Anda di halaman 1dari 38

PEMBAHASAN KASUS ASKEB GAWAT

DARURAT OBSTETRI
Kasus 1

Seorang perempuan umur 20 tahun datang ke pelayanan kesehatan mengeluh keluar flek-flek
dari kemaluan dan sedikit nyeri pada supra symphisis. Anamnesa menemukan telat haid 2
bulan yang lalu, tapi belum periksa, kemarin sempat terpeleset di kamar mandi dan jatuh
terduduk. Pemeriksaan tanda vital dan antopometri dalam batas normal, PPT +.

1. Kasus tersebut mengarah pada kasus perdarahan kehamilan muda yang dicurigai
mengalami abortus iminens, dengan tanda gejala adanya amenorea, keluarnya flek-
flek darah dari kemaluan dan nyeri pada daerah symmpisis serta PPT (+)
2. Penyebab terjadi nya abortus antara lain :

– Faktor janin

 ovum yang telah dibuahi gagal untuk berkembang atau terjadi malformasi pada tubuh
janin, kelainan chromosomal, dan adanya kegagalan trofoblast untuk melakukan
implantasi dengan adekuat.

– Faktor maternal

 Kelainan endokrin seperti kekurangan tiroid, kencing manis


 Kekebalan imun seperti penyakit lupus, dan APS (Anti Phospolipid Syndrome)
 Infeksi seperti cacar air, campak, TORCH
 Kelemahan otot leher rahim dan kelainan bentuk rahim
 Penyakit kronis seperti hipertensi kronis, ginjal kronis.
 Malnutrisi yang sangat berat
 Psikologis ibu, berhubungan dengan kehamilan yang tidak diinginkan dan kesiapan
mental ibu menerima kehamilan
 Perilaku ibu yang tidak sehat seperti merokok, minum-minuman keras dan
mengkonsumsi obat keras

– Faktor lingkungan, adanya toksin lingkungan seperti radiasi

– Faktor lain yang mungkin mempengaruhi terjadinya abortus yaitu terjadinya trauma /
kecelakaan. Saat trauma akan membuat perangsangan pada ibu yang menyebabkan uterus
berkontraksi. Uterus yang berkontraksi ini dapat menyebabkan lepasnya vili korialis yang
telah menembus desidua basalis agak dalam pada umur kehamilan 8 – 14 minggu.
Selanjutnya akan diikuti dengan nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi
terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk
mengeluarkan benda asing tersebut.

1. Komplikasi yang dialami adalah abortus iminen karena terdapat pengeluaran flek-flek
dari kemaluan tanpa disertai dengan pengeluaran jaringan / hasil konsepsi serta nyeri
pada supra sympisis akibat kontraksi yang timbul pada uterus.

Komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dengan abortus iminen yaitu :
– Apabila perdarahan berlanjut dapat menyebabkan terjadi abortus insipient ataupun
inkomplit/komplit

– Anemia, akibat perdarahan yang berlanjut sehingga mengalami banyak kehilangan


darah

– Infeksi, apabila personal hygiene tidak sehat sehingga memungkinkan bakteri untuk
mengakibatkan terjadinya infeksi

Jenis-jenis abortus lainnya :

– Abortus insipiens : adalah abortus yang sedang berlangsung, dengan ostium sudah
terbuka dan ketuban yang teraba, kehamilan tidak dapat dipertahankan lagi.

– Abortus inkomplet : hanya sebagia dari hasil konsepsi yang dikeluarkan, yang
tertinggal adalah desidua atau plasenta.

– Abortus komplet : seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan fetus), sehingga
rongga rahim kosong.

– Abortus provokatus : abortus yang disengaja baik dengan memakai obat-obatan


maupun alat-alat.

 Abortus medisinalis : abortus berdasarkan indikasi medis, seperti apabila kehamilan


dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu.
 Abortus kriminalis : abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak
legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.

– Missed abortion : keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap berada dalam rahim
dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih.

– Abortus habitualis : keadaan dimana penderita mengalami keguguran berturut-turut 3


kali atau lebih.

– Abortus infeksiosus : keguguran yang disertai dengan infeksi genital

– Abortus septic : keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau
toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum.

1. Pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnose antara lain :

– Palpasi TFU dengan jari

– Inspeksi anogenital : tampak adanya pengeluaran flek atau bercak darah

– Inspekulo : adanya pengeluaran darah yang bersumber dari dalam uterus, ostium uteri
terbuka atau sudah tertutup, serta ada atau tidaknya jaringan keluar dari ostium.

– Pemeriksaan dalam : mengetahui apakah ada pembukaan pada porsio, teraba atau
tidak jaringan dalam kavum uteri, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan
adneksa, kaum douglasi tidak menonjol dan tidak nyeri. VT tidak boleh dilakukan di BPM,
VT hanya dilakukan di RS pada kasus abortus.

1. Penanganan kasus abortus iminens di BPM :

– Apabila pasien mengalami syok hipovolemik akibat perdarahan, stabilisasi kondisi


pasien dengan memasang infuse RL

– Melakukan informed consent untuk merujuk pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan


yang lebih tinggi (RS) karena abortus merupakan kasus kegawatdaruratan.

– Merujuk pasien dengan posisi trendelenderg

Penanganan kasus abortus iminen di RS :

Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk menilai kondisi janin (uji kehamilan atau USG),
memastikan kemungkinan adanya penyebab lain jika perdarahan berlanjut, khususnya jika
ditemukan uterus yang lebih besar dari yang diharapkan, mungkin menunjukkan kehamilan
ganda atau mola.

Pertanyaan yang muncul dalam diskusi antara lain :

1. Bagaimanakah peran bidan dalam melakukan penatalaksanaan pada abortus sesuai


dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010
tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan?
2. Apakah hubungannnya pada pemeriksaan anogenital dilakukan pemeriksaan adanya
oedema dan varises ?

Hasil diskusi :

1. Peranan bidan sesuai dengan Permenkes 1464 dalam melakukan penatalaksanaan


kasus abortus yaitu :

– Melakukan stabilisasi kondisi pasien dengan memasang infuse RL

– Melakukan rujukan pasien dengan BAKSOKUDA karena merupakan kasus


kegawatdaruratan
1. Pemeriksaan anogenital pada kasus abortus , dilakukan pemeriksaan adanya oedema
dan varises yaitu untuk mengetahui adanya tanda infeksi pada vulva dan juga untuk
mengetahui sumber perdarahan apabila terdapat varises yang pecah.

Koreksi yang berikan oleh pembimbing mata kuliah selaku fasilitator yaitu pemeriksaan
adanya oedema dan varises tidak perlu dilakukan karena tidak focus untuk menentukan
diagnose abortus

KASUS 2

Seorang ibu umur 36 tahun, G3P2002, datang ke pelayanan kesehatan mengeluh keluar flek-
flek dari kemaluan disertai gelembung-gelembung sebesar kacang hijau sampai buah anggur.
Anamnesa menemukan telat haid 2 bulan yang lalu, dan mengalami mual muntah yang lebih
parah dari sebelumnya. Pemeriksaan tanda vital dan antropometri dalam batas yang normal,
HB 9 gram %, PPT +.

1. a. Apa yang saudara pikirkan mengenai kasus tersebut dan bagaimana tanda
gejalanya?

Jawab :

Yang saya pikirkan mengenai kasus diatas adalah Mola hidatidosa. Hal ini karena apa yang
dialami oleh ibu tersebut sesuai dengan tanda dan gejala mola hidatidosa yaitu :

1. PPT + dengan kadar HCG yang lebi tinggi dari norrmal


2. Perdarahan disertai dengan keluar gelembung-gelembung seperti buah anggur
3. Mual muntah yang berlebihan
4. Tinggi fundus uteri lebih tinggi dari umur kehamilan
5. Sering diikuti dengan anemia
6. b. Apa penyebab terjadinya kasus tersebut dan faktor resiko yang mungkin
mempengaruhi, dan bagaimana prosesnya?

