Anda di halaman 1dari 26

UNIVERSITAS JEMBER

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIABETES


MELITUS DI RUANG ADENIUM RUMAH SAKIT DAERAH
dr. SOEBANDI JEMBER

oleh
Kurnia Juliarthi, S.Kep
NIM 132311101012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
MEI, 2018
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Definisi Diabetes Melitus


Diabetes Mellitus (DM) merupakan keadaan hiperglikemi kronik yang
disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh
darah (Margareth & Rendi, 2012). Menurut PERKENI (2015), penyakit DM
memiliki karakteristik hiperglikemia karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
maupun keduanya. DM merupakan penyakit kronis yang membutuhkan
perawatan medis secara terus-menerus, pendidikan manajemen diri dan dukungan
untuk mencegah komplikasi akut serta mengurangi komplikasi jangka panjang
(American Diabetes Associaton [ADA], 2017).

2. Klasifikasi Diabetes Melitus


Menurut ADA (2017), klasifikasi diabetes melitus terbagi menjadi 4 yaitu:
a. Diabetes melitus tipe 1
DM tipe 1 terjadi akibat kerusakan atau destruksi sel beta, umumnya
menjurus ke defisiensi insulin absolut, dan disebabkan karena proses autoimun
atau idiopatik (PERKENI, 2015). Merupakan diabetes melitus yang tergantung
insulin (IDDM), 5%-10% dari seluruh pasien diabetes. Biasanya terjadi pada usia
dibawah 30 tahun, biasanya bertubuh kurus pada saat didiagnosis dengan
penurunan berat yang baru terjadi. Etiologi mencakup faktor genetik, imunologi,
atau lingkungan misalkan virus. (Ernawati, 2013).
b. Diabetes melitus tipe 2
DM tipe 2 merupakan diabetes melitus yang tidak tergantung insulin.
Biasanya terjadi pada usia diatas 30 tahun, dan 80% pasien mengalami obesitas.
Etiologi mencakup faktor obesitas, herediter, atau lingkungan. Ketosis jarang
terjadi, kecuali dalam keadaan stres atau mengalami infeksi. Penurunan produksi
insulin endogen atau peningkatan resistensi insulin (Ernawati, 2013).
c. Diabetes melitus gestasional (GDM)
GDM biasanya didiagnosis pada trimester kedua atau ketiga kehamilan.
Disebabkan oleh hormon yang disekresikan plasenta dan menghambat kerja
insulin. GDM diatasi dengan diet dan insulin jika diperlukan. Intoleransi glukosa
dapat terjadi sementara, dapat kambuh kembali pada kehamilan berikutnya. 30%-
40% akan mengalami diabetes yang nyata (DM tipe 2) dalam waktu 10 tahun
khususnya jika obesitas. Faktor resiko GDM meliputi obesitas, usia >30 tahun,
riwayat diabetes dalam keluarga, pernah melahirkan bayi besar (>4 kg). GDM
terjadi pada 2%-5% dari seluruh kehamilan (Ernawati, 2013).
d. Diabetes melitus karena penyebab lain
Penyebab DM ini antara lain: defek genetik fungsi sel beta, defek genetik
kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat
kimia seperti penggunaan glukokortikoid, infeksi, dan sindrom genetik lain yang
berkaitan dengan DM (PERKENI, 2015). Bergantung pada kemampuan pankreas
untuk menghasilkan insulin, pasien mungkin memerlukan terapi dengan obat oral
atau insulin (Ernawati, 2013).

