PEMERIKSAAN NEUROLOGI
Disusun oleh:
Khoirussyifa ZN
2013730058
Pembimbing :
STASE NEUROLOGI
2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya pada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Refreshing dengan
judul Pemeriksaan Neurologis sesuai pada waktu yang telah ditentukan.
Salawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga,
serta para pengikutnya hingga akhir zaman. Laporan ini kami buat sebagai dasar
kewajiban dari suatu proses kegiatan yang kami lakukan yang kemudian diaplikasikan
dalam bentuk praktik kehidupan sehari-hari.
Kami harapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk menambah
kesempurnaan laporan kami.
Penyusun
PEMERIKSAAN NEUROLOGI
A. KESADARAN
1) Secara Kualitatif
Compos Mentis, yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
Somnolen, yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah
tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan)
tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri.
Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin
juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
2) Secara Kuantitatif dengan GCS ( Glasgow Coma Scale )
Membuka Mata
4 = Spontan
3 = Terhadap bicara (suruh pasien membuka mata)
2 = Dengan rangsang nyeri
1 = Tidak ada reaksi
Respons Verbal
5 = Baik dan tidak ada disorientasi
4 = Kacau “confused” (dapat bicara dalam kalimat namun ada disorientasi
waktu dan tempat)
3 = Tidak tepat (dapat mengucapkan kata-kata namun tidak tepat)
2 = Mengerang (tidak mengucapkan kata, hanya suara mengerang
1 = Tidak ada jawaban
Respons Motorik
6 = Menuruti perintah
5 = Mengetahui lokasi nyeri
4 = Reaksi menghindar
3 = Reaksi fleksi (dekortifikasi)
2 = Reaksi ekstensi (desebrasi)
1 = Tidak ada reaksi
3) Pemeriksaan Brudzinski
Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)
Bila responden belum dapat melihat huruf teratas atau terbesar dari kartu
Snellen maka mulai HITUNG JARI pada jarak 3 meter (tulis 3/60).
Hitung jari 3 meter belum bisa terlihat maka maju 2 meter (tulis 2/60), bila
belum terlihat maju 1 meter (tulis 1/60).
Bila belum juga terlihat maka lakukan GOYANGAN TANGAN pada jarak
1 meter (tulis 1/300).
Goyangan tangan belum terlihat maka senter mata responden dan tanyakan
apakah responden dapat melihat SINAR SENTER (tulis 1/~).
Bila tidak dapat melihat sinar disebut BUTA TOTAL
Lapang Pandang
Dilakukan dengan jalan membandingkan dengan penglihatan pemeriksa
yang dianggap normal, dengan menggunakan metode konfrontasi dari Donder.
Pemeriksaan Oftalmoskopik
Biasanya perhatian dokter saraf tertuju pada perubahan papil. Papil adalah
tempat serabut nervus II memasuki mata. Yang perlu diketahui adalah apakah
papil normal, atrofi(primer atau sekunder), atau sembab papil.
3. Nervus untuk Pergerakan Bola Mata (N. III, IV, dan VI)
Tiga saraf kranial yang mempersarafi otot-otot mata: nervus
okulomotorius (N. III), nervus trhoclearis (N. IV), dan nervus abducens (N. VI).
Fungsinya adalah menggerakkan otot mata ekstraokuler dan mengangkat
kelopak mata.
Cara Pemeriksaan : Selagi wawancara dengan pasien perhatikan celah
matanya apakah ada ptosis, eksoftalmus, enoftalmus, strabismus.
- Untuk menilai tenaga m.levator palpebrae pasien disuruh memejamkan
matanya, kemudian membukanya. Waktu pasien membuka matanya, oleh
pemeriksa ditahan gerakan ini dengan menekan kelopak mata.
- Untuk menilai pupil, perhatikan bentuk pupil apakah bundar , miosis atau
midriasis. Reaksi cahaya pupil dapat langsung atau tidak langsung. Pada
pemeriksaan ini pasien disuruh melihat jauh (memfiksasi pada benda yang
jauh letaknya), setelah kita senter (beri cahaya) dan lihat apakah ada reaksi
pada pupil. Pada keadaan normal pupil akan mengecil yang disebut reaksi
cahaya langsung positif. Kemudian perhatikan juga mata yang satunya
apakah pupil ikut mengecil atau tidak.
Otot-otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari 2 sisi. Karena itu
terdapat perbedaan antara gejala kelumpuhan saraf VII jenis sentral dan perifer.
