Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah” dan berarti
serangan nafas pendek (Price, 1995 cit Purnomo 2008). Nelson (1996) dalam Purnomo
(2008) mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing(mengi) dan
atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik dan atau kronik,
cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal), musiman, adanya faktor pencetus
diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan
penyumbatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarga,
sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tentang definisi ASMA
b. Untuk mengetahui tentang etiologi ASMA
c. Untuk mengetahui tentang manifestasi klinis ASMA
d. Untuk mengetahui tentang patofisiologi ASMA
e. Untuk mengetahui tentang penanganan ASMA
f. Untuk mengetahui tentang komplikasi yang terjadi pada ASMA
g. Untuk mengetahui tentang konsep asuhan keperawatan pasien dengan ASMA

C. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari ASMA ?
2. Apa saja etiologi dari ASMA ?
3. Apa saja manifestasi klinis dari ASMA ?
4. Bagaimana patofisiologi dari ASMA ?
5. Bagaimana penanganan dari ASMA ?
6. Apa saja komplikasi yang terjadi pada ASMA ?
7. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pasien dengan ASMA ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang
mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh
factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat
karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang
(Almazini, 2012).
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan
karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan
peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja
dan dapat timbul disegala usia, tetapi umumnya asma lebih sering terjadi pada
anak-anak usia di bawah 5 tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan
(Saheb, 2011).
Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for
Asthma (GINA) (2006) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran
nafas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit
T. Pada orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan mengi berulang, sesak nafas,
rasa dada tertekan dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini
biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas namun
bervariasi, yang sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan
pengobatan, inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan nafas
terhadap berbagai rangsangan.

2. Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang
menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus
penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non
imunologi.
Menurut Lewis et al. (2000), secara umum pemicu asma adalah:
a. Faktor predisposisi
Genetik
2
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit Asma
Bronkhialjika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas
saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-
buahan dan anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan
obat-obatan (seperti aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh :
perhiasan, logamdan jam tangan
2) Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma
karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai beraktifitas.
Asma dapat diinduksi oleh adanya kegiatan fisik atau latihan yang
disebut sebagai Exercise Induced Asthma (EIA) yang biasanya terjadi
beberapa saat setelah latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan cepat,
ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan oleh adanya
bronkospasme, nafas pendek, batuk dan wheezing. Penderita asma
seharusnya melakukan pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.
3) Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan
eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi
pada sistem trakeo bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh
karena itu terjadi peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.
4) Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain
itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita
3
diberikan motivasi untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika
stresnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
5) Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus,
misalnya rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini
menyebabkan inflamasi membran mukus.
6) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin
sering mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak
dingin merupakan factor pemicu terjadinya serangan Asma. Kadang-
kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan,
musim kemarau.

3. Manifestasi Klinik
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi
(whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk
kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak dan
berat didada.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan
menjadi :
a. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejal aasma
atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asma
akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes
provokasi bronchial di laboratorium.
b. Asmatingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada
kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru Nampak adanya obstruksi saluran
pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
c. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan
fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita
merasa tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
d. Asma tingkat IV
4
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu
dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang
makin banyak antara lain :
1) Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokleido mastoideus
2) Sianosis
3) Silent Chest
4) Gangguan kesadaran
5) Tampak lelah
6) Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
e. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darura tmedis beberapa
serangan asma yang berat bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan
yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat reversible maka
dalam kondisi apapun diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi
normal

4. Patofisiologi dan Pathway


Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah
spasme otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan
eksudasi mucus intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi
menyebabkan pertambahan resistensi jalan udara yang merendahkan volume
ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutupan prematur jalan udara, hiperinflasi
paru, bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat elastik dan frekuensi
pernafasan. Walaupun jalan udara bersifat difus, obstruksi menyebabkan
perbedaaan satu bagian dengan bagian lain, ini berakibat perfusi bagian paru tidak
cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-gas darah terutama
penurunan pCO2 akibat hiperventilasi.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen
menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin
dilepaskan. Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila
respon histamin berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin
juga merangsang pembentukan mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler,
maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang iterstisium paru.
5
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif
berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami
degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil
akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran
udara.