3. Faktor Resiko Diabetes Melitus


Menurut Kemenkes RI (2016), faktor risiko diabetes melitus dapat dibagi
menjadi sebagai berikut:
a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
1) Usia
Hasil penelitian Riskesdas (2013), proporsi pasien DM meningkat seiring
meningkatnya usia. Proporsi Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)
meningkat seiring usia, tertinggi pada usia 65-74 tahun, dan sedikit
menurun pada usia selanjutnya. Sedangkan pada proporsi Gula Darah
Puasa (GDP) terganggu meningkat seiring usia, tertinggi pada usia 55- 64
tahun, dan menurun pada usia selanjutnya.
2) Jenis kelamin
Hasil survey Riskesdas (2013), proporsi pasien DM dan TGT lebih tinggi
pada perempuan. Persentase pasien DM pada perempuan yaitu 7,70%
dibandingkan pada laki-laki yaitu 5,60%, sedangkan persentase TGT pada
perempuan yaitu 32,7% dibandingkan laki-laki yaitu 25,0%.
3) Ras
Prevalensi diabetes melitus di Amerika Serikat bervariasi berdasarkan ras.
Ras dengan pasien DM terbanyak yaitu ras pribumi Amerika, kemudian
ras kulit hitam, hispanik, dan Asia-Amerika (CDC dalam Ariza et al.
(2010).
4) Riwayat keluarga DM
Risiko seorang anak mendapat DM adalah 15% bila salah satu orang
tuanya menderita DM dan kemungkinan 75% apabila kedua orang tuanya
menderita DM. Pada umumnya, jika seseorang menderita DM, maka
saudara kandungnya memiliki risiko DM 10% (Depkes RI, 2008).
5) Riwayat lahir dengan berat badan rendah (kurang dari 2500 gram)
Seseorang yang lahir dengan berat badan rendah kemungkinan memiliki
kerusakan pankreas sehingga kemampuan memproduksi insulin akan
terganggu, sehingga beresiko menderita DM (Depkes RI, 2008).
b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
1) Berat badan lebih
Pasien DM tipe 2 pada umumnya (80%) adalah orang yang mengalami
obesitas. Obesitas menyebabkan jumlah reseptor dan kepekaan insulin
menurun yang mengakibatkan glukosa darah yang masuk ke dalam sel
berkurang, sehingga sel kekurangan bahan metabolise energi dan kadar
glukosa darah meningkat melebihi angka normal (Depkes RI, 2008).
2) Obesitas abdominal/sentral
Pada obesitas sentral terjadi resistensi insulin di hati yang mengakibatkan
peningkatan FFA/Free Fatty Acid (asam lemak bebas) dan oksidasinya.
Peningkatan jumlah lemak viseral (abdominal) mempunyai korelasi positif
dengan hiperinsulin dan berkorelasi negatif dengan sensitivitas insulin.
Pria dikatakan mengalami obesitas abdominal jika lingkar perutnya >102
cm (Asia >90 cm) dan pada wanita >82 cm, (Asia >80 cm) (Depkes RI,
2008).
3) Kurang aktivitas fisik
Aktivitas fisik mengakibatkan sensitifitas dari reseptor dan insulin
semakin meningkat pula sehingga glukosa darah yang dipakai untuk
metabolisme energi semakin baik. Setelah berolahraga selama 10 menit,
kebutuhan glukosa darah akan meningkat hingga 15 kali jumlah keutuhan
glukosa pada keadaan biasa (Depkes RI, 2008).
4) Hipertensi
Apabila hipertensi dibiarkan tanpa perawatan, maka dapat menyebabkan
penebalan pembuluh darah arteri yang menyebabkan diameter pembuluh
darah menjadi menyempit yang akan menyebabkan proses pengangkutan
glukosa dari dalam darah menjadi terganggu (Zieve dalam Garnita, 2012).
5) Merokok
Nikotin pada rokok dapat menyebabkan pengurangan sensitivitas insulin
dan meningkatkan resistensi insulin. Pada kondisi hiperglikemi, nikotin
dan karbomonoksida mempercepat terjadinya penggumpalan darah yang
menyebabkan rentan akan komplikasi (Depkes RI, 2008).
6) Diet tidak sehat
Konsumsi makanan yang tidak seimbang, tinggi gula dan rendah serat
merupakan faktor risiko DM. Perencanaan makanan seimbang yang
dianjurkan seperti karbohidrat (45%-65%), protein (10%-20%), dan lemak
(20%-25%) (Depkes RI, 2008).
7) Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Gula Darah Puasa
Terganggu (GDPT)
Seseorang dengan TGT atau GDPT juga disebut sebagai gangguan
intoleransi glukosa (prediabetes) yang merupakan tahapan menuju DM
dan penyakit kardiovaskuler dikemudian hari (Depkes RI, 2008).

4. Manifestasi Klinis
Gejala diabetes mellitus dibagi menjadi dua, yaitu akut dan kronik (Fatimah,
2015), diantaranya:
a. Gejala akut diantaranya poliphagia (banyak makan) namun berat badan turun
dengan cepat (5-10 kg dalam kurun waktu 2-4 minggu), polydipsia (banyak
minum), polyuria (banyak kencing/sering encing di malam hari) dan mudah
lelah.
b. Gejala kronik diantaranya kesemutan, rasa kebas dan panas seperti tertusuk-
tusuk jarum pada kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk, pandangan
kabur, gigi mudah goyah dan lepas, pada ibu hamil sering terjadi keguguran
atau kematian janin dalam kandungan, BBL >4kg serta menurunnya
kemampuan seksual bahkan pada pria bisa terjadi impotensi.

