Anda di halaman 1dari 19

BAB II

PEMBAHASAN

A. Dokumentasi pada area keperawatan kritis.


Keperawatan kritis bersifat cepat perlu tindakan cepat, serta pemikiran kritis
tingkat tinggi. Perawat harus dapat mengkaji pasien dengan cepat merumuskan diagnosis
baik aktual maupun potensial, merencanakan intervensi keperawatan sambil berkolaborasi
dengan dokter, berkonsultasi dengan dokter spesialis, dan bagian penunjang lain. Lebih
jauh perawat harus dapat mengimplementasikan rencana pengobatan, mengevaluasi
efektifitas pengobatan dan merevisi perencanaan dalam waktu yang sangat sempit.

Pasien yang masuk ke lingkungan perawatan kritis menerima asuhan keperawatan


intensif untuk berbagai masalah kesehatan. Serangkaian gejala memiliki rentang dari
pasien yang memerlukan pemantauan yang sering dan membutuhkan sedikit intervensi
sampai pasien dengan kegagalan fungsi multi sistem yang memerlukan intervensi untuk
mendukung fungsi hidup yang mendasar.

Hal tersebut merupakan tantangan besar bagi perawat, yang juga harus membuat
catatan perawatan yang akurat melalui pendokumentasian.

I. Lingkup praktek

Lingkup praktek asuhan keperawatan kritis didefenisikan dengan interaksi


perawat dengan pasien penyakit kritis, dan lingkungan yang memberikan sumber-sumber
adekuat untuk pemberian perawatan.

II. Keperawatan Gawat Darurat.

Di lingkungan gawat darurat, hidup dan mati seseorang ditentukan dalam


hitungan menit, Sehingga perawat harus dapat memfokuskan hasil yang dapat dicapai dan
menekankan perlunya pelaporan dan pencatatan asuhan perawatan. Oleh karena itu
dokumentasi yang akurat sangat diperlukan sebagai bagian pelayanan professional.

A. Tujuan Rekam Medis.

Dokumentasi gawat darurat memiliki tiga manfaat utama :

1. Rekam medis gawat darurat adalah catatan penting informasi pasien yang berguna untuk
diagnosis dan pengobatan.

2. Rekam medis gawat darurat digunakan untuk mempemudah penggantian biaya untuk
institusi. Dalam hal ini, catatan harus mencerminkan pengobatan apa yang telah diberikan,
bagaimana hasilnya, dan apakah dilakukan intervensi lebih lanjut

3. Dokumentasi keperawatan digunakan untuk mengevaluasi mutu perawatan ketika


akreditasi (Joint Commision for the Accreditation of Healthcare Organizations).

4. Rekam medis gawat darurat merupakan catatan legal tentang pasien. Beberapa informasi
mungkin saja diperlukan tidak dalam kaitannya dengan perjalanan klinis, seperti untuk
fornsik yang melibatkan pernyataan korban, mekanisme cedera, pola luka dan sebagainya.

B. Pentingnya Dokumentasi.

Melakukan dokumentasi secara akurat dalam rekam medis adalah salah satu cara
terbaik bagi perawat untuk membela diri dari tuntutan hukum karena kelalaian dalam
pemberian perawatan

Dokumentasi yang berasal dari kebijakan standar nasional berguna sebagai alat
managemen resiko bagi perawat unit gawat darurat. Hal ini dapat digunakan untuk
pemantauan dengan tepat dan sebagai alat pembuktian bahwa perawat telah melakukan tugas-
tugasnya kepada pasien.

C. Nilai Kemanusiaan dan Advokasi Perawat.

Nilai kemanusiaan merupakan ide dasar di balik peran perawat sebagai advokat
pasien. Menunjukkan rasa hormat terhadap martabat manusia, otonomi, dan individu di
lingkungan gawat darurat merupakan pendekatan etik dan managemen resiko sebab perawat
berinteraksi dengan banyak orang, mulai dari berbagai spesialis medis dan unit penunjang,
atau dengan begitu banyak sisi kemanusiaan. Pasien memerlukan pengobatan cepat untuk
setiap jenis penderitaan yang mereka alami.

D. Pengkajian dan Komunikasi.

1. Triase.

Berdasarkan standar praktik ENA, “ Perawat gawat darurat harus memberlakukan triase
untuk semua pasien yang masuk ke UGD dan menentukan prioritas perawatan berdasarkan
kebutuhan fisik dan psikologis, dan juga factor-faktor lain yang mempengaruhi pasien”
(ENA, 1995).

