Anda di halaman 1dari 27

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fraktur (Patah Tulang) merupakan hal sangat lumrah dikalangan
masyarakat, penyebabya bisanya karena kecelakaan, terjatuh dari
ketianggan atau bisa juga karena karena trauma benda tajam/tumpul.
Terkadang kecelakaan secara tiba-tiba dapat menyebabkan fraktur juga
sering membuat orang panic dan tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Karena kurangnya informasi dan pengetahuan yang dimiliki, akibatnya
banyak orang pergi ke dukun pijat karena mereka beranggapan bahwa
gejala fraktur sama dengan gejala terkilir. Oleh karena penting bagi kita
untuk mengetahui apa itu fraktur agar tidak terjadi masalah yang lebih
fatal.
Badan kesehatan dunia (WHO) dalam mencatat jumlah kejadian
fraktur pada tahun 2011-2012 terdapat 1,3 juta orang yang menderita
fraktur. Menurut DEPKES RI tahun 2011 di Indonesia sendiri juga banyak
yang mengalami fraktur, fraktur di Indonesia terdapat 45.987 orang yang
mengalami fraktur, prevalensi kejadian fraktur yang paling tinggi adalah
fraktur femur yaitu terdapat 19.729 orang yang mengalami fraktur,
sedangkan ada 14.037 orang yang mengalami fraktur cluris dan terdapat
3.776 orang mengalami fraktur tibia. (Parida, Lisfa. 2017)
Usman (2012) dalam menyebutkan bahwa hasil data Riset
Kesehatan Dasar (RIKERDAS) tahun 2011, di Indonesia terjadinya fraktur
yang disebabkan oleh cedera yaitu karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan
trauma tajam/tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami
fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8 %), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu
lintas, mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5 %), dari 14.127
trauma benda tajam/tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang
(1,7 %). (Parida, Lisfa. 2017)
Dengan banyaknya kasus fraktur bertambah banyak pula jenis dan
tipe-tipe fraktur yang perlu kita ketahui sebagai orang kesehtan.selain itu
2

setiap frkatur mempunyai pentalkasanaan yang berbeda, maka dari itu


kami tertarik untuk membuat makalah yang mengenai sistem
muskuoskeletal yang berjudul “Fraktur”.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Fraktur?
2. Apa Etiologi/penyebab Fraktur?
3. Apa Manifestasi Fraktur?
4. Apa Saja Tipe-tipe Fraktur?
5. Apa saja Macam-macam Fraktur?
6. Apa Yang dimaksud dengan Reduksi Fraktur?
7. Bagaimana Penatalaksanaa Fraktur?

C. Tujuan
1. Mengetahui Definisi Fraktur.
2. Mengetahui Etiologi Fraktur.
3. Mengetahui Manifestasi fraktur.
4. Mengetahui Tipe-tipe Fraktur.
5. Mengetahui Macam-macam Fraktur.
6. Mengetahui Reduksi Fraktur.
7. Mengetahui Penatalaksanaa Fraktur.
3

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Fraktur
Fraktur adalah gangguan komplet atau tak komplet pada
kontinuitas struktur tulang dan didefinisikan sesuai dengan jenis dan
keluasannya. Fraktur terjadi ketika tulang menjadi tekanan yang lebih
besar dari yang dapat diserapnya. Fraktur dapat disebabkan oleh hantaman
langsung, kekuatan yang meremukkan, gerakan memuntir yang mendadak,
atau bahkan karena kontraksi otot yang ekstrem. Ketika tulang patah,
stuktur di sekitarnya juga terganggu, menyebabkan edema jaringan lunak,
hemoragi ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon, gangguan saraf,
dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat terluka akibat gaya
yang disebabkan oleh fraktur atau oleh fragmen fraktur. (Bruner &
Sudart: 2014)
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan
tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang diserap oleh tulang.
(Helmi, N Zairin: 2012)
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
(Alfiza,Tiara: 2015)
Fraktur sendiri merupakan kerusakan structural dalam tulang,
lapisan epifisis atau permukaan sendi tulang rawan. Sementara kerusakan
pada tulang sering kali langsung terlihat nyata, kerusakan pada jaringan
lunak sekitarnya dapat luput dari deteksi klinis yang dini. Kerusakan
jaringan lunak yang berhubungan dengan suatu fraktur sangat bermakna
secara klinis dan akhirnya dapat memengaruhi hasil klinis. (Dewi,
Chandra: 2017)
Jadi dapat disimpulkan fraktur atau patah tulungmerupakan
terputusnya kontinutitas jaringan tulang yag disebabkan oleh ruda paksa,
trauma tumpul, trauma tajam atau faktor fatologis.
4