5. Komplikasi
Komplikasi yang muncul akibat penyakit DM menurut diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. Akut (Boedisantoso, 2009)
1) Hiperglikemia
Hiperglikemia terjadi karena adanya masukan kalori yang berlebih,
penghentian obat oral atau insulin yang didahului oleh stress akut.
Hiperglikemia ditandai dengan kesadaran menurun disertai dehidrasi berat.
Ketosis atau asidosis terjadi pada sub kelompok ketoasidosis diabetik
(KAD).
2) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi karena makan kurang dari aturan yang ditentukan,
berat badan menurun, sembuh dari sakit, sesudah olahraga atau
melahirkan, mengkonsumsi obat yang mempunyai sifat serupa dan
pemberian suntikan insulin yang tidak tepat. Hipoglikemia ditandai dengan
menurunnya kadar glukosa darah <60mg/dL dan kesadaran menurun.
Gejala ringan berupa gelisah hingga gejala berat berupa koma disertai
kejang.
3) Ketoasidosis Diabetik (KAD)
KAD merupakan komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL), disertai
dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat.
Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/mL) dan terjadi peningkatan
anion gap. Kondisi ini disebabkan oleh ada tidaknya insulin yang tersedia
dalam darah tidak cukup untuk metabolisme karbohidrat, keadaan ini
mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.
Ada tiga gejala klinis yang terlihat pada ketoasidosis, yaitu: dehidrasi,
kehilangan elektrolit dan asidosis.
4) Hiperosmolar Non Ketotik (HNK)
Kondisi dimana pasien mengalami hiperosmolaritas dan hiperglikemia
disertai perubahan tingkat kesadaran. HNK menyebabkan peningkatan
glukosa darah sangat tinggi (600-1200 mg/dL), tanpa tanda dan gejala
asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat (330- 380 mOs/mL),
plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat.

b. Kronik
Komplikasi kronis merupakan akibat lama dan beratnya hiperglikemia.
Klasifikasi komplikasi kronis adalah mikrovaskular (menyangkut pembuluh darah
kecil) dan makrovaskuler (menyangkut pembuluh darah besar) (Baradero et al.,
2009). Berikut komplikasi kronis yang terjadi pada diabetes melitus, antara lain:
1) Komplikasi makrovaskuler
a) Penyakit arteri koroner
Proses terjadinya penyakit jantung koroner pada pasien DM disebabkan
kontrol glukosa darah yang buruk dalam jangka waktu lama dan disertai
hipertensi, resistensi insulin, hiperinsulinemia, dislipidemia, gangguan
sistem koagulasi, dan hiperhormosisteinemia.
b) Penyakit serebrovaskuler
Pasien DM memiliki risiko kemungkinan dua kali lipat mengalami
penyakit serebrovaskuler dari orang normal. Gejala penyakit
serebrovaskuler hampir sama dengan gejala hipoglikemia seperti pusing,
vertigo, gangguan penglihatan, bicara pelo, dan kelemahan.
c) Penyakit vaskuler perifer
Pasien DM berisiko mengalami penyakit oklusif arteri perifer 2-3 kali lipat
dibandingkan non DM karena pasien DM cenderung mengalami
perubahan arterosklerotik dalam pembuluh darah besar pada ekstremitas
bawah yang merupakan penyebab utama terjadinya gangren/ulkus
diabetes. Pasien dengan gangguan vaskuler perifer akan mengalami
pengurangan denyut nadi perifer dan klaudikasio intermiten (nyeri pada
pantat atau betis ketika berjalan).
2) Komplikasi mikrovaskuler
a) Retinopati diabetik
Retina memiliki banyak pembuluh darah arteri, vena kecil, arteriol, venula
dan kapiler. Retinopati diabetik merupakan kelainan patologis mata yang
disebabkan perubahan dalam pembuluh darah kecil pada retina mata.
Keadaan hiperglikemia yang berlangsung lama merupakan faktor risiko
utama penyebab retinopati diabetik
b) Komplikasi oftamologi yang lain
Komplikasi oftamologi yang lain seperti katarak karena peningkatan
opasitas lensa mata, dan perubahan lensa yang mengalami pembengkakan
ketika kadar gula naik.
c) Nefropati
Nefropati diabetik merupakan sindrom klinis pada pasien DM yang
ditandai dengan albuminuria menetap (>300 mg/24 jam) pada minimal dua
kali pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan .
d) Neuropati diabetik (ND)
Neuropati diabetik merupakan istilah yang menunjukkan adanya gangguan
klinis maupun subklinis yang terjadi pada pasien DM tanpa penyebab
neuropati perifer yang lain.

