Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN POST PARTUM DENGAN SECTIO CAESARIA

I MADE ANGGRA TEJA APSARA

14.901.0982

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI

2014
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN POST PARTUM DENGAN SECTIO CAESARIA

A. Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan
pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga
histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998).
Sectio Caesaria adalah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan
diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh
(Gulardi &Wiknjosastro, 2006).

B. Etiologi
1 Indikasi Ibu
a) Panggul sempit absolute
b) Placenta previa
c) Ruptura uteri mengancam
d) Partus Lama
e) Partus Tak Maju
f) Pre eklampsia, dan Hipertensi

2. Indikasi Kelainan Letak Janin


a. Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah jalan/cara yang
terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak lintang yang janinnya
hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan letak lintang harus
ditolong dengan sectio caesarea walaupun tidak ada perkiraan panggul sempit.
Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain.
b. Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila panggul
sempit, primigravida, janin besar.
c. Gawat Janin
d. Janin Besar

Kontra Indikasi dilakukanya SC


a) Janin Mati
b) Syok, anemia berat.
c) Kelainan congenital Berat

C. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture
uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks,
dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu
tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan
fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri
pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain
itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh
darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang
pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri
(nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah resiko infeksi.

Pahtway Terlampir
D. Tujuan Sectio Caesarea
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya
perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim.
Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa
lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada
plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga
sectio caesarea dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah mati.

E. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)


1. Abdomen (SC Abdominalis)
a) Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada
corpus uteri y a n g m e m p u n ya i k e l e b i h a n m e n g e l u a r k a n j a n i n
l e b i h c e p a t , tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih
tertarik, dan sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal .
Sedangkan kekurangan dari cara ini adalah infeksi mudah menyebar
secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealisasi yang baik danuntuk
persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan.
b) Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah rahim
dengan kelebihan penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka
dengan reperitonealisasi yang baik, perdarahan kurang dan kemungkinan
rupture uteri spontan kurang/lebih kecil. Dan memiliki kekurangan luka
dapat melebar kekiri, bawah, dan kanan sehingga mengakibtakan
pendarahan yang banyak serta keluhan pada kandung kemih.
c) Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan
dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
2. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
a) Sayatan memanjang (longitudinal)
b) Sayatan melintang (tranversal)
c) Sayatan huruf T (T Insisian)
3. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira
10cm. berikut adalah Kelebihanya :
a) Mengeluarkan janin lebih memanjang
b) Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
c) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
a) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonial yang baik.
b) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
c) Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi
dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC
klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka
bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.
d) Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang
telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -kurangnya
dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan
kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang
akor sebelum menutup luka rahim.
4. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah
rahim kira-kira 10cm
Kelebihan :
a) Penjahitan luka lebih mudah
b) Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
c) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus
ke rongga perineum
d) Perdarahan kurang
e) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih
kecil
Kekurangan :
a) Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang
banyak.
b) Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.

F. Manifestasi Klinik Post Sectio Caesaria


Persalinan dengan Sectio Caesaria, memerlukan perawatan yang lebih
koprehensif yaitu: perawatan post operatif dan perawatan
post partum.Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges
(2001),antara lain :
1. Nyeri akibat ada luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea
tidak banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira -kira 600-
800ml
6. Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan
ketidakmampuan menghadapi situasi baru
7. Biasanya terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9. P e n g a r u h a n e s t e s i d a p a t m e n i m b u l k a n m u a l d a n m u n t a h
10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang paham
prosedur
12. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan.

G. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang


1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar
pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit

H. Penatalaksanaan
1. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang
biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan
jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi
darah sesuai kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
a) Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
b) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
c) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
d) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
e) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
f) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.