B. Etiologi Fraktur
Menurut Barbara C.Long penyebab fraktur dalam Makalah
Fraktur Karya Chandra, Dewi 2017 diantaranya adalah:
1. Fraktur akibat peristiwa trauma
Jika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah
pada tempat yang terkena, hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada
jaringan lunak disekitarnya. Jika kekuatan tidak langsung mengenai
tulang maka dapat terjadi fraktur pada tempat yang jauh dari tempat
yang terkena dan kerusakan jaringan lunak ditempat fraktur mungkin
tidak ada.
a. Trauma langsung, bila fraktur terjadi ditempat dimana bagian
tersebut terdapat ruda paksa, misalnya : benturan atau pukulan yang
mengakibatkan fraktur
b. Trauma tidak langsung, misalnya pasin tejatuh dengan lengan
dalam keadaan ekstensi, dapat terjadi fraktur pada pergelangan
tangan
c. Trauma ringan, dapat menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri
sudah rapuh. Selain itu fraktur juga disebabkan oleh karena
metastase dari tumor, infeksi, osteoporosis atau karena tarikan
spontan otot yang kuat.
2. Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan
Tulang jika bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang
tersebut tidak mampu mengabsobsi energi atau kekuatan yang
menimpanya.
3. Fraktur Patologis
Fraktur ini adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena
adanya proses pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit atau
kanker yang bermetastase atau osteoporosis.
5

Sedangkan etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) dalam
Makalah Fraktur Karya Chandra, Dewi 2017 ada 3 yaitu :
1. Cidera atau benturan
2. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah
menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
3. Fraktur beban
Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang
yang baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di
terima dalam angkatan bersenjata atau orang- orang yang baru mulai
latihan lari.

C. Manifestasi
1. Manifestasi Klinis Menurut Bruner & Sudart (2014)
a. Nyeri Akut,
b. Kehilangan Fungsi,
c. Deformitas,
d. Pemendekan Ekstremitas,
e. Krepitus,
f. Edema Lokal
g. Ekimosis.

2. Manifestasi Komplikasi Menurut Bruner & Sudart (2014)


a. Jika sindrom embolisme lemak terjadi, yang menyumbat pembuluh
darah kecil yang menyuplai otak, paru, ginjal dan organ lain
(awitan mendadak, biasanya terjadi dalam 12 sampai 48 jam tetapi
dapat terjadi sampai dengan 10 hari setelah cedera), manifestasi
berikut dapat terlihat: hipoksia, takipnea, takikardia, dan pireksia;
dispnea, krakel, mengi, nyeri dada prekordium, batuk, sputum
kental berwarna putih dan banyak; hipoksia dan nilai gas darah
dengan PaO2 kurang dari 60mmHg, dengan diawali dengan
alkalosis respiratorik dan selanjutnya menjadi asidosis respiratorik;
6

perubahan status mental beragam dari sakit kepala dan agitasi


ringan sampai delirium dan koma. Radiograf dada menunjukkan
infiltrat “badai salju (snowstorm)” yang khas. Pada akhirnya,
edema pulmonal akut, sindrom gawat napas akut (ARDS), dan
gagal jantung dapat terjadi.
b. Pada embolisasi sistemik, pasien tampak pucat. Petekie muncul di
membran bukal dan kantung konjungtiva, di palatum durum, dan
diatas dada serta lipatan aksila anterior. Demam (suhu lebih dari
39,5oC) terjadi. Lemak bebas dapat ditemukan didalam urine ketika
emboli mencapai ginjal. Nekrosis tubular akut dan gagal ginjal
dapat terjadi.
c. Sindrom kompartemen (terjadi ketika tekanan perfusi turun
dibawah tekanan jaringan didalam kompartemen anatomi yang
tertutup). Sindrom kompartemen akut dapat menyebabkan nyeri
yang dalam, berdenyut, tidak reda yang tidak dapat dikontrol oleh
opioid (dapat disebabkan oleh gips yang terlalu ketat atau balutan
konstriktif atau peningkatan isi kompartemen otot karena edema
atau hemoragi). Terjadi sianosis (warna biru) pada bantalan kuku;
dan jari tangan atau jari kaki pucat atau kusam dan dingin; waktu
pengisian kapiler bantalan kuku memanjang (lebih dari 3 detik);
denyut nadi mungkin berkurang (Doppler) atau tidak ada; dan
kelemahan, paralisis, dan parestesia motorik dapat terjadi.
d. Manifestasi koagulasi intravaskuler diseminata (DIC) mencakup
perdarahan yang tidak terduga setelah pembedahan dan perdarahan
dari membran mukosa, lokasi punksi vena, dan saluran
gastrointestinal dan perkemihan.
e. Gejala infeksi dapat mencakup nyeri tekan, nyeri, kemerahan,
pembengkakan, kehangatan lokal, peningkatan suhu tubuh, dan
drainase purulen.
f. Tidak menyatu (nonunion) dimanifestasikan dengan
ketidaknyamanan persisten dan abnormalitas pergerakan di lokasi
fraktur. Beberapa faktor resiko mencakup infeksi ditempat fraktur,
7

interposisi jaringan diantara ujung tulang, imobilisasi yang tidak


adekuat atau memanipulasi yang mengganggu pembentukkan
kalus, ruang berlebihan diantara fragmen tulang, keterbatasan
kontak tulang, dan gangguan suplai darah yang menyebabkan
nekrosis avaskular.

Manifestasi komplikasi lain mungkin akan terlihat (DVT,


tromboembolisme, embolus pulmonal). Lihat gangguan spesifik untuk
informasi.

