DARURAT OBSTETRI
Kasus 1
Seorang perempuan umur 20 tahun datang ke pelayanan kesehatan mengeluh keluar flek-flek
dari kemaluan dan sedikit nyeri pada supra symphisis. Anamnesa menemukan telat haid 2
bulan yang lalu, tapi belum periksa, kemarin sempat terpeleset di kamar mandi dan jatuh
terduduk. Pemeriksaan tanda vital dan antopometri dalam batas normal, PPT +.
1. Kasus tersebut mengarah pada kasus perdarahan kehamilan muda yang dicurigai
mengalami abortus iminens, dengan tanda gejala adanya amenorea, keluarnya flek-
flek darah dari kemaluan dan nyeri pada daerah symmpisis serta PPT (+)
2. Penyebab terjadi nya abortus antara lain :
– Faktor janin
ovum yang telah dibuahi gagal untuk berkembang atau terjadi malformasi pada tubuh
janin, kelainan chromosomal, dan adanya kegagalan trofoblast untuk melakukan
implantasi dengan adekuat.
– Faktor maternal
– Faktor lain yang mungkin mempengaruhi terjadinya abortus yaitu terjadinya trauma /
kecelakaan. Saat trauma akan membuat perangsangan pada ibu yang menyebabkan uterus
berkontraksi. Uterus yang berkontraksi ini dapat menyebabkan lepasnya vili korialis yang
telah menembus desidua basalis agak dalam pada umur kehamilan 8 – 14 minggu.
Selanjutnya akan diikuti dengan nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi
terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk
mengeluarkan benda asing tersebut.
1. Komplikasi yang dialami adalah abortus iminen karena terdapat pengeluaran flek-flek
dari kemaluan tanpa disertai dengan pengeluaran jaringan / hasil konsepsi serta nyeri
pada supra sympisis akibat kontraksi yang timbul pada uterus.
Komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dengan abortus iminen yaitu :
– Apabila perdarahan berlanjut dapat menyebabkan terjadi abortus insipient ataupun
inkomplit/komplit
– Infeksi, apabila personal hygiene tidak sehat sehingga memungkinkan bakteri untuk
mengakibatkan terjadinya infeksi
– Abortus insipiens : adalah abortus yang sedang berlangsung, dengan ostium sudah
terbuka dan ketuban yang teraba, kehamilan tidak dapat dipertahankan lagi.
– Abortus inkomplet : hanya sebagia dari hasil konsepsi yang dikeluarkan, yang
tertinggal adalah desidua atau plasenta.
– Abortus komplet : seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan fetus), sehingga
rongga rahim kosong.
– Missed abortion : keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap berada dalam rahim
dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih.
– Abortus septic : keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau
toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum.
– Inspekulo : adanya pengeluaran darah yang bersumber dari dalam uterus, ostium uteri
terbuka atau sudah tertutup, serta ada atau tidaknya jaringan keluar dari ostium.
– Pemeriksaan dalam : mengetahui apakah ada pembukaan pada porsio, teraba atau
tidak jaringan dalam kavum uteri, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan
adneksa, kaum douglasi tidak menonjol dan tidak nyeri. VT tidak boleh dilakukan di BPM,
VT hanya dilakukan di RS pada kasus abortus.
Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk menilai kondisi janin (uji kehamilan atau USG),
memastikan kemungkinan adanya penyebab lain jika perdarahan berlanjut, khususnya jika
ditemukan uterus yang lebih besar dari yang diharapkan, mungkin menunjukkan kehamilan
ganda atau mola.
Hasil diskusi :
Koreksi yang berikan oleh pembimbing mata kuliah selaku fasilitator yaitu pemeriksaan
adanya oedema dan varises tidak perlu dilakukan karena tidak focus untuk menentukan
diagnose abortus
KASUS 2
Seorang ibu umur 36 tahun, G3P2002, datang ke pelayanan kesehatan mengeluh keluar flek-
flek dari kemaluan disertai gelembung-gelembung sebesar kacang hijau sampai buah anggur.
