pelayanan yang mendukung kepatuhan wajib pajak;

c. Memberikan jaminan kepada publik bahwa Direktorat Jenderal

Pajak mempunyai tingkat integritas dan keadilan yang tinggi,

d. Menjaga rasa keadilan dan persamaan perlakuan dalam proses

pemungutan pajak;

e. Pegawai Pajak dianggap sebagai karyawan yang bermotivasi

tinggi, kompeten, dan profesional,

f. Peningkatan produktivitas yang berkesinambungan;

31
g. Wajib Pajak mempunyai alat dan mekanisme untuk mengakses

informasi yang diperlukan; dan

h. Optimalisasi pencegahan penggelapan pajak

Sistem modernisasi administrasi perpajakan menurut Liberti

Pandiangan (2007:7) menyatakan bahwa: “Sistem modernisasi

administrasi perpajakan adalah restruksi organisasi, penyempurnaan

proses bisnis melalui pemanfaatan teknologi komunikasi dan

informasi, dan penyempurnaan manajemen SDM. Konsep ini

disesuiakan dengan iklim, kondisi, dan sumber daya yang ada di

Indonesia”. Menurut Siti Kurnia (2010:109) menyatakan bahwa :

“Modernisasi Administrasi Pajak merupakan bagian dari reformasi

perpajakansecara komperhensif sebagai satu kesatuan dilakukan

terhadap 3 bidang pokok yang secara langsung menyentuh pilar

perpajakan yaitu bidang administrasi, bidang peraturan dan biang

pengawasan”. Adapun Indikator Sistem Modernisasi Administrasi

Prpajakan Menurut Siti Kurnia (2010:110-115) sistem modernisasi

administrasi perpajakan yang dilakukan pada dasarnya sebagai

berikut :

a. Restrukturisasi organisasi.

Untuk melaksanakan perubahan secara lebih efektif dan

efisien, sekaligus mencapi tujuan organisasi yang diinginkan,

penyesuaia struktur organisasi DJP merupakan suatu langkah

yang harus dilakukan dan sifatnya cukup strategis. Lebih jauh

32
lagi, struktur organisasi harus juga diberi fleksibilitas yang

cukup untuk dapat selalu menyesuiakan dengan lingkungan

eksternal yang sangat dinamis, termasuk perkembangan dunia

bisnis dan teknologi. Implementasi konsep administrasi

perpajakan modern yang berorientasi pada pelayanan dan

pengawasan, adalah struktur organisasi DJP perlu diubah, baik

di level kantor pusat sebagai pembuat kebijakan maupun di

level kantor operasional sebagai pelaksana implementasi

kebijakan.

b. Penyempurnaan proses bisnis melalui pemanfaatan teknologi

komunikasi dan informasi.

Kunci perbaikan birokrasi yang berbelit-belit adalah perbaikan

business process, yang mencakup metode, sistem dan

prosedur kerja. Untuk itu, perbaikan business process

merupakan pilar penting program modernisasi DJP, yang

diharapkan pada penerapan full automation dengan

memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, terutama

untuk pekerjaan yang sifatnya klirikal. Langkah awal perbaikan

business process adalah penulisan dan dokumentasi yaitu

melalui:

1) Standard Operating Prosedures (SOP) untuk setiap

kegiatan di seluruh unit DJP.

33
2) Perbaikan business process dilakukan antara lain dengan

penerapan esistem dengan dibukanya fasilitas seperti e-

filing, e-SPT, e-payment, eregistration.

3) Untuk sistem administrasi internal saat ini terus dilakukan

pengembangan dan penyempurnaan Sistem Informasi DJP

(SIDJP).

c. Penyempurnaan manajemen SDM.

Departemen keuangan secara keseluruhan telah meluncurkan

program Reformasi Birokrasi sejak akir tahun 2006. Fokus

program reformasi ini adalah perbaikan system dan manajemen

SDM, dan direncanakan perubahan yang dilakukan sifatnya

lebih menyeluruh. Hal ini perlu dan mendesak untuk dilakukan,

karena disadari bahwa elemen yang terpenting dari suatu

system organisasi adalah manusianya. Secanggih apapun

struktur, sistem, teknologi informasi, metode dan alur kerja

suatu organisasi, semua itu tidak akan dapat berjalan dengan

optimal tanpa didukung SDM yang capable dan beritegritas.