Pada gangguan sentral, sekitar mata dan dahi yang mendapat persarafan dari 2
sisi, tidak lumpuh; yang lumpuh adalah bagian bawah dari wajah. Pada
gangguan N. VII jenis perifer (gangguan berada di inti atau di serabut saraf)
maka semua otot sesisi wajah lumpuh dan mungkin juga termasuk cabang saraf
yang mengurus pengecapan dan sekresi ludah yang berjalan bersama saraf
fasialis.
d. Pemeriksaan Schwabach
Pada test ini pendengaran pasien dibandingkan dengan pendengaran
pemeriksa yang dianggap normal. Garputala dibunyikan dan kemudian
ditempatkan di dekat telinga pasien. Setelah pasien tidak mendengarkan
bunyi lagi, garputala ditempatkan di dekat telinga pemeriksa.
- Normal: jika pemeriksa sudah tak dapat mendengar suara dari garputala,
maka penderita juga tidak dapat mendengar suara dari garputala tersebut.
- Tuli Konduksi apabila pemeriksa sudah tidak dapat mendengar suara dari
garputala tetapi penderita masih dapat mendengarnya (Schwabach
memanjang).
- Tuli persepsi/sensorineural apabila pemeriksa masih dapat mendengar
suara dari garpu tala tetapi penderita sudah tidak dapat mendengar lagi.
e. Audiometri
Audiometri adalah pemeriksaan untuk menentukan jenis dan derajat ketulian
(gangguan dengar). Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan jenis ketulian
apakah :
Tuli Konduktif
Tuli Saraf (Sensorineural)
Serta derajat ketulian.
Audiometer adalah peralatan elektronik untuk menguji pendengaran.
Audiometer diperlukan untuk mengukur ketajaman pendengaran: • digunakan
untuk mengukur ambang pendengaran • mengindikasikan kehilangan
pendengaran • pembacaan dapat dilakukan secara manual atau otomatis •
mencatat kemampuan pendengaran setiap telinga pada deret frekuensi yang
berbeda • menghasilkan audiogram (grafik ambang pendengaran untuk
masing-masing telinga pada suatu rentang frekuensi) • pengujian perlu
dilakukan di dalam ruangan kedap bunyi namun di ruang yang heningpun
hasilnya memuaskan • berbiaya sedang namun dibutuhkan hanya jika
kebisingan merupakan masalah/kejadian yang terus-menerus, atau selain itu
dapat menggunakan fasilitas di rumah sakit setemapat.
b. Tes Keseimbangan
Tes Romberg:
Pemeriksa berdiri dalam jarak dekat untuk menjaga bila pasien jatuh.
Pasien berdiri membuka mata. Mintalah pasien berdiri dengan kaki
berhimpitan dan ke-2 lengan disisi tubuh
Mintalah kedua mata pasien untuk dipejamkan.
Normal adanya gerakan tubuh dengan sedikit bergoyang. Bila pasien jatuh
ke samping karena hilangnya keseimbangan (test romberg positif). Pasien
akan jatuh ke sisi lesi. Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup
badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali
lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada
kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka
maupun pada mata tertutup.
c. Tes salah tunjuk (past pointing)
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita
disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai
menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang
dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan
terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.
2) Palpasi
Pasien disuruh mengistirahatkan ototnya. Kemudian otot ini dipalpasi untuk
menetukan konsistensi dan nyeri tekan.Dengan palpasi dapat diketahui tonus
otot, terutama bila ada hipotoni.
5) Koordinasi Gerakan
Disdiadokokinesia. Merupakan ketidakmampuan melakukan gerakan yang
berlawananan berturut-turut. Suruh pasien merentangkan kedua lengannya ke
depan, kemudian disurh mensupinasi dan pronasi lengan bawahnya secara
bergantian dan cepat. Pada sisi lesi, gerakan ini dilakukna lamban dan tidak
tangkas.
Percobaaan tunjuk hidung. Pasien disuruh menutup mata dan meluruskan
lengannya ke samping kemudian menyentuh hidungnya dengan telunjuk. Pada
lesi sereberal, telunjuk tidak sampai dihidung tetapi melewatinya dan sampai di
pipi.
Percobaan jari-jari. Penderita disuruh merentangkan kedua lengannya ke
samping sambal menutup mata kemudian mempertemukan jari-jarinya ditengah
depan. Lengan disisi lesi akan ketinggalan dalam gerakan ini dan
mengakibatkan jari sisi yang sehat melampaui tengah.