2. Pentingnya Triase.

Pentingnya proses triase yang efektif memungkinkan perawat untuk mengevaluasi dengan
benar urgensi gejala pasien dan menentukan dengan cepat siapa di antara pasien penderita
penyakit akut yang paling memerlukan pertolongan segera. Sehingga perawat triase harus
berpengalaman dan trampil melakukan pengkajian cepat.

Proses triase mencakup dokumentasi hal-hal berikut :

 Waktu dating pasien dan alat transportasi yang digunakan.


 Keluhan utama ( “Apa yang membuat Anda datang kemari”).
 Prioritas atau keakutan perawatan.
 Penentuan pemberian perawatan yang tepat.
 Penempatan di area pengobatan yang tepat.
 Intervensi awal yang dilakukan misalnya balutan steril, kompres, pemakaian bidai,
prosedur diagnostik seperti pemeriksaan radiologi, EKG, AGD.

3. Proses Triase dan Pengkajian Ulang dalam Triase.

Proses triase dimulai ketika pasien masuk ke pintu UGD. Perawat harus
memperkenalkan diri, menanyakan riwayat singkat dan melakukan pengkajian. Melihat
sekilas ke arah pasien yang berada di brankar sebelum mengarahkan ke ruang perawatan
yang tepat. Pengumpulan data subjektif dan objektif harus dilakukan dengan sangat cepat –
tidak lebih dari 5 menit. Perawat triase bertanggung jawab untuk menempatkan pasien di area
pengobatan yang tepat; bagian trauma dengan peralatan khusus, bagian jantung dengan
monitor jantung dan tekanan darah, atau area pengobatan cepat untuk keluhan minor
misalnya sakit tenggorokan tanpa demam, sakit gigi, terkilir.

Dokumentasi pengkajian ulang harus mencakup waktu, tanda vital, dan perubahan
kategori keakutan.

4. Wawancara Triase yang Ideal.

Wawancara dan dokumentasi triase yang ideal mencakup hal-hal berikut :

 Nama, usia, jenis kelamin, dan cara kedatangan pasien.


 Keluhan utama.
 Riwayat singkat (termasuk awitan, derajat, intensitas, kondisi yang sama dan masalah
medis sebelumnya.
 Pengobatan.
 Alergi.
 Tanggal imunisasi tetanus terakhir.
 Tanggal periode haid terakhir bagi wanita subur (termasuk gravida, para dan aborsi,
jika perlu).
 Pengkajian tanda vital dan berat badan.
 Klasifikasi pasien dan tingkat keakutan.

5. Pengkajian.

Pengkajian harus dilakukan secara akurat dan kontinue (ENA,1995).Tujuan


pengkajian adalah untuk mengenali kegawatdaruratan yang mengancam kehidupan dan
mengumpulkan cukup data untuk menentukan prioritas perawatan. Perawat diharapkan setiap
saat dapat mengkomunikasikan data yang diperoleh kepada dokter, meliputi abnormalitas,
gejala yang lanjut.

a. Prioritas Pengkajian.

Prioritas pengkajian meliputi sistem kardiovaskuler dan respirasi termasuk tanda vital.
Pengkajian ini merupakan pemeriksaan utama meliputi jalan napas, pernapasan dan sirkulasi.
Tanda vital merupakan indikator penting yang dapat menggambarkan status pasien secara
akurat, sehingga perlu didokumentasikan.Pemeriksaan umum dapat dilakukan secara
bersamaan dengan pemeriksaan utama seperti tingkat kesadaran, kualitas bicara, tampilan
umum, dan tingkat distress.
a. Pemantauan.

Banyak pasien yang dipasangkan alat monitor jantung, tekanan darah, dan saturasi
oksigen. Jika menggunakan monitor jantung pada strip yang pertama harus dituliskan waktu
dan ditempelkan di dalam catatan keperawatan. Jika pemakaian monitor jantung tersebut
tetap diperlukan, maka perawat harus mendokumentasikan bahwa monitor tertsebut terus
digunakan selama periode ketika pasien keluar dari UGD. Misalnya, perawat akan mencatat :
Untuk CT scan, perawat dan dokter spesialis mempertahankan jalan napas dengan Ambu
bag dan oksigen. Dipasang juga monitor jantung, saturasi oksigen, dan tekanan darah.