Harus disadari bahwa yang perlu dan harus diperbaiki

sebenarnya adalah system dan manajemen SDM, bukan

semata-mata melakukan rasionalisasi pegawai, karena system

yang baik dan terbuka dipercaya akan bias menghasilkan SDM

yang berkualitas. Langkah-langkah perbaikan di bidang SDM

antara lain:

34
1) DJP melakukan pemetaan kompetensi (Competency

Mapping) untuk seluruh 30.000 pegawai DJP guna

mengetahui sebaran kuantitas dan kualitas kompetensi

pegawai.

2) Kemudian seluruh pegawai dievaluasi dan dianalisis untuk

selanjutnya ditentukan job grade dari masing-masing

jabatan tersebut.

3) Selanjutnya beban kerja dari masing-masing jabatan

tersebut dianalisis yang kemudian dikaitkan juga dengan

pengembangan sistem pengukuran kinerja masing-masing

pegawai.

4) Sebagai catatan, pembuatan dan dokumentasi SOP untuk

seluruh proses pekerjaan dapat dimanfaatkan juga sebagai

standar penilaian kinerja.

5) Semua itu nantinya akan dimanfaatkan untuk membuat

sistem jenjang karir, khusunya sistem mutasi dan promosi,

serta sistem remunerasi yang lebih jelas, adil, dan

akuntabel.

d. Pelaksanaan Good Governance Elemen terakhir adalah

pelaksanaan Good Governance, yang seringkali dihubungkan

dengan integritas pegawai dan institusi. Dalam praktek

beroganisasi, Good Governance biasanya di kaitkan dengan

mekanisme pengawasan internal (internal control) yang

35
bertujuan untuk meminimalkan terjadinya penyimpangan atau

penyelewengan dalam berorganisasi, baik itu dilakukan oleh

pegawai maupun pihak lainnya, baik disengaja maupun tidak.

DJP dengan program modernisasinya senantiasa berupaya

menerapkan prinsip-prinsip good governance tersebut berupa:

1) Pembuatan dan penegakan Kode Etik Pegawai yang

secara tegas mencantumkan kewajiban dan larangan bagi

para pegawai DJP dalam pelaksanaan tugasnya, termasuk

sanksi-sanksi bagi setiap pelanggaran Kode Etik Pegawai

tersebut.

2) Selain itu pemerintah telah menyediakan berbagai saluran

pengaduan yang sifatnya independen untuk menangani

pelanggaran atau penyelewengan di bidang perpajakan,

seperti Komisi Ombudsman Nasional.

3) Dalam lingkup internal DJP sendiri, telah dibentuk dua

Subdirektorat yang khusus menangani pengawasan

internal dibawah Direktorat Kepatuhan Internal dan

Transformasi Sumber Daya aparatur.

4) Lebih jauh lagi, pembentukan complaint center di masing-

masing Kanwil modern untuk menampung keluhan Wajib

Pajak merupakan bukti komitmen DJP untuk selalu

meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajaknya sekaligus

pengawasan internal DJP.

36
D. Persepsi Pemeriksaan Pajak

Kewenangan untuk melakukan pemeriksaan pajak telah diatur

dalam Pasal 29 Ayat (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah

terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 yaitu Direktur

Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji

kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam

rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan.

1. Pengertian Persepsi Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan pajak merupakan instrumen untuk menentukan

kepatuhan, baik formal maupun material, yang tujuan utamanya adalah

untuk menguji dan meningkatkan tax compliance (ketaatan pajak)

seorang wajib pajak. Menurut Peraturan Direktorat Jenderal Pajak

Nomor PER - 9/PJ/2010 Pasal 1 definisi Pemeriksaan sebagai berikut :

” Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan

mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara

objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk

menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk

tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan. Sedangkan menurut Siti Kurnia

Rahayu (2010) mengemukakan pemeriksaan pajak sebagai berikut :

“Pemeriksaan pajak merupakan hal pengawasan pelaksanaan sistem

37
self assesment yang dilakukan oleh wajib pajak, harus berpegang

teguh pada Undang-undang perpajakan”. Dari pengertian di atas dapat

disimpulkan bahwa pemeriksaan pajak merupakan kegiatan

menghimpun dan mengolah data atau keterangan secara profesional

berdasarkan standar pemeriksaan dan harus berpegang teguh pada

undang-undang perpajakan.

