Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut statistik tahunan dari organisasi kesehatan sedunia (WHO 1996),
penyakit pembuluh darah otak termasuk dalam 10 penyebab kematian utama di 54
dari 57 negara. Stroke hemoragik mencakup 16,6 – 19% dari semua stroke. Di
AS, stroke merupakan penyebab kematian ke-3 setelah jantung dan kanker,
diderita oleh 500.000 orang per tahunnya. Stroke adalah kematian tersering ketiga
pada orang dewasa di Amerika serikat. Angka kematian setiap tahun akibat stroke
baru atau rekuren adalah lebih dari 200.000. insiden stroke secara nasional
diperkirakan adalah 750.000 per tahun, dengan 200.000 adalah stroke rekuren.
Di Indonesia, menurut SKRT tahun 1995, stroke termasuk penyebab
kematian utama, dengan 3 per 1000 penduduk menderita penyakit stroke dan
jantung iskemik. Di dunia, menurut SEAMIC Health Statistic 2000, penyakit
serebrovaskuler seperti jantung koroner dan stroke berada di urutan kedua
penyebab kematian tertinggi di dunia. Secara umum, 85% kejadian stroke adalah
stroke oklusif, 15 % adalah stroke hemoragik.
Stroke merupakan gejala dan atau tanda gangguan fungsi otak fokal
maupun global yang terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung progresif atau
menetap atau berakhir dengan kematian, tanpa penyebab lain selain gangguan
vaskuler, tanpa didahului trauma/ penyakit infeksi.
Sedangkan kejang merupakan respon terhadap muatan listrik abnormal di
dalam otak. Dua pertiga orang yang pernah mengalami kejang, di kemudian hari
tidak pernah mengalami kejang lagi. Sepertiganya mengalami kejang kambuhan
(suatu keadaan yang disebut epilepsi).
Kejang merupakan petunjuk adanya gangguan fungsi sel-sel neuron di
susunan saraf pusat. Kejang merupakan tanda serius suatu penyakit yang
mendasarinya.
Secara pasti, apa yang terjadi selama kejang tergantung kepada bagian
otak yang memiliki muatan listrik abnormal. Jika hanya melibatkan daerah yang

1
sempit, maka penderita hanya merasakan bau atau rasa yang aneh; jika melibatkan
daerah yang luas, maka akan terjadi sentakan dan kejang otot di seluruh tubuh.
Penderita juga bisa merasakan perubahan kesadaran, kehilangan kesadaran,
kehilangan pengendalian otot atau kandung kemih dan menjadi linglung. Kejang
seringkali didahului oleh aura, yang merupakan sensasi yang tidak biasa dari
penciuman, rasa atau penglihatan atau perasaan yang kuat bahwa akan terjadi
kejang.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Stroke
1. Definisi Stroke
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang
secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular.
Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler mengacu kepada setiap
gangguan neurologik mendadak terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran
darah melalui suplai arteri otak. Istilah yang lebih lama dan masih sering
digunakan adalah cerebrovascular accident (CVA). Berdasarkan data dari seluruh
dunia statistiknya bahkan lebih mencolok : penyakit jantung koroner dan stroke
adalah penyebab kematian tersering pertama dan kedua serta menempati urutan
kelima dan keenam sebagai penyebab kecacatan.

2. Epidemiologi
Stroke adalah kematian tersering ketiga pada orang dewasa di Amerika
serikat. Angka kematian setiap tahun akibat stroke baru atau rekuren adalah lebih
dari 200.000. insiden stroke secara nasional diperkirakan adalah 750.000 per
tahun, dengan 200.000 adalah stroke rekuren. Stroke merupakan penyakit
serebrovaskuler mengacu kepada setiap gangguan neurologik mendadak terjadi
akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui suplai arteri otak. Istilah
yang lebih lama dan masih sering digunakan adalah cerebrovascular accident
(CVA).
Evaluasi data base mortalitas World Health Organisation (WHO)
mengisyaratkan bahwa factor utama yang berkaitan dengan “epidemi” penyakit
kardiovaskular adalah perubahan global dalam gizi dan merokok ditambah
urbanisasi dan menuanya populasi (WHO 1997). Insiden yang lebih tinggi ini
mungkin berkaitan dengan peningkatan insiden (yang tidak diketahui
penyebabnya) hipertensi pada orang amerika keturunan afrika. Walaupun orang