4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak
enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
5. Pemberian obat-obatan
a) Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda sesuai
indikasi
b) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1. Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
2. Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3. Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
c) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
h. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu
memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang
mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya
mengurangi rasa nyeri.(Manuaba, 1999)

I. Komplikasi Section Caesaria


1. Infeksi Puerpuralis
a) Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
b) Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi atau
perut sedikit kembung
c) Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita
jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi
infeksi intrapartum karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
2. Pendarahan disebabkan karena :
a) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b) Atonia Uteri
c) Pendarahan pada placenta bled
3. Luka pada kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonalisasi terlalu tinggi. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak
ialah kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak
ditemukan sesudah sectio caesarea klasik

J. DEFINISI PUERPERIUM / NIFAS


Masa Nifas adalah masa sesudah persalinan dimulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhirnya ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
sebelum hamil, masa nifas berlangsung selama 6- 8 minggu (Moctar, 1998).

Masa Nifas adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk


pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. (Obstetri Fisiologi,
1983)
K. Periode Masa Nifas
1. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telh di perbolehkan berdiri dan
berjalan jalan.
2. Pueperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat alat genetalis yang
lamanya 6-8 minggu.
3. Remote puerperium waktu yang di perlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi
L. Adaptasi Fisiologis Post Partum
1. Perubahan fisik
a. Involusi
Involusi adalah perubahan yang merupakan proses kembalinya alat
kandungan atau uterus dan jalan lahir setelah bayi dilahirkan hingga mencapai
keadaan seperti sebelum hamil.
Proses involusi terjadi karena adanya:

1) Autolysis yaitu penghancuran jaringan otot-otot uterus yang tumbuh


karena adanya hiperplasi, dan jaringan otot yang membesar menjadi lebih
panjang sepuluh kali dan menjadi lima kali lebih tebal dari sewaktu masa
hamil akan susut kembali mencapai keadaan semula. Penghancuran jaringan
tersebut akan diserap oleh darah kemudian dikeluarkan oleh ginjal yang
menyebabkan ibu mengalami beser kencing setelah melahirkan.

2) Aktifitas otot-otot yaitu adanya kontrasi dan retraksi dari otot-otot setelah
anak lahir yang diperlukan untuk menjepit pembuluh darah yang pecah
karena adanya pelepasan plasenta dan berguna untuk mengeluarkan isi uterus
yang tidak berguna. Karena kontraksi dan retraksi menyebabkan
terganggunya peredaran darah uterus yang mengakibatkan jaringan otot
kurang zat yang diperlukan sehingga ukuran jaringan otot menjadi lebih kecil.

3) Ischemia yaitu kekurangan darah pada uterus yang menyebabkan atropi pada
jaringan otot uterus.

Involusi pada alat kandungan meliputi:

1) Uterus

Setelah plasenta lahir uterus merupakan alat yang keras, karena kontraksi dan
retraksi otot-ototnya.

Perubahan uterus setelah melahirkan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel Perubahan Uterus Setelah melahirkan
Diameter Bekas
Berat Keadaan
Involusi TFU Melekat
Uterus Cervix
Plasenta

Setelah plasenta lahir Sepusat 1000 gr 12,5 Lembik


1 minggu

Pertengahan 500 gr 7,5 cm Dapat dilalui


pusat 2 jari
2 minggu symphisis
Dapat
350 gr 5 cm
Tak teraba dimasuki
1 jari
6 minggu
50 gr 2,5 cm
Sebesar hamil 2
minggu

8 minggu
Normal 30 gr

2) Involusi tempat plasenta

Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah


besar yang tersumbat oleh trombus. Luka bekas implantasi plasenta tidak
meninggalkan parut karena dilepaskan dari dasarnya dengan pertumbuhan
endometrium baru dibawah permukaan luka. Endometrium ini tumbuh dari
pinggir luka dan juga sisa-sisa kelenjar pada dasar luka.