6. Patofisiologi Diabetes Melitus


Diabetes melitus terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
keduanya (PERKENI, 2015). Insulin merupakan hormon yang dikeluarkan oleh
sel beta pankreas dan diibaratkan sebagai kunci yang dapat membuka pintu masuk
glukosa kedalam sel sebagai sumber energi untuk melakukan metabolisme. Jika
insulin tidak ada, maka glukosa tidak bisa masuk kedalam sel dan akan tetap
berada di pembuluh darah sehingga kadar gula darah akan meningkat. Insulin
dapat menimbulkan beberapa efek dalam tubuh seperti menstimulasi
penyimpanan glukosa dalam hati dan otot dalam bentuk glikogen, meningkatkan
penyimpanan lemak dari makanan dalam jaringan adipose dan mempercepat
pengangkutan asam-asam amino yang berasal dari protein makanan ke dalam sel.
Pankreas melepaskan insulin bersama glukagon untuk mempertahankan kadar
glukosa yang konstan dalam darah dengan menstimulasi pelepasan glukosa dari
hati. Pada mulanya hati menghasilkan glukosa melalui pemecahan glikogen
(Ernawati 2013).
Diabetes Melitus tipe 1 disebabkan karena destruksi sel beta pankreas. Pada
DM tipe 1 ini terjadi proses autoimun yang disebabkan adanya peradangan pada
sel beta insulitis, sehingga pada sebagian besar pemeriksaan pasien saat
didiagnosis DM tipe 1 ditemukan autoantibodi terhadap sel beta pankreas.
Kemungkinan karena terdapat agen lingkungan seperti virus atau toksin tertentu
yang dapat menstimulasi proses autoimun. Selain itu, pasien DM tipe 1 mewarisi
suatu predisposisi atau suatu kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe 1.
Kecenderungan tersebut ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen transpalasi dan proses imun lainnya (Ernawati
2013 ; Corwin, 2007).
Pada DM tipe 2 terdapat masalah utama yang berhubungan dengan insulin
yaitu resistensi insulin. Resistensi insulin pada DM tipe 2 disertai dengan
penurunan reaksi intrasel dikarenakan fungsi fisiologis insulin terganggu yaitu
menurunnya kemampuan insulin dalam berikatan dengan reseptor sehingga
insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan karena jumlah glukosa yang dimetabolisme di dalam sel berkurang.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada pasien
dengan toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau
sedikit meningkat. Namun jika sel beta tidak dapat mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat (Ernawati 2013 ;
Price & Wilson, 2006).
Diabetes Melitus

7. Pathway

Faktor genetik Imunologi Usia diatas 30 tahun Obesitas

Antigen HLA (DR3/ DR4) Infeksi virus Toleransi insulin Peningkatan pemasukan karbohidrat

Merusak sistem imun


Gangguan fungsi limfosit Insulin tidak adekuat

Kerusakan sel beta Penurunan jumlah insulin


Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer
Glukosa tidak dapat dihantar ke sel

Hiperglikemia Iskemik jaringan

Angiopati diabetik Aliran darah


Ginjal tak mampu memfiltrasi glukosa Intake glukosa sel Viskositas darah meningkat melambat
berkurang
Makro angiopati Mikro angiopati
Glukosuria
Peningkatan pemecahan
protein dan lemak Terganggunya aliran Pembuluh darah tersumbat Retinopati
Diuretik osmotik
darah ke kaki diabetik
Polifagi
Poliuri dan Polidipisi Penurunan asupan O2 Iskemik Polineuropati Nyeri Kronis
Ketidakseimbangan nutrisi dan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
Luka sulit sembuh
Kerusakan integritas kulit Grade 0-1
Gangren Ulkus
Kerusakan integritas jaringan Grade 2-5
7. Diagnosis Diabetes Melitus
Menurut PERKENI (2015), diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan
kadar glukosa darah. Kriteria diagnosis DM adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak
ada asupan kalori minimal 8 jam. atau;
b. Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram. atau;
c. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.
atau;
d. Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi. Hemoglobin A1c adalah subtipe utama, merupakan fraksi
terpenting dan terbanyak yaitu sekitar 4-5% dari total hemoglobin dan paling
banyak diteliti di antara tiga jenis HbA1 yaitu HbA1a, HbA1b, HbA1c.
HbA1c merupakan ikatan antara hemoglobin dengan glukosa, sedangkan
fraksi-fraksi lain merupakan ikatan antara hemoglobin dan heksosa lain.
HbA1c menggambarkan konsentrasi glukosa darah rata-rata selama 3 bulan.
Jumlah HbA1c yang terbentuk sesuai dengan konsentrasi glukosa darah
(Paputungan & Sanusi, 2014)