Anamnesa menemukan telat haid 2 bulan yang lalu, dan mengalami mual muntah yang lebih
parah dari sebelumnya. Pemeriksaan tanda vital dan antropometri dalam batas yang normal,
HB 9 gram %, PPT +.
1. a. Apa yang saudara pikirkan mengenai kasus tersebut dan bagaimana tanda
gejalanya?
Jawab :
Yang saya pikirkan mengenai kasus diatas adalah Mola hidatidosa. Hal ini karena apa yang
dialami oleh ibu tersebut sesuai dengan tanda dan gejala mola hidatidosa yaitu :
Jawab :
Faktor langsung penyebab mola hidatidosa ini hingga sekarang masih belum diketahui secara
pasti. Diperkirakan bahwa beberapa faktor yang sering dikaitkan sebagai penyebab hamil
anggur ini diantaranya yaitu mutasi genetik (buruknya kualitas sperma atau gangguan pada
sel telur) yang mengakibatkan pada kehamilan dimana janin akan mati dan tak berkembang,
kekurangan vitamin A, darah tinggi, serta faktor gizi yang kurang baik. Wanita dengan usia
dibawah 20 tahun atau diatas 40 tahun juga berada dalam risiko tinggi. Seringkali ditemukan
pada masyarakat dengan kondisi sosial ekonomi yang rendah, kekurangan gizi pada ibu
hamil, ibu yang sering hamil, gangguan peredaran darah dalam rahim dan kelainan rahim
berhubungan dengan peningkatan angka kejadian mola. Mengkonsumsi makanan rendah
protein, asam folat, dan karoten juga meningkatkan risiko terjadinya mola.
Di bawah mikroskop nampak degenerasi hydropik dari stroma jonjot, tidak adanya pembuluh
darah dan proliferasi trofoblast. Pada pemeriksaan chromosom didapatkan poliploid dan
hampir pada semua kasus mola susunan sek chromatin adalah wanita. Pada mola hidatidosa,
ovaria dapat mengandung kista lutein. Kadang-kadang hanya pada satu ovarium kadang pada
keduanya.
Faktor risiko terdapat pada golongan sosioekonomi rendah, usia di bawah 20 tahun dan
paritas tinggi.
1. c. Apa saja jenis kelainan yang dialami oleh perempuan tersebut dan bedakan
dengan jenis yang lainnya?
Jawab :
– Bersifat fokal
Jawab :
Sonde dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri.
Bila tidak ada tahanan, sonde diputar 360º, setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada
tahanan, kemungkinan mola.
1. Tes acorta sison dengan tang abortus, gelembung mols dapat dikeluarkan
2. Peningkatan kadar beta HCG darah atau urin
Kadar HCG normal adalah < 5 mIU/ml. Peningkatannya yaitu terjadi grafik peningkatan hCG
paling sedikit empat kali (hari 1, 7, 14 dan 21) atau peningkatan hCG secara bertahap selama
dua minggu (hari 7 dan 14) atau lebih lama. Nilai hCG bergantung pada individu masing-
masing.
Pada kasus mola hidatidosa kadar HCG sangat tinggi, melebihi kadar HCG ibu hamil yang
normal, hal ini akan memicu peningkatan jumlah hormon tiroid. Pemeriksaan T3 dan T4
perlu untuk memantau kadar tiroid sehingga pada kasus mola hidatidosa sangat penting
dilakukan pemeriksaan tersebut sebagai deteksi dini terjadinya tirotoksikosis
1. Bagaimana penanganan terhadap kasus tersebut bila saudara berada di BPM dan
rumah sakit?
Jawab :
Di BPM :
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga dan rencana tindakan
selanjutnya
2. Memasang infus RL dengan tetesan 20 tts/menit
3. Merujuk ibu ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap dengan prinsip BAKSOKUDA
Di rumah sakit :
3. Kuretase dilakukan satu kali pada UK di bawah 20 minggu, dan dua kali pada UK di atas
20 minggu.
4. Untuk memperbaiki konntraksi uterus pada saat kuretase berikan uterotonik (20-40 unit
oksitosin dalam 500 ml D5%).