E. Perencanaan dan Kolaborasi.

Perawat harus merumuskan rencana asuhan keperawatan yang komprehensif untuk


pasien UGD dan berkolaborasi dalam perumusan seluruh rencana perawatan pasien (ENA,
1995). Di UGD segala sesuatu dapat terjadi dengan cepat, tetapi dengan permasalahan pasien
yang sangat beragam dan banyak sehingga diperlukan pengetahuan yang tinggi untuk
melakukan sejumlah tes dan pengobatan. Pada situasi ini tujuan yang diharapkan adlah
menstabilkan pasien untuk jangka pendek sehingga dapat direncanakan tes diagnostic dan
penatalaksanaan selanjutnya. Karena diperlukan evaluasi dan pengobatan yang cepat, perawat
harus menunjukkan kepercayaan yang kuat terhadap pengetahuan dan protocol medis.
Rencana perawatan lebih sering tercermin dalam instruksi dokter. Oleh karena itu perawat
mendokumentasikan instruksi tersebut secara berurutan.

1. Kesiapan.

Elemen penting dari perencanaan adalah kesiapan. Perawat harus bersiap diri untuk hal-
hal krisis yang tidak diharapkan. Perawat harus memeriksa brankar, defibrillator, set selang
ETT, dan senter, pacu jantung eksternal, peralatan gawat darurat pediatrik, dan suction.
Perawat harus memastikan bahwa alat-alat tersebut dan suplai barang-barang lainnya tersedia
dan berfungsi baik sehingga tidak terjadi kelambatan dalam pemberian perawatan pada
pasien. Hal ini harus didokumentasikan untuk referensi selanjutnya.

2. Keselamatan.

Salah satu standar keperawatan gawat darurat adlah bahwa perawat harus
mempertahankan lingkungan yang aman bagi sesama staf, pasien, diri sendiri, dan orang lain
yang ada di UGD tersebut. Hal ini mencakup pencegahan masuknya pengunjung yang
membuat onar atau mengantisipasi adanya penggunaan alat-alat tajam, misalnya pasien yang
berkaitan dengan pembunuhan dan bunuh diri.

F. Implementasi.

Perawat harus mengimplementasikan rencana perawatan berdasarkan data pengkajian,


diagnosis perawatan, dan diagnosis medis (ENA, 1995).

1. Kompetensi.

Perawat harus mampu melakukan dan mendokumentasikan tindakan medis dan


keperawatan, termasuk waktu sesuai dengan standar. Perawat tidak diharapkan untuk
mengetahui semuanya atau mampu melakukan semua prosedur, tetapi perawat yang
kompoten harus mampu mengantisipasi kebutuhan keahlian khusus sesuai yang diindikasikan
oleh situasi klinis, dan ia harus berusaha dan mendokumentasikan semua upaya tersebut.

Perawat harus mendemonstarsikan kompetensi rutin dengan pencatatan relevan meliputi :

a. Pemberian Obat.

b. Akses Intra Vena ( IV ).

c. Selang Dada.

d. Selang NGT.

e. Penggunaan Restrein.

f. Pengenalan dan Pengobatan Gangguan Irama Jantung.

g. Bidai dan Wraps.

h. Imobilisasi.

i. Sedasi Dasar IV.

j. Analisa Gas Darah.

k. Pengenalan dan Pelaporan Tindakan Kekerasan.

l. Perilaku ( sesuai usia pertumbuhan dan perkembangan).


m. Penggunaan Defribilator, pacu jantung eksternal.

n. Jalur Arteri dan jalur sentral.

o. Selang Endotrakheal.

p. Ventilator.

2. Lembar Alur.

Untuk prosedur rutin dapat didokumentasikan pada format lembar alur yang ada, misalnya
skala GCS, skor trauma, ukuran pupil, tingkat kesadaran. Data juga dapat berupa diagram,
misalnya suhu, nadi dan tekanan darah.

3. Tanggung Jawab Perawat terhadap penyuluhan pasien dan Keluarga.

Perawat harus membantu pasien dan orang dekat lainnya untuk mendapatkan pengetahuan
tentang penyakit dan pencegahan cedera ( ENA, 1995).

Perawat harus memberi penjelasan tertulis maupun verbal tentang medikasi, pengobatan,
perawatan diri, rujukan, dan pencegahan.

4. Instruksi Pemulangan.

Perawat harus mengidentifikasi dan mencatat instruksi pemulangan.

Evaluasi dan Komunikasi.