3
mungkin terkena stroke pada usia berapapun,dua pertiga stroke terjadi pada usia
lebih dari 65 tahun. Perempuan juga membentuk sekitar 43% kasus stroke per
tahun tetapi menderita 62 % kematian akibat stroke.
The national stroke Association mengajukan penjelasan bahwa risiko
stroke meningkat seiring dengan usia dan bahwa perempuan hidup lebih lama dari
laki-laki. Faktor resiko tambahan juga menimbulkan korban : perempuan berusia
dii atas 30 tahun merokok dan mengkonsumsi kontrasepsi oral dengan kandungan
estrogen yang lebih tinggi memiliki resiko stroke 22 kali lebih besar rata-
rata,karena kecacatan yang sering terjadi setelah stroke dapat sangat
merugikan,karena perempuan lebih besar kemungkinannya daripada pria untuk
mengalami kecacatan serius setelah stroke.
Stroke adalah penyebab utama kecacatan pada orang dewasa. Empat juta
orang amerika mengalami defisit neurologik akibat stroke,dua per tiga tahun
bersifat sedang sampai parah (National stroke association 2001). Kemungkinan
meninggal akibat stroke inisial adalah 30% sampai 35% dan kemungkinan
kecacatan mayor pada yang selamat adalah 35% sampai 40% (Wolf et al.,2000).
Sampai tahun 2001, laporan tentangg insiden stroke hanya mencakup stroke
simptomatik, walaupun stroke ”silent” diperkirakan 5 sampai 20 kali lebih sering
terjadi (leary,saver, 2001) memperkirakan bahwa insiden pertahun stroke silent
adalah lebih dari 11 juta orang.
Faktor resiko demografik mencakup usia lanjut,ras dan etnis serta riwayat
stroke dalam keluarga. Kecanduan alkohol dan merokok merupakan faktor resiko
utama untuk stroke adalah hipertensi kronik. Kegemukan (obesitas) merupakan
faktor resiko independen untuk stroke tidak saja melalui penyakit yang diperparah
dengan kegemukan seperti hipertensi,diabetes,dan peningkatan kolesterol tetapi
juga melalui mekanisme lain yang belum teridentifikasi.

Etiologi
Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler mengacu kepada setiap
gangguan neurologik mendadak terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran
darah melalui suplai arteri otak. Istilah yang lebih lama dan masih sering
digunakan adalah cerebrovascular accident (CVA). Berbagai gangguan patologik

4
misalnya hipertensi menyebabkan stroke merupakan hal yang dapat diduga
reproducible dan dapat dimodifikasi.
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua
stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskuler intraserebrum mengalami ruptur
sehingga terjadi perdarahan kedalam ruang subaraknoid atau langsung kedalam
jaringan otak.sebagian dari lesi vaskular menyebabkan perdarahan subaraknoid
(PSA) adalah aneurisma sakular (Berry) dan malformasi arteriovena (MAV).
Mekanisme lain stroke hemoragik adalah pemakaian kokain atau
amfetamin,karena zat-zat ini dapat menyebabkan hipertensi berat dan perdarahan
intraserebrum attau subaraknoid.
Perdarahan dapat dengan cepat menimbulkan gejala neurologik karena
tekanan pada struktur-struktur saraf di dalam tengkorak. Iskemia adalah
konsekuensi sekunder dari perdarahan baik yang spontan maupun
traumatik.Mekanisme terjadinya iskemia tersebut ada dua :
1) Tekanan pada pembuluh darah akibat ekstravasi darah kedalam tengkorak
yang volumenya tetap.
2) Vasospasme reaktif pembuluh-pembuluh darah yang terpajan kedarah bebas
di dalam ruang antara lapisan araknoid dan pia mater meningen.
Biasanya stroke hemoragik secara cepat menyebabkan kerusakan fungsi
otak dan kehilangan kesadaran. Namun,apabila perdarahan berlangsung lambat,
pasien kemungkina besar mengalami nyeri kepala hebat,yang merupakan skenario
atas perdarahan subaraknoid (PSA).tindakan pencegahan utama untuk perdarahan
otak adalah mencegah cedera kepala dan mengendalikan tekanan darah.
Perdarahan dapat terjadi dimana saja dari sistem saraf. Secara
umum,perdarahan didalam tengkorak diklasifikasikan berdasarkan lokasi dalam
kaitannya dengan jaringan otak dan meningen oleh tipe lesi vaskular yang ada.
Tipe perdarahan yang mendasari stroke hemoragik adalah intraserebrum
(parenkimatosa), intraventrikel, dan PSA. Selain lesi vaskular anatomik,penyebab
stroke hemoragik adalah hipertensi, gangguan perdarahan, pemberian
antikoagulan yang terlalu agresif terutama pada pasien usia lanjut dan pemakaian
amfetamin dan kokain intranasal.