D. Tipe-Tipe Fraktur Menurut Tiara Alfiza (2015)


Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang
praktis, di bagi menjadi beberapa kelompok :
1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
a. Fraktur tertutup (closed/sederhana)

Gambar 2.1 Fraktur tertutup/Closed Sederhana


Fraktur tertutup dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih
(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Atau permukaan fraktur
tidak bersinggungan dengan kulit atau selaput lendirnya. Pada
fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan
jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera
jaringan lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
8

3) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan


lunak bagian dalam dan pembengkakan.

4) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang


nyata dan ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur terbuka (open/compound/majemuk)

Gambar 2.2 Fraktur Terbuka/ Open/Compound/Majemuk


Fraktur terbuka dikatakan fraktur terbuka bila tulang yang patah
menembus otot dan kulit yang memungkinkan untuk terjadi infeksi
dimana kuman dari luar dapat masuk kedalam luka sampai ke tulang
yang patah. Derajat patah tulang terbuka :
1) Derajat I , Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen
minimal.
2) Derajat II , Laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya,
dislokasi fragmen jelas.
3) Derajat III , Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.
2. Berdasarkan komlit atau ketidakkomplitan fraktur dibedakan menjadi :
a. Fraktur komplit
Fraktur Komplit bisa dikatakan bila garis patah melalui seluruh
penampang atau melalui kedua korteks tulang.
b. Fraktur inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang
tulang seperti:
1) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
2) Fraktur tempaan (Buckle/Torus),bila terjadi lipatan dari satu
korteks dengan tulang spongiosa dibawahnya. Atau suatu fraktur
9

yang satu korteknya terkompresi sementara korteks yang


berlawanan intak. Terjadi pada anak-anak.
3) Green stick fraktur

Gambar. 2.3 Green Stik Fraktur


Green stik merupakan suatu fraktur tak sempurna yng
ditimbulkan oleh tenaga angulasi. Konteks yang berlawanan
masih intak. Terjadi pada anak-anak.
3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme
trauma.
a. Fraktur Transversal

Gambar. 2.4 Fraktur Transversal


Fraktur ini yaitu yang arah patahannya melintang pada
tulang dan merupakan akibat trauma angulasi/langsung. Atau,
sumbu panjang tulang tegak lurus degan bidan fraktur. Biasanya
disebabkan karena cedera lipat dan kecepatan rendah.
10

b. Fraktur Oblik

Gambar. 2.5 Fraktur Oblik


Fraktur ini yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga.
c. Fraktur Spiral

Gambar. 2.6 Fraktur Spiral


Fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi dan tenaga putar yang menyebabkan
tulang patah di sepanjang gars robek.
d. Fraktur Kompresi

Gambar. 2.7 Fraktur Kompresi


11

Fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang


mendorong tulang ke arah permukaan lain dan berkurangnya
panjang atau lebar segmen tulang yang disebabkan impaksi dari
tulang trabekula.
e. Fraktur Avulsi

Gambar. 2.8 Fraktur Avulsi


Fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang. Atau, fraktur yang dihasikan oleh
tenaga traksi pada tulang melalui enthesis
4. Berdasarkan jumlah garis patah
a. Fraktur Komunitif

Gambar. 2.9 Fraktur Komunitif


Fraktur ini dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
12

b. Fraktur Segmental

Gambar. 2.10 Fraktur Segmental


Fraktur ini dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple

Gambar. 2.11 Fraktur Multiple


Fraktur ini dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.
5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
a. Fraktur Undisplaced

Gambar. 2.12 Fraktur Undisplaced


13

Fraktur undisplaced (tidak bergeser), garis patah lengkap tetapi


kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced

Gambar. 2.13 Fraktur Disflaced


Fraktur disflaced (bergese), terjadi pergeseran fragmen
tulang yang juga disebut lokasi fragmen.

E. Macam-Macam Fraktur Berdasarkan Tempet Terjadinya Menurut


Tiara Alfiza (2015)
1. Fraktur Tibia Proksimal
Fraktur ini disebut juga bumper fracture atau fraktur tibia plateau.
Fraktur tibia proksimal biasanya terjadi akibat trauma langsung dari
arah samping lutut dengan kaki yang masih terfiksasi ke tanah.
Contohnya pada orang yang sedang berjalan lalu ditabrak mobil dari
samping, yang disebut bumper fracture.
2. Fraktur Antebrakial Distal
Ada empat macam fraktur yang khas:
a. Fraktur Colles
Deformitas pada fraktur ini berbentuk seperti sendok
makan (dinner fork deformity). Pasien terjatuh dalam keadaan
tangan terbuka dan pronasi, tubuh beserta lengan berputar ke ke
dalam (endorotasi). Tangan terbuka yang terfiksasi di tanah
berputar keluar (eksorotasi/supinasi).
14