7. Terapi proflaksis dengan sitostatik metroteksat atau aktinomisin D pada kasus dengan
resiko keganasan tinggi seperti umur tua dan paritas tinggi
FASE FOLLOW UP :
1. Pemeriksaan panggul
1. Pemeriksaan laboratorium
Mulai dari tes dengan kepekaan paling rendah yaitu PPT, HCG slide test sampai pack test
àkonfirmasi adanya PTG
1. PPT (1500 ± 4000 SI/L) harus negatif pada minggu ke 4 atau HCG < 1000 mIU/ml
2. HCG slide test (800 SI/L) harus negatif pada minggu ke 8 atau HCG serum < 500
mIU/ml
3. Test pack (50 SI/L) harus negatif pada minggu ke 12 atau HCG serum N ( ELISA : 0-
15 mIU/ml
4. Pemeriksaan thorax foto
Perlu dikerjakan sebelum pengosongan kavum uteri dan 4 minggu setelah evakuasi. Paru
adalah tempat paling sering terkena metastase
1. Kontrasepsi
Sebaiknya diberikan preparat progesteron selama 2 tahun untuk mencegah mola berulang
Jawab :
Klinis
USG
HCG
CURIGA MOLA HIDATIDOSA
MOLA HIDATIDOSA
Diskusi
Diskusi
1. Mengapa metode kontrasepsi pada kasus post mola hidatidosa menggunakan preparat
progesteron?
Jawab :
Mengacu pada siklus menstruasi dimana pada fase proliferasi hormon estrogen meningkat
sehingga memicu untuk pertumbuhan dinding endometrium sehingga diberikan preparat
progesteron untuk menghindari terjadinya proliferasi. Apabila diberikan preparat estrogen
maka akan memicu proliferasi sehingga akan merangsang kembali pertumbuhan jonjot-jonjot
sisa kuretase dan dapat menyebabkan berkembangnya mola kembali.
Progestin merupakan preparat yang biasa digunakan untuk mengatur siklus menstruasi yang
banyak dipakai oleh wanita saat menjalankan ibadah haji atau umrah. Pemahaman fisiologi
siklus menstruasi dan terjadinya amenorea pada kehamilan sangat diperlukan agar usaha ini
memberikan hasil sesuai yang diharapkan.
1. Mengapa diperlukan pemeriksaan T3 dan T4 pada kasus mola hidatidosa?
Jawab :
Pada kasus mola hidatidosa kadar HCG sangat tinggi, melebihi kadar HCG ibu hamil yang
normal, hal ini akan memicu peningkatan jumlah hormon tiroid. Pemeriksaan T3 dan T4
perlu untuk memantau kadar tiroid sehingga pada kasus mola hidatidosa sangat penting
dilakukan pemeriksaan tersebut sebagai deteksi dini terjadinya tirotoksikosis
KASUS 3
Seorang perempuan umur 27 tahun datang dipapah oleh suamninya ke palayanan kesehatan,
mengeluh nyeri pada perutnya, disertai perut kembung, keluar flek darah dari kemaluan.
Anamnesa menemukan telat haid dua minggu yang lalu. Pemeriksaan tanda vital TD : 90/60
mmHg, nadi 100x/ menit, Respirasi 28x/menit, suhu : 370C, dan ibu tampak kurang
kooperatif.
Jawaban :
1. Setelah kami menganalisa dari kasus diatas perempuan tersebut mengalami KET hal
ini ditandai dengan:
1. Anamnesis
1. Nyeri pada perut
2. Perut kembung
3. Keluar flek darah dari kemaluan
4. Riwayat telat haid 2 minggu.
2. Dari pemeriksaan umum didapatkan :
1. KU ibu : ibu tampak kurang kooperatif
2. Tanda vital didapatkan denyut nadi cepat, tekanan darah yang rendah serta
terjadi peningkatan suhu badan.
3. Faktor resiko yang mungkin mempengaruhi kasus tersebut yaitu :
1. Penggunaan antibiotika pada penyakit radang panggul dan Gonorreaea
: pemakaian antibiotika dapat memepertahankan terbukanya tuba yang
mengalami infeksi, tetapi perlekatan pada tuba menyebabkan
pergerakan silia dan peristaltis tuba terganggu dan menghambat
perjalanan ovum yang dibuahi sehingga inplantasi terjadi pada tuba.