Jawab :

Faktor langsung penyebab mola hidatidosa ini hingga sekarang masih belum diketahui secara
pasti. Diperkirakan bahwa beberapa faktor yang sering dikaitkan sebagai penyebab hamil
anggur ini diantaranya yaitu mutasi genetik (buruknya kualitas sperma atau gangguan pada
sel telur) yang mengakibatkan pada kehamilan dimana janin akan mati dan tak berkembang,
kekurangan vitamin A, darah tinggi, serta faktor gizi yang kurang baik. Wanita dengan usia
dibawah 20 tahun atau diatas 40 tahun juga berada dalam risiko tinggi. Seringkali ditemukan
pada masyarakat dengan kondisi sosial ekonomi yang rendah, kekurangan gizi pada ibu
hamil, ibu yang sering hamil, gangguan peredaran darah dalam rahim dan kelainan rahim
berhubungan dengan peningkatan angka kejadian mola. Mengkonsumsi makanan rendah
protein, asam folat, dan karoten juga meningkatkan risiko terjadinya mola.

Proses terjadinya mola hidatidosa yaitu :


Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan jernih biasanya tidak
ada janin, hanya pada molapartialis kadang-kadang ada janin. Gelembung itu sebesar butir
kacang hijau sampai sebesar buah anggur gelembung ini dapat mengisi seluruh cavum uteri.

Di bawah mikroskop nampak degenerasi hydropik dari stroma jonjot, tidak adanya pembuluh
darah dan proliferasi trofoblast. Pada pemeriksaan chromosom didapatkan poliploid dan
hampir pada semua kasus mola susunan sek chromatin adalah wanita. Pada mola hidatidosa,
ovaria dapat mengandung kista lutein. Kadang-kadang hanya pada satu ovarium kadang pada
keduanya.

Faktor risiko terdapat pada golongan sosioekonomi rendah, usia di bawah 20 tahun dan
paritas tinggi.

1. c. Apa saja jenis kelainan yang dialami oleh perempuan tersebut dan bedakan
dengan jenis yang lainnya?

Jawab :

Jenis mola hidatidosa ada dua yaitu :

1. Mola hidatidosa komplit (klasik)

– Terlihat gelembung vesikula jernih

– Tidak ditemukan janin dan amnion

1. Mola hidatidosa inkomplit (parsial)

– Bersifat fokal

– Masih terdapat janin

– Vili bersifat avaskular dan pembengkakannya berjalan lambat

1. d. Pemeriksaan apa saja yang diperlukan untuk menegakkan diagnosa?

Jawab :

1. Pemeriksaan sonde uterus (hanifa)

Sonde dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri.
Bila tidak ada tahanan, sonde diputar 360º, setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada
tahanan, kemungkinan mola.
1. Tes acorta sison dengan tang abortus, gelembung mols dapat dikeluarkan
2. Peningkatan kadar beta HCG darah atau urin

Kadar HCG normal adalah < 5 mIU/ml. Peningkatannya yaitu terjadi grafik peningkatan hCG
paling sedikit empat kali (hari 1, 7, 14 dan 21) atau peningkatan hCG secara bertahap selama
dua minggu (hari 7 dan 14) atau lebih lama. Nilai hCG bergantung pada individu masing-
masing.

1. Ultrasonografi menunjukkan gambaran badai salju (snow flake pattern)


2. Foto torake ada gembaran emboli udara
3. Pemeriksana T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis

Pada kasus mola hidatidosa kadar HCG sangat tinggi, melebihi kadar HCG ibu hamil yang
normal, hal ini akan memicu peningkatan jumlah hormon tiroid. Pemeriksaan T3 dan T4
perlu untuk memantau kadar tiroid sehingga pada kasus mola hidatidosa sangat penting
dilakukan pemeriksaan tersebut sebagai deteksi dini terjadinya tirotoksikosis

1. Bagaimana penanganan terhadap kasus tersebut bila saudara berada di BPM dan
rumah sakit?

Jawab :

Di BPM :

1. Menginformasikan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga dan rencana tindakan
selanjutnya
2. Memasang infus RL dengan tetesan 20 tts/menit
3. Merujuk ibu ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap dengan prinsip BAKSOKUDA

Di rumah sakit :

Melakukan kolaborasi dengan dr.SPOG untuk penanganan yaitu :

FASE PENGOSONGAN UTERUS

1. Perbaiki keadaan umum


2. Melakukan pemeriksaan lab lengkap, USG dan foto thorax

3. Kuretase dilakukan satu kali pada UK di bawah 20 minggu, dan dua kali pada UK di atas
20 minggu.

4. Untuk memperbaiki konntraksi uterus pada saat kuretase berikan uterotonik (20-40 unit
oksitosin dalam 500 ml D5%).

5. Diambil spesimen PA yang dibagi menjadi dua sampel,

 PA 1 : jaringan dan gelembung mola


 PA 2 : kerokan endometrium uterus
6. Histeroktomi perlu dipertimbangkan pada wanita yang telah cukup umur dan cukup anak.
Batasan yang dipakai ialah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga

7. Terapi proflaksis dengan sitostatik metroteksat atau aktinomisin D pada kasus dengan
resiko keganasan tinggi seperti umur tua dan paritas tinggi

FASE FOLLOW UP :

1. Pemeriksaan panggul

Dikerjakan setiap 2-4 minggu sekali

1. Pemeriksaan laboratorium

Mulai dari tes dengan kepekaan paling rendah yaitu PPT, HCG slide test sampai pack test
àkonfirmasi adanya PTG

Penilaian (untuk batas akhir) :

1. PPT (1500 ± 4000 SI/L) harus negatif pada minggu ke 4 atau HCG < 1000 mIU/ml
2. HCG slide test (800 SI/L) harus negatif pada minggu ke 8 atau HCG serum < 500
mIU/ml
3. Test pack (50 SI/L) harus negatif pada minggu ke 12 atau HCG serum N ( ELISA : 0-
15 mIU/ml
4. Pemeriksaan thorax foto

Perlu dikerjakan sebelum pengosongan kavum uteri dan 4 minggu setelah evakuasi. Paru
adalah tempat paling sering terkena metastase

1. Kontrasepsi

Sebaiknya diberikan preparat progesteron selama 2 tahun untuk mencegah mola berulang

1. Bagaimana manajemen yang dilakukan untuk menangani kasus tersebut?

Jawab :
Klinis

USG

HCG
CURIGA MOLA HIDATIDOSA

MOLA HIDATIDOSA

Diskusi

Diskusi

1. Mengapa metode kontrasepsi pada kasus post mola hidatidosa menggunakan preparat
progesteron?

Jawab :

Mengacu pada siklus menstruasi dimana pada fase proliferasi hormon estrogen meningkat
sehingga memicu untuk pertumbuhan dinding endometrium sehingga diberikan preparat
progesteron untuk menghindari terjadinya proliferasi. Apabila diberikan preparat estrogen
maka akan memicu proliferasi sehingga akan merangsang kembali pertumbuhan jonjot-jonjot
sisa kuretase dan dapat menyebabkan berkembangnya mola kembali.

Pengaturan menstruasi dapat dilakukan cara mengundurkan (penundaan) atau memajukan


menstruasi. Menstruasi dapat ditunda dengan pemberian sediaan yang mengandung hormon
seks wanita. Penundaan menstruasi dengan menggunakan hormon secara tidak langsung akan
mempengaruhi system endokrinologi reproduksi wanita itu sendiri sehingga pada
penggunakan yang tidak rasional dapat mengganggu siklus menstruasi.

