LP DM Kur Fix
LP DM Kur Fix
LAPORAN PENDAHULUAN
oleh
Kurnia Juliarthi, S.Kep
NIM 132311101012
4. Manifestasi Klinis
Gejala diabetes mellitus dibagi menjadi dua, yaitu akut dan kronik (Fatimah,
2015), diantaranya:
a. Gejala akut diantaranya poliphagia (banyak makan) namun berat badan turun
dengan cepat (5-10 kg dalam kurun waktu 2-4 minggu), polydipsia (banyak
minum), polyuria (banyak kencing/sering encing di malam hari) dan mudah
lelah.
b. Gejala kronik diantaranya kesemutan, rasa kebas dan panas seperti tertusuk-
tusuk jarum pada kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk, pandangan
kabur, gigi mudah goyah dan lepas, pada ibu hamil sering terjadi keguguran
atau kematian janin dalam kandungan, BBL >4kg serta menurunnya
kemampuan seksual bahkan pada pria bisa terjadi impotensi.
5. Komplikasi
Komplikasi yang muncul akibat penyakit DM menurut diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. Akut (Boedisantoso, 2009)
1) Hiperglikemia
Hiperglikemia terjadi karena adanya masukan kalori yang berlebih,
penghentian obat oral atau insulin yang didahului oleh stress akut.
Hiperglikemia ditandai dengan kesadaran menurun disertai dehidrasi berat.
Ketosis atau asidosis terjadi pada sub kelompok ketoasidosis diabetik
(KAD).
2) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi karena makan kurang dari aturan yang ditentukan,
berat badan menurun, sembuh dari sakit, sesudah olahraga atau
melahirkan, mengkonsumsi obat yang mempunyai sifat serupa dan
pemberian suntikan insulin yang tidak tepat. Hipoglikemia ditandai dengan
menurunnya kadar glukosa darah <60mg/dL dan kesadaran menurun.
Gejala ringan berupa gelisah hingga gejala berat berupa koma disertai
kejang.
3) Ketoasidosis Diabetik (KAD)
KAD merupakan komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL), disertai
dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat.
Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/mL) dan terjadi peningkatan
anion gap. Kondisi ini disebabkan oleh ada tidaknya insulin yang tersedia
dalam darah tidak cukup untuk metabolisme karbohidrat, keadaan ini
mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.
Ada tiga gejala klinis yang terlihat pada ketoasidosis, yaitu: dehidrasi,
kehilangan elektrolit dan asidosis.
4) Hiperosmolar Non Ketotik (HNK)
Kondisi dimana pasien mengalami hiperosmolaritas dan hiperglikemia
disertai perubahan tingkat kesadaran. HNK menyebabkan peningkatan
glukosa darah sangat tinggi (600-1200 mg/dL), tanpa tanda dan gejala
asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat (330- 380 mOs/mL),
plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat.
b. Kronik
Komplikasi kronis merupakan akibat lama dan beratnya hiperglikemia.
Klasifikasi komplikasi kronis adalah mikrovaskular (menyangkut pembuluh darah
kecil) dan makrovaskuler (menyangkut pembuluh darah besar) (Baradero et al.,
2009). Berikut komplikasi kronis yang terjadi pada diabetes melitus, antara lain:
1) Komplikasi makrovaskuler
a) Penyakit arteri koroner
Proses terjadinya penyakit jantung koroner pada pasien DM disebabkan
kontrol glukosa darah yang buruk dalam jangka waktu lama dan disertai
hipertensi, resistensi insulin, hiperinsulinemia, dislipidemia, gangguan
sistem koagulasi, dan hiperhormosisteinemia.
b) Penyakit serebrovaskuler
Pasien DM memiliki risiko kemungkinan dua kali lipat mengalami
penyakit serebrovaskuler dari orang normal. Gejala penyakit
serebrovaskuler hampir sama dengan gejala hipoglikemia seperti pusing,
vertigo, gangguan penglihatan, bicara pelo, dan kelemahan.
c) Penyakit vaskuler perifer
Pasien DM berisiko mengalami penyakit oklusif arteri perifer 2-3 kali lipat
dibandingkan non DM karena pasien DM cenderung mengalami
perubahan arterosklerotik dalam pembuluh darah besar pada ekstremitas
bawah yang merupakan penyebab utama terjadinya gangren/ulkus
diabetes. Pasien dengan gangguan vaskuler perifer akan mengalami
pengurangan denyut nadi perifer dan klaudikasio intermiten (nyeri pada
pantat atau betis ketika berjalan).