5
3. Klasifikasi
Menurut WHO TCD-NA (The application of the international
classification of disease to Neurology) Hemorragic stroke di bagi atas :
- Subarachnoid Intraserebrum (Perdarahan subaraknoid)
PSA memiliki dua kausa utama : ruptur suatu aneurisma vascular dan
trauma kepala. Tempat aneurisma sakuler yang lazim,yang sebagian besar terletak
di sirkulus willis. Karena perdarahan dapat masif dan ekstravasasi darah kedalam
ruang subaraknoid lapisan meningen dapat berlangsung cepat, maka angka
kematian sangat tinggi sekitar 50% pada bulan pertama setelah perdarahan.
Penyebab tingginya angka kematian ini adalah bahwa empat penyulit utama dapat
menyebabkan iskemik otak serta morbiditas dan mortalitas yang dapat terjadi
lama serta perdarahan terkendali. Penyulit-penyulit tersebut adalah :
a) Vasospasme reaktif disertai infark
b) Ruptur ulang
c) Hiponatremia
d) Hidrosefalus
Bagi pasien yang bertahan hidup setelah perdarahan awal,rupture ulang
atau perdarahan ulang adalah penyulit paling berbahaya pada masa
pascaperdarahan dini (Adam et al., 1997). Vasospasme adalah penyulit yang
terjadi 3 sampai 12 hari setelah perdarahan awal.seberapa luas perdarahan arteri
menyebabkan iskemia dan infark bergantung pada keparahan dan distribusi
pembuluh-pembuluh yang terlibat.
Malformasi arteriovena (MAV) adalah jaringan kapiler yang mengalami
malformasi kongenital dan merupakan penyebab PSA yang lebih jarang dijumpai.
Dalam keadaan normal,jaringan kapiler terdiri dari pembuluh-pembuluh darah
yang garis tengahnya hanya 8/1000 mm. karena ukurannya yang halus ini
memiliki resistensi vascular tinggi yang memperlambat aliran darah sehingga
oksigen dan zat makanan dapat berdifusi kejaringan otak. Pada MAV, pembuluh
melebar sehingga darah mengalir di antara arteri bertekanan tinggi dan system
vena bertekanan rendah. Akhirnya, dinding venula melemah dan darah dapat
keluar dengan cepat ke jaringan otak. Pada sebagian besar pasien perdarahan
terjadi di intraparenkim dengan perembesan kedalam ruang subaraknoid.

6
Perdarahan mungkin massif,yang menyebabkan kematian atau kecil dengan garis
tengah 1 cm.

- Intracerebral haemorrhage (Perdarahan intraserebrum)


Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak paling sering terjadi
akibat cedera vaskuler yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah satu dari
banyak arteri kecil yang menembus jauh kedalam jaringan otak. Stroke
perdarahan intraserebrum paling sering terjadi pada pasien terjaga dan aktif
sehingga kejadiannya sering disaksikan oleh orang lain.karena lokasinya dekat
dengan arteri dalam,basal ganglia,dan kapsula interna yang sering menerima
beban terbesar tekanan dan iskemia yang disebabkan oleh stroke tipe ini.dengan
mengingat bahwa ganglia basal memodulasi fungsi motorik volunter dan bahwa
semua saraf eferen dan eferen diseparuh korteks mengalami pemadatan untuk
masuk dan keluar dari kapsula interna,maka dapat dilihat bahwa stroke disalah
satu bagian ini diperkirakan menimbulkan deficit yang sangat merugikan.
Biasanya perdarahan dibagian dalam jaringan otak menyebabkan defisit
neurologic fokal yang cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa
menit sampai kurang dari 2 jam. Hemiparesis disisi yang berlawanan dan letak
perdarahan merupakan tanda khas pertama pada keterlibatan kapsula interna.
Angka kematian untuk perdarahan intraserebrum hipertensif sangat tinggi
mendekati 50%.perdarahan yang terjadi di ruang supratentorium diatas tentorium
serebeli memiliki prognosis baik apabila volume darah sedikit. Namun perdarahan
keruang infratentorium didaerah pons dan serebelum memiliki prognosis yang
jauh lebih buruk karena cepat timbul tekanan pada struktur vital dibatang otak.
Terapi untuk stroke hemoragik adalah menurunkan tekanan darah apabila
hipertensi adalah kausanya dan melawan anti koagulasi apabila kausanya adalah
gangguan perdarahan endogen atau akibat obat. Tidak banyak yang dapat
dilakukan terhadap perdarahan yang sudah terjadi,seperti pada stroke iskemik
penurunan tekanan darah yang terlalu cepat atau drastis dapat menyebabkan
kurangnya perfusi atau meluasnya iskemia.
Pemantauan atau terapi pada peningkatan TIK serta evakuasi bekuan
apabila tingkat kesadaran memburuk merupakan satu-satunya intervensi yang