Mekanisme Perubahan Menstruasi pada Penggunaan Hormon

Progestin merupakan preparat yang biasa digunakan untuk mengatur siklus menstruasi yang
banyak dipakai oleh wanita saat menjalankan ibadah haji atau umrah. Pemahaman fisiologi
siklus menstruasi dan terjadinya amenorea pada kehamilan sangat diperlukan agar usaha ini
memberikan hasil sesuai yang diharapkan.
1. Mengapa diperlukan pemeriksaan T3 dan T4 pada kasus mola hidatidosa?

Jawab :

Pada kasus mola hidatidosa kadar HCG sangat tinggi, melebihi kadar HCG ibu hamil yang
normal, hal ini akan memicu peningkatan jumlah hormon tiroid. Pemeriksaan T3 dan T4
perlu untuk memantau kadar tiroid sehingga pada kasus mola hidatidosa sangat penting
dilakukan pemeriksaan tersebut sebagai deteksi dini terjadinya tirotoksikosis

KASUS 3

Seorang perempuan umur 27 tahun datang dipapah oleh suamninya ke palayanan kesehatan,
mengeluh nyeri pada perutnya, disertai perut kembung, keluar flek darah dari kemaluan.
Anamnesa menemukan telat haid dua minggu yang lalu. Pemeriksaan tanda vital TD : 90/60
mmHg, nadi 100x/ menit, Respirasi 28x/menit, suhu : 370C, dan ibu tampak kurang
kooperatif.

Jawaban :

1. Setelah kami menganalisa dari kasus diatas perempuan tersebut mengalami KET hal
ini ditandai dengan:
1. Anamnesis
1. Nyeri pada perut
2. Perut kembung
3. Keluar flek darah dari kemaluan
4. Riwayat telat haid 2 minggu.
2. Dari pemeriksaan umum didapatkan :
1. KU ibu : ibu tampak kurang kooperatif
2. Tanda vital didapatkan denyut nadi cepat, tekanan darah yang rendah serta
terjadi peningkatan suhu badan.
3. Faktor resiko yang mungkin mempengaruhi kasus tersebut yaitu :
1. Penggunaan antibiotika pada penyakit radang panggul dan Gonorreaea
: pemakaian antibiotika dapat memepertahankan terbukanya tuba yang
mengalami infeksi, tetapi perlekatan pada tuba menyebabkan
pergerakan silia dan peristaltis tuba terganggu dan menghambat
perjalanan ovum yang dibuahi sehingga inplantasi terjadi pada tuba.
2. Kegagalan kontrasepsi IUD : pada wanita yang hamil dengan masih
menggunakan IUD dapat meningkatkan kejadian kehamilan
ekstrauterine dikarenakan hasil konsepsi tidak dapat melewati AKDR
yang terpasang didalam rahim.
3. Sosial ekonomi yang rendah : pada wanita yang memiliki social
ekonomi yang rendah memiliki resiko lebih besar mengalami
kehamilan ekstrauterine karena status gizi yang cenderung rendah.
4. Bekas radang pada tuba
5. Kelainan bawaan pada tuba
6. Gangguan fisiologik pada tuba karena pengaruh hormonal
7. Riwayat KET sebelumnya.
8. Riwayat infertilitas
1. Pada KET lokasi kelainan yang bisa dialami yaitu :
1. Tuba :
1. Pars interstisialis tuba
2. Pars ismika tuba
3. Pars ampularis tuba
4. Infundibulum tuba
5. fimbria
6. uterus :
1. kanalis servikalis
2. divertikulum
3. kornua
4. tanduk rudimenter
5. ovarium
6. intraligamenter
7. abdominal
1. primer
2. sekunder
3. kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus

1. Pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis :


1. Tes kehamilan : apabila hasil tes positif akan dapat membantu diagnosis
khususnya terhadap tumor-tumor adneksa dan umumnya tes ini menjadi
negatif beberapa hari setelah meninggalnya mudigah.
2. Inspeksi :
1. Wajah dan Mata : Konjungtiva pucat dan anemis.
2. Abdomen : terdapat tanda Cullen, yaitu adanya warna biru lebam pada
linea alba dan sekitar pusat.
3. Genetalia : pervaginam keluar desidual cast.
4. Palpasi dan perkusi : terdapat tanda-tanda perdarahan intra-abdominal.
5. Pada pemeriksaan dalam didapati adanya tanda-tanda berikut :
1. Adanya nyeri goyang porsio, yaitu nyeri hebat yang dirasakan
ibu ketika porsio digerakkan/digoyongkan.
2. Douglas crise, yaitu rasa nyeri tekan yang hebat ketika kavum
Douglas ditekan.
3. Kavum douglas teraba menonjol karena adanya penumpukan
darah.
4. Teraba massa retrouterin ( massa pelvis ).
5. Pemerikasaan penunjang :
1. Bidan : pemeriksaan Hb
2. Dokter spesialis kebidanan :

1) Kuldosintesis ( Douglas pungsi ).

2) Bertujuan untuk mengetahui adakah darah dalam kavum Douglas.


3) Bila keluar darah tua berwarna cokelat sampai hitam yang tidak membeku atau hanya
bekuan kecil-kecil di atas kain kassa maka hal itu dikatakan positif ( fibrinasi), dan
menunjukkan adanya hematoma retrouterin.

4) Pemeriksaan diagnostik laparoskopi dan USG

1. Penanganan yang dapat dilakukan pada kasus diatas :


1. Di BPM :
1. Informasikan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga
2. Lakukan INFORMED CONSENT
3. Posisikan ibu dengan posisi Trendelenberg, pasang infuse NS atau RL
500 ml dengan jarum besar, berikan O2 jika diperlukan.
4. Lakukan rujukan dengan BAKSOKUDA ke Rumah Sakit yang
memiliki fasilitas yang lengkap.
2. DI Rumah Sakit :
1. Setelah diagnose ditegakkan, segera lakukan persiapan untuk melakukan
operasi gawat darurat.
2. Ketersediaan darah pengganti bukan merupakan syarat untuk melakukan
operatif karena sumber perdarahan harus segera dihentikan.
3. Upaya stabilisasi dilakukan dengan segera merestorasi cairan tubuh dengan
larutan kristaloid NS atau RL ( 500 Ml dalam 15 menit pertama) atau 2 liter
dalam 2 jam pertama ( termasuk selama tindakan berlangsung). Tidak
4. Bila darah pengganti belum tersedia, berikan auto transfusion berikut ini :

1) Pastikan darah yang dihisap dari rongga abdomen telah melalui alat penghisap dan
wadah penampung yang steril

2) Saring darah yang tertampung dengan kain yang steril dan masukkan darah (blood bag).
Apabila kantung darah tidak tersedia, masukkan ke dalam botol cairan infuse (yang baru
terpakai dan bersih ) dengan diberikan larutan sodium sitrat 10 ml untuk setiap 90 ml darah

3) Tranfusikan darah melalui selang transfusi yang mempunyai saringan pada tabung
tetesan.

1. Tindakan pada tuba dapat berupa:

1) Partial salpingektomi yaitu melakukan eksisi yang mengandung bagian konsepsi

2) Salpingostomi (hanya dilakukan sebagai upaya konservasi dimana tuba tersebut


merupakan salah satu tuba yang masih ada) yaitu mengeluarkan hasil konsepsi pada satu
segmen tuba kemudian diikuti dengan reparasi bagian tersebut. Resiko tindakan ini adalah
kontrol perdarahan yang kurang sempurna atau rekurensi ( hamil ektopik ulangan )

3) Mengingat kehamilan ektopik berkaitan dengan gangguan fungsi transportasi yang


disebabkan oleh proses infeksi maka sebaiknya pasien diberi antibiotika kombinasi atau
tunggal dengan spektrum yang luas.

4) Untuk kendali nyeri pasca tindakan dapat diberikan :


a) Ketoprofen 100 mg suppositoria

b) Tramadol 200 mg IV

c) Pethidin 50 mg IV ( siapkan antidotum terhadap reaksi hipersensitivitas).