8. Penatalaksanaan
Pilar penatalaksanaan Diabetes mellitus menurut Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia (PERKENI) (2015) antara lain:
a. Edukasi
Penyakit DM merupakan penyakit kronis yang membutuhkan perilaku
penanganan mandiri yang khusus seumur hidup (Fajrimi, 2013). DM dan pola
hidup memiliki hubungan yang erat, terutama pada DM tipe 2. Edukasi
dibutuhkan untuk mencapai perubahan perilaku tersebut. Edukasi memegang
peranan yang sangat penting karena dapat merubah perilaku pasien dalam
melakukan pengelolaan DM secara mandiri. Edukasi dalam keperawatan
merupakan satu bentuk intervensi mandiri perawat dalam membantu pasien baik
individu, kelompok, maupun masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya
melalui kegiatan pembelajaran, yang didalamnya perawat berperan sebagai
perawat pendidik.
Peran perawat sebagai edukator sangat dibutuhkan oleh pasien DM yaitu
dengan melakukan tindakan pencegahan yang meliputi pencegahan primer,
pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. Edukasi sebagai pencegahan
primer dapat diberikan kepada kelompok masyarakat yang beresiko tinggi
(Fatimah, 2015).
b. Terapi gizi medis
Terapi gizi medis dan diet menjadi salah satu kunci dasar penatalaksanaan
DM. Kunci keberhasilan Terapi Nutrisi Medis (TNM) adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari tenaga kesehatan (dokter, ahli gizi, tenaga kesehatan yang lain
serta pasien dan keluarganya). Prinsip pengaturan nutrisi pada pasien DM tipe 2
yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi
untuk masing-masing individu. Pengaturan jadwal, jenis, dan jumlah makanan
merupakan aspek yang sangat penting untuk diperhatikan, terutama pada pasien
dengan terapi insulin (PERKENI, 2015). Peran perawat dalam penatalaksanaan
terapi gizi medis ini adalah berkolaborasi dengan ahli gizi dan tim kesehatan
lainnya dalam memberikan terapi nutrisi yang sesuai dengan diet nutrisi setiap
pasien DM.
c. Latihan jasmani
Latihan jasmani dilakukan secara teratur sebanyak 3-4 kali seminggu selama
kurang lebih 30 menit yang bersifat CRIPE (Continous, Rhytmical, Interval,
progressive, Endurance training). Pasien DM yang relative sehat dapat
meningkatkan intensitas latihan jasmani, sedangkan pasien DM yang mengalami
komplikasi dapat mengurangi intensitas latihan jasmani (PERKENI, 2015).
Perawat berkolaborasi dengan fisioterapi dalam menentukan terapi fisik untuk
pasien DM, terutama bagi pasien yang memiliki keterbatasan dalam mobilitas
fisik.
Aktifitas dan latihan fisik bagi pasien DM dapat bermanfaat dalam mencegah
dan mengendalikan resistensi insulin, memperbaiki kerja insulin, mengendalikan
kadar gula dan lemak darah, mencegah berbagai komplikasi karena DM, serta
memperbaiki kualitas hidup (Kurniawan, A, A., dan Wuryaningsih, Y, N, S,
2016). Contoh aktivitas fisik yang dapat dilakukan sehari-hari sesuai tingkat
kegiatannya yaitu ringan seperti aktivitas sambil duduk/berdiri, menyetrika,
memasak, dan lain-lain. Tingkat sedang seperti berjalan dengan kecepatan 5–
4m/jam, menyiangi rumput, bersepeda, bermain ski, tenis, menari, dan senam.
Tingkat berat seperti berjalan menanjak dengan beban, menebang pohon, mendaki
gunung, bermain basket, bermain sepak bola.
d. Intervensi farmakologis
Intervensi farmakologis meliputi pemberian obat-obatan, dapat berupa obat
oral dan bentuk suntikan kepada pasien DM. Berdasarkan cara kerjanya, obat
hiperglikemik oral (OHO) dibagi menjadi 5 golongan, yaitu pemicu sekresi
insulin (misalnya sulfonilurea dan glinid), peningkat sensitivitas terhadap insulin
(misalnya metformin dan tiazolidindion), penghambat glukoneogenesis (misalnya
metformin), penghambat absorpsi glukosa (misalnya penghambat glukosidase
alfa), dan DPP-IV inhibitor (Mansjoer dkk., 2005; PERKENI, 2015). Obat dalam
bentuk suntikan meliputi pemberian insulin dan agonis GLP-1/incretin mimetic
(PERKENI, 2015). Perawat berkolaborasi dengan tim medis dalam memberikan
obat-obatan yang dibutuhkan oleh pasien DM. Selain itu, perawat memiliki peran
yang utama dalam meningkatkan dan mempertahankan kesehatan pasien dengan
mendorong pasien agar lebih proaktif jika membutuhkan pengobatan.

9. Pengkajian
Pengkajian terfokus pada klien dengan diabetes melitus dapat dilakukan
sebagai berikut:
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka
kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering
kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun. Keadaan tersebut
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme.
b. Pola eliminasi
BAK :
Frekuensi lebih sering pada malam hari (poliuri)
Karakteristik urin jernih agak kekuningan
Bau khas
Pengeluaran glukosa ada urin (glukosuria)
BAB :
Relatif tidak terjadi gangguan
c. Pola aktivitas
Pasien DM mudah merasakan lelah saat beraktivitas. Pada pasien gangren
dapat terjadi kelemahan otot pada tungkai bawah sehingga aktivitas sehari-hari
dapat terganggu dan tidak dapat dilakukan secara maksimal. Pada sistem
kardiovaskuler dan respirasi biasanya tidak ada masalah.
d. Pola tidur dan istirahat
Adanya keluhan poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit
yang ramai dapat mempengaruhi waktu tidur dan istirahat pasien, sehingga pola
tidur dan waktu tidur mengalami perubahan.
e. Pola perseptual dan kognitif
Pasien DM biasanya merasakan penglihatannya sedikit kabur. Pendengaran,
pengecapan dan penciuman berfungsi dengan baik. Pada pasien gangren
cenderung mengalami neuropati/mati rasa pada luka sehingga tidak peka terdapat
adanya trauma (tumpul/tajam).

