Anda di halaman 1dari 29

PORTOFOLIO

APENDICITIS PERFORASI

Disusun sebagai syarat kelengkapan program dokter internship oleh :

dr. Via Yulia Ardini

Pendamping :

dr. M.Ali Yusni Sp.B


dr. Rizka Oktavia
dr.Alberti Shintya Sari

RSU Wonolangan
Kabupaten Probolinggo
Provinsi Jawa Timur
2017
PORTOFOLIO MEDIS

Nama Peserta dr. Via Yulia Ardini

Nama Wahana RSU Wonolangan, Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa Timur

Topik Apendicitis Acut Perforasi


Tanggal (kasus) 7 September 2017
Nama Pasien An. DDA No. RM 17004520
Tgl Presentasi Pendamping dr. Rizka Oktavia
Tempat
RSU Wonolangan, Kabupaten Probolinggo
Presntasi
OBYEKTIF PRESENTASI
o Keilmuan o Keterampilan o Penyegaran o Tinjauan Pustaka
o Diagnostik o Manajemen o Masalah o Istimewa
o Neonatus o Bayi o Anak o Remaja o Dewasa o Lansia o Bumil
o Deskripsi :

Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut terutama pada bagian ulu hati. Pasien juga mengalami

demam, keluhan demam di rasakan sejak 1 minggu disertai diare 2 hari yang lalu. Pasien juga

mengalami mual di sertai dengan keluhan muntah, muntah sehari sebanyak 3 kali. Pasien mengeluh

nyeri perut di rasakan memberat sejak ± 12 jam yang lalu. Nyerinya terasa tajam, terusmenerus dan terus

bertambah nyeri.

o Tujuan :

Melakukan tatalaksana awal kasus dan tatalaksana lanjutan sesuai dengan kriteria diagnosis yang

ditegakkan

Bahan o Tinjauan o Riset o Kasus o Audit


Bahasan: Pustaka
Cara o Presentasi Kasus
o Diskusi o Email o Pos
Membahas:
DATA UTAMA UNTUK BAHAN DISKUSI

1. Diagnosis :
Apendicitis acut peerforasi
2. Gambaran klinis
Keluhan Utama
Nyeri perut
Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut terutama pada bagian ulu hati. Pasien juga mengalami
demam, keluhan demam di rasakan sejak 1 minggu disertai diare 2 hari yang lalu. Pasien juga
mengalami mual di sertai dengan keliuhan muntah, muntah sehari sebanyak 3 kali. Pasien mengeluh
nyeri perut di rasakan memberat sejak ± 12 jam yang lalu. Nyerinya terasa tajam, terusmenerus dan terus
bertambah nyeri.

Nyeri perut lebih terasa ketika pasien berubah posisi,bergerak, dan setelah beraktivitas. Awalnyapasien
hanya merasakan mual dan nyeri pada uluhati, kemudian nyerinya tersebut berpindah keperut kanan
bawah. Beberapa jam setelah dirawatd RS nyerinya semakin bertambah dan dirasakan juga dibagian
perut yang lain. Pasien mempunyai riwayat tidaksuka makan sayur.Pasien menyangkal adanya gangguan
dalam Buang Air Kecil (BAK), adanya benjolan yang keluar masuk di daerah kemaluan atau
selangkangan, riwayat demam sebelumnya. Pasien menyangkal sebelumnya pernah mengeluhkan
hal yang sama.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
4. Riwayat pengobatan
Pasien sudah berobat namun keluhan masih menetap.
5. Riwayat keluarga
Tidak ada keluarga yang memilki keluhan serupa dengan pasien
6. Riwayat Kehamilan Ibu
 Ibu pasien melakukan ANC ke bidan
 Tidak ada riwayat penyakit selama kehamilan
7. Riwayat Persalinan
Pasien lahir cukup bulan secara spontan belakang kepala di Bidan, lahir langsung menangis dan
tidak pernah mengalami biru ataupun kuning, ketuban jernih dan tidak berbau, berat badan lahir
3000 gram dan panjang nya 50 cm, tidak didapatkan kelainan saat lahir

8. Riwayat Imunisasi
Ibu pasien mengatakan bahwa imunisasi pasien lengkap : BCG 1x , Hepatitis B 3x, Polio 4x, DPT
3x, campak 1x. Didapatkan BCG scar pada lengan kanan anak.