6
5. Penatalaksanaan (Medis dan Keperawatan)
Pengobatan asma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik dan pengobatan farmakologik.
a. Pengobatan non farmakologik
1) Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang
penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor
pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim
kesehatan.
2) Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada
pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi
faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
3) Fisioterapi
Fisioterapi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini
dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
7
b. Pengobatan farmakologik
1) Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak
antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat
ini adalah metaproterenol (Alupent, metrapel).
2) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan
bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada
orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
3) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik,
harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol
(beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap
hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka
yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
4) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak .
Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
5) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
6) Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan
bersifat bronkodilator.
c. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
1) Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
2) Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
3) Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit
dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20
mg/kg bb/24 jam
4) Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
5) Dexametason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
6) Antibiotik spektrum luas.

8
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling
cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah
pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer).
b. Uji Provokasi bronkus
Menurut Heru Sundaru dalam bukunya H.Slamet Sogiono, dkk (2001: 24-25)
Dilakukan jika spirometri normal, maka dilakukan uji provokasi bronkus
dengan allergen, dan hanya dilakukan pada pasien yang alergi terhadap allergen
yang di uji.
c. Foto dada ( scanning paru)
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara
selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
d. Pemeriksaan kadar Ig E total dan Ig E spesifik dalam sputum
Pemeriksaan Ig E dalam serum juga dapat membantu menegakkan diagnosis
asma, tetapi ketetapan diagnosisnya kurang karena lebih dari 30 % menderita
alergi.
e. ABGs
Menunjukan proses penyakit kronik, sering kali PO2 menurun dan PCO2
normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema). Sering kali menurun
pada asma dengan pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder
terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asma).
f. Darah komplit
Dapat menggambarkan adanya peningkatan eosinofil pada asma.
g. Uji kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
h. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi
3 bagian, yaitu :
1) Perubahan aksis jantung,.
2) Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB
(Right bundle branch block).
9
3) Tanda-tanda hopoksemia,
i. Analisis gas darah

7. Komplikasi
a. Pneumo thoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang
dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat
menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan
nafas.Kerja pernapasan meningkat, kebutuhan O2 meningkat. Orang asma
tidak sanggup memenuhi kebutuhan O2 yang sangat tinggi yang dibutuhkan
untuk bernapas melawan spasme bronkhiolus, pembengkakan bronkhiolus, dan
m ukus yang kental.
b. Status Asmatikus
Status asmatikus adalah suatu serangan asma yang sangat berat,
berlangsung dalam beberapa jam smapai beberapa hari yang tidak memberikan
perbaikan pada pengobatan yang lazim dan dapat mengakibatkan kematian.
Factor penyebab :
1) Infeksi saluran nafas
2) Pencetus serangan ( allergen, obat- obatan, infeksi)
3) Kontraksi otot polos
4) Edema mukosa
5) Hipersekresi
c. Emfisema kronik
Adanya pengisian udara berlebih dengan obstruksi terjadi akibat dari
obstruksi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana
pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari pada
pemasukannya.
d. Ateleltaksis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara ( bronkus maupun bronkiolus ) atau akibat
pernafasan yang sangat dangkal.
e. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernafasan yang disebabkan oleh jamur
dan tersifat oleh adanya gangguan pernafasan yang berat. Penyakit ini juga
10
dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan
mata. Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya
infeksi Aspergillus sp.Aspergilosis Bronkopulmoner Alergika (ABPA) adalah
suatu reaksi alergi terhadap jamur yang disebut aspergillus, yang
menyebabkan peradangan pada saluran pernafasan dan kantong udara.
f. Bronchitis
Bronkhitis adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam di paru-paru yang
kecil mengalami bengkak dan terjadi peningkatan produksi dahak. Akibatnya
penderita merasa perlu batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan
lendir yang berlebihan.