Perawat harus mengevaluasi dan memodifikasi rencana perawatan berdasarkan respons


pasien yang dapat diobservasi dan pencapaian tujuan pasien ( ENA,1995).

Prioritas Evaluasi.

1. Oksimetri nadi dan Tanda Vital.

2. Efek Obat.

3. Asupan dan Haluaran.

4. Evaluasi Sumber dan Koping.

5. Peran Perawat dalam Pemindahan Pasien.


I. Keperawatan Intensif.

1. Pencatatan Observasi Pasif.

Ketika menggunakan lembar alur, perawat harus mengisinya dengan lengkap untuk
memberikan informasi yang komprehensif dan akurat yang berkaitan dengan status klinis
pasien dan intervensi aktif.

2. Evaluasi Status Pasien yang Tidak Adekuat.

Mayberry dan Croke (1996) menemukan bahwa sekalipun terus dilakukan pendidikan
berkelanjutan, namun masih banyak perawat yang menjadi tergugat dalam kasus malpraktek.
Salah satu penyebabnya adalah kegagalan melakukan dokumentasi, termasuk kegagalan
mendokumentasikan perkembangan pasien dan responsnya terhadap pengobatan.

3. Perubahan Kondisi Pasien.

Perawat harus mendokumentasikan henti napas / jantung dan upaya resusitasi. Catat
secara spesifik detail urutan peristiwa yang terjadi. Perawat harus mengenal alarm yang
memerlukan penanganan segera, seperti ventilator atau monitor jantung, dan yang tidak
memerlukan penanganan segera.

Perawat harus mendokumentasikan status alarm yang member isyarat bagi perawat
dan memastikan bahwa semua parameter alarm sudah diset dengan tepat.

Perawat harus mendokumentasikan perubahan kondisi pasien dan melaporkan kepada


dokter. Ketika terjadi perubahan yang signifikan pada pasien, dokter yang terutama yang
memeriksa pasien harus dihubungi segera setelah perawat selesai melakukan pengkajian.
Perawat harus mendokumentasikan pemberitahuan tersebut dan mencatat respons dokter
terhadap pemberitahuan tersebut.

a. Dokumentasi menggunakan kardeks.


1. Pengertian.
Model dokumentasi Charting by Exception (CBE) ini dibuat pada tahun 1983 oleh
staf perawat di St. Luke’s Hospitalndi MIdwaukee, Wisconsin. Model ini dianggap dapat
mengatasi masalah pendokumentasian dengan membuat catatan tentang pasien manjadi lebih
nyata, menghemat waktu dan mengakomodir adanya informasi terbaru. Model ini dinilai
lebih efektif dan efisien untuk mengurangi adanya duplikasi dan pengulangan dalam
memasukan data. Merupakan metode pencatatan singkat dan berbeda dari dokumen pada
umumnya.
Model dokumentasi CBE mempunyai beberapa elemen inti, yaitu: lembar alur,
dokumentasi berdasarkan referensi standar praktik, protocol, dan instruksi incidental, data
dasar keperawatan, rencana perawatan berdasarkan diagnosis dan catatan perkembangan
SOAP. Bagi pembaca yang ingin mendapatkan informasi tambahan mengenai model
dokumentasi CBE< dirujuk ke Burke and Murphy (1988, cit. Iyer and Champ, 2005).
2. Komponen.
1. Lembar alur.
Model dokumentasi CBE menggunakan beberapa jenis format termasuk lembar alur
instruksi dokter/perawat , catatan grafik, catatan penyuluhan dan catatan pemulangan pasien.
Lembar alur keperawatan / instruksi dokter bersifat unik. Bagian depan format digunakan
untuk mendokumentasikan pengkajian fisik serta implementasi instruksi dokter dan perawat.
Pengkajian system tubuh yang spesifik dilakukan berdasarkan kondisi pasien dan protocol.
Bagian belakang lembar alur menggarisbawahi unsur pengkajian fisik yang harus dilengkapi.
Model CBE menggunakan serangkain symbol yang spesifik, antara lain:

√ tanda centang : pengkajian telah diselesaikan dan tidak ada hasil abnormal yang
ditemukan.
* tanda bintang : hasil abnormal yang signifikan ditemukan dan dijelaskan pada
bagian bawah lembar alur.
→ anak panah : status pasien tidak berubah dari data sebelumnya (dari data yang
bertanda bintang).
Lembar alur instruksi dokter/ keperawatan juga digunakan untuk mendokumentasikan
penyelesaian instruksi dokter dan keperawatan yang tidak termasuk dalam standar praktik.
Kolom yang berjudul “Nsg Dx” berisi diagnosis keperawatan yang berhubungan dengan
intervensi keperawatan tertentu. Daftar diagnosis keperawatan juga digunakan hamper sama
dengan daftar masalah dalam POR SOAP. Singkatan DO dituliskan dalam kolom Nsg Dx
jika instruksi dokter didokumentasikan dalam lembara alur keperawatan / instruksi dokter.
Contoh instruksi keperawatan yang dimasukkan kedalam lembar alur adalah “ bantu pasien
berjalan dari tempat tidur kekursi dua kali sehari.” Penyelesaian instruksi ini
didokumentasikan menggunakan symbol yang sama pada pengkajian, yaitu:
√ tanda centang : pengkajian telah diselesaikan dan tidak ada hasil abnormal yang
ditemukan.
* tanda bintang : hasil abnormal yang signifikan ditemukan dan dijelaskan pada bagian
bawah lembar alur.
→ anak panah : status pasien tidak berubah dari data sebelumnya (dari data yang
bertanda bintang).
Selebihnya, lembar alur juga meliputi catatan penyuluhan pasien dan catatan
pemulangan pasien. Catatan grafik berbeda karena terdapat ruang bagi perawat untuk
memeriksa apakah standar praktik telah diikuti atau tidak.
2. Standar Praktik.
Pada model dokumentasi CBE, standar praktik merupakan aspek penting dari praktik
keperawatan yang digunakan di area klinis. Kepatuhan terhadap standar praktik akan
menghilangkan pendokumentasia intervensi keperawatan rutin, seperti perawatan oral,
membantu mengubah posisi, perawatan intravena, perawatan kateter foley, atau perawatan
selang nasogastrik. Tanda centang (√) digunakan untuk mendokumentasikan kelengkapan
standar, dan tanda bintang (*) menunjukan bahwa tidak semua standar profesi sudah diikuti.
Adanya penyimpangan harus dijelaskan dalam catatan perawat.
3. Protokol dan intruksi incidental.
Dalam model dokumentasi CBE, protokol / pedoman praktik memperjelas intervensi
keerawatan berkaitan dengan perjalanan klinis yang diharapkan dari populasi pasien tertentu,
seperti pasin preoperative, dan pascaoperatif. Protokol menguraikan intervensi keperawatan,
pengobatan dan frekuensi pengkajian fisik.
Lembar alur keperawatan / interuksi dokter digunakan untuk mendokumentasikan
implementasi protocol. Intruksi incidental digunakan jika intervensi keperawatan diperlukan
untuk melanjutkan intervensi keperawatan khusus yang melewati tenggang waktu jika
diperlukan intervensi keperawatan yang berjangka waktu.
4. Data dasar keperawatan.
Data dasar keperawatan mempunyai bagian yang berisi riwayat kesehatan dan
pengkajian fisik. Bagian pengkajian fisik menggunakan parameter normal sama dengan
lembar alur keperawatan / instruksi dokter. Hasil normal setiap system tubuh dicetak dikolom
kiri bawah halaman. Jika hasil pengkajian fisik sitem tubuh normal, perawat harus membari
tanda centang (√) pada kotak yang sesuai. Hasil yang abnormal dijelaskan pada sisi kanan
halaman.
5. Rencana perawatan berdasarkan diagnosis keperawatan.
Model dokumentasi CBE menggunakan rencana erawatan yang standar bersifat
individu untuk setiap pasien. Rencana perawatan standar ini berfokus pada diagnosisi
keperawatan yang spesifik dan mencakup factor yang berhubungan atau factor resiko,
karakteristik penjelas, data pengkajian yang mendukung munculnya diagnosis keperawatan,
hasil yang diharapkan dan intervensi.
6. Catatan perkembangan SOA.
Catatan perkembangan didokumentasikan secara teratur dengan metode SOAP atau
SOAPIE. Karena lembar alur keperawatan / instruksi dokterdan lembar alur lainnya terdiri
dari banyak dokumentasi, biasanya muncul dalam catatan perkembangan. Oleh karena itu
penggunaan catatan SOAP dalam system CBE sangat terbatas pada situasi berikut ini (Burke
and Murphy, 1988):
a. Ketika diagnosis keperawatan diientifikasi, diingatkan kembali dinonkatifkan atau
diselesaikan.
b. Ketika hasil yang diharapkan dievaluasi.
c. Ketika ringkasan pemulangan dituliskan.
d. Ketika revisi besar terhdah rencana dituliskan.
Dalam metode dokumentasi CBE, bentuk narasi digunakan tersendiri untuk
menggambarkan hasil pemeriksaan normal maupun adanya penemuan abnormal. Bentuk
flowsheet bias digunakan untuk menuliskan hasil pengkajian rutin, sesuai jenis pengkajian
yang dilakukan, misalnya : GI assessment, integumentary assessment. Pada kasus akut atau
klien yang butuh perawatan cukup lama, model pendokumentasi CBE ini bias digunakan.
Data yang bisa didokumentasikan menggunakan model CBE ini antara lain: data
dasar (riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik), intervensi (menggunakan bentuk flowsheet) ,
catatan bimbingan pada klien, catatan pulang (menggunakan format SOAPIER), daftar
diagnosis keperawatan, diagnosis keperawatan disertai rencana keperawatan dan profil
perawatan (menggunakan system KARDEX).