2. Kegagalan kontrasepsi IUD : pada wanita yang hamil dengan masih
menggunakan IUD dapat meningkatkan kejadian kehamilan
ekstrauterine dikarenakan hasil konsepsi tidak dapat melewati AKDR
yang terpasang didalam rahim.
3. Sosial ekonomi yang rendah : pada wanita yang memiliki social
ekonomi yang rendah memiliki resiko lebih besar mengalami
kehamilan ekstrauterine karena status gizi yang cenderung rendah.
4. Bekas radang pada tuba
5. Kelainan bawaan pada tuba
6. Gangguan fisiologik pada tuba karena pengaruh hormonal
7. Riwayat KET sebelumnya.
8. Riwayat infertilitas
1. Pada KET lokasi kelainan yang bisa dialami yaitu :
1. Tuba :
1. Pars interstisialis tuba
2. Pars ismika tuba
3. Pars ampularis tuba
4. Infundibulum tuba
5. fimbria
6. uterus :
1. kanalis servikalis
2. divertikulum
3. kornua
4. tanduk rudimenter
5. ovarium
6. intraligamenter
7. abdominal
1. primer
2. sekunder
3. kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus
1) Pastikan darah yang dihisap dari rongga abdomen telah melalui alat penghisap dan
wadah penampung yang steril
2) Saring darah yang tertampung dengan kain yang steril dan masukkan darah (blood bag).
Apabila kantung darah tidak tersedia, masukkan ke dalam botol cairan infuse (yang baru
terpakai dan bersih ) dengan diberikan larutan sodium sitrat 10 ml untuk setiap 90 ml darah
3) Tranfusikan darah melalui selang transfusi yang mempunyai saringan pada tabung
tetesan.
b) Tramadol 200 mg IV
GS (+)
Intra uteri
Jawaban:
Kasus 4
a. Dari kasus tersebut kita curiga ibu mengalami hiperemisis gravidarum. Menurut berat
ringannya gejala, hiperemesis gravidarum dapat dibagi dalam 3 tingkatan :
1. 1. Tingkat I
Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum pasien. Ibu merasa lemah, tidak
ada nafsu makan, berat badan menurun dan nyeri ulu hati. Nadi meningkat hingga
100x/menit, tekanan darah sistolik menurun, turgor berkurang, lidah mengering dan mata
cekung.
1. 2. Tingkat II
Penderita tampak lebih lemah dan apatis, turgor lebih menurun, lidah kering dan tampak
kotor. Nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit ikterus. Berat badan
menurun, mata cekung, tekanan darah menurun, terjadi hemokonsentrasi, oliguria dan
konstipasi. Aseton dapat tercium dari udara pernafasan dan dapat pula ditemukan dalam urin.
1. 3. Tingkat III
Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran somnolen sampai koma, nadi kecil
dan cepat, suhu meningkat dan tekanan darah menurun. Dapat terjadi komplikasi yang fatal
pada susunan saraf pusat yang dikenal sebagai Ensephalopati Wernickel, dengan gejala
nistagmus, diplopia dan perubahan mental. Keadaan ini diakibatkan oleh penurunan zat
makanan, termasuk vitamin B kompleks.
Dari kasus diatas dilihat dari keluhan yang dirasakan berupa mual muntah, sampai tidak bisa
makan dan minum, nadi kecil yaitu 100x/ menit, ibu tampak pucar makan ibu bisa dikatakan
ibu mengalami hiperemisis gravidarum tingkat 1.
Frekuensi yang tinggi pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda menimbulkan dugaan
bahwa faktor hormon memegang peranan, karena pada kedua keadaan tersebut hormon
khorionik gonadotropin (hCG) dibentuk secara berlebihan.
1. Faktor Organik
Masuknya vili korialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat hamil serta
resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan ini merupakan salah satu
penyebab timbulnya hiperemesis gravidarum.
1. Alergi
Merupakan respon ibu terhadap jaringan janin yang mulai terbentuk, juga disebut sebagai
salah satu faktor organik terjadinya hiperemesis gravidarum.