b. Fraktur Smith
Fraktur Smith merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior
(volar), karena itu sering disebut reverse Colles fracture. Fraktur
ini biasa terjadi pada orang muda. Pasien jatuh dengan tangan
menahan badan sedang posisi tangan dalam keadaan volar fleksi
pada pergelangan tangan dan pronasi. Garis patahan biasanya
transversal, kadang-kadang intraartikular.
c. Fraktur Galeazzi
Fraktur Galeazzi merupakan fraktur radius distal disertai
dislokasi sendi radius ulna distal. Saat pasien jatuh dengan tangan
terbuka yang menahan badan, terjadi pula rotasi lengan bawah
dalam posisi pronasi waktu menahan berat badan yang memberi
gaya supinasi.
d. Fraktur Montegia
Fraktur Montegia merupakan fraktur sepertiga proksimal ulna
disertai dislokasi sendi radius ulna proksimal. Terjadi karena
trauma langsung.
3. Fraktur Sternum
Fraktur sternum terjadi sebagai akibat trauma yang sangat keras.
Biasanya fraktur ini disertai dengan kontusio jantung.
4. Fraktur Humerus
Dibagi menjadi:
a. Fraktur Suprakondilar Humerus
Berdasarkan mekanisme terjadinya fraktur:
1) Tipe ekstensi. Trauma terjadi ketika siku dalam posisi
hiperekstensi, lengan bawah dalam posisi supinasi. Hal ini akan
menyebabkan fraktur pada suprakondilar, fragmen distal
humerus akan mengalami dislokasi ke anterior dari fragmen
proksimalnya.
2) Tipe fleksi. Trauma terjadi ketika posisi siku dalam fleksi,
sedang lengan bawah dalam posisi pronasi. Hal ini
15

menyebabkan fragmen distal humerus mengalami dislokasi ke


posterior dari fragmen proksimalnya.
Apabila terjadi penekanan pada arteri brakialis, dapat terjadi
komplikasi yang disebut dengan iskemia Volkmanns. Timbulnya
sakit, denyut arteri radialis yang berkurang, pucat, rasa kesemutan,
dan kelumpuhan merupakan tanda-tanda klinis adanya iskemia ini
(Ingat 5P: Pain, Pallor, Pulselessness, Puffyness, Paralyses).
b. Fraktur Interkondilar Humerus
Pada fraktur ini bentuk garis patah yang terjadi berupa bentuk
huruf T atau Y.
c. Fraktur Batang Humerus
Biasanya terjadi pada penderita dewasa, terjadi karena
trauma langsung yang menyebabkan garis patah transveral atau
kominutif.
d. Fraktur Kolum Humerus
Sering terjadi pada wanita tua karena osteoporosis. Biasanya
berupa fraktur impaksi.
5. Fraktur Iga
Merupakan cedera toraks terbanyak, dan komplikasi yang sering
terjadi akibat luka tembus. Fraktur iga bisa disebabkan pukulan,
kontusio, atau penggilasan.
6. Fraktur Jari-jari Tangan
Ada tiga macam fraktur yang khas:
a. Baseball Finger
Baseball finger (Mallet finger) merupakan fraktur dari basis
falang distal pada insersio dari tendon ekstensor. Ujung jari yang
dalam keadaan ekstensi tiba-tiba fleksi pasif pada sendi interfalang
distal karena trauma, sehingga terjadi avulsi fragmen tulang basis
falang distal pada insersi tendon ekstensor jari.
b. Boxer Fracture
Boxer fracture (street fighter’s fracture) merupakan fraktur
kolum metakarpal V, dan posisi kaput metakarpal angulasi ke
16

volar/palmar. Terjadi pada keadaan tidak tahan terhadap trauma


langsung ketika tangan mengepal.
c. Fraktur Bennet
Fraktur Bennet merupakan fraktur dislokasi basis
metakarpal I.
7. Fraktur Kompresi Tulang Belakang
Biasanya merupakan fraktur kompresi karena trauma indirek dari
atas dan dari bawah. Dapat menimbulkan fraktur stabil atau tidak stabil.
8. Fraktur Kruris
Fraktur kruris merupakan akibat terbanyak dari kecelakaan lalu
lintas.

F. Reduksi Fraktur Menurut Brunner & Sudartd (2014)


Fraktur direduksi (“mengatur” tulang) dengan menggunakan
metode tertutup (manipulasi dan traksi manual [mis., bebat atau gips]) atau
metode terbuka penempatan alat fiksasi secara bedah [mis., pin logam,
kawat, sekrup, pelat, paku atau batang]) untuk mengembalikan fragmen
fraktur kembali sejajar secara anatomis dan untuk rotasi. Metode spesifik
bergantung pada sifat fraktur
Setelah fraktur direduksi, imobilisasi bertujuan menahan tulang
tetap pada posisi yang tepat dan sejajar sampai penyatuan kembali.
Imobilisasi dilakukan dengan fiksasi eksternal atau internal.
Fungsi dipertahankan dan dikembalikan dengan mengontrol
pembengkakan dengan meninggikan esktremitas yang cedera dan
menempelkan es sesuai program. Gelisah, ansietas, dan ketidaknyamanan
dikontrol dengan menggunakan berbagai pendekatan (mis., upaya
penenangan, ubah posisi, dan strategi perede nyeri, termasuk penggunaan
analgesik). Latihan isometrik dan pembentukkan otot dianjurkan untuk
meminimalkan atrofi dan untuk meningkatkan sirkulasi. Dengan fiksasi
internal, dokter bedah menentukan jumlah pergerkan dan stres akibat
menahan beban yang dapat ditanggung oleh ekstremitas dan menetapkan
tingkat aktivitas yang dapat dilakukan.
17