Contoh penggunaan model dokumentasi CBE, adalah:


1. Pengkajian penggunaan sistem respiratori jam 14.00:
Pernafasan normal rata-rata20kali permenit, suara nafas dikedua paru bersih, tidak
batuk dan tidak ada sputum.
Warna kulit merah muda, kulit hangat dan kering, tidak ditemukan gangguan nafas
2.Penemuan signifikan:
3.Jam 10.00 ditemukan adanya ronchi lobus kanan bawah.
Sistem atau model dokumentasi CBE ini mempunyai banyak keuntungan, antara lain:
1.Data terbaru tersedia disamping tempat tidur, siap diakses oleh pemberi perawatan
yang berinteraksi dengan pasien.
2. Keberadaan embar alur menghilangkan kebutuhan akan lembar kerja atau kertas
coretan lain untuk mencatatat informasi tantang pasien. Data segara dicatat dalam catatan
permanen.
3.Panduan pada bagian belakang format menjadi referensi yang mudah didapat dan
sangat berguna bagi perawat.
4. Status pasien cenderung mudah dilihat dari lembar alur. Informasi pengakjian
diatur berdasarkan sistem tubuh dan mudah dicari.
5. Hasil yang normal diidentifikasi dengan tepat sehingga terdapat kesepakatan
terhadap adanya pengkajian normal.
6. Bayak menghilangkan catatan naratif berulang tentang perawatan rutin. Referensi
tentang standar praktik dapat menyingkirkan pencatatan naratif informatif.
7. Mudah didapatkan pada pendokumentasian alur klinis dan mengurangi waktu yang
dipergunakan perawat untuk mencatat sebesar 67%.
Ada beberapa kerugian dan masalah yang berkaitan dengan sistem atau model dokumenasi
CBE ini, antara lain:
1.Duplikasi pencatatan terjadi pada model CBE, misalnya diagnosis keperawatan
dalam daftar masalah tertulis juga dalam rencana perawatan. Contoh lain adalah, hasil yang
abnormal atau signifikan dijabarkan dalam lembar alur perawat / dokter. Jika hasil abnormal
ini memerlukan intervensi, maka dalam catatn perkembangan SOAP juga harus ditulis
kembali. Bagian data subjektif dan data objektif pada SOAP memuat lagi infomasi yang
ditulis dalam lembar alur. Akhirnya pengkajian dan perencanaan SOAP bisa sama dengan
rencana perawatan.
2. CBE dibuat disemua rumah sakit yang perawatnya yang terdaftar (Register Nurse,
RN). Unsur pengkajian fisik perlu ditinjau berdasarkan lingkup praktik perawat yang telah
mempunyai lisensi praktik (Licensed Practical Nurse, LPN). Beberapa rumah sakit yang
menerapkan sistem CBE sedang tidak semua perawatnya RN, mengubah sisitem pembarian
asuhan keperawatan sedemikian rupa dengan mengakomodasi tanggung jawab RN, untuk
pengkajian. Meskipun LPN bisa ditugaskan untuk merawat pasien, RN harus menyelesaikan
pengkajian fisik dalam 8 atau 24 jam sekali.
3.Implementasi lengkap memerlukan perubahan besar dalam system
pendokumentasian organisasi karena memerlukan perubahan format pada berbagai alat
dokumentasi.
4.Memerlukan pendidikan khusus untuk bisa mengimplementasi system CBE.
Perawat di St. Luke mengalami kesulitan untuk belajar mendokumentasikan hanya hasil yang
abnormal saja pada lembar alur keperawatan / instruksi dokter dan kesultan mentaati standar
praktik.
5.Sistem CBE berdampak pada masalah penggantian biaya sampai system ini lebih
luas diterima.
6.Dasar hukum CBE masih diperdebatkan. Meskipun pengacara St. Luke telah
meninjau sistem CBE dan menyetujui adanya kepatuhan system terhadap prinsip-prinsip
legal(hukum), namun hakim tetap akan memakai peraturan tentang validitasi dokumentasi
unuk setiap kasus. Pencatatan yang intermiten gagal member tanda bahaya secara continu
yang membutuhkan intervensi dini dari dokter. CBE tidak mendefinisikan kasus dengan jelas,
meskpun standar profesi telah menggambarkan dengan cukup jelas untuk kelangsungan
pemberian perawatan. Tiga hal yang harus diperhatikan dalam penerapan system CBE:
a.Standar untuk pengkajian keperatan dan intervensi harus didevinisikan dengan jelas
b. Kebijakan dan prosedur CBE harus diikuti secara jelas
c. Tidak ada system dokumenasi yang akan melindungi profesi kesehatan dari pengadilan
yang buruk.