2. Jenis Pemeriksaan Pajak

Selama ini pemeriksaan pajak dilaksanakan berdasarkan urutan

prioritas pemeriksaannya, karena untuk memeriksa semua wajib pajak

merupakan hal yang tidak mungkin dapat diwujudkan, karena tenaga

pemeriksa pajak yang tersedia terbatas jumlahnya. Pemeriksaan yang

dilakukan terhadap wajib pajak tertentu dan wajib pajak yang tingkat

kepatuhannya masih rendah maka pemeriksaan pajak dapat

dilaksanakan berdasarkan jenis pemeriksaan yang menurut Suandy

(2006) dalam bukunya yang berjudul “Perencanaan Pajak”, terdapat

lima jenis pemeriksaan yang diantaranya yaitu:

a. Pemeriksaan Rutin. Pemeriksaan Rutin adalah pemeriksaan

yang bersifat rutin yang dilakukan terhadap wajib pajak yang

berhubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban

perpajakan, wajib pajak yang bersangkutan yang pemilihannya

terutama berdasarkan sistem kriteria seleksi dan bukan kriteria

seleksi.

38
b. Pemeriksaan khusus. Pemeriksaan Khusus adalah

pemeriksaan yang secara khusus dilakukan terhadap wajib

pajak sehubungan dengan adanya data, informasi, laporan

atau pengaduan yang berkaitan dengan wajib pajak tersebut.

c. Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi. Pemeriksaan Wajib Pajak

Lokasi adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap cabang,

perwakilan, pabrik dan atau tempat usaha yang pada umumnya

berbeda lokasinya dengan wajib pajak domisili, berdasarkan

permintaan dari Unit Pelaksanan Pemeriksaan (UPP) yang

berada di luar wilayahnya.

d. Pemeriksaan Tahun Berjalan. Pemeriksaan tahun Berjalan

adalah pemeriksaan yang dilakukan dalam tahun berjalan

terhadap wajib pajak untuk jenis-jenis pajak tertentu atau untuk

seluruh jenis pajak dapat dilakukan terhadap wajib pajak

domisili atau wajib pajak lokasi.

e. Pemeriksaan Bukti Permulaan. Pemeriksaan Bukti Permulaan

adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti

permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana

di bidang perpajakan.

Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Jenis

pemeriksaan merupakan suatu hal yang ideal, apabila pemeriksaan

dapat dilakukan terhadap semua wajib pajak terdaftar. Meskipun

demikian, pemeriksaan tetap harus dilakukan, karena ternyata masih

39
banyak wajib pajak yang tingkat kepatuhannya masih rendah. Oleh

karena itu, pemeriksaan pajak dapat dilaksanakan berdasarkan jenis

pemeriksaan.

3. Tujuan Pemeriksaan Pajak

Menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 199 / PMK.03 / 2007

Pasal 2, tujuan pemeriksaan pajak adalah untuk menguji kepatuhan

pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka

melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.

199/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007 tentang Tata Cara

Pemeriksaan Pajak, menetapkan bahwa pemeriksaan untuk menguji

kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dapat

dilakukan dalam hal Wajib Pajak sebagai berikut :

a. Menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih

bayar, termasuk yang telah diberikan pengembalian

pendahuluan kelebihan pajak.

b. Menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi.

c. Tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan

tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam

Surat Teguran.

d. Melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi,

pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-

lamanya.

40
e. Menyampaikan Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria

seleksi berdasarkan hasil analisis risiko (risk based selection)

mengindikasikan adanya kewajiban perpajakan Wajib Pajak

yang tidak dipenuhi sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan.

Tujuan lain pemeriksaan adalah dalam rangka:

a. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan;

b. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak;

c. Wajib Pajak mengajukan keberatan;

d. Pencocokan data atau alat keterangan;

e. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;

Tujuan pemeriksaan pajak menurut Siti Resmi (2005) dalam

bukunya yang berjudul “Perpajakan Teori & Kasus” adalah sebagai

berikut:

a. Untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan

dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan dan

pembinaan kepada wajib pajak.

b. Untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan”.

Tujuan pemeriksaan pajak menurut Erly Suandy (2006) dalam

bukunya yang berjudul “Perencanaan Pajak” adalah sebagai berikut:

41
a. Untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan

dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan dan

pembinaan kepada wajib pajak.

b. Untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan”.

Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan

pemeriksaan pajak tidak hanya untuk menguji kepatuhan pemenuhan

kewajiban perpajakan tetapi tujuan pemeriksaan juga berguna untuk

melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

4. Ruang Lingkup Pemeriksaan Pajak

Ruang lingkup pemeriksaan menentukan luas dan kedalaman

pemeriksaan. Penentuan ruang lingkup akan mempengaruhi teknik

pemeriksaan yang akan diterapkan, jangka waktu pemeriksaan, dan

sasaran atau jenis pajak yang diperiksa. Menurut Keputusan Menteri

Keuangan Republik Indonesia Nomor 545/KMK.04/2000 Pasal 3 ruang

lingkup dan jangka waktu pemeriksaan terdiri dari :

a. Pemeriksaan Lapangan yang meliputi suatu jenis pajak atau

seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun

sebelumnya dan atau untuk tujuan lain yang dilakukan di tempat

Wajib Pajak. Pemeriksaan lapangan dapat dilaksanakan dengan

pemeriksaan lengkap atau pemeriksaan sederhana.