G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Kedaruratan Menurut Brunner & Sudartd
(2014)
a. Segera setelah cedera, imobilisasi bagian tubuh sebelum pasien
dipindahkan.
b. Bebat fraktur, termasuk sendi yang berada didekat fraktur, untuk
mencegah pergerakan fragmen fraktur.
c. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat dilakukan
dengan mengikat (membebat) kedua tungkai bersama-sama:
ekstremitas yang tidak terganggu berperan sebagai bebat untuk
ekstremitas yang cedera.
d. Pada cedera ekstremitas atas, lengan dapat dibebat ke dada, atau
lengan bawah yang cedera dapat digendong dengan mitela (kain
gendongan).
e. Kaji status neurovaskuler disisi distal area cedera sebelum dan
setelah pembebatan untuk menentukan keadekuatan perfusi
jaringan perifer dan fungsi saraf
f. Tutupi luka fraktur terbuka dengan balutan steril untuk mencegah
kontaminasi jaringan yang lebih dalam.

2. Penatalaksaanaan Berdasarkan Sifat Fraktur Menurut Brunner


& Sudartd (2014)
a. Penatalaksanaan Fraktur Tertutup
1) Informasikan pasien mengenai metode pengontrolan edema
dan nyeri yang tepat (mis., meninggikan ekstremitas setinggi
jantung, menggunakan analgesik sesuai resep).
2) Ajarkan latihan untuk mempertahankan kesehatan otot yang
tidak terganggu dan memperkuat otot yang diperlukan untuk
berpindah tempat dan untuk menggunakan alat bantu (mis.,
tongkat, alat bantu berjalan [walker]).
3) Ajarkan pasien tentang cara menggunakan alat bantu dengan
aman
18

4) Bantu pasien memodifikasi lingkungan rumah mereka sesuai


kebutuhan dan mencari bantuian personal jika diperlukan
5) Berikan pendidikan kesehatan kepada pasien mengenai
perawatan diri, informasi medikasi, pemantauan kemungkinan
komplikasi, dan perlunya supervisi layanan kesehatan yang
berkelanjutan.
b. Penatalaksanaan Fraktur Terbuka
1) Sasaran penatalaksanaan adalah untuk mencegah infeksi luka,
jaringan lunak, dan tulang serta untuk meningkatkan
pemulihan tulang dan jaringan lunak. Pada kasus fraktur
terbuka, terdapat resiko osteomielitis, tetanus, dan gas gangren
2) Berikan antibiotik IV dengan segera saat pasien tiba dirumah
sakit bersama dengan tetanus toksoid jika diperlukan
3) Lakukan irigasi luka dan debridemen
4) Tinggikan ekstremitas untuk meminimalkan edema
5) Kaji status neurovaskular dengan sering
6) Ukur suhu tubuh pasien dalam interval teratur, dan pantau
tanda-tanda infeksi.

3. Penatalaksanaan Sesuai Tempat Spesifik Fraktur Menurut


Brunner & Sudartd (2014)
a. Klavikula
Fraktur klavikula (tulang selangka) adlah cedera yang
sering terjadi akibat terjatuh atau pukulan langsung ke bahu.
Pantau sirkulasi dan fungsi saraf lengan yang terganggu dan
bandingkan dengan lengan yang tidak terganggu untuk
menentukan variasi, yang dapat mengindikasikan gangguan status
neurovaskular. Ingatkan pasien agar tidak meninggikan lengan
diatas bahu hingga fraktur sembuh ( sekitar 6 mingu ). Anjurkan
pasien untuk melakukan latihan fisik pada siku, pergelangan
tangan, dan jari tagan dengan segera dan, jika diprogramkan,
19

melakukan latihan fisik pada bahu. Beritahu klien bahwa


melakukan aktifitas berat dibatasi hinga 3 bulan.
b. Leher Humeral
Pada fraktur leher humeral (paling sering terlihat pada
pasien wanita lansia setelah jatuh dengan kondisi lengan terulur),
melakukan pengkajian neurovaskular dengan ekstremitas yang
terganggu untuk mengevaluasi beratnya cedera dan kemungkinan
adanya saraf dan pembuluh darah lengan yang kut terganggu.
Ajarkan klien untuk menopang lengan dan mengimobilisasinya
dengan menggunakan mitela yang memfiksasi lengan (yang
telah ditopang) kebatang tubuh. Mulai latihan pendulum dengan
segera setelah pasien menoleransi latihan. Instruksikan klien
untuk menghindari aktivitas berat selama tambahan 10 sampai 14
minggu. Informasikan pasien bahwa kekakuan residual, rasa nyeri,
dan beberapa keterbatasan rentang pergerakan dapat terjadi
selama 6 bulan atau lebih. Apabila fraktur humoral bergeser
sehingga membutuhkan fiksasi, latihan dapat dimulai setelah
periode imobilisasi yang diprogramkan terlewati.
Pada fraktur batang humeral, saraf dan pembuluh darah
brakialis dapat mengalami cedera, sehungga pengkajian
neurovaskular penting untuk memantau status pembuluh darah
atau saraf. Gunakan bebat yang telah diberikan bantalan untuk
mulai mengimobilisasi lengan atas dan menopang lengan dengan
sudut fleksi 90º dibagian siku, gunakan mitela atau collar dan
manset untuk menopang lengan bawah, dan gunakan fiksator
eksternal untuk mengatasi fraktur terbuka pada batang humerus.
Functional bracing dapat juga digunakan untuk fraktur ini.
Ajarkan pasien untuk melakukan latihan bahu pendulum dan
latihan isometrik sesuai program.
c. Siku
Fraktur siku (humerus distal) dapat menyebabkan cedera
pada sraf medial, radial, atau ulnar. Evaluasi pasien untuk
20