7
kemungkinan memberikan dampak positif pada prognosis. Pada pasien yang
berusia kurang dari 40 tahun perlu dipikirkan pemakaian kokain sebagai kausa
stroke yang disebabkan oleh perdarahan intraserebrum. Hubungan pasti antara
kokain dan perdarahan masih kontroversial,walaupun diketahui bahwa kokain
meningkatkan aktivitas saraf simpatis sehingga dapat menyebabkan peningkatan
mendadak tekanan darah. Perdarahan terjadi di pembuluh intraserebrum atau
subaraknoid. Biasanya terjadi aneurisma vaskular.
Perdarahan yang terjadi langsung kedalam ventrikel otak dijumpai yang
lebih sering adalah perdarahan didalam parenkim otak yang menembus kedalam
sistem ventrikel sehingga bukti asal perdarahan menjadi kabur. Seperti pada
iskemia defisit neurologik utama mencerminkan kerusakan bagian otak tertentu.
Dengan demikian, gangguan lapang pandang yang terjadi pada perdarahan
oksipitalis,dan kelemahan atau paralisis pada kerusakan korteks motorik lobus
frontalis.

4. Gejala Klinis
Gejala stroke bisa dibedakan atas tanda akibat lesi dan tanda yang
diakibatkan oleh komplikasinya. Gejala akibat lesi bisa sangat jelas dan mudah
untuk didiagnosa, akan tetapi bisa sedemikian tidak jelas sehingga diperlukan
kecermatan tinggi untuk mengenalinya. Pasien bisa datang dalam keadaan sadar
dengan keluhan lemah spearuh badan pada saat bangun tidur atau sedang bekerja,
akan tetapi tidak jarang pasien datang dalam keadaan koma sehingga memerlukan
penyingkira diagnosis banding sebelum mengarah ke stroke. Jenis hemoragik
seringkali ditandai dengan nyeri kepala hebat terutama terjadi saat bekerja.
Gejala-gejala umum stroke dapat berupa, Kekakuan tiba-tiba, paralisis,
atau kelemahan pada muka, lengan atau kaki terutama hanya pada satu sisi badan,
Masalah baru berhubungan dengan kemampuan berjalan dan keseimbangan,
Perubahan penglihatan tiba-tiba, Berbicara sambil meneteskan liur atau sulit
berbicara, Memiliki masalah berbicara atau memahami pernyataan sederhana,
atau merasa bingung, Sakit kepala hebat yang timbul tiba-tiba yang berbeda
dengan sakit kepala sebelumnya.

8
Gejala-gejala pada stroke hemoragik (disebabkan oleh perdarahan dalam
otak) dapat mirip dengan stroke iskemik tetapi dapat dibedakan dengan gejal-
gejala yang berhubungan dengan tekanan intracranial yang tinggi di dalam otak,
seperti nyeri kepala hebat, mual dan muntah, kekakuan pada leher, kejang, parese
ringan dapat berkembang menjadi ketidakmampuan pada lengan dan kaki pada
satu sisi.

Tabel 1. Perbedaan perdarahan Intra Serebral dan Perdarahan Subaraknoid


Gejala PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsangan Meningeal. +/- +++
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++