10. Penatalaksanaan Keperawatan


a. Diagnosa Keperawatan yang sering muncul (PES)
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan diabetes
melitus
2. Nyeri kronis berhubungan dengan gangguan iskemia
3. Ketidakseimbanagan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
4. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan neuropati perifer
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan neuropati perifer
b. Perencanaan/ Nursing Care Plan
No.D
Diagnosa Keperawatan
x
1 Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer (00204) Definisi: Penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat mengganggu
berhubungan dengan diabetes melitus kesehatan
Deviasi yang Deviasi Deviasi Tidak ada
No. Deviasi berat
Kriteria cukup besar sedang dari ringan dari deviasi dari
No. NOC Indikato dari kisaran
Hasil dari kisaran kisaran kisaran kisaran
r normal
normal normal normal normal
1 2 3 4 5
040 Perfusi Pengisian
7 jaringan: 040715 kapiler jari
perifer
Tekanan
040727
darah sistolik
Tekanan
040728 darah
diastolik
040712 Edema perifer
040745 Kram otot
Deviasi yang Deviasi Deviasi Tidak ada
Deviasi berat
cukup besar sedang dari ringan dari deviasi dari
dari kisaran
dari kisaran kisaran kisaran kisaran
normal
normal normal normal normal
1 2 3 4 5
080 Tanda tanda Suhu tubuh
080201
2 vital
Denyut nadi
080203
radial
080204 Tingkat
pernafasan
Tekanan
080205
darah sistolik
Tekanan
080206 darah
diastolik
No. NIC Intervensi Rasional
226 Manajemen Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap Melancarkan perfusi darah ke
0 sensasi panas/dingin/tajam/tumpul jaringan perifer
perifer Monitor adanya paretese
lnstruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau
laserasi
Gunakan sarung tangan untuk proteksi
Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
Monitor kemampuan BAB
Kolaborasi pemberian analgetik
Monitor adanya tromboplebitis
Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi
No.D
Diagnosa Keperawatan
x
2 Nyeri kronis (00133) berhubungan dengan Definisi: pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan dengan
gangguan iskemia kerusakan jaringan atau potensial. Atau digambarkan sebagai suatu kerusakan
(Internasional Assosiation fot the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau
lambat dari intensitas ringan hingga berat, terjadi konstan atau berulang tanpa
akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung lebih dari tiga
(>3) bulan.
Tidak Kadang Secara
No. Jarang Sering
Kriteria pernah kadang konsisten
No. NOC Indikato menunjukka menunjukka
Hasil menunjukka menunjukka menunjukka
r n n
n n n
1 2 3 4 5
160 Kontrol nyeri Mengenali
5 160502 kapan nyeri
terjadi
Menggunakan
160503 tindakan
pencegahan
Mengenali
apa yang
160509
terkait dengan
gejala nyeri
Melaporkan
160611 nyeri yang
terkontrol
Cukup
Berat Sedang Ringan Tidak ada
Berat
1 2 3 4 5
210 Tingkat nyeri Nyeri yang
210201
2 dilaporkan
Ekspresi nyeri
210206
wajah
Kehilangan
210215
nafsu makan
Tidak bisa
210208
beristirahat
Mengeluarkan
210225
keringat
No. NIC Intervensi Rasional
238 Manajemen Tentukan obat yang diperlukan dan kelola menurut resep dan atau Memberikan efek
0 pengobatan protokol farmakologi untuk
Monitor efek samping obat mengurangi nyeri
Identifikasi jenis dan jumlah obat bebas yang digunakan
Fasilitasi perubahan pengobatan dengan dokter
140 Manajemen Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif yang meliputi lokasi Membantu pasien untuk
0 nyeri karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intersitas atau beratnya mengenal nyeri dan
nyeri dan faktor pencetus mengurangi nyerinya dalam
Observasi adanya petunjuk non verbal mengenai ketidaknyamanan bentuk non famakologis
terutama pada mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif maupun farmakologis.
Ajarkan teknik manajamen nyeri (teknik relaksasi napas dalam,
guided imagery, distraksi, dan kompres hangat)
Pastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan dengan
pemantauan yang ketat
Gunakan tindakan pengontrol nyeri sebelum nyeri bertambah berat
No.D
Diagnosa Keperawatan
x
3 Ketidakefektifan nutrisi kurang dari kebutuhan Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
tubuh
(00002) berhubungan dengan ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrien
No.
Kriteria Sangat Banyak Cukup Sedikit Tidak
No. NOC Indikato
Hasil terganggu terganggu terganggu terganggu terganggu
r
1 2 3 4 5
101 Nafsu makan Hasrat atau
4 101401 keinginan
untuk makan
Menyenangi
101403
makanan
Energi untuk
101405
makan
101408 Intake cairan
Banyak Cukup
Sangat Sedikit Tidak
menyimpan menyimpan
menyimpang menyimpang menyimpang
g dari g dari
dari rentang dari rentang dari rentang
rentang rentang
normal normal normal
normal normal
1 2 3 4 5
100 Status nutrisi Asupan
100402
4 makanan
100408 Asupan cairan
100403 Energi
Rasio berat
100405 badan atau
tinggi badan
100411 Hidrasi
No. NIC Intervensi Rasional
110 Manajemen Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk memenuhi Membantu klien memilih