Pemeriksaan lengkap dapat dilaksanakan dalam jangka waktu 2

42
(dua) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8

(delapan) bulan, sedanngkan pemeriksaan sederhana dapat

dilaksanakan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan dan dapat

diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan.

b. Pemeriksaan Kantor yang meliputi suatu jenis pajak tertentu baik

tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan

di kantor Direktorat Jenderal Pajak. Pemeriksaan kantor hanya

dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan sederhana dalam

jangka waktu 4 (empat) minggu dan dapat diperpanjang menjadi

paling lama 6 (enam) minggu.

Untuk pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan

pemenuhan kewajiban perpajakan diatur lebih lanjut sebagai berikut :

a. Jenis pemeriksaan dipengaruhi oleh bobot risiko ketidakpatuhan

dari wajib pajak yang diperiksa serta ruang lingkup pemeriksaan.

Semakin tinggi risiko ketidakpatuhan wajib pajak,

pemeriksaannya dilaksanakan melalui pemeriksaan lapangan.

b. Apabila ditemukan indikasi trnasaksi yang terkait dengan transfer

pricing dan/ atau transaksi khusus lain yang berindikasi adanya

rekayasa transaksi keuangan, pemeriksaan kantor diubah

menjadi pemeriksaan lapangan.

Menurut Siti Resmi (2003) dalam bukunya yang berjudul

“Perpajakan Teori & Kasus”, ruang lingkup pemeriksaan pajak

ditentukan sebagai berikut:

43
a. Pemeriksaan Lapangan. Pemeriksaan lapangan meliputi suatu

jenis pajak atau seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan dan

atau tahun-tahun sebelumnya dan atau untuk tujuan lain yang

dilakukan ditempat wajib pajak. Pemeriksaan lapangan

berkenaan dengan ditemukannya indikasi adanya transfer

pricing, yang memerlukan pemeriksaan yang lebih mendalam

serta memerlukan waktu yang lebih lama 2 tahun. Jangka waktu

pelaksanaannya ini tidak berlaku jika pemeriksaan dilakukan

berkenaan dengan SPT yang menyatakan permohonan

pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Pemeriksaan ini

dilaksanakan dengan:

1) Pemeriksaan Lengkap, jangka waktunya adalah 2 bulan dan

dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 bulan.

2) Pemeriksaan Sederhana, jangka waktunya adalah 1 minggu

dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 minggu.

b. Pemeriksaan Kantor”. Pemeriksaan kantor meliputi suatu jenis

pajak tertentu baik tahun berjalan dan atau tahun-tahun

sebelumnya yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak.

Pemeriksaan kantor hanya dapat dilakukan dengan pemeriksaan

sederhana, yang dilaksanakan dalam jangka waktu 4 minggu.

Apabila dalam pelaksanaan pemeriksaan tersebut ditemukan

indikasi adanya transaksi yang mengandung unsur transfer

44
pricing, maka lingkup pemeriksaan ditingkatkan menjadi

pemeriksaan lapangan.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa selain jenis

pemeriksaan pajak, maka wajib pajak juga dapat dilakukan

pemeriksaan berdasarkan ruang lingkupnya, dimana ruang lingkupnya

tersebut akan menentukan luas dan kedalaman pemeriksaan yang

dilakukan oleh pemeriksa. Terdapat perbedaan besar yang perlu

difahami oleh wajib pajak atas kedua jenis ruang lingkup pemeriksaan

pajak. Pada pemeriksaan lapangan maka pemeriksan akan dilakukan

ditempat usaha wajib pajak sedangkan pemeriksaan kantor dilakukan

di kantor.

5. Prosedur Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan berpedoman pada norma pemeriksaan yang

berkaitan dengan pemeriksaan pajak, pemeriksaan, dan wajib pajak.

Pemeriksaan dilakukan oleh pemeriksa pajak yang bergabung dalam

tim pemeriksa pajak yang susunannya terdiri dari supervisor, seorang

ketua tim, dan seorang atau lebih anggota. Pemeriksaan dilakukan

pada hari jam kerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan jika

dipandang perlu, dapat dilanjutkan diluar jam kerja atau hari kerja.