9
B. Kejang
1. Definisi Kejang
Kejang adalah gerakan otot tonik atau klonik yang involuntar yang
merupakan serangan berkala, disebabkan oleh lepasnya muatan listrik neuron
kortikal secara berlebihan. Kejang tidak secara otomatis berarti epilepsi. Dengan
demikian perlu ditarik garis pemisah yang tegas : manakah kejang epilepsi dan
mana pula kejang yang bukan eplepsi.
Kejang adalah manifestasi klinik dari aktivitas neuron yang berlebihan di
dalam korteks serebral. Kejang biasanya berlangsung selama 2-5 menit.
Sesudahnya penderita bisa merasakan sakit kepala, sakit otot, sensasi yang tidak
biasa, linglung dan kelelahan. Penderita biasanya tidak dapat mengingat apa yang
terjadi selama dia mengalami kejang. 2 jenis kejang yang paling sering terjadi
pada anak-anak adalah Kejang Infantil dan Kejang Demam.
Istilah “kejang” bersifat generic, dan dapat dipergunakan penjelasan-
penjelasan lain yang lebih spesifik sesaui karakteristik yang diamati. Kejang dapat
terjadi hanya sekali atau berulang. Kejang rekuren, spontan, dan tidak disebabkan
oleh kelainan metabolism yang terjadi bertahun-tahun disebut epilepsy . bangkitan
motorik generalisata yang menyebabkan hilangnya kesadaran dan kombinasi
kontraksi otot tonik-klonik yang sering disebut kejang.
Tetanus, histeri, dan kejang demam bukanlah epilepsi walaupun ketiganya
menunjukkan kejang seluruh tubuh. Cedera kepala yang berat, radang otak,
radang selaput otak, gangguan elektrolit dalam darah, kadar gula darah yang
terlalu tinggi, tumor otak, stroke, hipoksia, semuanya dapat menimbulkan kejang.
Pada tahun 1981, The International League Against Epilepsy (ILAE)
membuat suatu sistem klasifikasi internasional kejang epileptik yang membagi
kejang menjadi dua kelompok besar yaitu Kejang Parsial sederhana (fokal atau
lokal) dan Kejang Generalisata. Kejang parsial kemudian dibagi lagi menjadi
Parsial Sederhana, Parsial Kompleks, dan Parsial yang menjadi Generalisata
sekunder.
Kejang parsial dimulai disuatu daerah diotak, biasanya korteks serebrum.
Gejala kejang ini bergantung pada lokasi focus diotak. Sebagai contoh, apabila
focus terletak dikorteks sementara apabila focus motorik, maka gejala utama

10
mungkin adalah kedutan otot; sementara, apabila focus terletak dikorteks sensorik,
maka pasien mengalami gejala-gejala sensorik termasuk baal, sensasi seperti ada
yang merayap dan menusuk-nusuk. Kejang sensorik biasanya disertai beberapa
gerakan klonik, karena dikorteks sensorik terdapat beberapa representase motorik.
Adapun yang termasuk kejang generalisata yaitu Lena (Tipikal atau Atipikal),
mioklonik, klonik, tonik, tonik-klonik dan atonik.
Kejang Generalisata melibatkan seluruk korteks serebrum dan diensefalon
serta ditandai dengan awitan aktivitas kejang yang bilateral dan simetrik yang
terjadi dikedua hemisfer tanpa tanda-tanda bafwa kejang berawal sebgai kejang
fokal. Pasien tidak sadar dan tidak mengetahui keadaan sekelililingnya saat
mengalami kejang. Bisa bermula dari talamus dan struktur subkortikal lainnya.
Pada EEG ditemukan kelainan secara serentak pada kedua hemisfer. Kejang
generalisata memberikan manifetasi bilateral pada tubuh dan ada gejala penurunan
kesadaran. Kejang generalisata diklasifikasikan menjadi atonik, tonik, klonik,
tonik klonik atau kejang.
Kejang tonik adalah kekakuan kontraktur pada otot-otot, termasuk otot
pernafasan dengan karakteristik peningkatan mendadak tonus otot(menjadi kaku,
kontraksi) wajah dan tubuh bagian atas fleksi lengan dan ekstensi tungkai, mata
dan kepala mungkin berputar pada satu sisi, dan dapat menyebakan henti nafas.
Kejang klonik berupa gemetar yang bersifat lebih lama dengan
karakteristik gerakan menyentak, repetitive, tajam, lambat, dan tunggal atau
multiple dilengan, tungkai atau torso.
Jika keduanya muncul secara bersamaan maka disebut kejang tonik klonik
(dahulu disebut grand mal) diawali dengan hilangnya kesadaran dengan cepat.
Pasien mungkin bersuara menagis, akibat ekspirasi paksa yang disebakan oleh
spasme toraks atau abdomen. Pasien kehilangan posisi berdirinya , mengalami
gerakan tonik kemudian klonik dan inkontinensia urin disertai disfungsi outonom.
Fase ini berlangsung beberapa detik.
Sebagian kejang yang lain sulit dikelompokkan pada salah satunya
dimasukkan sebagai kejang tidak terklasifikasi (Unclassified Kejang). Cara
pengelompokan ini masih diterima secara luas.

11
2. Fisiologi Dan Patofisiologi Kejang
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari
sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu
keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi lepas
muatan yang berlebihan tersebut. lesi otak tengah, thalamus, dan korteks serebrum
kemungkinan besar bersifat epileptogenik, sedangkan lesi diserebrum dan batang
otak umumnya tidak memicu kejang.
Ditingkat membrane sel, focus kejang memperlihatkan beberapa
fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut:
- Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami
pengaktifan
- Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan secara
berlebihan
- Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu
dalam repolarisasi) yang disebakan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi
asam gamma-aminobutirat (GABA).
- Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam basa atau
elektrolit, yang menggangu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi
kelainan pada depolarisasi neuron. Gagngguan keseimbangan ini
menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter eksitatorik atau deplesi
neurotransmitter inhibitorik.