9. Riwayat Tumbuh Kembang


Pertumbuhan dan perkembangan pasien dalam batas normal sesuai dengan usianya.
10. Riwayat Nutrisi dan Status Gizi
Pemberian nutrisi sejak lahir sudah baik dan sesuai dengan usianya.
11. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien berasal dari keluarga menengah ke bawah. Ayah pasien seorang wirausaha. Ibu pasien adalah
seorang ibu rumah tangga. Pasien tinggal bersama ayah ibu. Penghasilan keluarga tidak menentu
rata-rata Rp 2.000.000,00 tiap bulan.
12. Kondisi lingkungan sosial dan fisik
 Pasien tinggal dengan orang tua
 Tinggal di lingkungan yang cukup bersih

Daftar Pustaka
1. Bashin SK et al. 2007. Vermiform Appendix and Acute Appendicitis. JK Science.

2. Brunicardi FC. 2010. Schwartz’s Principles of Surgery. Tenth Edition. New York. Mc Graw-
Hill.
3. De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC. Jakarta.

4. Hardin, M., 1999. Acute Appendisitis :Review and Update. The American Academy of Family
Physicians. Texas A&M University Health Science Center, Temple, Texas .http://www.aafg.org
5. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendiks. In: Sabiston Texbook of Surgery. 17th edition.
Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM,
6. Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua. Penerbit Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
7. Mattox KL. 2004. Philadelphia: Elsevier Saunders : 1381-93

8. Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surge ry sevent edition. Mc-Graw Hill a
Division of The McGraw-Hill Companies. Enigma an Enigma Electronic Publication.

Hasil Pembelajaran :
1. Memahami alur diagnosis, klasifikasi, terapi awal, dan terapi lanjutan Appendicitis Perforasi.
Rangkuman Hasil Pembelajaran
1. Identitas
Identitas Pasien
Nama : An.DDA
Usia : 10 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat :Dusun tanggul angin, Sukomulyo 2/2, Pajarakan, Probolinggo
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SD
No. RM : 17004520
Tanggal MRS : 7 September 2017

Identitas Orang Tua Pasien


Ibu
Nama : Ny. S
Usia : 35 tahun
Pekerjaan :Ibu Rumah Tangga
Pendidikan terakhir : SMP
Penghasilan :-

2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara heteroanamnesis dari ibu kandung pasien
Keluhan Utama
Nyeri perut
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut terutama pada bagian ulu hati.
Pasien juga mengalami demam, keluhan demam di rasakan sejak 1 minggu disertai diare
2 hari yang lalu. Pasien juga mengalami mual di sertai dengan keluhan muntah, muntah
sehari sebanyak 3 kali.
Pasien mengeluh nyeri perut di rasakan memberat sejak ± 12 jam yang lalu. Nyerinya
terasa tajam, terusmenerus dan terus bertambah nyeri. Nyeri perut lebih terasa ketika
pasienberubah posisi,bergerak, dan setelah beraktivitas. Awalnyapasien hanya merasakan
mual dan nyeri pada uluhati, kemudian nyerinya tersebut berpindah keperut kanan bawah.
Beberapa jam setelah dirawatd RS nyerinya semakin bertambah dan dirasakan juga
dibagian perut yang lain. Pasien mempunyai riwayat tidaksuka makan sayur.Pasien
menyangkal adanya gangguan dalam Buang Air Kecil (BAK), adanya benjolan yang
keluar masuk di daerah kemaluan atau selangkangan, riwayat
demam sebelumnya. Pasien menyangkal sebelumnya pernah mengeluhkan hal yang
sama.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
Riwayat Pengobatan
Pasien tidak ada riwayat pengobatan sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang memilki keluhan serupa dengan pasien
Pohon Keluarga

Keterangan:

Ayah ayah

Ibu

Pasien

Riwayat Kehamilan Ibu


 Ibu pasien melakukan ANC ke bidan
 Riwayat penyakit selama kehamilan : demam (-),keputihan (-),anyang-anyangan (-),
jamu-jamuan (-), pijat oyok (-) , hipertensi (-), diabetes mellitus (-), trauma (-).
Riwayat Persalinan
 Pasien lahir cukup bulan ( 9 bulan) secara spontan belakang kepala, di RS
 Pasien lahir langsung menangis dan tidak pernah mengalami biru ataupun kuning
 Ketuban jernih dan tidak berbau
 Berat badan lahir 3000 gram dan panjang nya 50 cm
 Tidak didapatkan kelainan saat lahir
Riwayat Imunisasi
Ibu pasien mengatakan bahwa imunisasi dasar pasien lengkap : BCG 1x , Hepatitis B 3x,
Polio 4x, DPT 3x, campak 1x. Didapatkan BCG scar pada lengan kanan anak.
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien berasal dari keluarga menengah ke bawah. Ayah pasien seorang wirausaha. Ibu
pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Pasien tinggal bersama ayah. Penghasilan
keluarga rata-rata Rp 2.000.000,00 tiap bulan.
Kondisi lingkungan sosial dan fisik
 Pasien tinggal dengan orang tua
 Tinggal di lingkungan yang cukup bersih
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum Kesadaran: compos mentis / 456
Kesan gizi: kesan gizi cukup
Tanda-tanda vital Tekanan darah : 110/70mmHg
Nadi : 120x/menit,regular,kuat
RR : 20x/menit SpO2 : 98%
Temp. axilla : 37,5°C
Antropometri Berat badan : 19 kg
Tinggi badan: 110 cm
Kepala Bentuk: Normocephal, massa (-)
Rambut : Hitam, tipis
Wajah : Simetris, dismorfik (-)
Mata: anemis (-), ikterik (-), edema (-), sianosis (-),
mata cowong (-),pupil bulat isokor (3mm/3mm), reflex cahaya (+/+)
Telinga:bentuk dan ukuran normal, sekret (-)
Hidung: sekret (-),mimisan (+)
Mulut: mukosa kering (-), gigi normal, lidah normal
Pemeriksaan Neurologis : kaku kuduk (-)
Leher Inspeksi: simetris, edema (-), massa (-)
Palpasi: pembesaran kelenjar limfe (-), trakea di tengah,
Faring : hiperemi (-)
Inspeksi : Bentuk dada kesan normal dan simetris, Gerakan dinding
Thorax dada kiri-kanan simetris, retraksi (-), deformitas (-), jaringan parut (-)

Jantung:
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V MCL sinistra
Auskultasi : Denyut jantung 100x/menit, S1S2 tunggal reguler,murmur (-),
gallop (-)
Paru-paru :
Inspeksi: Gerakan dinding dada simetris, retraksi (-)
Palpasi: Gerakan dinding dada kanan-kiri saat bernafas simetris
Perkusi : Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Auskulasi : Laju pernafasan 20x/menit, regular
vesikular vesicular Rhonki - - Wheezing - -
vesikular vesikular - - - -
vesikular vesikular - - - -
Abdomen Inspeksi : Jaringan parut (-), dilatasi vena (-),massa (-), herniasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Meteorismus (-), Shifting dullness (–)
Palpasi : Soefl, nyeri tekan (+)epigastrium, Hepar tidak teraba besar, lien
tidak teraba besar

Ekstremitas Pemeriksaan Atas Bawah


Ekstremitas Kanan Kiri Kanan Kiri
Akral Hangat Hangat Hangat Hangat

Anemis – – – –

Ikterik – – – –

Edema – – – –

Sianosis – – – –
Ptekie – – – –

Capillary Refill < 2 detik < 2 detik < 2 detik < 2 detik
Time

4. Pemeriksaan Penunjang
DL, Widal,BT+CT,HbsAg+ USG Abdomen, Urin lengkap
Hasil laboratorium

Hasil Lab DL tanggal 7-09-2017


PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NORMAL

Hemoglobin 14.3 g/Dl 10.7 – 13.1

Leukosit 13.000 10^3/ul 6.00 – 17.50

Eritrosit 4.43 10^6/ul 3.60 – 5.20

PCV 33.6 % 34.0 – 50.0

MCV 76.2 Fl 81.0 – 109.0

MCH 25.8 Pg 26.0 – 38.0

MCHC 33.5 g/l 26.0 – 37.0

Trombosit 243.000 10^3/ul 217 – 497

Hasil Widal 07-09-2017


Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Widal
Typhi O Positif (1/60) Negatif
Typhi H Positif (1/60) Negatif
Paratyhpi A Positif (1/80) Negatif
Paratyhpi B Positif (1/80) Negatif
Hasil laboraturium Darah dan Imunoserologi 07-09-2017
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan Metode
BLEEDING TIME (BT)
Faal Hemostasis
Masa pendarahan (BT) 2 1-3 mnt Duke
CLOTTING TIME (CT)
Faal Hemostasis
Masa Pembekuan (CT) 4 5-15 mnt Tube
HbsAg
IMUNOLOGI
HbsAg Negatif Negatif - ICT