11
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada ASMA
1. Pengkajian
a. Identitas : Pada asma episodik yang jarang, biasanya terdapat pada anak umur
3-8 tahun.Biasanya oleh infeksi virus saluran pernapasan bagian atas. Pada
asma episodik yang sering terjadi, biasanya pada umur sebelum 3 tahun, dan
berhubungan dengan infeksi saluran napas akut. Pada umur 5-6 tahun dapat
terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas. Biasanya orang tua menghubungkan
dengan perubahan cuaca, adanya alergen, aktivitas fisik dan stres.Pada asma
tipe ini frekwensi serangan paling sering pada umur 8-13 tahun. Asma kronik
atau persisten terjadi 75% pada umur sebeluim 3 tahun.Pada umur 5-6 tahun
akan lebih jelas terjadi obstruksi saluran pernapasan yang persisten dan hampir
terdapat mengi setiap hari.Untuk jenis kelamin tidak ada perbedaan yang jelas
antara anak perempuan dan laki-laki.
b. Keluhan utama: Batuk-batuk dan sesak napas.
c. Riwayat penyakit sekarang: Batuk, bersin, pilek, suara mengi dan sesak napas.
d. Riwayat penyakit terdahulu: Anak pernah menderita penyakit yang sama pada
usia sebelumnya.
e. Riwayat penyakit keluarga: Penyakit ini ada hubungan dengan faktor genetik
dari ayah atau ibu, disamping faktor yang lain.
f. Riwayat kesehatan lingkungan: Bayi dan anak kecil sering berhubungan
dengan isi dari debu rumah, misalnya tungau, serpih atau buluh binatang,
spora jamur yang terdapat di rumah, bahan iritan: minyak wangi, obat semprot
nyamuk dan asap rokok dari orang dewasa.Perubahan suhu udara, angin dan
kelembaban udara dapat dihubungkan dengan percepatan terjadinya serangan
asma
g. Pengkajian per sistem :
1) Sistem Pernapasan / Respirasi
Sesak, batuk kering (tidak produktif), tachypnea, orthopnea, barrel chest,
penggunaan otot aksesori pernapasan, Peningkatan PCO2 dan penurunan
O2,sianosis, perkusi hipersonor, pada auskultasi terdengar wheezing, ronchi
basah sedang, ronchi kering musikal.
2) Sistem Cardiovaskuler
Diaporesis, tachicardia, dan kelelahan.
3) Sistem Persyarafan / neurologi
12
Pada serangan yang berat dapat terjadi gangguan kesadaran : gelisah, rewel,
cengeng → apatis → sopor → coma.
4) Sistem perkemihan
Produksi urin dapat menurun jika intake minum yang kurang akibat sesak
nafas.
5) Sistem Pencernaan / Gastrointestinal
Terdapat nyeri tekan pada abdomen, tidak toleransi terhadap makan dan
minum, mukosa mulut kering.
6) Sistem integument
Berkeringat akibat usaha pernapasan klien terhadap sesak nafas

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi
kental, peningkatan produksi mukus dan bronkospasme
b. Ketidak efektifan pola nafas yang berhubungan dengan distensi dinding dada
dan kelelahan akibat kerja pernafasan
c. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2, peningkatan
sekresi, peningkatan kerja pernafasan dan proses penyakit

3. Intervensi Keperawatan

NO Dx Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)