12
-
- Gambar 1. Patofisiologi Kejang
-
-

-
- Gambar 2. Central Transmitter Substance

13
Perubahan-perubahan metabolic yang terjadi selama dan segera setelah
kejang sebagian disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan energy akibat
hiperaktifitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolic secara drastic
meningkat lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik meningkat menjadi
1000/detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis
jaringan. Asetilkolin muncul dicairan serebrospinal selama dan setelah kejang.
Secara fisiologis, suatu kejang merupakan akibat dari serangan muatan
listrik terhadap neuron yang rentan di daerah fokus epileptogenik. Diketahui
bahwa neuron-neuron ini sangat peka dan untuk alasan yang belum jelas tetap
berada dalam keadaan terdepolarisasi. Neuron-neuron di sekitar fokus
epileptogenik bersifat GABA-nergik dan hiperpolarisasi, yang menghambat
neuron epileptogenik. Pada suatu saat ketika neuron-neuron epileptogenik
melebihi pengaruh penghambat di sekitarnya, menyebar ke struktur korteks
sekitarnya dan kemudian ke subkortikal dan struktur batang otak. Dalam keadaan
fisiologik neuron melepaskan muatan listriknya oleh karena potensial
membrannya direndahkan oleh potensial postsinaptik yang tiba pada dendrit. Pada
keadaan patologik, gaya yang bersifat mekanik atau toksik dapat menurunkan
potensial membran neuron, sehingga neuron melepaskan muatan listriknya dan
terjadi kejang.

3. Penyakit-Penyakit Neurologis Yang Menyebabkan Kejang


Penyakit-penyakit yang menyebabkan kejang dapat dikelompokkan secara
sederhana menjadi penyebab kejang epileptik dan penyebab kejang non-epileptik.
Penyakit epilepsi akan dibahas tersendiri sementara kelompok non-epileptik
terbagi lagi menjadi penyakit sistemik, tumor, trauma, infeksi, dan
serebrovaskuler.

Kelainan metabolik
Kelainan metabolic, sebagai kelainan yang mendasari kejang, mencakup
diantaranya hiponatremia dan hiponatremia. Gejala neurologik perubahan
natrium serum terjadi akibat peningkatan atau penurunan volume cairan intrasel

14
neuron dan berkaitan dengan kadar absolute kurang dari 125mEq/L atau lebih dari
150 mEq/L tetapi yang lebi penting berkorelasi dengan kecepatan terjadinya
perubahan tersebut.

Hiponatremia
Hiponatremia terjadi bila :
a) Jumlah asupan cairan melebihi kemampuan ekskresi
b) Ketidakmampuan menekan sekresi ADH (mis : pada kehilangan cairan
melalui saluran cerna atau gagal jantung atau sirosis hati atau pada SIADH =
Syndrom of Inappropriate ADH-secretion). Hiponatremia dengan gejala berat
(mis : penurunan kesadaran dan kejang) yang terjadi akibat adanya edema sel otak
karena air dari ektrasel masuk ke intrasel yang osmolalitas-nya lebih tinggi
digolongkan sebagai hiponatremia akut (hiponatremia simptomatik). Sebaliknya
bila gejalanya hanya ringan saja (mis : lemas dan mengantuk) maka ini masuk
dalam kategori kronik (hiponatremia asimptomatik).
Langkah pertama dalam penatalaksanaan hiponatremia adalah mencari
sebab terjadinya hiponatremia melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang. Langkah selanjutnya adalah pengobatan yang tepat
sasaran dengan koreksi Na berdasarkan kategori hiponatremia-nya.

Hipernatremia
Hipernatremia terjadi bila kekurangan air tidak diatasi dengan baik
misalnya pada orang dengan usia lanjut atau penderita diabetes insipidus. Oleh
karena air keluar maka volume otak mengecil dan menimbulkan robekan pada
vena menyebabkan perdarahan lokal dan subarakhnoid. Langkah penatalaksanaan
berikutnya ialah mencoba menurunkan kadar Na dalam plasma ke arah normal.
Pada diabetes insipidus, sasaran pengobatan adalah mengurangi volume urin. Bila
penyebabnya adalah asupan Na berlebihan maka pemberian Na dihentikan.