3) Perubahan pembuluh darah rahim

Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh darah yang besar,


tetapi karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang
banyak maka arteri harus mengecil lagi dalam masa nifas.
4) Perubahan pada cervix dan vagina

Beberapa hari setelah persalinan ostium eksternum dapat dilalui oleh 2 jari,
pada akhir minggu pertama dapat dilalui oleh 1 jari saja. Karena hiperplasi
ini dan karena karena retraksi dari cervix, robekan cervix jadi sembuh. Vagina
yang sangat diregang waktu persalinan, lambat laun mencapai ukuran yang
normal. Pada minggu ke 3 post partum ruggae mulai nampak kembali.

b. After pains/ Rasa sakit (meriang atau mules-mules)

disebabkan koktraksi rahim biasanya berlangsung 3 – 4 hari pasca persalinan.


Perlu diberikan pengertian pada ibu mengenai hal ini dan bila terlalu
mengganggu analgesik

c. Lochia

Lochia adalah cairan yang dikeluarkan dari uterus melalui vagina dalam masa
nifas. Lochia bersifat alkalis, jumlahnya lebih banyak dari darah menstruasi.
Lochia ini berbau anyir dalam keadaan normal, tetapi tidak busuk.

Pengeluaran lochia dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warnanya yaitu


lokia rubra berwarna merah dan hitam terdiri dari sel desidua, verniks
kaseosa, rambut lanugo, sisa mekonium, sisa darah dan keluar mulai hari
pertama sampai hari ketiga.

1) Lochea rubra (cruenta)

Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, vernik
caseosa, lanugo, mekonium. Selama 2 hari pasca persalinan.

2) Lochea sanguinolenta

Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari 3–7 pasca persalinan.

3) Lochea serosa

Berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi. Pada hari ke 2–4 pasca persalinan.
4) Lochea alba

Cairan putih setelah 2 minggu.

5) Lochea purulenta

Terjadi infeksi keluar cairan seperti nanah, berbau busuk.

6) Lacheostatis

Lochea tidak lancar keluarnya.

d. Dinding perut dan peritonium

Setelah persalinan dinding perut longgar karena diregang begitu lama,


biasanya akan pulih dalam 6 minggu. Ligamen fascia dan diafragma pelvis
yang meregang pada waktu partus setelah bayi lahir berangsur angsur
mengecil dan pulih kembali.Tidak jarang uterus jatuh ke belakang menjadi
retrofleksi karena ligamentum rotundum jadi kendor. Untuk memulihkan
kembali sebaiknya dengan latihan-latihan pasca persalinan

e. Sistim Kardiovasculer

Selama kehamilan secara normal volume darah untuk mengakomodasi


penambahan aliran darah yang diperlukan oleh placenta dan pembuluh darah
uterus. Penurunan dari estrogen mengakibatkan diuresis yang menyebabkan
volume plasma menurun secara cepat pada kondisi normal. Keadaan ini
terjadi pada 24 sampai 48 jam pertama setelah kelahiran. Selama ini klien
mengalami sering kencing. Penurunan progesteron membantu mengurangi
retensi cairan sehubungan dengan penambahan vaskularisasi jaringan selama
kehamilan

f. Ginjal

Aktifitas ginjal bertambah pada masa nifas karena reduksi dari volume darah
dan ekskresi produk sampah dari autolysis. Puncak dari aktifitas ini terjadi
pada hari pertama post partum
g. System Hormonal

1) Oxytoxin

Oxytoxin disekresi oleh kelenjar hipofise posterior dan bereaksi pada otot
uterus dan jaringan payudara. Selama kala tiga persalinan aksi oxytoxin
menyebabkan pelepasan plasenta. Setelah itu oxytoxin beraksi untuk
kestabilan kontraksi uterus, memperkecil bekas tempat perlekatan plasenta
dan mencegah perdarahan. Pada wanita yang memilih untuk menyusui
bayinya, isapan bayi menstimulasi ekskresi oxytoxin diamna keadaan ini
membantu kelanjutan involusi uterus dan pengeluaran susu. Setelah placenta
lahir, sirkulasi HCG, estrogen, progesteron dan hormon laktogen placenta
menurun cepat, keadaan ini menyebabkan perubahan fisiologis pada ibu nifas.