b. Dokumentasi menggunakan flowsheet.


Flowsheet merupakan salah satu bentuk catatan perkembangan yang berisi hasil
observasi dan tindakan. Flow sheet memungkinkan petugas untuk mencatat hasil observasi
atau pengukuran yang dilakukan secara berulang yang tidak perlu ditulis secara narative ,
Termasuk data klinik klien. Cara tercepat dan paling efisien untuk mencatat informasi, Selain
itu tenaga kesehatan akan dengan mudah mengetahui keadaan klien hanya dengan melihat
gravik yang terdapat pada flowsheet.
Desain dan Syarat Standar dari Teknik Cheklist/Flow Sheet
• Kolom untuk nama petugas yang melakukan pemeriksaan atau tindakan.
• Hasil pengkajian, KIE, observasi, tindakan, dan lain-lain.
• Hasil observasi atau intervensi khusus.
• Nama pasien, waktu (tanggal, bulan dan tahun), nama perawat dan tanda tangan.
• Hanya menuliskan judul tindakan, sedangkan penjabaran lebih lanjut diuraikan secara
narasi.

Contoh Pendokumentasian Flowsheet :


CHECK LIST PERAWATAN LUKA
Tanggal/bulan/tahun :
Waktu/jam :

Kriteria Luka Ada Tidak ada Ket


1. Ukuran luka
2. Jaringan nikrotik
3. Jaringan nikrotik yang
melekat
4. Berbau, pus
5. kotor
6. kelembutan batas/tepi
luka
7. Temperatur kulit
butan batas/tepi luka
Keuntungan Flow Sheet/ Checklist :peratur Kulit
a) Cara tercepat dan paling efisien untuk mencatat informasi.
b) Dapat lebih mudah untuk mengetahui perkembangan pasien.
c) Memperkuat aspek.
d) Mengurangi fragmentasi data pasien dan asuhan.
e) Membatasi narasi yang terlalu luas.
f) Mudah dibaca.

Kerugian Flowsheet :
a) Memungkinkan duplikasi data, rancangan dan format .
b) Tidak ada ruang untuk pencatatan tentang kejadian yang tidak biasa terjadi dan bertahan
untuk menggunakan lembar alur .
c) Memperluas catatan medik dan menciptakan penggunaan penyimpanan.
- Lembar alur ( Flowsheet ).
Lembar ini digunakan oleh perawat untuk mencatat hasil observasi maupun
pengukuran yang telah dilakukan seperti data tentang vital sign, berat badan serta pemberian
obat, yang tidak perlu dicatat secara naratif.
Selain itu tim keesehatan lainnya dapat dengan mudah mengakses keadaan klien
hanya dengan melihat grafik yang ada di Flowsheet. Sehingga Flowsheet lebih sering
digunakan di IGD, terutama data fisiologis.

c. Lembar catatan evaluasi keperawatan.