0 nutrisi kebutuhan gizi makanan yang mampu
Identikasi adanya alergi atau intoleransi makanan yang dimiliki memenuhi kebutuhan
pasien metabolik.
Berikan obat obatan sebelum makan (misalnya obat penghilang rasa
sakit antiemetik) jika diperlukan
Anjurkan keluarga untuk membawa makanan favorit pasien
sementara pasien berada di rumah sakit atau fasilitas perawatan yang
sesuai
116 Monitor Monitor turgor kulit dan mobilitas Memantau status nutrisi
0 nutrisi Identifikasi abnormalitas kulit (misalnya memar berlebihan, pasien
penyembuhan luka buruk, dan perdarahan)
Identifikasi perubahan nafsu makan dan aktivitas akhir akhir ini
Identifikasi perubahan berat badan terakhir
No.D
Diagnosa Keperawatan
x
4 Kerusakan integritas jaringan (00044) Definisi : cedera pada membran mukosa kornea, sistem integumen, fascia
berhubungan dengan neuropati perifer muskular, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi, dan atau ligamen.
No.
Kriteria Cukup
No. NOC Indikato Berat Sedang Ringan Tidak ada
Hasil berat
r
1 2 3 4 5
070 Keparahan Kemerahan
070301
3 inspeksi
070307 Demam
070333 Nyeri
Peningkatan
070326 jumlah sel
darah putih
Deviasi yang Deviasi Deviasi Tidak ada
Deviasi berat
cukup besar sedang dari ringan dari deviasi dari
dari kisaran
dari kisaran kisaran kisaran kisaran
normal
normal normal normal normal
1 2 3 4 5
040 Status Tekanan
040101
1 sirkulasi darah sistol
Tekanan
040102
darah diastol
040103 Tekanan nadi
Kekuatan nadi
040143 brakialis
kanan
Kekuatan nadi
040144
brakialis kiri
No. NIC Intervensi Rasional
655 Perlindunga Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sitemik dan local Membantu pasien dalam
0 n infeksi Monitor hitung mutlak granulosit, WBC, dan hasil defferensial melakukan pencegahan dan
Periksa kulit dan selaput lendir untuk adanya kemerahan, kehangatan deteksi dini infeksi pada
ekstrim atau drainase pasien berisiko
anjurkan peningkatan mobolitas dan latihan dengan tepat
359 Pengecekan Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan adanya kemerahan, Mengumpulkan dan
0 kulit kehangatan ekstrim atau drainase menganalisa data pasien
Monitor infeksi terutama dari daerah edema untuk menjaga kulit dan
Lakukan langkah langkah untuk mencegah kerusakan lebih lanjut integritas menbran mukosa
(misalnya melapisi kasur, menjadwalkan reposisi)
Dokumentasikan perubahan membran mukosa
366 Perawatan Monitor karakteristik luka, termasuk drainase, warana, ukuran, dan Membantu pasien dalam
0 luka bau melakukan pencegahan
Bersihkan dengn norml saline atau pembersih yang tidak beracun, komplikasi luka dan
dengan tepat peningkatan penyembuhan
Berikan rawatan insisi pada luka, yang diperlukan luka
Berikan perawatan ulkus pada kulit, yang diperlukan
Oleskan dalep sesuai dengan kulit atau lesi
Pertahan teknik balutan steril ketika melakukan perawatan luka
Bandingkan dan catat perubahan luka
Reposisi pasien setidaknya setiap 2 jam, dengan tepat
Dokumentasikan lokasi luka, ukuran, dan tampilan
No.D
Diagnosa Keperawatan
x
5 Kerusakan integritas kulit (00046) berhubungan
Definisi : kerusakan pada epidermis dan/atau dermis
dengan gangguan sensasi akibat DM
No.
Sangat Banyak Cukup Sedikit Tidak
No. NOC Indikato Kriteria Hasil
Terganggu Terganggu Terganggu Terganggu Terganggu
r
1 2 3 4 5
110 Integritas Suhu kulit
1 jaringan:
kulit & 110101
membran
mukosa
110102 Sensasi
Perfusi
110111
jaringan
110115 Lesi pada kulit
Tidak ada Terbatas Sedang Besar Sangat besar
1 2 3 4 5
110 Penyembuha Memperkiraka
110201
2 n luka primer n kondisi kulit
Memperkiraka
110213 n kondisi tepi
luka
Pembentukan
110214
bekas luka
No. NIC Intervensi Rasional
359 Pengecekan Periksa kulit dan selaput lender terkait dengan adanya kemerahan, Mengumpulkan dan
0 Kulit kehangatan, ekstrim, edema, atau drainase menganalisa data pasien
Amati warna, kehangatan, bengkak, pulsasi, tekstur, edema, dan untuk menjaga kulit dan
ulserasi pada ekstremitas integritas menbran mukosa
Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet
Monitor kulit untuk adanya kekeringan yang berlebihan dan
kelembaban
Monitor infeksi, terutama dari daerah edema
Dokumentasikan perubahan membrane mukosa
Ajarkan anggota keluarga/pemberu asuhan mengenai tanda-tanda
kerusakan kulit, dengan tepat
366 Perawatan Monitor karakteristik luka, termasuk drainase, warana, ukuran, dan Membantu pasien dalam
0 Luka bau melakukan pencegahan
Bersihkan dengn norml saline atau pembersih yang tidak beracun, komplikasi luka dan
dengan tepat peningkatan penyembuhan
Berikan rawatan insisi pada luka, yang diperlukan luka
Berikan perawatan ulkus pada kulit, yang diperlukan
Oleskan dalep sesuai dengan kulit atau lesi
Pertahan teknik balutan steril ketika melakukan perawatan luka
Bandingkan dan catat perubahan luka
Reposisi pasien setidaknya setiap 2 jam, dengan tepat
Dokumentasikan lokasi luka, ukuran, dan tampilan
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. 2017. Standar of Medical Care in Diabetes –