USG Abdomen 07-09-2017


Kesimpulan: “ Curiga Perforated Accut appendicitis”.
Hasil UL 08-09-2017
PEMERIKSAAN HASIL NORMAL
Makroskopik
Warna Kuning Kuning

Kejernihan Jernih Jernih

Berat Jenis 1.150 1.000

Ph 7.5 4.5 – 8.0

Lekosit Esterase - -

Nitrit - -

Protein - -

Glukosa - -

Keton Bodies - - <=0.2

Urobilinogen - -

Darah - -
PEMERIKSAAN HASIL NORMAL
Sedimen
Eritrosit 0 – 1 /lpb 0-1

Lekosit 0 – 1 /lpb 0–5

Sel Epitel 1 – 2 /lpk 0–2

Silinder - -

Kristal - -

Bakteri - -

Lain-lain - -

5. Daftar Permasalahan
1. Nyeri perut
2. Demam 37,5
3. Muntah
6. Diagnosis Banding
Gasteroenteritis acut
PAI
Typoid fever
7. Diagnosis Akhir
Appendicitis acut perforasi
8. Terapi
IVFD D5 1/2 NS 1500cc/24jam

inj sanmol 3x200 mg

inj ranitidin 2x1/2 amp

inj ondancetron 2x2 mg

inj ceftriaxone 2x1 gr

Rencana operasi laparotomi explorasi dan apendikktomi.


9. Planning Monitoring
Observasi TTV
10. Rencana Edukasi
 Menjelaskan mengenai Apendicitis acut perforasi secara umum (penyebab,
patomekanisme, cara penularan, pencegahannya, dan komplikasi yang bisa terjadi)
 Menjelaskan mengenai rencana pemeriksaan (pemeriksaan fisik maupun laboratoris)
yang digunakan untuk mendiagnnosa penyakit pasien
 Menjelaskan mengenai rencana terapi, fungsi obat-obatan yang digunakan.
11. Follow up
Tanggal Tempat Perkembangan Pasien Terapi
7-9-2017 lily S : Demam sejak 7 hari (+), Inf D 5 1/2 NS 1500cc/24 jam
Inj Sanmol 3x200 mg
(12.43) mencret 2 kali (+), muntah (+)
Inj Ondancentron 3x2 mg
nyeri ulu hati (+) Inj Ranitidin 2x1/2 Amp

O : Planning monitoring :
USG abdomen
KU : lemah
UL
Kes: compos mentis DL
Widal
TD : -
TTV/8jam
N : 120x/m, regular,kuat,
RR : 22x/m
Tax : 38,5 oC,
SpO2 : 99 %
Tho : Rh -/-
Abd : Bising usus + menurun
Nyeri tekan:epigastrium
(+)kuadran kanan atas (+)
Eks : Akral Hangat, Kering,
Merah

7-09-2017 Lily S : Demam (+), mencret 2 kali Hasil USG:


curiga perforeted accute
(15.28) (+), muntah (+) nyeri perut di
appendicitis"
seluruh lapang perut (+)
Rencana operasi laparotomi
explorasi dan apendikktomi.
O :
Lab: BT,CT,HbsAg
KU : lemah
Pasien di puasakan
Kes: compos mentis Pasang DC
Inj ceftriaxone profilaksis
TD : -
N : 120x/m, regular,kuat,
RR : 22x/m
Tax : 38,5 oC,
SpO2 : 99 %
Tho : Rh -/-
Abd : Bising usus + menurun
Nyeri tekan:
seluruh lapang perut(+)
Eks : Akral Hangat, Kering,
Merah

7-9-2017 OK S : Demam (+), muntah (+) Dilakukan tindakan operasi


laparotomi explorasi dan
17.00 nyeri perut di seluruh lapang
apendikktomi
perut (+)

O :
KU : lemah
Kes: compos mentis
TD : -
N : 110x/m, regular,kuat,
RR : 22x/m
Tax : 38,5 oC,
SpO2 : 99 %
Tho : Rh -/-
Abd : Bising usus + menurun
Nyeri tekan:
seluruh lapang perut(+)
Eks : Akral Hangat, Kering,
Merah