1. Faktor Psikologi
Faktor ini memegang peranan yang penting pada hiperemesis. Pada rumah tangga yang
retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap
tanggung jawab sebagai ibu, akan menimbulkan konflik mental yang dapat memperberat
keadaan mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil
atau sebagai pelarian dari berbagai masalah hidup.
Wanita hamil primigravida, overdistensi rahim pada hamil ganda dan hamil mola hidatidosa
jumlah yang dikeluarkan terlalu tinggi dan menyebabkan terjadinya hiperemisis gravidarum.
Pada kehamilan terjadi perubahan pada system endokrinologi terutama peningkatan hormone
estrogen dan HCG.
Adapun patofisiologi mual dan muntah adalah Keluhan mual dan muntah terjadi pada
trimester pertama kehamilan sehingga dihubungkaan dengan peningkatan kadar estrogen
dalam tubuh wanita hamil. Pengaruh fisiologik hormon estrogen ini tidak jelas, mungkin
berasal dari sistem saraf pusat atau akibat berkurangnya pengosongan lambung. Penyesuaian
terjadi pada kebanyakan wanita hamil, meskipun demikian mual dan muntah dapat
berlangsung berbulan-bulan.
Hiperemesis gravidarum merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil muda, hal ini
dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak seimbangnya elektrolit tubuh bila terjadi terus-
menerus. Belum jelas mengapa gejala-gejala ini hanya terjadi pada sebagian kecil wanita,
tetapi faktor psikologis dikatakan merupakan faktor utama di samping faktor hormonal. Pada
wanita yang sebelum kehamilan sudah menderita lambung spastik dengan gejala tidak suka
makan dan mual, akan mengalami emesis gravidarum yang lebih berat.
jika di BPM, bidan menerima pasien dengan hiperemisis gravidarum tingkat 1 yang
dilakukan ialah melihat kondisi pasien terlebih dahulu. Jika keadaan pasien tidak baik
sebaiknya dilakukan stabilisasi pasien terlebih dahulu lalu dilakukan rujukan ke fasilitas
kehesatan yang lebih tinggi.
1. Kadang-kadang pada beberapa wanita, hanya tidur dirumah sakit saja karena telah
banyak mengurangi mual dan muntah
2. Isolasi. Jangan terlalu banyak tamu, kalau perlu hanya perawat dan dokter saja yang
boleh masuk. Kadang kala hal ini saja, tanpa pengobatan khusus telah mengurangi
mual dan muntah
3. Terapi psikologis. Berikan pengertian bahwa kehamilan adalah hal yang wajar normal
dan fisiologis, jadi tidak perlu takut dan khawatir.
4. Penambahan cairan. Berikan infuse dekstrosa atau glukosa 5% sebanyak 2-3 liter
dalam 24 jam.
5. Pada beberapa kasus dan bila terapi tidak dapat dengan cepat memperbaiki keadaan
umum penderita, dapat dipertimbangkan suatu abortus buatan.
6. Berikan obat-obat seperti Injeksi Metokloperamid (Primperan) atau Ondansetron
(Incentron atau Vomceran) 3 x 1 amp/hari. Vit B1, B6, B12 (Neurobion 5000 ) 3 x 1
amp/hari secara intravena (IV) atau drip. Bila perlu : Antasida, Ranitidin injeksi.
Pencegahan
Makanan yang berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan. Makanan dan minuman
seyogyanya disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin. Defekasi yang teratur
hendaknya dapat dijamin, menghindarkan kekurangan karbohidrat meruppakan factor yang
penting, oleh karena itu dianjurkan makanan yang banyak mengandung gula.
Isolasi
Pasien disendirikan di dalam kamar yang tenang tetapi cerah dan memiliki sirkulasi udara
yang baik.2,4 Sebaiknya hanya dokter dan perawat saja yang diperbolehkan untuk keluar
masuk kamar tersebut. Biasanya hanya dengan perlakuan tersebut gejala-gejala akan
berkurang tanpa pengobatan.