2) Komplikasi mikrovaskuler
a) Retinopati diabetik
Retina memiliki banyak pembuluh darah arteri, vena kecil, arteriol, venula
dan kapiler. Retinopati diabetik merupakan kelainan patologis mata yang
disebabkan perubahan dalam pembuluh darah kecil pada retina mata.
Keadaan hiperglikemia yang berlangsung lama merupakan faktor risiko
utama penyebab retinopati diabetik
b) Komplikasi oftamologi yang lain
Komplikasi oftamologi yang lain seperti katarak karena peningkatan
opasitas lensa mata, dan perubahan lensa yang mengalami pembengkakan
ketika kadar gula naik.
c) Nefropati
Nefropati diabetik merupakan sindrom klinis pada pasien DM yang
ditandai dengan albuminuria menetap (>300 mg/24 jam) pada minimal dua
kali pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan .
d) Neuropati diabetik (ND)
Neuropati diabetik merupakan istilah yang menunjukkan adanya gangguan
klinis maupun subklinis yang terjadi pada pasien DM tanpa penyebab
neuropati perifer yang lain.
7. Pathway
Antigen HLA (DR3/ DR4) Infeksi virus Toleransi insulin Peningkatan pemasukan karbohidrat
8. Penatalaksanaan
Pilar penatalaksanaan Diabetes mellitus menurut Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia (PERKENI) (2015) antara lain:
a. Edukasi
Penyakit DM merupakan penyakit kronis yang membutuhkan perilaku
penanganan mandiri yang khusus seumur hidup (Fajrimi, 2013). DM dan pola
hidup memiliki hubungan yang erat, terutama pada DM tipe 2. Edukasi
dibutuhkan untuk mencapai perubahan perilaku tersebut. Edukasi memegang
peranan yang sangat penting karena dapat merubah perilaku pasien dalam
melakukan pengelolaan DM secara mandiri. Edukasi dalam keperawatan
merupakan satu bentuk intervensi mandiri perawat dalam membantu pasien baik
individu, kelompok, maupun masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya
melalui kegiatan pembelajaran, yang didalamnya perawat berperan sebagai
perawat pendidik.
Peran perawat sebagai edukator sangat dibutuhkan oleh pasien DM yaitu
dengan melakukan tindakan pencegahan yang meliputi pencegahan primer,
pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. Edukasi sebagai pencegahan
primer dapat diberikan kepada kelompok masyarakat yang beresiko tinggi
(Fatimah, 2015).
b. Terapi gizi medis
Terapi gizi medis dan diet menjadi salah satu kunci dasar penatalaksanaan
DM. Kunci keberhasilan Terapi Nutrisi Medis (TNM) adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari tenaga kesehatan (dokter, ahli gizi, tenaga kesehatan yang lain
serta pasien dan keluarganya). Prinsip pengaturan nutrisi pada pasien DM tipe 2
yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi
untuk masing-masing individu. Pengaturan jadwal, jenis, dan jumlah makanan
merupakan aspek yang sangat penting untuk diperhatikan, terutama pada pasien
dengan terapi insulin (PERKENI, 2015). Peran perawat dalam penatalaksanaan
terapi gizi medis ini adalah berkolaborasi dengan ahli gizi dan tim kesehatan
lainnya dalam memberikan terapi nutrisi yang sesuai dengan diet nutrisi setiap
pasien DM.
c. Latihan jasmani
Latihan jasmani dilakukan secara teratur sebanyak 3-4 kali seminggu selama
kurang lebih 30 menit yang bersifat CRIPE (Continous, Rhytmical, Interval,
progressive, Endurance training). Pasien DM yang relative sehat dapat
meningkatkan intensitas latihan jasmani, sedangkan pasien DM yang mengalami
komplikasi dapat mengurangi intensitas latihan jasmani (PERKENI, 2015).