8-09-2017 Lily S : pasien mnegeluhkan nyeri inf nacl 20 tpm


bekas operasi (+), perut terasa
inj ceftriaxone 2x1
keras (+)
inj metronidazol 3x250 mg

O : inj ranitidin 2x1/2 amp


KU : lemah
inj ketorolak 3x10 mg
Kes: compos mentis
minum sedikit-sedikit
TD : -
N : 100x/m, regular,kuat,
RR : 20x/m
Tax : 36,5 oC,
SpO2 : 99 %
Tho : Rh -/-
Abd : Bising usus +
Nyeri :luka bekas operasi
seluruh lapang perut(+)
Eks : Akral Hangat, Kering,
Merah

9-09-2017 Lily S : pasien mnegeluhkan nyeri inf nacl 20 tpm


bekas operasi (+),kembung
inj ceftriaxone 2x1
berkurang (+), sudah bisa buang
inj metronidazol 3x250 mg
angin (+)
inj ranitidin 2x1/2 amp

inj ketorolak 3x10 mg


O :
Aff DC
KU : cukup
Kes: compos mentis diet BH
TD : -
mobilisasi
N : 90x/m, regular,kuat,
RR : 20x/m
Tax : 36,5 oC,
SpO2 : 99 %
Tho : Rh -/-
Abd : Bising usus (+) normal
Nyeri :luka bekas operasi
Meteorismus (+)
Eks : Akral Hangat, Kering,
Merah

10-9-2017 Lily S : pasien mnegeluhkan nyeri inf nacl 20 tpm


bekas operasi (+),pasien sudah
inj ceftriaxone 2x1
bisa BAB lembek warna
inj metronidazol 3x250 mg
kehitaman (+)
inj ranitidin 2x1/2 amp

inj ketorolak 3x10 mg


O :
diet BH
KU : cukup
Kes: compos mentis mobilisasi
TD : -
N : 80x/m, regular,kuat,
RR : 18x/m
Tax : 36,5 oC,
SpO2 : 99 %
Tho : Rh -/-
Abd : Bising usus (+) normal
Nyeri :luka bekas operasi
Meteorismus (-)
Eks : Akral Hangat, Kering,
Merah
S : pasien mnegeluhkan nyeri KRS
11-9-2017 Lily bekas operasi berkurang (+) Cefadroxil syr 2 x 1 1/2cth
O : Paracetamol syr 3x 2 cth
KU : cukup
Kes: compos mentis
TD : -
N : 80x/m, regular,kuat,
RR : 18x/m
Tax : 36,5 oC,
SpO2 : 99 %
Tho : Rh -/-
Abd : Bising usus (+) normal
Nyeri :luka bekas operasi
berkurang
Meteorismus (-)
Eks : Akral Hangat, Kering,
Merah
TINJAUAN PUSTAKA

Apendicitis Perforasi
A. Anatomi
Apendiks vermivormis adalah struktur berbentuk cacing yang muncul dari
posteromedial dari dinding sekum, kira-kira 2 cm di bawah ileum. Posisi ini mungkin
menempati dari beberapa posisi. Posisi apendiks yang lain sepeti retrosekal, retrokolik
(dibelakang sekum atau kolon ascenden), pelvical atau descenden (pinggir panggul atau
tergantung didekat ovarium atau rahim. Itu semua adalah posisi yang paling sering
dijumpai di praktek. Posisi lain yang kadang-kadang terlihat terutama ketika ada
mesentrium apendiks yang panjang memungkinkan mobilitas yang lebih besar, termasuk
subcaecal (di bawah sekum), preilial (ke anterior terminal ileum), postileal (belakang
terminal ileum).1
Persarafan parasimpatis pada apendiks berasal dari cabang nervus vagus yang
mengikuti arteri mesentrika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan
simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis
bermula disekitar umbilikus.2
Vaskularisasi Appendiks berasal dari percabangan A. ileocolica. Gambaran
histologis Appendiks menunjukkan adanya sejumlah folikel limfoid pada submukosanya.
Pada usia 15 tahun didapatkan sekitar 200 atau lebih nodul limfoid. Lumen Appendiks
biasanya mengalami obliterasi pada orang dewasa. 2

Gambar 3. Letak appendiks pada rongga abdomen


Gambar 4. Anatomi Appendiks

Gambar 5. Variasi Posisi Appendiks


Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi lokasi nyeri perut yang terjadi apabila
Appendix mengalami peradangan.