Namun apabila saat dilakukan pemeriksaan pajak wajib pajak tidak

ada di tempat, maka pemeriksaan tetap dapat dilakukan sepanjang

ada pihak lain yang dapat dan mempunyai kewenangan untuk berlaku

selaku yang mewakili wajib pajak. Menurut Mardiasmo (2003) dalam

45
bukunya yang berjudul “Perpajakan”, mengatakan bahwa

pemeriksaaan yang baik harus berdasarkan pada prosedur

pemeriksaan yang telah ditentukan yaitu:

a. Petugas pemeriksa harus dilengkapi dengan Surat Perintah

Pemeriksaan Pajak (SP3) dan harus memperhatikan kepada

wajib pajak yang diperiksa.

b. Wajib pajak yang diperiksa harus:

1) Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan,

dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang

berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan

usaha, pekerjaan bebas wajib pajak atau objek yang

terutang pajak.

2) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau

ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna

kelancaran pemeriksaan.

3) Memberikan keterangan yang diperlukan.

4) Apabila dalam hal dalam angka 1 wajib pajak tidak terikat

oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka dalam hal

ini tidak berlaku untuk keperluan pemeriksaan.

c. Direktorat Jenderal Pajak berwenang melakukan penyegelan

tempat atau ruangan tertentu,bila wajib pajak tidak memenuhi

kewajiban pada huruf b”.

46
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa

pemeriksaan pajak akan berjalan dengan baik apabila dilakukan

sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dimana setiap

pemeriksaan pajak harus dilengkapi dengan Surat Perintah

Pemeriksaan Pajak (SP3) yang merupakan tanda pengenal, selain itu

SP3 harus dilampiri dengan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak

yang disampaikan kepada wajib pajak. Pemeriksaan pajak juga dapat

dilakukan oleh pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jenderal

Pajak atau Tenaga Ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.

6. Pedoman Pemeriksaan Pajak

Dalam pelaksanaan pemeriksaan pajak didasarkan pada

pedoman pemeriksaan pajak. Pedoman pemeriksaan pajak

merupakan pedoman bagi pemeriksa pajak dalam menjalankan

tanggung jawab profesinya sebagai pemeriksa pajak. Menurut Siti

Rresmi (2003) dalam bukunya yang berjudul “ Perpajakan

Teori & Kasus “ mengatakan bahwa: “ Pelaksanaan pemeriksaan

didasarkan pada pedoman pemeriksaan pajak yang meliputi Pedoman

Umum Pemeriksaan Pajak, Pedoman Pelaksaaan Pemeriksaan Pajak,

Pedoman Laporan Pemeriksaan Pajak ”. Penjelasan mengenai

pedoman pemeriksaan pajak pemeriksaan pajak adalah sebagai

berikut:

a. Pedoman Umum pemeriksaan pajak

1) Pemeriksaan dilaksanakan oleh pemeriksa pajak yang:

47
a) Telah mendapat pendidikan tekhnis yang cukup dan

memiliki keterampilan sebagai pemeriksa pajak.

b) Bekerja dengan jujur, bertanggung jawab, penuh

pengabdian, bersifat terbuka, sopan dan objektif serta

menghindarkan diri dari perbuatan tercela.

c) Menggunakan keahlian secara cermat dan seksama

serta memberikan gambaran yang sesuai dengan

keadaan yang sebenarnya tentang wajib pajak.

2) Temuan hasil pemeriksaan dituangkan dalam Kertas Kerja

Pemeriksaan sebagai bahan untuk menyusun Laporan

Pemeriksaan Pajak

b. Pedoman Pelaksaaan Pemeriksaan Pajak

1) Pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan

persiapan yang baik, sesuai dengan tujuan pemeriksaan dan

pengawasan yang seksama.

2) Luas pemeriksaan ditentukan berdasarkan petunjuk yang

diperoleh yang harus dikembangkan melalui pencocokan

data, pengamatan, Tanya jawab, dan tindakan lain

berkenaan dengan pemeriksaan.

3) Pendapatan dan kesimpulan pemeriksa pajak harus

didasarkan pada temuan yang kuat berlandaskan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan.

48
c. Pedoman Laporan Pemeriksaan Pajak

1) Laporan pemeriksaan pajak disusun secara ringkas dan

jelas, memuat ruang lingkup yang sesuai dengan tujuan

pemeriksaan, memuat kesimpulan pemeriksa pajak yang

didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidaknya

penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan

perpajakan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain

yang terkait.