5) Atasi anemia dengan tablet besi ( SF 600 mg/hari )

6) Konseling pasca tindakan

a) Kelanjutan fungsi reproduksi

b) Resiko kehamilan ektopik ulangan

c) Pemakaian kontrasepsi yang sesuai

d) Asuhan mandiri selama di rumah

e) Jadwal kunjungan ulang.

1. Manajemen yang dilakukan untuk menangani kasus tersebut :

GS (+)

Intra uteri

Pertanyaan yang muncul:


1. Bagaimana konseling alat kontrasepsi untuk kelanjutan reproduksinya, kira-kira
kapan kesuburannya kembali?
2. Bagaimana rasional dari posisi merujuk pasien dengan KET dengan posisi
tredelenberg?

Jawaban:

1. Kembalinya kesuburan tergantung kepada penyebab KET dan tindakan yang


dilakukan terhadap KET. Biasanya kembalinya kesuburan tersebut hampir sama
dengan pasien yang mengalami abortus dan ibu post partum. Alat kontrasepsi yang
dipakai tergantung kondisi pasien, misalnya pasien yang memiliki anak pertama maka
kontrasepsi yang dipakai adalah pil, jika umur pasien sudah lebih dari 35 tahun, dan
jumlah anak hidup lebih dari 3, maka dilakukan tubektomi.
2. Posisi tredelenberg digunakan pada pasien KET karena KET cenderung terjadi syok
hipovolemik dan syok neurogenic sehingga posisi ini digunakan untuk
menanggulangi syok tersebut.

Kasus 4

Seorang perempuan umur 19 tahun datang diantar suaminya ke pelayanan kesehatan


mengeluh mual muntah, sampai tidak bisa makan dan minum. Anamnesa mendapatkan
mengalami telad haid sebulan yang lalu. Pemeriksaan tanda vital : TD 90/60 mmHg, nadi
kecil dengan frekuensi 100x/menit, respirasi 28x/ menit, suhu 37,5 OC dan ibu tampak pucat

a. Dari kasus tersebut kita curiga ibu mengalami hiperemisis gravidarum. Menurut berat
ringannya gejala, hiperemesis gravidarum dapat dibagi dalam 3 tingkatan :

1. 1. Tingkat I

Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum pasien. Ibu merasa lemah, tidak
ada nafsu makan, berat badan menurun dan nyeri ulu hati. Nadi meningkat hingga
100x/menit, tekanan darah sistolik menurun, turgor berkurang, lidah mengering dan mata
cekung.

1. 2. Tingkat II

Penderita tampak lebih lemah dan apatis, turgor lebih menurun, lidah kering dan tampak
kotor. Nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit ikterus. Berat badan
menurun, mata cekung, tekanan darah menurun, terjadi hemokonsentrasi, oliguria dan
konstipasi. Aseton dapat tercium dari udara pernafasan dan dapat pula ditemukan dalam urin.

1. 3. Tingkat III

Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran somnolen sampai koma, nadi kecil
dan cepat, suhu meningkat dan tekanan darah menurun. Dapat terjadi komplikasi yang fatal
pada susunan saraf pusat yang dikenal sebagai Ensephalopati Wernickel, dengan gejala
nistagmus, diplopia dan perubahan mental. Keadaan ini diakibatkan oleh penurunan zat
makanan, termasuk vitamin B kompleks.

Dari kasus diatas dilihat dari keluhan yang dirasakan berupa mual muntah, sampai tidak bisa
makan dan minum, nadi kecil yaitu 100x/ menit, ibu tampak pucar makan ibu bisa dikatakan
ibu mengalami hiperemisis gravidarum tingkat 1.

b. Factor resiko yang mungkin mempengaruhi kasus hiperemisis gravidarum diantaranya


disebabkan oleh factor:

1. 1. Primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan ganda

Frekuensi yang tinggi pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda menimbulkan dugaan
bahwa faktor hormon memegang peranan, karena pada kedua keadaan tersebut hormon
khorionik gonadotropin (hCG) dibentuk secara berlebihan.

1. Faktor Organik

Masuknya vili korialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat hamil serta
resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan ini merupakan salah satu
penyebab timbulnya hiperemesis gravidarum.

1. Alergi

Merupakan respon ibu terhadap jaringan janin yang mulai terbentuk, juga disebut sebagai
salah satu faktor organik terjadinya hiperemesis gravidarum.

1. Faktor Psikologi

Faktor ini memegang peranan yang penting pada hiperemesis. Pada rumah tangga yang
retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap
tanggung jawab sebagai ibu, akan menimbulkan konflik mental yang dapat memperberat
keadaan mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil
atau sebagai pelarian dari berbagai masalah hidup.

5. Faktor adaptasi dan Hormonal

Wanita hamil primigravida, overdistensi rahim pada hamil ganda dan hamil mola hidatidosa
jumlah yang dikeluarkan terlalu tinggi dan menyebabkan terjadinya hiperemisis gravidarum.
Pada kehamilan terjadi perubahan pada system endokrinologi terutama peningkatan hormone
estrogen dan HCG.

Adapun patofisiologi mual dan muntah adalah Keluhan mual dan muntah terjadi pada
trimester pertama kehamilan sehingga dihubungkaan dengan peningkatan kadar estrogen
dalam tubuh wanita hamil. Pengaruh fisiologik hormon estrogen ini tidak jelas, mungkin
berasal dari sistem saraf pusat atau akibat berkurangnya pengosongan lambung. Penyesuaian
terjadi pada kebanyakan wanita hamil, meskipun demikian mual dan muntah dapat
berlangsung berbulan-bulan.
Hiperemesis gravidarum merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil muda, hal ini
dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak seimbangnya elektrolit tubuh bila terjadi terus-
menerus. Belum jelas mengapa gejala-gejala ini hanya terjadi pada sebagian kecil wanita,
tetapi faktor psikologis dikatakan merupakan faktor utama di samping faktor hormonal. Pada
wanita yang sebelum kehamilan sudah menderita lambung spastik dengan gejala tidak suka
makan dan mual, akan mengalami emesis gravidarum yang lebih berat.

Hiperemesis gravidarum dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak terpakai


habis untuk keperluan produksi energi. Karena oksidasi lemak yang tidak sempurna,
terjadilah ketosis sebagai akibat tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidroksi butirik dan
aseton dalam darah. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena muntah
menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan
klorida darah menurun, demikian pula klorida urin. Selain itu dehidrasi juga menyebabkan
hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah
zat makanan dan oksigen yang diedarkan ke jaringan berkurang dan tertimbunnya zat
metabolik toksik. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi
melalui ginjalakan meningkatkan frekuensi muntah, dapat timbul kerusakan pada hati, dan
terjadilah lingkaran setan yang sulit dihentikan. Disamping dehidrasi dan terganggunya
keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput lendir esophagus dan lambung
(sindroma Mallory-Weiss), dengan akibat pendarahan gastrointestinal. Pada umumnya
robekan ini ringan dan pendarahan dapat berhenti sendiri, jarang sampai memerlukan
transfusi dan tindakan operatif.

c. Pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan diagnose hiperemisis gravidarum adalah


pemeriksaan Laboratorium UL, DL, RFT, LFT. pemeriksaan UL untuk mengetahui keton
dalam urin pemeriksaan DL untuk melihat kadar Hb dan infeksi. RFT dan LFT untuk
mengetahui penyakit medis yang menyertai seperti hepatitis atau pyelonefritis.

d. Penanganan terhadap kasus hiperemisis gravidarum tersebut di BPM adalah berupa

jika di BPM, bidan menerima pasien dengan hiperemisis gravidarum tingkat 1 yang
dilakukan ialah melihat kondisi pasien terlebih dahulu. Jika keadaan pasien tidak baik
sebaiknya dilakukan stabilisasi pasien terlebih dahulu lalu dilakukan rujukan ke fasilitas
kehesatan yang lebih tinggi.

Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum untuk hiperemisis gravidarum tingkat II dan III


harus dirawat dirumah sakit :

1. Kadang-kadang pada beberapa wanita, hanya tidur dirumah sakit saja karena telah
banyak mengurangi mual dan muntah
2. Isolasi. Jangan terlalu banyak tamu, kalau perlu hanya perawat dan dokter saja yang
boleh masuk. Kadang kala hal ini saja, tanpa pengobatan khusus telah mengurangi
mual dan muntah
3. Terapi psikologis. Berikan pengertian bahwa kehamilan adalah hal yang wajar normal
dan fisiologis, jadi tidak perlu takut dan khawatir.
4. Penambahan cairan. Berikan infuse dekstrosa atau glukosa 5% sebanyak 2-3 liter
dalam 24 jam.
5. Pada beberapa kasus dan bila terapi tidak dapat dengan cepat memperbaiki keadaan
umum penderita, dapat dipertimbangkan suatu abortus buatan.
6. Berikan obat-obat seperti Injeksi Metokloperamid (Primperan) atau Ondansetron
(Incentron atau Vomceran) 3 x 1 amp/hari. Vit B1, B6, B12 (Neurobion 5000 ) 3 x 1
amp/hari secara intravena (IV) atau drip. Bila perlu : Antasida, Ranitidin injeksi.

e. Bagaimana manajemen yang dilakukan untuk menangani kasus tersebut?

 Pencegahan

Pencegahan hiperemisis gravidarum perlu dilaksanakan dengan jalan memberikan


penerangan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses yang fisiologik,
memberikan keyakinan bahwa mual dan muntah merupakan gejala yang fisiologik pada
kehamilan muda dan akan hilang setelah kehamilan 4 bulan., menganjurkan mengubah
makanan sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil, tetapi lebih sering. Waktu bangun
pagi jangan segera tutun dari tempat tidur, tetapi anjurkan untuk makan roti kerinbg atau
biscuit dengan the hangat.

Makanan yang berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan. Makanan dan minuman
seyogyanya disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin. Defekasi yang teratur
hendaknya dapat dijamin, menghindarkan kekurangan karbohidrat meruppakan factor yang
penting, oleh karena itu dianjurkan makanan yang banyak mengandung gula.

 Isolasi

Pasien disendirikan di dalam kamar yang tenang tetapi cerah dan memiliki sirkulasi udara
yang baik.2,4 Sebaiknya hanya dokter dan perawat saja yang diperbolehkan untuk keluar
masuk kamar tersebut. Biasanya hanya dengan perlakuan tersebut gejala-gejala akan
berkurang tanpa pengobatan.

 Cairan parenteral (jika ibu dirawat dirumah sakit atas instruksi dokter)

Berikan cairan yang cukup mengandung elektrolit, karbohidrat, dan protein dengan glukosa
5% dalam cairan garam fisiologis sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambahkan
kalium dan vitamin, terutama vitamin B kompleks dan vitamin C dan apabila ada kekurangan
protein dapat ditambahkan asam amino secara intravena.

Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan yang dikeluarkan. Urin perlu diperiksa setiap
hari terhadap kandungan protein, aseton, klorida, dan bilirubin. Suhu tubuh dan nadi
diperiksa setiap 4 jam dan tekanan darah diukur 3 kali sehari. Dilakukan pemeriksaan
hematokrit pada permulaan dan seterusnya menurut keperluan. Bila dalam 24 jam pasien
tidak muntah dan keadaan umum membaik dicoba untuk memberikan minuman, dan lambat
laun makanan dapat ditambah dengan makanan yang tidak cair.
 Terapi Obat-obatan

Apabila dengan cara-cara tersebut di atas keluhan tidak berkurang maka diperlukan
pengobatan namun harus menghindari obat-obatan yang bersifat teratogenik. Sedativ yang
dapat diberikan adalah fenobarbital. Vitamin yang dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6.
Pada keadaan yang lebih berat dapat diberikan antiemetik seperti metokloperamid, disiklomin
hidroklorida, atau klorpromazin. Pada kasus hiperemesis gravidarum yang lebih berat
diperlukan perawatan di rumah sakit.

 Terapi Psikologis

Pasien perlu diyakinkan bahwa kehamilan adalah suatu hal yang wajar dan fisiologis, tidak
perlu takut dan khawatir. Yakinkan bahwa penyakitnya dapat disembuhkan, atasi masalah
sosial ekonomi, pekerjaan, masalah lingkungan, serta menghilangkan masalah dan konflik
lainnya yang melatarbelakangi penyakit ini.

 Diet

Ciri khas diet hiperemisis gravidarum adalah penekanan karbohidrat kompleks terutama pada
pagi hari, serta menghindari makanan yang berlemak dan goring-gorengan untuk menekan
rasa mual dan muntah, sebaiknya diberi jarak dalam pemberian makan dan minum. Diet pada
hipermeisis bertujuan untuk menggantikan glikogen tubuh dan mengontrol asidosis secara
berangsur memberikan makanan berenergi dan zat gizi yang cukup.

Diet hiperemisis gravidarum memiliki beberapa syarat,diantaranya adalah karbohidrat tinggi


yaitu 75-80 % dari kebutuhan energy total, lemak rendah yaitu < 10%, protein sedang yaitu
10-15 % dari kebutuhan energy total, makanan diberikan dalam bentuk kering, pemberian
cairan disesuaikan dengan keadaan pasien yaitu 7-10 gelas sehari, makan mudah dicerna,
tidak merangsang saluran cerna dan diberikan lebih sering dalam porsi kecil, bila makan pagi
dan sulit diterima, pemberian dioptimalkan pada makan malam dan selingan malam,
makanan secara berangsur ditingkatkan dalam porsi dan nilai gizi sesuai dengan keadaan dan
kebutuhan gizi pasien.

 Penghentian kehamilan

Pada beberapa keadaan hiperemisis gravidarum yang sudah cukup parah dan dinilai bisa
mengancam kesejahteraan janin dan ibu maka dapat dipertimbangkan pengakhiran
kehamilan.

Pertanyaan saat diskusi:

1. Makanan yang hangat dan sangat dingin dalam pemberian makanan pada pasien
hiperemisis adalah dimaksudkan agar tidak merangsang pengeluaran asam lambung yang
dapat memicu mual dan rangsangan untuk muntah

2. Apakah di BPM berwenang merawat pasien dengan hiperemisis gravidarum? Tidak,


karena menurut Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Normor
1464/MENKES/PER/X/2010 Bab II pasal 9-10 bidan tidak berwenang untuk merawat pasien
dengan hiperemisis gravidarum. Tindakan yang dilakukan oleh bidan ialah stabilisasi pasien
terlebih dahulu sebelum dirujuk ke fasilitas kesehatan.

Macam-macam Kasus Kegawatdaruratan pada ibu Hamil

 Perdarahan

Perdarahan yang berhubungan dengan persalinan dibedakan dalam dua


kelompok utama yaitu perdarahan antepartum dan perdarahan postpartum.
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam yang terjadi sebelum
bayi lahir. Perdarahan yang terjadi sebelum kehamilan 28 minggu seringkali
berhubungan dengan aborsi atau kelainan. Perdarahan kehamilan setelah 28
minggu dapat disebabkan karena terlepasnya plasenta secara prematur,
trauma, atau penyakit saluran kelamin bagian bawah (Depkes RI, 2000).