2) Prolaktin

Penurunan estrogen menyebabkan prolaktin yang disekresi oleh glandula


hipofise anterior bereaksi pada alveolus payudara dan merangsang produksi
susu. Pada wanita yang menyusui kadar prolaktin terus tinggi dan
pengeluaran FSH di ovarium ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui kadar
prolaktin turun pada hari ke 14 sampai 21 post partum dan penurunan ini
mengakibatkan FSH disekresi kelenjar hipofise anterior untuk bereaksi pada
ovarium yang menyebabkan pengeluaran estrogen dan progesteron dalam
kadar normal, perkembangan normal folikel de graaf, ovulasi dan menstruasi

3) Laktasi

Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu ibu.
Air susu ibu ini merupakan makanan pokok , makanan yang terbaik dan
bersifat alamiah bagi bayi yang disediakan oleh ibu yamg baru saja
melahirkan bayi akan tersedia makanan bagi bayinya dan ibunya sendiri.

Selama kehamilan hormon estrogen dan progestron merangsang pertumbuhan


kelenjar susu sedangkan progesteron merangsang pertumbuhan saluran
kelenjar , kedua hormon ini mengerem LTH. Setelah plasenta lahir maka LTH
dengan bebas dapat merangsang laktasi.
Lobus prosterior hypofise mengeluarkan oxtoxin yang merangsang
pengeluaran air susu. Pengeluaran air susu adalah reflek yang ditimbulkan
oleh rangsangan penghisapan puting susu oleh bayi. Rangsang ini menuju ke
hypofise dan menghasilkan oxtocin yang menyebabkan buah dada
mengeluarkan air susunya.

Pada hari ke 3 postpartum, buah dada menjadi besar, keras dan nyeri. Ini
menandai permulaan sekresi air susu, dan kalau areola mammae dipijat,
keluarlah cairan puting dari puting susu.

Air susu ibu kurang lebih mengandung Protein 1-2 %, lemak 3-5 %, gula 6,5-
8 %, garam 0,1 – 0,2 %.

Hal yang mempengaruhi susunan air susu adalah diit, gerak badan.
Benyaknya air susu sangat tergantung pada banyaknya cairan serta makanan
yang dikonsumsi ibu.( Obstetri Fisiologi UNPAD, 1983)

2. Perubahan Psikologi
Perubahan psikologi masa nifas menurut Reva- Rubin terbagi menjadi dalam 3
tahap yaitu:
a. Periode Taking In
Periode ini terjadi setelah 1-2 hari dari persalinan.Dalam masa ini terjadi
interaksi dan kontak yang lama antara ayah, ibu dan bayi. Hal ini dapat
dikatakan sebagai psikis honey moon yang tidak memerlukan hal-hal yang
romantis, masing-masing saling memperhatikan bayinya dan menciptakan
hubungan yang baru.
b. Periode Taking Hold
Berlangsung pada hari ke – 3 sampai ke- 4 post partum. Ibu berusaha
bertanggung jawab terhadap bayinya dengan berusaha untuk menguasai
ketrampilan perawatan bayi. Pada periode ini ibu berkosentrasi pada
pengontrolan fungsi tubuhnya, misalnya buang air kecil atau buang air besar.
c. Periode Letting Go
Terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Pada masa ini ibu mengambil tanggung
jawab terhadap bayi.
Sedangkan stres emosional pada ibu nifas kadang-kadang dikarenakan
kekecewaan yang berkaitan dengan mudah tersinggung dan terluka sehingga
nafsu makan dan pola tidur terganggu. Manifestasi ini disebut dengan post
partum blues dimana terjadi pada hari ke 3-5 post partum
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agam, alamat, status
perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang
mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
d. Data Riwayat penyakit
1) Riwayat kesehatan sekarang.
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit
dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah pasien operasi.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang,
Maksudnya apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama
(Plasenta previa).
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
4) Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada juga
mempunyai riwayat persalinan plasenta previa.
e. Keadaan klien meliputi :
1) Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
2) Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan
dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan
labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau
kecemasan.
3) Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
4) Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.
5) Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah,
distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus
mungkin ada.
6) Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
7) Keamanan
8) Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh
9) Seksualitas
10) Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
b. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi, kelemahan, penurunan sirkulasi
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas
operasi.
d. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi.
e. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan
pembedah
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN Tujuan dan kriteria Hasil Intervensi Rasional
DX
1 NNyeri akut berhubungan dengan Setelah diberikan asuhan 1. Lakukan pengkajian 1. Mempengaruhi pilihan
pelepasan mediator nyeri (histamin, keperawatan selama …. x 24 jam secara komprehensif pengawasan keefektifan
prostaglandin) akibat trauma diharapkan nyeri klien berkurang / tentang nyeri meliputi intervensi
jaringan dalam pembedahan (section terkontrol dengan kriteria hasil : lokasi, karakteristik,
caesarea) a) Mengungkapkan nyeri dan tegang durasi, frekuensi,
di perutnya berkurang kualitas, intensitas