2) Laporan pemeriksaan yang berkaitan dengan pengungkapan

penyimpangan Surat Pemberitahuan harus memperhatikan

kertas kerja pemeriksaan antaranya mengenai:

a) Berbagai faktor perbandingan;

b) Nilai absolut dari penyimpangan;

c) Sifat dari penyimpangan;

d) Petunjuk atau temuan adanya penyimpangan;

e) Pengaruh penyimpangan;

f) Hubungan dengan permasalahan lainnya.

Laporan pemeriksaan pajak harus didukung oleh daftar

yang lengkap dan rinci sesuai tujuan pemeriksaan

49
E. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

Nama Variabel
Judul Penelitian Hasil Penelitian
(Tahun) Penelitian
Berdasarkan hasil
analisis dapat diambil
kesimpulan bahwa
variabel struktur
organisasi,
Dependen :
manajemen sumber
Pengaruh Kepatuhan
daya manusia dan
I Gede Modernisasi Wajib Pajak
good governance
Darmayasa Sistem
berpengaruh signifikan
Dan Administrasi
pada kepatuhan Wajib
Putu Ery Perpajakan Pada Independen :
Pajak. Variabel proses
Setiawan Kepatuhan Wajib Modernisasi
bisnis dan teknologi
(2016) Pajak Orang Sistem
informasi serta
Pribadi Administrasi
komunikasi tidak
Perpajakan
berpengaruh pada
kepatuhan Wajib Pajak
di Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) Pratama
Badung Utara.
Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa
variabel modernisasi
prosedur organisasi
Dependen :
Pengaruh berpengaruh positif
Kepatuhan
Modernisasi terhadap kepatuhan
Ririn Wajib Pajak
Sistem wajib pajak.
Irmayani
Administrasi Sedangkan variabel
Dan
Perpajakan modernisasi struktur
Titik Independen :
Terhadap organisasi,
Mildawati Modernisasi
Kepatuhan Wajib modernisasi strategi
(2015) Sistem
Pajak Orang organisasi, dan
Administrasi
Pribadi modernisasi budaya
Perpajakan
organisasi tidak
berpengaruh terhadap
kepatuhan wajib pajak.
Hal ini dapat diartikan

50
bahwa modernisasi
struktur organisasi,
modernisasi strategi
organisasi, dan
modernisasi budaya
organisasi tidak
mampu digunakan
sebagai upaya untuk
meningkatkan
kepatuhan wajib pajak.
Terdapat pengaruh
yang positif dan
signifikan antara
Dependen : implementasi sistem
Kepatuhan administrasi
Pengaruh Sistem Wajib Pajak perpajakan modern
Administrasi dari dimensi
Hadi
Perpajakan modernisasi struktur
Masyhur
Modern Terhadap Independen : organisasi,
(2013)
Kepatuhan Wajib Modernisasi modernisasi prosedur
Pajak Sistem organisasi,
Administrasi modernisasi strategi
Perpajakan organisasi, dan
modernisasi budaya
organisasi terhadap
kepatuhan wajib pajak.
Pengaruh
Modernisasi
Dependen : Hasil penelitian
Sistem
Kepatuhan menunjukkan bahwa
Administrasi
Wajib Pajak modernisasi sistem
Perpajakan
administrasi
Widya K Terhadap
perpajakan memiliki
Sarunan Kepatuhan Wajib
Independen : pengaruh yang positif
(2015) Pajak Orang
Modernisasi terhadap kepatuhan
Pribadi Dan
Sistem wajib pajak orang
Wajib Pajak
Administrasi pribadi dan wajib pajak
Badan Pada
Perpajakan badan.
Kantor Pelayanan
Pajak Manado
Sistem Dependen : Modernisasi sistem
Administrasi Kepatuhan administrasi
Lasnofa Perpajakan Wajib Pajak perpajakan
Fasmi Dan Terhadap Tingkat mempunyai pengaruh
Fauzan Kepatuhan yang signifikan
Misra (2012) Pengusahan Independen : terhadap tingkat
Kena Pajak Di Modernisasi kepatuhan pengusaha