 Pre-Eklamsi

Per-eklamsi adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan


proteinuria yang timbul karena kehamilan yang dapat menyebabkan kematian
pada ibu dan janinnya. Penyakit ini pada umumnya terjadi dalam triwulan ke-3
kehamilan dan dapat terjadi pada waktu antepartum, intrapartum, dan
pascapersalinan (Prawirohardjo, 1999).
Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda yang lain.
Untuk menegakkan diagnosis pre-eklamsi, kenaikan tekanan sistolik harus 30
mm Hg atau lebih di atas tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai
140 mm Hg atau lebih dan tekanan diastolik naik dengan 15 mmHg atau lebih
atau menjadi 90 mm Hg maka diagnosis hipertensi dapat ditegakkan
(Manuaba, 1995).
Edema ialah penimbunan cairan secara umum yang berlebihan dalam jaringan
tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta
pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Kenaikan berat badan ½ kg setiap
minggu dalam
kehamilan masih dapat dianggap normal tetapi bila kenaikan 1 kg
seminggu beberapa kali, hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan (Manuaba,
1995).
Proteinuria merupakan komplikasi lanjutan dari hipertensi dalam kehamilan,
dengan kerusakan ginjal sehingga beberapa bentuk protein lolos dalam urine.
Normal terdapat sejumlah protein dalam urine, tetapi tidak melebihi 0,3 gr
dalam 24 jam. Proteinuria menunjukkan komplikasi hipertensi dalam
kehamilan lanjut sehingga memerlukan perhatian dan penanganan segera
(Manuaba, 1995).
Penyebab pre-eklamsi sampai sekarang belum diketahui dengan pasti.
Telah terdapat banyak teori yang mencoba menerangkan sebab penyakit ini,
akan tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban yang memuaskan. Diduga
penyebab hipertensi dalam kehamilan secara patologi terjadi karena akibat
implantasi sehingga timbul iskemia plasenta yang diikuti sindroma inflamasi
dan risiko meningkat pada hamil kembar, penyakit trombolas, diabetes
mellitus, faktor herediter dan masalah vaskuler (Saifuddin, 2000).

 Infeksi

Infeksi pascapersalinan ialah meningkatnya suhu tubuh > 38ºC dan demam
berturut-turut selama dua hari sesudah persalinan dan yang disertai keluarnya
cairan yang berbau dari liang rahim. Infeksi jalan lahir dapat terjadi pada ibu
bersalin yang pertolongan persalinannya tidak bersih atau pada wanita yang
menggugurkan kandungan dengan cara berbahaya. Tanda-tandanya adalah
panas tinggi lebih dari dua hari setelah melahirkan atau setelah keguguran.
Keadaan ini berbahaya dan ibu perlu
Universitas Sumatera Utara
mendapatkan perawatan intensif. Infeksi ini dapat dicegah dengan
pertolongan persalinan yang bersih dan aman (Poehjati, 2003).
Infeksi dapat terjadi apabila:
1. Ketuban pecah dini (lebih dari 6 jam)
2. Persalinan tak maju atau partus lama.
3. Penolong persalinan tidak mencuci tangan dengan baik
4. Pemeriksaan vaginal yang terlalu sering atau kurang bersih
5. Perawatan daerah perineal yang tidak benar selama atau sesudah kehamilan
6. Persalinan yang tidak bersih
7. Memasukkan sesuatu kedalam jalan lahir
8. Hubungan seks setelah ketuban pecah
9. Sisa jaringan plasenta, atau sisa jaringan abortus
10. Perdarahan
Pencegahan infeksi sangat penting untuk diketahui, yaitu dengan menjaga
kebersihan, misalnya:
1. Menjaga kebersihan dengan sungguh-sungguh waktu melakukan
pemeriksaan dalam.
2. Menganjurkan semua ibu hamil untuk datang kebidan/segera setalah
ketuban pecah.
3. Mengganjurkan semua ibu hamil untuk tidak melakukan hubungna seks
apabila ketuban sudah pecah.
4. Mencuci kedua tangan dengan bersih sebelum dan sesudah merawat ibu.

Universitas Sumatera Utara


5. Menganjurkan pada pada ibu untuk menjaga kebersihan diri dan mengenai
pentingnya kebersihan (Prawirohadjo, 2000).

Prinsip Deteksi Dini Terhadap Kelainan, Komplikasi Dan Penyulit Pada Ibu
Hamil
Kehamilan melibatkan perubahan fisik maupun emosional dari ibu serta
perubahan sosial di dalam keluarga. Seorang ahli medis menghadapi suatu tugas
yang tidak biasa dalam memberikan dukungan pada ibu dan keluarganya dalam
merencanakan penyambutan anggota keluarga yang baru, memantau
perubahan-perubahan fisik yang normal yang dialami ibu serta tumbuh
kembang janin, juga mendeteksi serta menatalaksana setiap kondisi yang tidak
normal.
Sistem penilaian resiko tidak dapat memprediksi apakah ibu hamil akan
bermasalah selama kehamilannya. Oleh karena itu, pelayanan/asuhan antenatal
merupakan cara penting untuk memonitor dan mendukung kesehatan ibu hamil
dan mendeteksi kehamilan.
Setiap kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi
setiap saat. Itu sebabnya mengapa ibu hamil memerlukan pemantauan selama
kehamilannya. Kebijakan teknis yang dilaksanakan adalah :

 Mengupayakan kehamilan yang sehat

 Melakukan deteksi dini komplikasi, melakukan penatalaksanaan awal


serta rujukan bila diperlukan

 Persiapan persalinan yang bersih dan amaPerencanaan antisipatif dan


persiapan dini untuk melakukan rujukan jika terjadi komplikasi.

a. Pemeriksaan kehamilan dini (early anc detection)


Ibu hamil sebaiknya dianjurkan mengunjungi bidan / dokter sedini
mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan /
asuhan antenatal.
Ketika seorang ibu mulai mendapatkan tanda presumtif hamil seperti :
 amenorhe
 mual dan muntaH
 mengidam
 pingsan
 pembesaran payudara dan lain-lain.
Atau ketika dia menemukan tanda mungkin hamil seperti :
 pembesaran perut
 tes kehamilan positif,
 Tanda hegar
 tanda piscazek
 tanda pembesaran uterus dan lain-lain diharapkan ibu tersebut segera
memeriksakan diri ke tenaga kesehatan baik itu bidan maupun dokter.

b. Kontak dini kehamilan trimester I


Kebijakan program untuk kunjungan ante natal minimal 4 kali selama kehamilan,
terdiri dari :
1. 1 kali pada trimester pertama
2. 1 kali pada trimester kedua
3. 2 kali pada trimester ketiga

Pelayanan standar minimal yang diperoleh harus mencakup “ 7 T ”


1. Timbang berat badan
2. Ukur Tekanan darah
3. Ukur Tinggi Fundus Uteri
4. Pemberian imunisasi Tetanus Toxoid (TT) lengkap
5. Pemberian Tablet zat besi, minimal 90 tablet selama kehamilan (fe 60 mg,
asam folat 500 ug).
6. Tes terhadap penyakit menular seksual
7. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan.
Dengan adanya kontak dini khususnya pada trimester I, maka akan
memudahkan kita dalam mendeteksi adanya kelainan atau komplikasi yang
mungkin dialami oleh ibu hamil dalam kehamilannya.