mengetahui adanya parestesia dan tanda-tanda penurunan


sirkulasi di lengan bawah dan tangan. Pantau dengan seksama
adanya kontraktur iskemik volkmann (sindrom kompartemen
akut) dan hemartrosis (darah didalam sendi). Perjelas informasi
mengenai reduksi dan fiksasi fraktur serta rencana pergerakan
aktif ketika bengkak telah berkurang dan proses pemulihan
dimulai. Jelaskan langkah perawatan jika lengan diimobilisasi
dengan gips atau bebat posterior dengan mitela. Dorong pasien
untuk melakukan latihan jari tangan yang aktif. Ajarkan dan
dorong pasien untuk melakukan latihan rentang pergerakan pada
sendi yang cedera sekitar 1 minggu setelah fiksasi internal.
Fraktur kaput radialis biasanya terjadi akibat jatuh dengan
posisi lengan terulur dan sikut ekstensi. Ajarkan pasien untuk
mengunakan bebat imobilisasi. Jika posisi fraktur bergeser,
tekankan pentingnya imobilisasi lengan pasca oprasi dengan
bebat plester posterior dan mitela. Ajurkan pasien untuk
melaksanakan program pergerakan aktif siku dan lengan bawah
jika diintruksikan.
d. Pergelangan Tangan
Fraktur pergelangan tangan (radius distal[fraktur colles])
biasanya terjadi akibat terjatuh pada tangan dalam kondisi
dorsifleksi terbuka. Kondisi ini sering ditemui pada wanita lansia
dengan osteoporosis tulang dan jaringan lunak yang lemah yang
tidak menyebarkan energi saat jatuh. Tekankan langkah
perawatan gips, atau pada fraktur yang lebih berat dengan
pemasangan kawat, ajarkan perawatan insisi. Instruksikan pasien
untuk tetap meninggikan pergelangan tangan dan lengan bawah
selama 48 jam setelah reduksi. Mulai pergerakan jari tangan dan
bahu secara aktif dengan mengajarkan pasien latihan berikut guna
mengurangi pembengkakan dan mencegah kekakuan :
1) Tahan dengan setinggi jantung
21

2) Gerakan jari tangan dari ekstensi lengkap ke fleksi. Tahan


dan lepaskan. Ulangi minimal 10 kali setiap jam ketika
pasien terjaga (tidak tidur)
3) Gunakan tangan pada aktivitas fungsional
4) Latihan bahu dan siku secara aktif, termasuk latihan rentang
pergerakan secara komplet pada kedua sendi.
5) Kaji fungsi sensori saraf median dengan menusuk sisi distal
jari telunjuk dan kaji fungsi motorik dengan menilai
kemampuan pasien untuk menyentuhkan ibu jari ke jari
kelingking. Jika sirkulasi dan fungsi saraf menurun, tangani
dengan cepat dan tepat.
e. Tangan dan Jari
Trauma tangan serinkali memerlukan tindakan bedah
kontruksi yang ekstensif. Sasaran terapi selalu untuk
mengembalikan fungsi tangan secara maksimal. Pada fraktur
yang tidak bergeser, jari tangan dibebat selama 3 sampai 4
minggu untuk meredakan nyeri dan melindungi ujung jari dari
trauma lebih lanjut, tetapi fraktur yang bergeser dan fraktur
yang terbuka mungkn memerlukan tindakan reduksi terbuka
dengan fiksasi internal dengan menggunakan kawan atau pin.
Evaluasi neurovaskular tangan yang cedera. Ajarkan pasien
untuk mengendalikan pembengkakan dengan meninggikan
tangan. Anjurkan pasien untuk memfungsikan bagian tangan
yang tidak terganggu.
f. Pelvis/Panggul
1) Fraktur panggul dapat di sebabkan oleh jatuh, kecelakaan
kendaraan bermotor atau cedera tabrakan. Minimal dua pertiga
pasien ini mengalami cedera berat atau multipel (lebih dari
satu)
2) Pantau gejala, termasuk ekimosis, nyeri tekan di atas simpisis
pubis, spina iliaka anterior, krista iliaka, sakrum, atau koksigis,
edema lokal, kebas atau kesemutan di pubis, genital, dan paha
22