b) Skala nyeri 0-1 ( dari 0 – 10 ) nyeri dan faktor


presipitasi.
c) TTV dalam batas normal ; Suhu :
2. Observasi respon 2. Tingakat ansietas dapat
36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR
nonverbal dari mempengaruhi persepsi
:18-20x/menit, Nadi : 80-100
ketidaknyamanan atau reaksi terhadap nyeri
x/menit
(misalnya wajah
d) Wajah tidak tampak meringis meringis) terutama
e) Klien tampak rileks, dapat ketidakmampuan untuk
berisitirahat, dan beraktivitas berkomunikasi secara
sesuai kemampuan efektif.
3. Kaji efek pengalaman 3. Mengetahui sejauh mana
nyeri terhadap kualitas pengaruh nyeri terhadap
hidup (ex: beraktivitas, kualitas hidup pasien
tidur, istirahat, rileks,
kognisi, perasaan, dan
hubungan sosial)
4. Ajarkan menggunakan 4. Memfokuskan kembali
teknik nonanalgetik perhatian, meningkatkan
(relaksasi, latihan kontrol dan
napas dalam,, sentuhan meningkatkan
terapeutik, distraksi.) kemampuan harga diri
dan kemampuan koping
5. Kontrol faktor - faktor 5. Memberikan ketenangan
lingkungan yang yang kepada pasien sehingga
dapat mempengaruhi nyeri tidak bertambah
respon pasien terhadap
ketidaknyamanan
(ruangan, suhu, cahaya,
dan suara)
6. Kolaborasi untuk 6. Analgetik dapat
penggunaan kontrol mengurangi mediator
analgetik, jika perlu. kimiawi nyeri pada
reseptor nyeri sehingga
dapat mengurangi rasa
nyeri
2 Intoleransi aktivitas b/d tindakan Tujuan : setelah dilakukan asuhan 1. Kaji tingkat 1. Untuk mengukur tingakat
anestesi, kelemahan, penurunan keperawatan selama … x 24 jam di kemampuan klien untuk kemampuan klien
sirkulasi harapkan kllien dapat melakukan beraktivitas berkativitas dan
aktivitas mandiri tanpa adanya menentukan intervensi
komplikasi yang tepat
2. Kaji pengaruh aktivitas
Kriteria Hasil : klien mampu 2. Aktivitas memberikan
terhadap kondisi luka
melakukan aktivitasnya secara dampak yang signifikan
dan kondisi tubuh
mandiri pada kondisi luka
umum
3. Kondisi pasca operasi
3. Bantu klien untuk
dan pasca anastesi
memenuhi kebutuhan
memberikan kelemahan
aktivitas sehari-hari.
fisik dan perlunya
4. Bantu klien untuk
diberikan batuan untuk
melakukan tindakan
memenuhi kebutuhna
sesuai dengan sehari hari
kemampuan /kondisi 4. Memenuhi kebutuhan
klien ADL
5. Evaluasi perkembangan 5. Identifiksi keefektifan
kemampuan klien intervensi yang telah
melakukan aktivitas diberikan