c. Skrining untuk deteksi


1. Kunjungan I (16 minggu) dilakukan untuk :
Penapisan dan pengobatan anemia
Perencanaan persalinan
Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya.
2. Kunjungan II (24 – 28 minggu), dilakukan untuk :
Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya.
Penapisan preeklampsi, gemeli, infeksi alat reproduksi dan saluran
perkemihan
Mengulang perencanaan persalinan
3. Kunjungan III (32 minggu), dilakukan untuk :
Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya.
Penapisan preeklampsi, gemeli, infeksi alat reproduksi dan saluran perkemihan
Mengulang perencanaan persalinan
4. Kunjungan IV (36 minggu), dilakukan untuk :
Sama seperti kegiatan kunjungan II dan III
Mengenali adanya kelainan letak dan presentasi
Memantapkan rencana persalinan
Mengenali tanda-tanda persalinan.
Riwayat Riwayat obstetric Riwayat Riwayat sosial
kehamilan ini lalu penyakit ekonomi
1. Usia ibu hamil 1. jumlah kehamilan 1. Jantung 1. Status
perkawinan
2. HPHT, siklus haid2. jumlah persalinan 2. tekanan darah
tinggi 2. respon ibu dan
3. perdarahan 3. jumlah persalinan
keluarga terhadap
pervaginam cukup bulan 3. DM
kehamilan
4. keputihan 4. jumlah persalinan 4. TBC
3. jumlah keluarga
premature
5. mual dan 5. Pernah operasi di rumah yang
muntah 5. jumlah anak hidup membantu
6. Alergi obat /
6. masalah/kelainan6. jumlah keguguran makanan 4. Siapa pembuat
pada kehamilan keputusan dalam
7. jumlah aborsi 7. Ginjal
sekarang keluarga
8. perdarahan pada 8. Asma
7. pemakaian obat- 5. kebiasaan makan
kehamilan,
obat (termasuk 9. Epilepsi dan minum
persalin-an, nifas
jamu-jamuan) 10. Penyakit hati 6. kebiasaan
terdahulu
9. adanya hipertensi 11. Pernah merokok,
dalam kehamilan kecelakaan menggunakan
pada kehamilan obat-obat dan
terdahulu alkohol

10. berat bayi 7. kehidupan


< 2,5 kg atau berat seksual
bayi > 4 kg 8. pekerjaan dan
11. Adanya aktivitas sehari-
masalah-masalah hari
selama kehamilan, 9. pilihan tempat
persalin-an, nifas untuk melahirkan
terdahulu
10.pendidikan
11..penghasilan
Fisik umum Pemeriksaan Pemeriksaan dalam Laboratorium
luar
Kunjungan Pada setiap Pada kunjungan Kunjungan
pertama : kunjungan : per-tama : pertama
o tekanan darah o mengukur TFU Pemeriksaan vulva/ Darah :
perineum untuk :
o suhu badan o palpasi untuk o Hemoglobin
menentukan o Varises
o nadi o Glukosa
letak janin (atau
o Kondiloma
o berat badan lebih dari 28 o VDRL
minggu) o Edema
o tinggi badan
o muka : edema, o Auskultsi detako Hemoroid Urin ;
pucat jantung janin o Kelainan lain
o Warna, bau,
o mulut & gigi : Pemeriksaan kejernihan
kebersihan, karies, dengan speculum o Protein
tonsil untuk menilai :
o Glukosa
o tiroid / gondok o Serviks
o tulang belakang / o Tanda-tanda infeksi
punggung :
o Cairan dari ostium
scoliosis
uteri
o payudara ; putting
Pemeriksaan untuk
susu, tumor
menilai :
o abdomen : bekas
o Serviks*
operasi
o Uterus*
o ekstremitas :
edema, varises, o Adneksa*
refleks patella o Bartolini
o costrovertebral o Skene
angle tenderness
(CVAT) o Uretra

o kulit : kebersihan,
penyakit kulit
* Bila usia
kunjungan kehamilan < 12
berikutnya minggu

o tekanan darah
o berat badan
o edema
o masalah dari
kunjungan
pertama

Rabu, 17 Juli 2013


Kegawatdaruratan dalam Obstetri
KASUS GAWAT DARURAT OBSTETRI

Kasus gawat darurat obstetri :

1. Kehamilan < 20 mg : Abortus, KET, hyperemesis, mola.

Kehamilan > 20 mg : Plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri.

2. Persalinan : Plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri.


3. Nifas : Atonia uteri, perlukaan jalan lahir, sisa plasenta.

Kasus gawat darurat memerlukan pertolongan secepatnya. Segera lakukan :

1. Penilaian awal : - periksa pandang

- periksa fisik

- nilai tanda vital

2. Penilaian klinik lengkap :

- anamnesis

- pem. fisik umum


- pem. obstetri

- pem. panggul

PERDARAHAN DALAM OBSTETRI

Definisi :

Pendarahan yang terjadi dalam kehamilan, persalinan, dan nifas.

Penilaian :

1. Tentukan syok/tidak
2. Tentukan hamil/dlm persalinan/nifas
3. Tentukan usia kehamilan/kala persalinan/ nifas dini atau lanjut.
4. Tentukan diagnosis melalui pem. obstetri

HAP (Perdarahan Sebelum Melahirkan)

Definisi :

Pendarahan dari jalan lahir setelah kehamilan 28 minggu.

(pendarahan antara kehamilan 22-28 minggu disbt pendarahan TM II)

klasifikasi :

1. Plasenta previa
2. Solusio plasenta
3. Pendarahan antepartum yang belum jelas sumbernya:

- ruptur sinus marginalis


- plasenta letak rendah (mulai berdarah pd akhir kehamilan/awal persalinan)

- vasa previa (mulai berdarah saat pemecahan selaput ketuban)

- kelainan selviks (erosi, polip, varises, trauma, Ca)

Frekuensi :
- 3% persalinan

Hati2 HAP bila:

1. > 35 th

2. 5

3. bagian terbawah masih terapung diatas PAP

4. penderita PE atau hipertensi kronis

5. letak lintang

PLASENTA PREVIA

Definisi :

Plasenta yang letaknya abnormal, yl pada SBR shg menutupi sebagian atau seluruh OUI

Klasifikasi :

Berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui OUI pada waktu tertentu.

1. Plasenta previa totalis: seluruh OUI tertutup oleh jaringan plasenta (23-31, 3%)
2. Plasenta previa parsialis: sebagian OUI tertutup oleh jaringan plasenta ( 20,6-
33%)
3. Plasenta previa marginalis: pinggir plasenta berada tepat pada pinggir OUI
4. Plasenta letak rendah: plasenta yang letaknya abnormal pada SBR tp belum sp
menutupi OUI ( tepi plasenta berada 3 –4 cm diatas tepi OUI) (37-54,9%)

Frekuensi : 0,4 – 0,6%

Etiologi:

Tidak diketahui dgn jelas. Faktor2 predisposisi :

1. Vaskularisasi desidua berkurang:

a. Umur tua

b. Multiparises

c. Anemia

2. Kerusakan endometrium/ myometrium


a. R/ SS (risiko: 4X), curigai plasenta akreta

b. R/ kuretase

3. Plasenta besar

a. Hamil kembar

b. Eritroblastosis fetalis

c. Merokok

4. Sebab-sebab yang belum dapat dijelaskan

a. Kehamilan dengan miom

b. Janin laki-laki

c. R/ Plasenta previa

Patogenesis :

1. Kerusakan endometrium korpus menyebabkan implantasi kurang baik, shg plasenta


berimplantasi pada SBR

2. kebutuhan nutrisi melebihi normal (mis gemeli, bayi besar) shg plasenta melebar hingga
mencapai SBR/OUI.