Intoksikasi
Berbagai bahan toksik dan obat dapat menyebabkan kejang. Beberapa
obat, kejang merupakan manifestasi efek toksik. Beberapa obat yang dapat

15
menimbulkan efek kejang yaitu aminofilin, obat antidiabetes, lidokain, fenotiazin,
fisostigmin dan trisiklik. Penyalahgunaan zat seperti alkohol dan kokain dapat
juga menyebabkan kejang. Penegakan diagnosa pasti penyebab keracunan cukup
sulit karena diperlukan sarana laboratorium toksikologi sehingga dibutuhkan
autoanamnesis dan alloanamnesis yang cukup sermat serta bukti-bukti yang
diperoleh di tempat kejadian. Selanjutnya pada pemeriksaan fisik harus ditemukan
dugaan tempat masuknya racun. Penemuan klinis seperti ukuran pupil mata,
frekuensi napas dan denyut jantung mungkin dapat membantu penegakan
diagnosis pada pasien dengan penurunan kesadaran.
Pemeriksaan penunjang berupa analisa toksikologi harus dilakukan sedini
mungkin dengan sampel berupa 50 ml urin, 10 ml serum, bahan muntahan, feses.
Pemeriksaan lain seperti radiologis, laboratorium klinik, dan EKG juga perlu
dilakukan. Adapun standar penatalaksanaan dari intoksikasi yaitu stabilisasi,
dekontaminasi, eliminasi, dan pemberian antidotum. Sementara gejala yang sering
menjadi penyerta atau penyulit adalah gangguan cairan, elektrolit, dan asam-basa ;
gangguan irama jantung ; methemoglobinemia ; hiperemesis ; distonia ;
rabdomiolisis ; dan sindrom antikolinergik.
Tumor otak
Sel-sel tumor bukan epileptogenik, tetapi sel-sel neuron di sekitarnya yang
terganggu fungsi dan metabolismenya dapat menjadi focus epileptik. Apakah
suatu neoplasma otak menimbulkan kejang bergantung pada jenis, kecepatan
pertumbuhan, dan lokasi neoplasma tersebut.
Kira-kira 10% dari semua proses neoplasmatik di seluruh tubuh ditemukan
pada susunan saraf dan selaputnya, 8% di antaranya berlokasi di ruang
intrakranial dan 2% sisanya di ruang kanalis spinalis. Dengan kata lain 3-7 dari
100.000 orang penduduk mempunyai neoplasma saraf primer. Urutan frekuensi
neoplasma intrakranial yaitu : Glioma (41%), Meningioma (17%), Adenoma
hipofisis (13%), Neurilemoma / neurofibroma (12%), Neoplasma metastatik dan
neoplasma pembuluh darah serebral.
Pembagian tumor dalam kelompok benigna dan maligna tidak
berpengaruh secara mutlak bagi tumor intrakranial oleh karena tumor benigna
secara histologik dapat menduduki tempat yang vital, sehingga menimbulkan

16
kematian dalam waktu singkat. Simptomatologi tumor intrakranial dapat dibagi
dalam :
1. Gangguan kesadaran akibat tekanan intrakranial yang meninggi
Selain menempati ruang, tumor intrakranial juga menimbulkan perdarahan
setempat. Penimbunan katabolit di sekitar jaringan tumor menyebabkan
jaringan otak bereaksi dengan menimbulkan edema yang juga bisa
diakibatkan penekanan pada vena sehingga terjadi stasis. Sumbatan oleh
tumor terhadap likuor sehingga terjadi penimbunan juga meningkatkan
tekananintrakranial. TIK yang meningkat menimbulkan gangguan kesadaran
dan menifestasi disfungsi batang otak yang dinamakan (a) sindrom unkus /
kompresi diensefalon ke lateral ; (b) sindrom kompresi sentral restrokeaudal
terhadap batang otak ; dan (c) herniasi serebelum di foramen magnum.
Sebelum tahap stupor atau koma tercapai, TIK yang meninggi sudah
menimbulkan gejala-gejala umum.
2. Gejala-gejala umum akibat tekanan intrakranial yang meninggi salah
satunya adalah kejang. Kejang merupakan manifestasi pertama tumor
intrakranial pada 15% penderita. Meningioma pada konveksitas otak sering
menimbulkan kejang sebagai gejala dini. Kejang umum dapat timbul sebagai
manifestasi tekanan intrakranial yang melonjak secara cepat, terutama
sebagai menifestasi glioblastoma multiforme. Kejang tonik yang sesuai
dengan serangan rigiditas deserebrasi biasanya timbul pada tumor di fossa
kranii posterior dan secara tidak tepat dinamakan oleh para ahli neurologi
dahulu sebagai “cerebellar fits”.