Cairan parenteral (jika ibu dirawat dirumah sakit atas instruksi dokter)
Berikan cairan yang cukup mengandung elektrolit, karbohidrat, dan protein dengan glukosa
5% dalam cairan garam fisiologis sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambahkan
kalium dan vitamin, terutama vitamin B kompleks dan vitamin C dan apabila ada kekurangan
protein dapat ditambahkan asam amino secara intravena.
Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan yang dikeluarkan. Urin perlu diperiksa setiap
hari terhadap kandungan protein, aseton, klorida, dan bilirubin. Suhu tubuh dan nadi
diperiksa setiap 4 jam dan tekanan darah diukur 3 kali sehari. Dilakukan pemeriksaan
hematokrit pada permulaan dan seterusnya menurut keperluan. Bila dalam 24 jam pasien
tidak muntah dan keadaan umum membaik dicoba untuk memberikan minuman, dan lambat
laun makanan dapat ditambah dengan makanan yang tidak cair.
Terapi Obat-obatan
Apabila dengan cara-cara tersebut di atas keluhan tidak berkurang maka diperlukan
pengobatan namun harus menghindari obat-obatan yang bersifat teratogenik. Sedativ yang
dapat diberikan adalah fenobarbital. Vitamin yang dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6.
Pada keadaan yang lebih berat dapat diberikan antiemetik seperti metokloperamid, disiklomin
hidroklorida, atau klorpromazin. Pada kasus hiperemesis gravidarum yang lebih berat
diperlukan perawatan di rumah sakit.
Terapi Psikologis
Pasien perlu diyakinkan bahwa kehamilan adalah suatu hal yang wajar dan fisiologis, tidak
perlu takut dan khawatir. Yakinkan bahwa penyakitnya dapat disembuhkan, atasi masalah
sosial ekonomi, pekerjaan, masalah lingkungan, serta menghilangkan masalah dan konflik
lainnya yang melatarbelakangi penyakit ini.
Diet
Ciri khas diet hiperemisis gravidarum adalah penekanan karbohidrat kompleks terutama pada
pagi hari, serta menghindari makanan yang berlemak dan goring-gorengan untuk menekan
rasa mual dan muntah, sebaiknya diberi jarak dalam pemberian makan dan minum. Diet pada
hipermeisis bertujuan untuk menggantikan glikogen tubuh dan mengontrol asidosis secara
berangsur memberikan makanan berenergi dan zat gizi yang cukup.
Penghentian kehamilan
Pada beberapa keadaan hiperemisis gravidarum yang sudah cukup parah dan dinilai bisa
mengancam kesejahteraan janin dan ibu maka dapat dipertimbangkan pengakhiran
kehamilan.
1. Makanan yang hangat dan sangat dingin dalam pemberian makanan pada pasien
hiperemisis adalah dimaksudkan agar tidak merangsang pengeluaran asam lambung yang
dapat memicu mual dan rangsangan untuk muntah
Perdarahan
Pre-Eklamsi
Infeksi
Infeksi pascapersalinan ialah meningkatnya suhu tubuh > 38ºC dan demam
berturut-turut selama dua hari sesudah persalinan dan yang disertai keluarnya
cairan yang berbau dari liang rahim. Infeksi jalan lahir dapat terjadi pada ibu
bersalin yang pertolongan persalinannya tidak bersih atau pada wanita yang
menggugurkan kandungan dengan cara berbahaya. Tanda-tandanya adalah
panas tinggi lebih dari dua hari setelah melahirkan atau setelah keguguran.
Keadaan ini berbahaya dan ibu perlu
Universitas Sumatera Utara
mendapatkan perawatan intensif. Infeksi ini dapat dicegah dengan
pertolongan persalinan yang bersih dan aman (Poehjati, 2003).
Infeksi dapat terjadi apabila:
1. Ketuban pecah dini (lebih dari 6 jam)
2. Persalinan tak maju atau partus lama.
3. Penolong persalinan tidak mencuci tangan dengan baik
4. Pemeriksaan vaginal yang terlalu sering atau kurang bersih
5. Perawatan daerah perineal yang tidak benar selama atau sesudah kehamilan
6. Persalinan yang tidak bersih
7. Memasukkan sesuatu kedalam jalan lahir
8. Hubungan seks setelah ketuban pecah
9. Sisa jaringan plasenta, atau sisa jaringan abortus
10. Perdarahan
Pencegahan infeksi sangat penting untuk diketahui, yaitu dengan menjaga
kebersihan, misalnya:
1. Menjaga kebersihan dengan sungguh-sungguh waktu melakukan
pemeriksaan dalam.