B. Definisi
Apendisitis merupakan peradangan pada appendiks vermiformis. Appendiks.
Sjamsuhidajat (2002) membagi apendisitis menjadi apendisitis akut, apendisitis rekuren,
dan apendisitis kronik. Peradangan akut appendiks menyebabkan komplikasi yang
berbahaya apabila tidak segera dilakukan tindakan bedah.2
C. Epidemiologi
Apendisitis terjadi pada 8,6% laki-laki dan 6,7% wanita, dengan insidensi tertinggi
pada dekade kedua atau ketiga. Insidens apendisitis dapat terjadi pada semua usia, hanya
pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Setelah diteliti ternyata hiperplasia
dari limfoid menjadi penyebab meningkatnya insidens apendisitis pada usia muda. Anak
yang lebih muda memiliki resiko tinggi sebesar 50 – 85% mengalami perforasi.
Apendisitis pada pediatrik rata-rata terjadi saat usia 6 – 10 tahun. Appendicitis akut
merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan
remaja.2,3,4
D. Etiologi & Patofisiologi
Etiologi apendisitis akut adalah infeksi bakteri (sekitar 60% cairan aspirasi yang
didapatkan dari Apendisitis didapatkan bakteri jenis anaerob) akibat obstruksi lumen.5
Fecalith merupakan penyebab umum obstruksi Appendiks. Penyebab lainnya adalah
hipertrofi jaringan limfoid, sisa barium dari pemeriksaan roentgen, diet rendah serat, dan
parasit. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah
serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan
tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini mempermudah
timbulnya apendisitis akut. Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan
proses inflamasi.2

Gambar 6. Apendiks yang mengalami inflamasi


Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian
proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang
distensi. Distensi merangsang akhiran serabut saraf aferen nyeri visceral, mengakibatkan
nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada perut tengah atau di bawah epigastrium.
Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.
Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas
lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan
tekanan intalumen sekitar 60 cmH20.6
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi
menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena
terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Bila sekresi mukus terus
berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena,
edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian arteri terganggu
akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut
dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi
apendisitis perforasi. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam.7
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrate
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai dimukosa dan
melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama, ini
merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup
apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa
periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat
mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa
periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara
lambat.2,7
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang
masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi
mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.7
Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi mikroorganisme,
daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus yang lain, peritoneum
parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan
melokalisir proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah
terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai
tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis,
oleh karena itu penderita harus benar-benar istirahat (bedrest).7
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya.
Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu
ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.2
E. Gejala Klinis2,6
Gejala utama Apendisitis adalah nyeri perut. Pada apendisitis akut gejala khas
yang sering timbul adalah adanya radang mendadak pada appendiks yang memberikan
gejala lokal. Awalnya, nyeri dirasakan difus terpusat di periumbilical, kemudian
terlokalisir di RLQ, kadang disertai kram yang hilang timbul. Durasi nyeri berkisar antara
1-12 jam, dengan rata-rata 4-6 jam. Variasi dari lokasi anatomi Appendiks berpengaruh
terhadap lokasi nyeri.
Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi Appendiks, biasanya
suhu naik hingga 38oC. Tetapi pada keadaan perforasi, suhu tubuh meningkat hingga >
39oC. Anoreksia hampir selalu menyertai Apendisitis. Pada 75% pasien dijumpai muntah
yang umumnya hanya terjadi satu atau dua kali saja. Muntah disebabkan oleh stimulasi
saraf dan ileus.
Umumnya, urutan munculnya gejala Apendisitis adalah anoreksia, diikuti nyeri
perut dan muntah. Gejala gastrointestinal yang terjadi sebelum onset nyeri mengarahkan
ke etiologi yang berbeda, seperti gastroenteritis. Penderita apendisitis juga dapat
mengeluhkan sensasi obstipasi sebelum onset nyeri dan merasa onset nyeri berkurang
dengan defekasi.