51
Kantor Pelayanan Sistem kena pajak
Pajak Pratama Administrasi
Padang Perpajakan
Pengaruh
Modernisasi
Dependen :
Sistem
Kepatuhan
Administrasi
Wajib Pajak Sistem administrasi
Sri Rahayu Perpajakan
perpajakan modern
Dan terhadap
tidak memiliki
Ita Salsalina Kepatuhan
Independen : pengaruh signifikan
Lingga Wajib Pajak
Modernisasi terhadap Kepatuhan
(2009) (Survei atas
Sistem Wajib Pajak
Wajib Pajak
Administrasi
Badan pada KPP
Perpajakan
Pratama
Bandung ”X”)
Keadilan pajak yang
terdiri dari variabel
tingkat keadilan secara
umum (general
fairness), timbal balik
yang diterima
pemerintah
(exchanges with
Pengaruh
Dependen : government),
Keadilan Pajak
Kepatuhan kepentingan pribadi
Terhadap Tingkat
Ferdyanto Wajib Pajak (self interest),
Kepatuhan Wajib
Dharmawan ketentuan-ketentuan
Pajak Pribadi
(2013) yang diberlakukan
(Studi pada KPP
Independen : secara
Pratama Malang
Keadilan Pajak khusus (special
Selatan)
provisions), dan
struktur tarif pajak (tax
rate structures) secara
parsial dan simultan
berpengaruh signifikan
terhadap perilaku
kepatuhan Wajib Pajak
Pribadi.
Analisis Dependen Pemeriksaan
Dwi Rahayu Pengaruh berpengaruh terhadap
Kepatuhan
(2012) Pemeriksaan kepatuhan
Wajib Pajak
Pajak Terhadap kewajiban formal

52
Kepatuhan Wajib Independen pelaporan dan
Pajak Pada penyetoran PPh Pasal
Pemeriksaan
Kantor Pelayanan 25, tindakan
Pajak
Pajak Pratama pemeriksaan
Semarang berpengaruh terhadap
Selatan kepatuhan
kewajiban formal
pelaporan dan
penyetoran PPh Pasal
21
dan pemeriksaan
berpengaruh terhadap
kepatuhan material
wajib
pajak

53
Variabel persepsi
keadilan pajak tidak
berpengaruh terhadap
Pengaruh kepatuhan wajib pajak
Persepsi UMKM yang
Keadilan Pajak dikenakan Pajak
Dan Persepsi Dependen : Penghasilan
Kemudahan Kepatuhan berdasarkan PP No.
Perpajakan Wajib Pajak 46 Tahun 2013 di KPP
Melisa Anita Terhadap Pratama Lamongan.
Sari Dan Kepatuhan Wajib Variabel persepsi
Elia Pajak Kelompok Independen : kemudahan
Mustikasari UMKM Pasca Persepsi perpajakan
(2016) Penetapan Keadilan Pajak berpengaruh positif
Peraturan Dan Persepsi terhadap kepatuhan
Pemerintah 46 Kemudahan wajib pajak UMKM
Tahun 2013 Perpajakan yang dikenakan Pajak
(Studi pada KPP Penghasilan
Pratama berdasarkan PP No.
Lamongan) 46 Tahun 2013 di KPP
Pratama Lamongan.

F. Hubungan Antarvariabel

1. Hubungan Keadilan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Keadilan mengacu pada sikap yang tidak sewenang-wenang

atau tidak berat sebelah terhadap perilaku yang tidak sesuai dari

54
individu tentang pajak. Agar peraturan perpajakan dapat dipatuhi,

maka beban pajak harus sesuai dengan kewajibannya. Persepsi

masyarakat mengenai keadilan sistem perpajakan yang berlaku di

suatu daerah sangat mempengaruhi pelaksanaan perpajakan yang

baik di daerah tersebut. Persepsi masyarakat ini akan mempengaruhi

perilaku kepatuhan pajak dan perilaku penghindaran pajak.

Masyarakat akan cenderung tidak patuh dan menghindari kewajiban

pajak jika merasa sistem pajak yang berlaku tidak adil. menunjukkan

ketidakkonsistenan hasil penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh

Witono (2008) menguji pengaruh peranan pengetahuan pajak pada

kepatuhan wajib pajak, menemukan bukti bahwa terdapat pengaruh

yang signifikan antara pengetahuan pajak dan persepsi keadilan pajak

terhadap tingkat kepatuhan pajak. Penelitian lain yang dilakukan oleh

Ferdyanto Dharmawan (2012) tentang pengaruh keadilan pajak

terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak, menunjukkan bahwa keadilan

pajak secara simultan maupun parsial berpengaruh signifikan terhadap

perilaku kepatuhan wajib pajak.

2. Hubungan Modernisasi Administrasi Perpajakan Terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak

Adanya modernisasi administrasi perpajakan ini diharapkan

mampu meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak. Kepatuhan wajib

pajak (tax compliance) dapat diidentifikasi dari kepatuhan wajib pajak

55
dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat

Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan

pembayaran pajak terutang, serta kepatuhan dalam pembayaran

tunggakan. Isu kepatuhan menjadi penting karena ketidakpatuhan

secara bersamaan akan menimbulkan upaya menghindarkan pajak,

seperti tax evasion dan tax avoidance, yang mengakibatkan

berkurangnya penyetoran dana pajak ke kas negara. Pada hakekatnya

kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh kondisi sistem administrasi

perpajakan yang meliputi tax service dan tax enforcement.