1. Ketidak efektifan Setelah diberikan asuhan 1. Kaji warna, kekentalan dan
bersihan jalan nafas keperawatan selama 3x24 jumlah sputum
yang berhubungan jam diharapkan jalan nafas 2. Instruksikan klien pada
dengan sekresi kental, menjadi efektif. metode yang tepat dalam
peningkatan produksi Kriteria hasil : mengontrol batuk.
mukus dan 1. Menentukan posisi yang 3. Ajarkan klien untuk
bronkospasme nyaman sehingga menurunkan viskositas
memudahkan peningkatan sekresi
pertukaran gas. 4. Auskultasi paru sebelum
2. Dapat mendemontrasikan dan sesudah tindakan
batuk efektif 5. Lakukan fisioterapi dada

13
3. Dapat menyatakan dengan tehnik drainage
strategi untuk menurunkan postural,perkusi dan fibrasi
kekentalan sekresi dada.
4. Tidak ada suara nafas 6. Dorong dan atau berikan
tambahan perawatan mulut
2. Ketidak efektifan pola Setelah diberikan asuhan 1. Monitor frekuensi, irama
nafas yang keperawatan selama 3x24 dan kedalaman pernafasan
berhubungan dengan jam diharapkan klien akan 2. Posisikan klien dada
distensi dinding dada mendemontrasikan pola posisi semi fowler
dan kelelahan akibat nafas efektif 3. Alihkan perhatian
kerja pernafasan Kriteria hasil : individu dari pemikiran
a. Frekuensi nafas yang tentang keadaan ansietas
efektif dan perbaikan dan ajarkan cara bernafas
pertukaran gas pada paru efektif
b. Menyatakan faktor 4. Minimalkan distensi
penyebab dan cara gaster
adaptif mengatasi faktor- 5. Kaji pernafasan selama
faktor tersebut tidur
6. Yakinkan klien dan beri
dukungan saat dipsnea
3. Kerusakan pertukaran Setelah diberikan asuhan 1. Pantauan status pernafasan
gas yang berhubungan keperawatan selama 3x24 tiap 4 jam, hasil GDA,
dengan retensi CO2, jam diharapkan klien akan pemasukan dan haluaran
peningkatan sekresi, mempertahankan pertukaran 2. Tempatkan klien pada
peningkatan kerja gas dan oksigenasi adekuat. posisi semi fowler
pernafasan dan proses Kriteria hasil : 3. Berikan terapi intravena
penyakit a. Frekuensi nafas 16 – 20 sesuai anjuran
kali/menit 4. Berikan oksigen melalui
b. Frekuensi nadi 60 – 120 kanula nasal 4 l/mt
kali/menit selanjutnya sesuaikan
c. Warna kulit normal, dengan hasil PaO2
tidak ada dipnea dan 5. Berikan pengobatan yang
GDA dalam batas telah ditentukan serta amati

14
normal bila ada tanda – tanda
toksisitas.

4. Implementasi Keperawatan
Impkementasi di sesuaikan dengan intervensi di atas.

5. Evaluasi
Diagnosa 1 : jalan nafas efektif
Diagnosa 2 : pola nafas efektif
Diagnosa 3 : pertukaran gas dan oksigenasi adekuat

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang
mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh
factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena
konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini,
2012).
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan
karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan,
penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat
timbul disegala usia, tetapi umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di
bawah 5 tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011).

B. Saran
Setelah mengetahui pengetahuan tentang ASMA yang telah diuraikan dalam
makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahaminya, karena sangat penting
dalam bidang.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat digunakan sebagai pedoman bagi
pembaca, baik bagi tenaga kesehatan dan khususnya bagi mahasiswa keperawatan
dalam memberikan asuhan keperawatan secara professional.

16
DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma


Berat. Jakrta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.; Pocket Guide for Asthma Management and
Prevension In Children. www. Dimuatdalam www.Ginaasthma.org
Linda Jual Carpenito, 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Johnson, M., et all. 2015. Nursing Interventions Classification (NIC) sixth Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika
Blackwell, W. 2014. Nursing Diagnoses NANDA 2015-2017. India:Pondhicerry.
Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui TentangAsma, Jakarta Departemen Ilmu Penyakit
Dalam, FKUI/RSCM

17

Anda mungkin juga menyukai