2. Menganjurkan semua ibu hamil untuk datang kebidan/segera setalah
ketuban pecah.
3. Mengganjurkan semua ibu hamil untuk tidak melakukan hubungna seks
apabila ketuban sudah pecah.
4. Mencuci kedua tangan dengan bersih sebelum dan sesudah merawat ibu.
Prinsip Deteksi Dini Terhadap Kelainan, Komplikasi Dan Penyulit Pada Ibu
Hamil
Kehamilan melibatkan perubahan fisik maupun emosional dari ibu serta
perubahan sosial di dalam keluarga. Seorang ahli medis menghadapi suatu tugas
yang tidak biasa dalam memberikan dukungan pada ibu dan keluarganya dalam
merencanakan penyambutan anggota keluarga yang baru, memantau
perubahan-perubahan fisik yang normal yang dialami ibu serta tumbuh
kembang janin, juga mendeteksi serta menatalaksana setiap kondisi yang tidak
normal.
Sistem penilaian resiko tidak dapat memprediksi apakah ibu hamil akan
bermasalah selama kehamilannya. Oleh karena itu, pelayanan/asuhan antenatal
merupakan cara penting untuk memonitor dan mendukung kesehatan ibu hamil
dan mendeteksi kehamilan.
Setiap kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi
setiap saat. Itu sebabnya mengapa ibu hamil memerlukan pemantauan selama
kehamilannya. Kebijakan teknis yang dilaksanakan adalah :
o kulit : kebersihan,
penyakit kulit
* Bila usia
kunjungan kehamilan < 12
berikutnya minggu
o tekanan darah
o berat badan
o edema
o masalah dari
kunjungan
pertama
- periksa fisik
- anamnesis
- pem. panggul
Definisi :
Penilaian :
1. Tentukan syok/tidak
2. Tentukan hamil/dlm persalinan/nifas
3. Tentukan usia kehamilan/kala persalinan/ nifas dini atau lanjut.
4. Tentukan diagnosis melalui pem. obstetri
Definisi :
klasifikasi :
1. Plasenta previa
2. Solusio plasenta
3. Pendarahan antepartum yang belum jelas sumbernya:
Frekuensi :
- 3% persalinan
1. > 35 th
2. 5
5. letak lintang
PLASENTA PREVIA
Definisi :
Plasenta yang letaknya abnormal, yl pada SBR shg menutupi sebagian atau seluruh OUI
Klasifikasi :
1. Plasenta previa totalis: seluruh OUI tertutup oleh jaringan plasenta (23-31, 3%)
2. Plasenta previa parsialis: sebagian OUI tertutup oleh jaringan plasenta ( 20,6-
33%)
3. Plasenta previa marginalis: pinggir plasenta berada tepat pada pinggir OUI
4. Plasenta letak rendah: plasenta yang letaknya abnormal pada SBR tp belum sp
menutupi OUI ( tepi plasenta berada 3 –4 cm diatas tepi OUI) (37-54,9%)
Etiologi:
a. Umur tua
b. Multiparises
c. Anemia
b. R/ kuretase
3. Plasenta besar
a. Hamil kembar
b. Eritroblastosis fetalis
c. Merokok
b. Janin laki-laki
c. R/ Plasenta previa
Patogenesis :
2. kebutuhan nutrisi melebihi normal (mis gemeli, bayi besar) shg plasenta melebar hingga
mencapai SBR/OUI.