2017. Diabetes Care. Vol. 40 (1): 1-13. http://professional.diabetes.org/
sites/professional.diabetes.org/files/media/dc_40_s1_final.pdf [diakses pada
14 April 2018]

Ariza, M. A., V. G. Vimalananda., dan J. L. Rosenzweig. 2010. The Economic


Consequences of Diabetes and Cardiovascular Disease in the United States.
Springer 11: 1-10 www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20191325 [diakses pada
14 April 2018]

Baradero, M., M. W. Dayrit, & Y. Siswandi. 2009. Seri Asuhan Keperawatan


Klien Gangguan Endokrin. Jakarta: EGC.

Boedisantoso, R. 2009. Komplikasi Akut Diabetes Melitus. Jakarta: FKUI

Corwin, E. J. 2007. Patofisiologi. Jakarta: EGC

Ernawati. 2013. Penatalaksanaan Keperawatan Diabetes Melitus Terpadu.


Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media

Fajrimi, W. 2013. Peran Perawat dalam Pemberian Edukasi pada Pasien DM Tipe
2 di RSUP H. Adam Malik Medan. http://repository.usu.ac.id/bitstream/
handle/123456789/39064/Chapter%20ll.pdf?sequence=4&isAllowed=y
[diakses pada 14 April 2018].

Fatimah, R. N. 2015. Diabetes Mellitus Tipe 2. juke.kedokteran.unila.ac.id/


index.php /majority/article/download/ 615/619 [diakses pada 14 April
2018].

Garnita, D. 2012. Faktor Risiko Diabetes Melitus di Indonesia. Jakarta: FKMUI

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). 2016. Menkes: Mari


Kita Cegah Diabetes dengan CERDIK.
http://www.depkes.go.id/article/print/16040700002/menkes-mari-kita-
cegah-diabetes-dengan-cerdik.html [diakses pada 14 April 2018]

Kurniawan, A, A., dan Wuryaningsih, Y, N, S. 2016. Rekomendasi Aktivitas


Fisik untuk Diabetes Melitus Tipe 2. Berkala Ilmiah Kedokteran Dula
Wacana, vol. 01 no. 03. [diakses pada 14 April 2018]

Mansjoer, A., dkk. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: EGC


Margareth, T. H., dan C. Rendi. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan
Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika

Moorhead, S et al. 2016. Nursing Intervension Classification (NIC) Terjemahan


Edisi ke 6. Singapore: Elsevier

Moorhead, S et al. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Terjemahan


Edisi ke 6. Singapore: Elsevier

Nanda. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC

Paputungan, S. R., dan H. Sanusi. 2014. Peranan Pemeriksaan Hemoglobin A1c


pada Pengelolaan Diabetes Melitus. CDK-220 Vol 41 (9). [diakses pada 14
April 2018]

Perkumpulan Endokrin Indonesia (PERKENI). 2015. Konsensus Pengelolaan dan


Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta.

Price, S. A. & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit Volume 2, Edisi 6. Terjemahan oleh Brahm U. Pendit, dkk.
Jakarta: EGC.

Riset Kesehatan Dasar. 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan


Kementrian Kesehatan RI Tahun 2013. [serial online]
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%
202013.pdf [Diakses pada 14 April 2018].

Anda mungkin juga menyukai