Percobaan tumit-lutut. Pasien berbaring dengan kedua tungkai diluruskan
kemudian menempatkan tumit pada lutut kaki yang lain.
Disgrafia. Hal ini biasanya dalam bentuk makrografia. Karena ada dismetria
dalam bentuk hipermetria, terlihat huruf dituliskan besar-besar dan kadang
makin lama makin besar. Selain itu, bentuk hurufnyapun tidak tidak bagus dan
kaku.
F. MEMERIKSA REFLEKS
1. Reflek fisiologis
Tingkat Jawaban Refleks :
- (negatif) : tidak ada refleks sama sekali
± : Kurang jawaban, jawaban lemah
+ : jawaban normal
++ : jawaban berrlebihan, refleks meningkat
- Refleks glabella
Pukulan singkat pada glabella atau sekitar supraorbitalis mengakibatka kontraksi
singkat kedua otot orbicularis okuli. Pada lesi perifer vervus fasialis, reflex ini
berkurang atau negatif.
- Refleks bisep
Posisi: dilakukan dengan pasien duduk, dengan membiarkan lengan untuk
beristirahat di pangkuan pasien, atau membentuk sudut sedikit lebih dari 90
derajat di siku.
Identifikasi tendon:minta pasien memflexikan di siku sementara pemeriksa
mengamati dan meraba fossa antecubital. Tendon akan terlihat dan terasa
seperti tali tebal.
Cara : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biceps
brachii, posisi lengan setengah diketuk pada sendi siku.
Respon : fleksi lengan pada sendi siku
- Refleks trisep :
Posisi :dilakukan dengan pasien duduk. dengan Perlahan tarik lengan keluar
dari tubuh pasien, sehingga membentuk sudut kanan di bahu. atau Lengan
bawah harus menjuntai ke bawah langsung di siku
Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada sendi siku
dan sedikit pronasi
Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku
- Refleks brachiradialis
Posisi: dapat dilakukan dengan duduk. Lengan bawah harus beristirahat
longgar di pangkuan pasien.
Cara: ketukan pada tendon otot brakioradialis (Tendon melintasi (sisi ibu
jari pada lengan bawah) jari-jari sekitar 10 cm proksimal pergelangan
tangan. posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi.
Respons: - flexi pada lengan bawah
supinasi pada siku dan tangan
- Refleks patella
posisi klien: dapat dilakukan dengan duduk atau berbaring terlentang
Cara : ketukan pada tendon patella
Respon : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep femoris
- Refleks achiles
Posisi : pasien duduk, kaki menggantung di tepi meja ujian. Atau dengan
berbaring terlentang dengan posisi kaki melintasi diatas kaki di atas yang
lain atau mengatur kaki dalam posisi tipe katak.
Identifikasi tendon:mintalah pasien untuk plantar flexi.
Cara : ketukan hammer pada tendon achilles
Respon : plantar fleksi kaki krena kontraksi m.gastroenemius
2. Refleks Pathologis
Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada kasus-kasus tertentu.
- Reflek babinski:
Pesien diposisikan berbaring supinasi dengan kedua kaki diluruskan.
Tangan kiri pemeriksa memegang pergelangan kaki pasien agar kaki tetap
pada tempatnya.
Lakukan penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior
Respon : posisitf apabila terdapat gerakan dorsofleksi ibu jari kaki dan
pengembangan jari kaki lainnya
- Refleks chaddok
Penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis
dari posterior ke anterior
Amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari, disertai mekarnya
(fanning) jari-jari kaki lainnya.
- Refleks schaeffer
Menekan tendon achilles.
Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya
(fanning) jari-jari kaki lainnya.
- Refleks oppenheim
Pengurutan dengan kuat tibia dan otot tibilis anterior kea rah distal.
Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya
(fanning) jari-jari kaki lainnya.
- Refleks Gordon
menekan pada musculus gastrocnemius (otot betis)
Amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya
(fanning) jari-jari kaki lainnya.
- Refleks gonda
Menekan (memfleksikan) satu jari kaki, lalu melepaskannya dengan cepat.
Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya
(fanning) jari-jari kaki lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Baehr, M. dan M. Frotscher. Diagnosis Topik dan Neurologi DUUS, Anatomi Fisiologi
R. T. Ross. How To Examine The Nervous System. Fourth Edition. 2006. Pg 91.