Gambar 7. Nyeri pada apendisitis akut, awalnya nyeri dirasakan di ulu hati atau sekitar
pusat sebagai nyeri viseral, kemudian menjadi nyeri lokal akibat rangsangan pada
peritoneum setempat.
F. Tanda Klinis2,8
a. Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang perut.
Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik.
Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut
kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses appendikuler.
b. Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda peritonitis lokal
yaitu nyeri tekan di Mc. Burney, nyeri lepas, dan defans muscular lokal (defans
muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal). Pada appendiks letak
retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada, yang ada nyeri pinggang.
Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung dapat berupa nyeri tekan kanan bawah
pada tekanan kiri (Rovsing), nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan
(Blumberg), nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam,
berjalan, batuk, mengedan.

Gambar 8. Titik McBurney’s (1, spina iliaca anterior superior; 2, umbilicus; x, titik
McBurney’s)

c. Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada
peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata.
Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik: 5
 Rovsing’s sign
Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan iritasi
peritoneum. Sering positif pada Apendisitis namun tidak spesifik.
 Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut pasien
dan tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien
digerakkan dalam arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menggambarkan
kekakuan musculus psoas kanan akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal
dari peradangan Appendiks. Manuver ini tidak bermanfaat bila telah terjadi
rigiditas abdomen.

Gambar 9. Psoas sign


 Obturator sign
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki kanan
pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa
memposisikan sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam
posisi endorotasi kemudian eksorotasi. Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di
hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri pada manuver ini menunjukkan adanya
perforasi Appendiks, abscess lokal, iritasi M. Obturatorius oleh Apendisitis letak
retrocaecal, atau adanya hernia obturatoria.

Gambar 10. Obturator sign


 Blumberg’s sign (nyeri lepas kontralateral)
Pemeriksa menekan di LLQ kemudian melepaskannya. Manuver ini dikatakan
positif bila pada saat dilepaskan, pasien merasakan nyeri di RLQ.
 Wahl’s sign
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat dilakukan
perkusi di RLQ, dan terdapat penurunan peristaltik di segitiga Scherren pada
auskultasi.
 Baldwin’s test
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat tungkai
kanannya ditekuk.
 Defence musculare
Defence musculare bersifat lokal sesuai letak Appendiks.
 Nyeri pada daerah cavum Douglasi
Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abscess di cavum
Douglasi atau Apendisitis letak pelvis.
 Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral
 Dunphy’s sign (nyeri ketika batuk)

G. Pemeriksaan Penunjang2
a. Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus
appendicitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi, C-reaktif protein
meningkat. Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.
- Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam
urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding
seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang
hampir sama dengan appendisitis.
b. Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendisitis.
Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.
c. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG,
terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai
untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan
sebagainya. Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis appendicitis akut
adalah appendiks dengan diameter anteroposterior 7 mm atau lebih, didapatkan suatu
appendicolith, adanya cairan atau massa periappendiks.
d. Barium enema
Suatu pemeriksaan x-ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendisitis pada
jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding. Appendicogram
memiliki sensitivitas dan tingkat akurasi yang tinggi sebagai metode diagnostik untuk
menegakkan diagnosis appendisitis khronis. Dimana akan tampak
pelebaran/penebalan dinding mukosa appendiks, disertai penyempitan lumen hingga
sumbatan usus oleh fekalit.

e. CT-scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendisitis. Selain itu juga dapat
menunjukkan komplikasi dari appendisitis seperti bila terjadi abses.
f. Laparoscopi
Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukan dalam
abdomen, appendiks dapat divisualisasikan secara langsung. Tehnik ini dilakukan di
bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan
peradangan pada appendiks maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan
pengangkatan appendiks.
g. Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas (gold standard) untuk
diagnosis appendisitis akut. Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai gambaran
histopatologi appendisitis akut. Perbedaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa
belum adanya kriteria gambaran histopatologi appendisitis akut secara universal dan
tidak ada gambaran histopatologi apendisitis akut pada orang yang tidak dilakukan
operasi.

H. Diagnosis dan Diagnosis Banding2,6


Semua penderita dengan suspek Apendisitis akut dibuat skor Alvarado untuk
membantu penegakan diagnosis.
Skor penilaian yaitu 0-4: tidak mungkin apendisitis, 5-6: samar-samar, 7-8:
mungkin apendisiitis, 9-10: kemungkinan besar apendisitis.