Perawat berkolaborasi dengan fisioterapi dalam menentukan terapi fisik untuk
pasien DM, terutama bagi pasien yang memiliki keterbatasan dalam mobilitas
fisik.
Aktifitas dan latihan fisik bagi pasien DM dapat bermanfaat dalam mencegah
dan mengendalikan resistensi insulin, memperbaiki kerja insulin, mengendalikan
kadar gula dan lemak darah, mencegah berbagai komplikasi karena DM, serta
memperbaiki kualitas hidup (Kurniawan, A, A., dan Wuryaningsih, Y, N, S,
2016). Contoh aktivitas fisik yang dapat dilakukan sehari-hari sesuai tingkat
kegiatannya yaitu ringan seperti aktivitas sambil duduk/berdiri, menyetrika,
memasak, dan lain-lain. Tingkat sedang seperti berjalan dengan kecepatan 5–
4m/jam, menyiangi rumput, bersepeda, bermain ski, tenis, menari, dan senam.
Tingkat berat seperti berjalan menanjak dengan beban, menebang pohon, mendaki
gunung, bermain basket, bermain sepak bola.
d. Intervensi farmakologis
Intervensi farmakologis meliputi pemberian obat-obatan, dapat berupa obat
oral dan bentuk suntikan kepada pasien DM. Berdasarkan cara kerjanya, obat
hiperglikemik oral (OHO) dibagi menjadi 5 golongan, yaitu pemicu sekresi
insulin (misalnya sulfonilurea dan glinid), peningkat sensitivitas terhadap insulin
(misalnya metformin dan tiazolidindion), penghambat glukoneogenesis (misalnya
metformin), penghambat absorpsi glukosa (misalnya penghambat glukosidase
alfa), dan DPP-IV inhibitor (Mansjoer dkk., 2005; PERKENI, 2015). Obat dalam
bentuk suntikan meliputi pemberian insulin dan agonis GLP-1/incretin mimetic
(PERKENI, 2015). Perawat berkolaborasi dengan tim medis dalam memberikan
obat-obatan yang dibutuhkan oleh pasien DM. Selain itu, perawat memiliki peran
yang utama dalam meningkatkan dan mempertahankan kesehatan pasien dengan
mendorong pasien agar lebih proaktif jika membutuhkan pengobatan.
9. Pengkajian
Pengkajian terfokus pada klien dengan diabetes melitus dapat dilakukan
sebagai berikut:
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka
kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering
kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun. Keadaan tersebut
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme.
b. Pola eliminasi
BAK :
Frekuensi lebih sering pada malam hari (poliuri)
Karakteristik urin jernih agak kekuningan
Bau khas
Pengeluaran glukosa ada urin (glukosuria)
BAB :
Relatif tidak terjadi gangguan
c. Pola aktivitas
Pasien DM mudah merasakan lelah saat beraktivitas. Pada pasien gangren
dapat terjadi kelemahan otot pada tungkai bawah sehingga aktivitas sehari-hari
dapat terganggu dan tidak dapat dilakukan secara maksimal. Pada sistem
kardiovaskuler dan respirasi biasanya tidak ada masalah.
d. Pola tidur dan istirahat
Adanya keluhan poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit
yang ramai dapat mempengaruhi waktu tidur dan istirahat pasien, sehingga pola
tidur dan waktu tidur mengalami perubahan.
e. Pola perseptual dan kognitif
Pasien DM biasanya merasakan penglihatannya sedikit kabur. Pendengaran,
pengecapan dan penciuman berfungsi dengan baik. Pada pasien gangren
cenderung mengalami neuropati/mati rasa pada luka sehingga tidak peka terdapat
adanya trauma (tumpul/tajam).
Fajrimi, W. 2013. Peran Perawat dalam Pemberian Edukasi pada Pasien DM Tipe
2 di RSUP H. Adam Malik Medan. http://repository.usu.ac.id/bitstream/
handle/123456789/39064/Chapter%20ll.pdf?sequence=4&isAllowed=y
[diakses pada 14 April 2018].