Trauma
Kejang dapat terjadi setelah cedera kepala dan harus segera diatasi karena
akan menyebabkan hipoksia otak dan kenaikan tekanan intrakranial serta
memperberat edem otak. Mula-mula berikan diazepam 10 mg intravena perlahan-
lahan dan dapat diulangi sampai 3 kali bila masih kejang. Bila tidak berhasil dapat
diberikan fenitoin 15 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan dengan kecepatan
tidak melebihi 50 mg/menit.

17
Infeksi
Kejang dapat terjadi akibat fase akut atau sekuele dari infeksi sususnan
saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh bakteri, virus, atau parist. Perlu dicatat
bahwa kejang biasanya merupakan gejala klinis pertama pada abses serebrum.
Infeksi merupakan penyebab sekitar 3% kasus epilepsy. Infeksi pada susunan
saraf dapat berupa meningitis atau abses dalam bentuk empiema epidural,
subdural, atau abses otak.

Serebrovaskuler
Insufisiensi serebrovasekuler arteriosklerosis dan infark serebrum
merupakan kausa utama kejang pada pasien dengan penyakit vascular, dan hal ini
tampaknya meningkat seiring dengan meningkatnya populasi orang berusia lanjut.
Infark besar dan infark dalam yang meluas kestruktur-struktur subkorteks lebih
besar kemungkinan menimbulkan kejang berulang.
Stroke mengacu kepada semua gangguan neurologik mendadak yang
terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri
otak. Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk menjelaskan infark
serebrum. CVA (Cerebralvascular accident) dan serangan otak sering digunakan
secara sinonim untuk stroke. Konvulsi umum atau fokal dapat bangkit baik pada
stroke hemoragik maupun stroke non-hemoragik. Fenobarbital (Efek mengatasi
kejang, mengurangi metabolisme sel yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak
sehingga melindungi sel yang rusak karena asfiksia dan anoxia)

18
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
1. Stroke mengacu kepada semua gangguan neurologik mendadak yang
terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem
suplai arteri otak. Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk
menjelaskan infark serebrum. CVA (Cerebralvascular accident) dan
serangan otak sering digunakan secara sinonim untuk stroke.
2. Konvulsi umum atau fokal dapat bangkit baik pada stroke hemoragik
maupun stroke non-hemoragik.
3. Penanganan yang cepat dan baik seperti pemberian fenobarbital (Efek
mengatasi kejang, mengurangi metabolisme sel yang rusak dan
memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak karena
asfiksia dan anoxia)

B. SARAN
Dalam penyususnan refrat ini banyak sekali terdapat kekurangan yang
sangat membutuhkan saran untuk perbaikan kedepan. Karena itu, kami selaku
penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan yang membangun agar
kedepannya referat ini menjadi lebih baik dalam memberikan informasi dan ilmu
pengetahuan.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.


Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia: Jakarta, 2007.

2. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010.


[diakses dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]

3. Tsementzis, Sotirios. A Clinician’s Pocket Guide: Differential Diagnosis in


Neurology and Neurosurgery. George Thieme Verlag: New York, 2000.

4. Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003

5. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s Principles of Neurology. Edisi
8. BAB 4. Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular
Disease. McGraw Hill: New York, 2005.
6. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New
York. Thieme Stuttgart. 2000.

7. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6.


EGC, Jakarta. 2006.

8. Morgenstem LB, Hemphill JC, Anderson C, et al.Guidelines for the


Management of Spontaneous Intracerebral Hemorrhage. A Guideline for
Healthcare Professionals From the American Heart Association/American
Stroke Association. 2010. Diakses dari http://stroke.ahajournals.org/
content/41/9/2108.full.pdf

9. Ahmed Z, Spencer S.S (2004) : An Approach to the Evaluation of a Patient


for Seizures and Epilepsy, Wisconsin Medical Journal, 103(1) : 49-55.

10. Duncan R : Diagnosis of Epilepsy in Adults, available from :


http://www.rcpe.ac.uk/publications/articles/epilepsysupplement/E
Duncan.pdf.

11. Hadi S (1993) : Diagnosis dan Diagnosis Banding Epilepsi, Badan Penerbit
UNDIP Semarang : 55-63

12. Mardjono M (2003) : Pandangan Umum Tentang Epilepsi dan


Penatalaksanaannya dalam Dasar-Dasar Pelayangan Epilepsi & Neurologi,
Agoes A (editor); 129-148.

13. Sirven J.I, Ozuna J (2005) : Diagnosing epilepsy in older adults, Geriatricts,
60,10: 30-35.

20

Anda mungkin juga menyukai