Menurut Nasucha (2004), pengukuran efektivitas administrasi

perpajakan yang lebih akurat adalah dengan mengukur berapa

besarnya jurang kepatuhan (tax gap), yaitu selisih antara penerimaan

yang sesungguhnya dari potensi pajak dengan tingkat kepatuhan dari

masing-masing sektor perpajakan. Dengan adanya perbaikan sistem

administrasi perpajakan diharapkan akan mendorong kepatuhan wajib

pajak Dengan kata lain hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini

adalah penerapan sistem administrasi perpajakan modern berpengaruh

terhadap peningkatan kepatuhan wajib pajak. Widya K Sarunan (2015)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa modernisasi sistem administrasi

perpajakan memiliki pengaruh yang positif terhadap kepatuhan wajib

pajak orang pribadi dan wajib pajak badan.

3. Pengaruh antara Pemeriksaan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib

Pajak

56
Upaya pemberdayaan masyarakat melalui pelaksanaan sistem

self assement sistem, perlu diikuti dengan tindakanpengawasan guna

mewujudkan tercapainnya kebijakan sasaran perpajakan. Sehubungan

dengan hal itu maka para pemeriksa pajak dalam melakukan tugas

pengawasan perlu didukung oleh berbagai faktor penunjang, salah

satunya adalah menerapakan langkah strategi meningkatkan

kepatuhan wajib pajak. Karena tujuan utama dari pemeriksaan pajak

adalah meningkatkan kepatuhan, melalui upaya-upaya pengegakan

hukum sehingga dapat meningkatkan penerimaan pajak, (Suandy,

2010: 101). Kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban

perpajakan merupakan tujuan utama dari pemeriksaan pajak, sehingga

dari hasil pemeriksaan akan diketahui tingkat kepatuhan wajib pajak

(Rahayu, 2010:245). Pemeriksaan Pajak merupakan fitur kunci dari

sistem penilaian diri (Self Assesment System),Pemeriksan pajak

menurut (undang-undang No.16 Tahun 2000) adalah Serangkaian

kegiatan untuk mencari,mengumpulkan, mengelola data dan atau

keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan

kewajibanperpajakan dan untuk tujuan lain dlam rangka melaksanakan

ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. Teori tersebut

juga didukung oleh penelitian terdahulu diantaranya penelitian dari

Yuningsih (2011) membuktikan bahwa bahwa pemeriksaan pajak

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak

badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di wilayah Kota

57
Bandung. Hal ini perlu dilakukan guna menekankan tingkat

ketidakpatuhan dari wajib Pajak badan yang sangat tinggi, sehingga

diharapkan untuk kemudian hari dengan pemeriksaan pajak diharapkan

dapat meningkatkan kepatuhan dari wajib Pajak. Sejalan dengan

penelitian tersebut Noviani (2011) juga mrmbuktikan dalam

penelitiannya bahwa pemeriksaan pajak berpengaruh signifikan

terhadap kepatuhan wajib pajak badan hukum pada Kantor Pelayanan

Pajak Pratama di Wilayah Kota Bandung

G. Kerangka Pemikiran

Untuk lebih jelasnya pengaruh antara variabel independen dengan

variabel dependen dapat dilihat pada gambar kerangka konseptual

berikut:

58
Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran

Keadilan Pajak
(X1)
H1

Kepatuhan Wajib
Pajak
H2 (Y)

Modernisasi
Administrasi
Perpajakan (X2) H3

Persepsi
Pemeriksaan
Perpajakan (X3)

H4

59
H. Hipotesis

Sesuai dengan kerangka pemikiran diatas yang didasarkan pada

penelitian-penelitian sebelumnya, hipotesis yang diajukan dalam

penelitian ini adalah:

H1: Terdapat pengaruh keadilan pajak terhadap kepatuhan wajib

pajak

H2: Terdapat pengaruh modernisasi administrasi perpajakan

terhadap kepatuhan wajib pajak.

H3: Terdapat pengaruh persepsi pemeriksaan perpajakan terhadap

kepatuhan wajib pajak

H4: Terdapat pengaruh keadilan pajak dan modernisasi administrasi

perpajakan dan persepsi pemeriksaan perpajakan secara

bersama-sama terhadap kepatuhan wajib pajak.

60

Anda mungkin juga menyukai