Gejala :

- gejala awal biasanya bercak

- darah segar

- biasanya malam hari saat pembentukan SBR

- pendarahan sebag besar berasal dr ibu, sebag kecil dr janin (± 10%)

Diagnosis :

1. Anamnesis: pendarahan jalan lahir, tanpa nyeri, tanpa sebab, terutama multi

PL: bag terbawah belum masuk PAP, biasanya disertai kelainan letak

Inspekulo: pendarahan berasal dari OUI

Penentuan letak plasenta scr tidak langsung: USG

Penentuan letak plasenta scr langsung:


- perabaan forniks

- pemeriksaan melalui kanalis servikalis

Penatalaksanaan :

: janin tdk lahir prematur

1. < 37 mmg

2. Pendarahan tdk aktif

3. Belum inpartu

4. KU ibu baik ( Hb > 8 g% )

5. Janin hidup

II. Aktif
:

1. Pendarahan aktif dan banyak, KU jelek, syok

2. 37 mmg atau TBJ > 2500 g

3. Inpartu

4. Janin mati, ada anomali kongenital mayor

5. Bag terbawah sdh jauh masuk PAP ( 3/5 – 2/5 )

Tindakan :

1. Perbaikan KU : infus, atasi syok

2. Stl syok teratasi & pastikan diagnosis dan tentukan cara terminasi:

- bila KU jelek : langsung SS

- bila KU baik →: PDMO

Cara menyelesaikan persalinan :


SOLUSIO PLASENTA

Definisi :

Terlepasnya plasenta dr tempat implantasinya yang normal sebelum janin lahir pada
kehamilan 28 mmg (TM3)

Frekuensi :

2% dari seluruh persalinan, resiko berulang (kambuh) 1 dlm 6 – 25 kehamilan

Etiologi/ Predisposisi :

1. HDK

2. Multiparitas

3. Usia ibu tua

4. TP pendek

5. Dekompresi uterus mendadak

6. Tekanan pada VCL

7. Defisiensi gizi, asam folat

8. Trauma, VL

9. Konsumsi alkohol

10. Merokok

11. Tumor Uterus

12. Kelainan Uterus

Diagnosis :

Gambar klinis :

1. pendarahan antepartum disertai rasa nyeri perut terus menerus

2. warna darah kehitaman


3. anemia/syok yg tdk sesuai dgn jumlah darah yg keluar

4. uterus tegang spt papan ( en bois, wooden womb)

5. bagian janin sukar diraba

6. DJJ (-)

7. stl plasenta lahir tdpt cekungan

Penatalaksanaan:

Ekspektatif

Kriteria :

1. KU baik

2. Usia gestasi < 37 mmg/TBJ < 2500 g

3. Solusio plasenta ringan

Aktif

Kriteria:

1. KU jelek

2. Usia gestasi 37 mmg/ TBJ 2500 g

3. Solusio plasenta ringan, sedang, berat

Tindakan :

I. Perbaiki KU ( sebaiknya pasang CVP )

II. Tindakan obstetrik

ABORTUS

Definisi :

Berakhirnya kehamilan (disebabkan oleh faktor-faktor ttt) sbl hasil konsepsi mampu
hidup di luar kandungan (< 500 g, atau < 20 mmg)

Ab. Spontan = keguguran = miscarriage :


Abortus yang terjadi secara alamiah tanpa adanya upaya2 dr luar ( buatan ) utk
mengakhiri kehamilan

Ab. Buatan = ab. Provokatus = aborsi = pengguguran:

Abortus yg tjd akibat adanya upaya2 ttt untuk mengakhiri kehamilan

Ada 2 : 1. Ab. Provokatus medisinalis

Ab. Provokatus kriminalis

Kejadian :

Angka pasti sulit ditentukan : WHO : 10% dr seluruh kehamilan. Sarwono : 10 – 15%

Etiologi

erkembangan zigot

lasenta

r maternal

nan traktus genitalis

Penatalaksanaan :

1. Ab iminens

a. tirah baring

b. sedatif ringan: fenobarbital 3X30 mg

c. tokolitik: isosuprine 3x10 mg

d. hormonal: preparat progesteron

2. Ab insipiens dan inkompalit

a. Perbaiki KU

b. Kuretase, bila keh > 12 mmg, tetes pitosin, kuretase

c. Uterotonika

d. Antibiotika, gol penisilin


3. Ab komplit

Tidak memerlukan pengobatan khusus. Bila anemia beri SF atau roboransia, atau
transfusi

4. Missed abortion

a. periksa CT, BT, CoT

b. keh < 12 mmg : psg laminaria & kuretase

c. keh > 12 mmg : estradiol benzoas 2 X 20 mg IM 3 hari laminaria atau tetes pitosin

5. Ab septik

a. Rawat di ICU

b. T/ = ab infeksiosa, tp AB spektrum > luas, dosis > tinggi, metronidazol per infus.
Selanjutnya Ab sesuai tes resistensi

c. Deksametason 40 – 60 mg IV/ 8 jam minimal 2 hari

d. Kuretase 24 jam kemudian

e. Bila dgn AB dan kuretase, tdk ada perbaikan KU : pertimbangkan HT - SOB

f. HT juga dipertimbangkan bila;

- uterus > 16 mmg

- ada infeksi dgn C. welchii

- abortus provokatus dgn zat korosif

- ada perforasi uterus

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Definisi :

Keadaan timbulnya mual dan muntah yg berlebihan pada wanita hamil TM I, lebih dari 10
X 24 jam, shg mengganggu KU dan aktifitas sehari-hari (memburuk/dehidrasi)
Etiologi: tidak diketahui secara pasti

A. faktor predisposisi : kadar HCG yg tinggi: PG, mola hidatidosa, hamil ganda, hamil dgn
DM

B. faktor organik: masuknya vili khoriales dlm sirkulasi maternal (benda asing)

C. alergi: respon jaringan ibu terhadap anak

D. psikologik: rumah tangga retak, takut hamil, dan melahirkan, kehilangan pekerjaan dll

E. endokrin: DM, hipertiroid , dll

Gambaran klinik :

Wanita hamil muda, muntah terus menerus, kulit kering, dehidrasi, dan BB turun berat:
ikterus dan ggn syaraf.

Patologi:

1. otak ; ensefalopi wernicke

2. jantung : atrofi

3. sindrom mallory weiss

4. hati

5. ginjal

Penatalaksanaan :

1. pencegahan

2. isolasi

3. puasa sp muntah hilang (24 jam)

4. terapi psikologis

5. cairan parenteral

6. balans cairan

7. obst. Penenang,neorotonik

8. konsul RSJ
9. terminasi kehamilan

KEHAMILAN EKTOPIK

Definisi :

Telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri

Lokasi:

a. tuba fallopii

b. uterus

c. ovarium

d. intragligamenter

e. abdominal

f. kombinasi keh dlm dan luar uterus

Frekuensi :

0 – 14,6 %

Etiologi:

Sebagian besar tidak diketahui, faktor yang mempengaruhi:

1. lumen tuba sempit

2. ddg tube

3. di luar tuba

4. Fa/ lain

Faktor risiko :

1. PID

2. IUD (inflamasi → obstruksi pangkat tuba)

3. R/ KE
4. R/ operasi abdomen

Diagnosis :

Gambaran klinis bervariasi tgt cepat lambatnya diagnosis dibuat, lokasi implantasi, sdh
tjd ruptur/belum

Anamnesis:

- terlambat mens, disertai gjl subyektif hamil muda

- nyeri perut bawah, mula2 satu sisi, lalu ketengah/seluruh perut

- nyeri dapat menjalar sp ke bahu

- pendarahan pervaginam

- tenesmus, ok hematokel retrouterina

Pem umum:

- tampak kesakitan dan pucat

- tanda-tanda syok

- perut mengembung nyeri tekan

Pem ginekologik:

- tanda-tanda kehamilan muda

- nyeri goyang serviks

- uterus sedikit membesar,kadang2 teraba tumor disamping uterus dengan batas sulit
ditentukan

- CD menonjol dan nyeri raba, hematokel retrouterina

- Suhu kd2 naik, shg sukar dibedakan dgn infeksi pelviks

Lab:

- HB , lekosit

- PT berguna bila (+), bila (-) tidak menyingkirkan KET - hCG harus diperiksa dgn bahan
yg memiliki sensitivitas minimal 5 ml U/ml. Pada kehamilan normal kadar - hCG akan
menjadi 2x lipat dlm 58 jam. Pada sebagian besar KE kadarnya tidak menjadi 2X lipat
atau bahkan menurun
- Progesteron

USG:

- tampak kantung gestasi di luar kavum uteri atau genangan cairan di CD

Kuldosentesis

Penatalaksanaan :

1. perbaikan KU, infus dan transfusi.

2. laparotomi segera stl diagnosis ditegakkan, laparoskopi hanya dimungkinkan jika KU


pasien benar2 stabil.

3. kemoterapi

Anda mungkin juga menyukai