1. Pengertian Evaluasi.
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (
hasil yang diamati ) dengan tujuan dan kriteria hasil yang anda buat pada tahap
perencanaan.
2. Tujuan Evaluasi.
Tujuan dari evaluasi antara lain : mengakhiri rencana tindakan keperawatan,
memodifikasi rencana tindakan keperawatan serta meneruskan rencana tindakan
keperawatan.
3. Proses Evaluasi.
Tahapan proses evaluasi terdiri dari :
a. Mengukur pencapaian tujuan.
1). Tujuan dari aspek kognitif pengukuran perubahan kognitif dapat dilakukan
dengan dua cara :
a). Interview/tanya jawab.
b). Komprehesif.
c). Aplikasi Fakta.
d). Tulis.
2). Tujuan aspek afektif, untuk mengukur pencapaian tujuan aspek afektif,
dapat dilakukan dengan dua cara :
a). Observasi adalah melakukan pengamatan secara langsung tehadap
perubahan emosional klien : apakah klien telah kooperatif, apakah mekanisme
koping telah efektif.
b). Feed back dari kesehatan lain, umoan balik, masukan, dan pengamatan dari
staf yang lain dapat juga dipakai sebagai salah satu informasi tentang aspek
afektif klien.
3). Psikomotor.
Pengkuran perubahan psikomotor dilakukan melalui observasi secara langsung
terhadap perubahan prilaku klien
4). Perubahan fungsi tubuh.
Merupakan komponen yang paling sering menjadi kriteria evaluasi. Untuk
mengukur perubahannya dapat dilakukan dengan tifa cara, antara lain :
a. Observasi
b. Interview
c. Pemeriksaan fisik
4. Macam Evaluasi.
a. Evaluasi proses ( formatif ).
Dilakukan setelah tindakan selesai.
b. Evaluasi hasil ( sumatif ).
Evaluasi dilakukan setelah akhir tindakan keperawatan secara paripurna.
5. Kerangka Waktu Dalam Evaluasi.
6. Komponen SOAP/SOAPIER.
- S artinya data subjektif
- O artinya data objektif
- A artinya analisis
- P artinya planning
- I artinya implementasi
- E artinya evaluasi
- R artinya reassesment

CONTOH FORMAT EVALUASI


MASALAH KEP TANGGAL/JAM CATATAN PARAF
KOLABORATIF PERKEMBANGAN

1. Contoh evaluasi dengan menggunakan SOAP.


EVALUASI
MASALAH KEP TANGGAL/JAM CATATAN PARAF
KOLABORATIF PERKEMBANGAN
Diare 4-7-2013/10.30 A : - masih “mencret 4x
wita semalam, perut asih agak Sumirah
melilit”.
O: - bBAB pagi pk.-
07.00,cair,berampas,tanpa
darah,bau khas,BU nada
tinggi 12x/mnt.
A : -diare
P :-rencana tindakan 1,2,3
dan 4 dilanjutkan
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan.

Perawatan kritis memerlukan ketrampilan komunikasi, pengetahuan, tehnikal dan

sikap yang tinggi serta penguasaan standar dan strategi yang berlaku dapat meningkatkan

pelayan perawatan professional.

Ketika menggunakan strategi yang sudah ditetapkan, perawat memberikan

dokumentasi yang jelas dan ringkas tentang asuhan keperawatan dapat mengurangi

kecenderungan kontroversi yang mungkin timbul karena pencatatan yang tidak sesuai.

Merupakan hal yang tidak praktis membawa lembar alur kesana kemari untuk

memastikan semua data sudah dicatat dengan akurat dan tepat waktu.

Mencatat data dengan segera dapat menurunkan kesalahan atau hilangnya pencatatan.
DAFTAR PUSTAKA

https://theyjezzjazz.files.wordpress.com/2018/02/emailing-model-dokumentasi.pdf

https://www.slideshare.net/pjj_kemenkes/modul-2-dokumen-keperawatan-kb3-43683392

https://www.slideshare.net/pjj_kemenkes/evaluasi-keperawatan-43575298

Doenges, Marilyn E. Penerapan proses keperawatan dan diagnose keperawatan / Marilyn E.


Doenges ; alih bahasa, I Made Kariasa; editor, Setiawan. – Ed 2 Jakarta : EGC, 2000

Iyer, Patricia W. Dokumentasi keperawatan : suatu pendekatan proses keperawatan /


Patricia W. Iyer, Nancy H. Camp; alih bahasa, Sari Kurnianingsih; editor edisi bahasa
Indonesia, Didah Rosidah. – Ed 3 Jakarta : EGC, 2005

Nurslam. Proses dan Dokumentasi keperawatan Konsep dan Praktik ,Jakarta : Salemba
Medika, 2001

Anda mungkin juga menyukai