proksimal dan ketidak mampuan untuk menahan beban tanpa


ketidak nyamanan.
3) Lengkapi pengkajian neurovaskular ekstremitas bawah untuk
mendeteksi cedera pada pembuluh darah dan saraf panggul.
Pantau adanya hemoragi dan syok, dua dampak serius yang
akan terjadi. Palpasi ekstremitas bawah untuk mendeteksi
absennya denyut nadi perifer, yang dapat mengindikasikan
arteri iliaka atau salah satu cabang nya.
4) Kaji adanya cedera pada kandung kemih, rektum, intestin/usus,
organ abdomen laindan pembuluh darah dan saraf panggul.
Kaji adanya darah dalam urine untuk mengkaji cedera pada
sluran kemih. Pada pasien pria, jangan memasukan kateter
sampai status uretra di ketahu. Pantau nyeri abdomen yang
menyebar dan inten, bising usus yang hiperaktif atau tidak ad,
dan rigiditas/kekakuan abdomen serta bunyi resonans (udara
bebas) atau bunyi tumpul pada pemeriksaan perkusi(darah),
yang menunjukan cedera pada usus atau terjadi perdarahan
abdomen.
5) Jika pasien mengalami fraktur panggul yang stabi, tirah
baringkan pasien selama beberapa hari dan lakukan
penatalaksanaan gejala sampai nyeri dan ketidak nyamanan
terkontrol.
6) Berikan cairan, serat diet, latihan pergelangan tangan dan kaki,
gunakan stocking antiemboli untuk membantu aliran balik
vena, gulingkan pasien untuk memindahkan
posisinya(logrolling), latih pernafasan dalam, dan lakukan
perawatan kulit untuk mengurangi risiko komplikasi dan
meningkatkan kenyamanan.
7) Pantai bising usus. Jika pasien mengalami fraktur koksigis dan
mengalami nyeri saat duduk dan saat defekasi, bantu pasien
mandi rendam duduk sesuai program untuk mengurangi nyer,
23

dan berikan pelunak feses untuk mencegah mengejan saat


defekasi.
8) Saat nyeri reda, intruksikan pasien untuk kembali melakukan
aktivitas secara bertahap, gunakan alat bantu mobilitas agar
pasien terlindungi saat menopang berat badannya. Pasien
dengan fraktur panggul tidak stabil mungkin di tangani dengan
fiksasi eksternal atau reduksi terbuka dan fiksasi internal(open
reduction and internal fixation, ORIF).
9) Tingkatkan stabilitas hemodinamik dan kenyamanan, dan
dorong mobilisasi sejakdini.
g. Femur dan pinggul
1) Fraktur batang femoral sering terjadi pada dewasa muda yang
mengalami tabrakan kendaraan motor atau jatuh dari tempat
tinggi. Sering kali, pasien ini menderita trauma multipel dan
mengalami syok akibat kehilangan 2 sampai 3 unit darah
2) Kaji status neurovaskuler ekstremitas terutama perfusi
sirkulasi pada tungkai bawah dan kaki (popliteal, tibal
posterior, dan nadi pedal serta waktu pengisian kapiler pda jari
kaki dan pemantauan ultrasound doppler)
3) Catat tanda tanda dislokasi lutut dan pinggul, dan efusi lutut,
yang dapat meunjukan kerusakan ligamen dan kemungkinan
instabilitas sendi lutut.
4) Pasang traksi skeletal atau bebat otot menjadi rieks dan
fragmen fraktr sejajar sebelum dilakukan prosedur ORIF dan
selanjutnya pasang cast brace
5) Bantu pasien menopang bagian kecil berat tubuhnya ketika di
indiksikan dan berlanjut dengan menopang seluruh bobot
tubuh sesuai toleransi
6) Perjelas informasi bahwa cast brace di gunakan selama 12
sampai 14 minggu
7) Intruksikan dan dorong pasien untuk melakukan latihan pada
tungkai bawah, kaki, dan jari kaki secara teratur. Bantu pasien
24

melaksanakan latihan lutut aktifa da pasif dengan


segerabergantung pada pendekatan pelaksanaan dan stabilitas
fraktur dan ligament lutut
h. Tibia dan fibula
Fraktur fibia dan fibula (fraktur paling sering terjadi di
bawah lutut) cenderung terjadi akibat pukulan langsung, jauh
dengan posisi tungkai fleksi atau akibat gerakan memuntir yang
keras
1) Ajarakan tenttang perawatan long leg walking cast atau
patellar-tendon-bearing cast
2) Ajarkan dan bantu pasien untuk menopang sebagian berat
badannya biasanya dlam 7 sampai 10 hari
3) Ajarkan pasien mengenai perawaatan gips atau leg shot brace
(dalam 3 sampai 4 minggu) yang memungkinkan gerakan lutut
4) Ajarkan pasien tentang perawatan traksi skeletal jika dapat di
terapkan dorong pasien untuk melakukan latihan pinggul, kaki
dan lutut dalam batasan alat imobilisasi
5) Intruksikan pasien untuk mulai menopang berat badannya
ketika sudah di programkan (biasanya 4 sampai 8 minggu )
6) Intruksikan pasien untuk meningkatkan ekstremitas guna
mengontrol edema
7) Lakukan evaluasi neuro vaskuler kontinu
i. Rusuk
Fraktur rusuk sering terjadi pada orang dewasa dan bisanya
tidak menyebabkan kerusakan fuungsi tapi menimbullkan nyeri
saat bernafas. Bantu pasien untuk batuk dan mengambil nafas
dalam membebat dada menggunakan bantal atau tangan selama
batuk. Yakinkan pasien bahwa nyeri yang di sebabkan oleh
fraktur rusuk akan menghilang dalam 3 atau 4 hari dan fraktur
sembuh dalam 6 minggu. Pantau adanya komplikasi yang
mencakup atelectasis, pneumonia, dada gail, pneumotoraks, dan
25

hemotoraks.( lihat gangguan spesifik untuk penatalaksanaan


dalam keperawatan).