Gejala :
- darah segar
Diagnosis :
1. Anamnesis: pendarahan jalan lahir, tanpa nyeri, tanpa sebab, terutama multi
PL: bag terbawah belum masuk PAP, biasanya disertai kelainan letak
Penatalaksanaan :
1. < 37 mmg
3. Belum inpartu
5. Janin hidup
II. Aktif
:
3. Inpartu
Tindakan :
2. Stl syok teratasi & pastikan diagnosis dan tentukan cara terminasi:
Definisi :
Terlepasnya plasenta dr tempat implantasinya yang normal sebelum janin lahir pada
kehamilan 28 mmg (TM3)
Frekuensi :
Etiologi/ Predisposisi :
1. HDK
2. Multiparitas
4. TP pendek
8. Trauma, VL
9. Konsumsi alkohol
10. Merokok
Diagnosis :
Gambar klinis :
6. DJJ (-)
Penatalaksanaan:
Ekspektatif
Kriteria :
1. KU baik
Aktif
Kriteria:
1. KU jelek
Tindakan :
ABORTUS
Definisi :
Berakhirnya kehamilan (disebabkan oleh faktor-faktor ttt) sbl hasil konsepsi mampu
hidup di luar kandungan (< 500 g, atau < 20 mmg)
Kejadian :
Angka pasti sulit ditentukan : WHO : 10% dr seluruh kehamilan. Sarwono : 10 – 15%
Etiologi
erkembangan zigot
lasenta
r maternal
Penatalaksanaan :
1. Ab iminens
a. tirah baring
a. Perbaiki KU
c. Uterotonika
Tidak memerlukan pengobatan khusus. Bila anemia beri SF atau roboransia, atau
transfusi
4. Missed abortion
c. keh > 12 mmg : estradiol benzoas 2 X 20 mg IM 3 hari laminaria atau tetes pitosin
5. Ab septik
a. Rawat di ICU
b. T/ = ab infeksiosa, tp AB spektrum > luas, dosis > tinggi, metronidazol per infus.
Selanjutnya Ab sesuai tes resistensi
HIPEREMESIS GRAVIDARUM
Definisi :
Keadaan timbulnya mual dan muntah yg berlebihan pada wanita hamil TM I, lebih dari 10
X 24 jam, shg mengganggu KU dan aktifitas sehari-hari (memburuk/dehidrasi)
Etiologi: tidak diketahui secara pasti
A. faktor predisposisi : kadar HCG yg tinggi: PG, mola hidatidosa, hamil ganda, hamil dgn
DM
B. faktor organik: masuknya vili khoriales dlm sirkulasi maternal (benda asing)
D. psikologik: rumah tangga retak, takut hamil, dan melahirkan, kehilangan pekerjaan dll
Gambaran klinik :
Wanita hamil muda, muntah terus menerus, kulit kering, dehidrasi, dan BB turun berat:
ikterus dan ggn syaraf.
Patologi:
2. jantung : atrofi
4. hati
5. ginjal
Penatalaksanaan :
1. pencegahan
2. isolasi
4. terapi psikologis
5. cairan parenteral
6. balans cairan
7. obst. Penenang,neorotonik
8. konsul RSJ
9. terminasi kehamilan
KEHAMILAN EKTOPIK
Definisi :
Telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri
Lokasi:
a. tuba fallopii
b. uterus
c. ovarium
d. intragligamenter
e. abdominal
Frekuensi :
0 – 14,6 %
Etiologi:
2. ddg tube
3. di luar tuba
4. Fa/ lain
Faktor risiko :
1. PID
3. R/ KE
4. R/ operasi abdomen
Diagnosis :
Gambaran klinis bervariasi tgt cepat lambatnya diagnosis dibuat, lokasi implantasi, sdh
tjd ruptur/belum
Anamnesis:
- pendarahan pervaginam
Pem umum:
- tanda-tanda syok
Pem ginekologik:
- uterus sedikit membesar,kadang2 teraba tumor disamping uterus dengan batas sulit
ditentukan
Lab:
- HB , lekosit
- PT berguna bila (+), bila (-) tidak menyingkirkan KET - hCG harus diperiksa dgn bahan
yg memiliki sensitivitas minimal 5 ml U/ml. Pada kehamilan normal kadar - hCG akan
menjadi 2x lipat dlm 58 jam. Pada sebagian besar KE kadarnya tidak menjadi 2X lipat
atau bahkan menurun
- Progesteron
USG:
Kuldosentesis
Penatalaksanaan :
3. kemoterapi