Tabel 2. Skor Alvarado

Diagnosis banding Apendisitis tergantung dari 3 faktor utama: lokasi anatomi dari
inflamasi Appendiks, tingkatan dari proses dari yang simple sampai yang perforasi, serta
umur dan jenis kelamin.
a. Gastroenteritis akut
b. Ileitis akut
c. Limfadenitis mesenterika
d. Kelainan ovulasi
e. Infeksi panggul (salfingitis, PID)
f. Kehamilan ektopik
g. Torsio kista ovarium
h. Endometriosis eksterna
i. Batu saluran kemih
j. Divertikulitis
k. Kelainan urogenital pada pria
l. Demam dengue
I. Tatalaksana
Pemberian obat-obatan dapat berupa obat simptomatik berupa antinyeri untuk
menghilangkan nyeri yang hebat pada penderita. Antibiotik penting karena penyebab
apendisitis salah satunya adalah bakteri.2
Operasi pada apendisitis bersifat segera (cito), jenis operasi yang sering digunakan
adalah operasi apendektomi. Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat
adalah apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan
apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.
Insidensi appendiks normal yang dilakukan pembedahan sekitar 20%.2,3
J. Komplikasi
a. Massa Periapendikuler
Massa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau
dibungkus oleh omentum dan/atau lekuk usus halus. Pada massa periapendikular
dengan pembentukan dinding yang belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke
seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti oleh peritonitis purulenta generalisata.
Penderita sering datang dengan keluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan
bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi
infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut.
Apendiktomi dilakukan pada infiltrat periapendikuler tanpa pus yang telah
ditenangkan. Sebelumnya, pasien diberi antibiotik kombinasi yang aktif terhadap
kkuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu
kemudian, dilakukan apendiktomi. Pada anak kecil, wanita hamil dan penderita usia
lanjut, jika secara konservasif tidak membaik atau berkembang menjadi abses,
dianjurkan operasi secepatnya.

b. Apendisitis Perforata
Keterlambatan diagnosis, merupakan faktor utama yang berperan dalam terjadinya
perforasi apendiks. Insidens perforasi pada penderita di atas usia 60 tahun dilaporkan
sekitar 60%. Faktor yang mempengaruhi tingginya insidens perforasi pada orang tua
adalah gejalanya yang samar, keterlambatan berobat, adanya perubahan anatomi
apendiks berupa penyempitan lumen dan arteriosklerosis. Inidens tinggi pada anak
disebabkan oleh dinding apendiks yang masih tipis, anak kurang komunikatif sehingga
memperpanjang waktu diagnosis dan proses pendindingan kurang sempurna akibat
perforasi yang cepat dan omentum anak belum berkembang.
Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan
demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi seluruh perut dan perut menjadi
tenggang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler terjadi di seluruh perut,
mungkin disertai dengan pungtum maksimum di regio iliaka kanan, peristaltik usus
dapat menurun sampai menghilang akibat adanya ileus paralitik.
Perlu dilakukan laparotomi dengan insisi yang panjang, supaya dapat dilakukan
pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin yang adekuat secara
mudah serta pembersihan kantong nanah. Akhir-akhir ini, mulai banyak dilaporkan
pengelolaan apendisitis perforasi secara laparoskopi apendiktomi. Pada prosedur ini,
rongga abdomen dapat dibilas dengan mudah. Hasilnya dilaporkan tidak berbeda jauh
dibandingkan dengan laparotomi terbuka.
K. Prognosis
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan tingkat mortalitas dan morbiditas
penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila appendiks tidak
diangkat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bashin SK et al. 2007. Vermiform Appendix and Acute Appendicitis. JK Science.

2. Brunicardi FC. 2010. Schwartz’s Principles of Surgery. Tenth Edition. New York. Mc
Graw-Hill.
3. De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC. Jakarta.

4. Hardin, M., 1999. Acute Appendisitis :Review and Update. The American Academy of
Family Physicians. Texas A&M University Health Science Center, Temple, Texas
.http://www.aafg.org
5. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendiks. In: Sabiston Texbook of Surgery. 17th
edition. Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM,
6. Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua. Penerbit
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
7. Mattox KL. 2004. Philadelphia: Elsevier Saunders : 1381-93

8. Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surge ry sevent edition. Mc-
Graw Hill a Division of The McGraw-Hill Companies. Enigma an Enigma Electronic
Publication.

Anda mungkin juga menyukai