4. Penatalaksanaan Komplikasi Menurut Brunner & Sudartd (2014)


a. Terapi syok terdiri dari mentstabilkan fraktur untuk mencegah
hemoragi lebih lanjut, mengembalikan volume dan sirkulasi darah,
meredakan nyeri pasien, memberikan imobilisasi yang tepat, dan
melindungi pasien dari cedera lebih lanjut dan dari komplikasi lain.
b. Pencegahan dan penatalaksanaan embolisme lemak mencakup
mengimobilisasi fraktur dengan cepat, menopang tulang yang
mengalami fraktur ketika berpindah dan memperbaiki posisi secara
tepat, dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Memulai bantuan pernafasan secara cepat dan tepat diikuti dengan
pencegahan asidosis respiratorik dan asidosis metabolik serta
memperbaiki gangguan homeostatik merupakan langkah yang
penting. Kortikosteroid dan obat vasopresor dpaat diberikan.
c. Sindrom kompartemen ditangani dengan mengendalikan
pembengkakan dengan meninggikan esktremitas setinggi jantung
atau dengan melepaskan alat restriktif (balutan atau gips).
Fasiotomi (dekompresi bedah dengan eksisi fasia) mungkin
dibutuhkan untuk meredakan fasia otot yang mengalami konstriksi.
Luka tetap terbuka dan ditutupi dengan balutan salin streril yang
basah selama 3 sampai 5 hari. Tungkai dibebat dan ditinggikan.
Latihan rentang pergerakan oasif yang telah diprogramkan dapat
dilakukan setiap 4 sampai 6 jam.
d. Fraktur yang tidak menyatu (nonunion) (kegagalan ujung tulang
fraktur untuk menyatu) diterapi dengan fiksasi internal, tandur
tulang (osteogenesi, osteokonduksi, osteoinduksi), stimulasi tulang
elektrik atau kombinasi dari semua ini.
e. Penatalaksanaan reaksi terhadap alat fiksasi internal mencakup
perlindungan dari refraktur akibat osteoporosis, perubahan struktur
tulang dan trauma.
26

f. Penatalaksanaan CPRS mencakup upaya meninggikan ekstremitas,


pereda nyeri, latihan rentang pergerakan; dan mebantu pasien
mengatasi nyeri kronis, atrofi otot akibat tidak digunakan (disuse
atrophy), dan osteoporosis. Hindari memeriksa tekanan darah atau
melakukan punksi vena di ekstremitas yang terganggu.
g. Komplikasi lain diterapi sesuai indikasi (lihat gangguan spesifik).
27

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan fraktur atau patah tulungmerupakan
terputusnya kontinutitas jaringan tulang yag disebabkan oleh ruda paksa,
trauma tumpul, trauma tajam atau faktor fatologis. Menurut Barbara
C.Long penyebab fraktur diantaranya adalah trauma baik itu trauma
langsung, tidak langsung atau trauma ringan, keselakaan atau tekanan dan
juga faktor patologis. Sedangkan menurut Price dan Wilson (2006)
berpendapat bahwa faktor atau penyebab terjadinya fraktur yaitu cidera,
faktor patologik dan beban.
Tipe-tipe fraktur yang pertama yaitu Berdasarkan sifat fraktur (luka
yang ditimbulkan) ada Fraktur tertutup dan Fraktur terbuka. Yang kedua
berdasarakan Berdasarkan komlit atau ketidakkomplitan ada Fraktur
komplit, dan Fraktur inkomplit, yang meliputi Hair Line Fraktur (patah
retidak rambut), Fraktur tempaan (Buckle/Torus), dan Green stick fraktur.
Yang ketiga Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan
mekanisme trauma ada Fraktur Transversal, Fraktur Oblik, Fraktur Spiral,
Fraktur Avulsi. Dan yang keempat Berdasarkan jumlah garis patah Fraktur
ada Komunitif, Fraktur Segmental, dan Fraktur Multiple. Serta yang
terakhir Berdasarkan pergeseran fragmen tulang ada Fraktur Undisplaced
(tidak bergeser),dan Fraktur Displaced (bergese),

B. Saran
Pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) fraktur
sangat perlu untuk diketahui. Hal ini mengantisispasi adanya kecelakaan
secara tiba-tiba dan menyebabkan fraktur. Dengan adanya pengetahuan
tersebut, kita bisa memberikan pertolongan secara darurat jika tidak ada
pos kesehatan atau rumah sakit terdekat agar korban kecelakaan bisa
diselamatkan.

Anda mungkin juga menyukai