3 Resiko tinggi infeksi berhubungan Tujuan : Setelah diberikan asuhan 1. Tinjau ulang kondisi 1. Kondisi dasar seperti
dengan trauma jaringan / luka keperawatan selama .. x 24 jam dasar / faktor risiko diabetes atau hemoragi
kering bekas operasi. diharapkan klien tidak mengalami yang ada sebelumnya. menimbulakan potensial
infeksi dengan kriteria hasil : Catat waktu pecah resiko infeksi atau
a) Tidak terjadi tanda - tanda ketuban penyembuhan luka yag
infeksi (kalor, rubor, dolor, buruk. Pecah ketuban yg
tumor, fungsio laesea) terjadi sebelum
b) Suhu dan nadi dalam batas pembedahan 24 jam
normal ( suhu = 36,5 -37,50 dapat menimbukan
C, frekuensi nadi = 60 -100x/ koriamnionitis sebelum
menit) intervensi bedah dan
c) WBC dalam batas normal dapat mempengaruhi
(4,10-10,9 10^3 / uL) proses penyembuhan
luka.
2. Kaji adanya tanda 2. Mengetahui secara dini
infeksi (kalor, rubor, terjadinya infeksi
dolor, tumor, fungsio sehingga dapa dilakukan
laesa) pemilihan intervensi
secara tepat dan cepat
3. Lakukan perawatan 3. Meminimalisir adanya
luka dengan teknik konaminasi pada luka
aseptic yang dapat menimbulkan
infeksi
4. Inspeksi balutan 4. Balutan steil menutupi
abdominal terhadap luka dan melindungi luka
eksudat / rembesan. dari cedera atau
Lepaskan balutan kontaminasi. rembesan
sesuai indikasi dapat menandakan
terjadinya hematoma
yang memerlukan
intervensi lanjut
5. Anjurkan klien dan 5. Cuci tangan menurunkan
keluarga untuk mencuci resiko terjadinya infeksi
tangan sebelum / nosokomial
sesudah menyentuh
luka
6. Pantau peningkatan 6. Peningkatan suhu, nadi
suhu, nadi, dan dan WBC merupakan
pemeriksaan salah satu data penunjang
laboratorium jumlah yang dapat
WBC / sel darah putih mengidentifikasi adanya
bakteri di dalam darah.
Proses tubuh untuk
melawan bakteri akan
memproduksi panas dan
frekuensi nadi. Sel darah
putih akan meningkat
sebagai kompensasi
7. Kolaborasi untuk untuk melawan bakteri di
pemeriksaan Hb dan dalam tubuh
Ht. Catat perkiraan 7. Resiko infeksi pasca
kehilangan darah melahirkan dan proses
selama prosedur penyembuhan akan buruk
pembedahan bila kada Hb rendah
danterjadinya kehilangan
darah berlebih
8. Kolaborasi penggunaan 8. Antibiotic dapat
antibiotik sesuai menghambat proses
indikasi infeksi
4 Ansietas berhubungan dengan Tujuan : Setelah diberikan asuhan 1. Kaji respon psikologis 1. Keberadaan sistem
kurangnya informasi tentang keperawatan selama … x 6 jam terhadap kejadian dan pendukung klien (
prosedur pembedahan, diharapkan ansietas klien ketersediaan sistem misalnya pasangan) dapat
penyembuhan dan perawatan berkurang dengan kriteria hasil : pendukung memberikan dukungan
post operasi. a) Klien terlihat lebih tenang dan secara psikologis dan
tidak gelisah membantu klien dalam
b) Klien mengungkapkan bahwa mengungkapkan
ansietasnya berkurang masalahnya.
2. Tetap bersama klien, 2. Keberadaan perawat
bersikap tenang dan dapat memberikan
menunjukkan rasa dukungan dan perhatian
empati pada klien ehingga klie
merasanyaman dan
mengurangi ansietas
yang dirasakan
3. Observasi respon 3. Ansietas sering kali tidak
nonverbal klien dilaporkan secara verbal
(misalnya: gelisah) namun pada pola prilaku
berkaitan dengan klien secara non verbal
ansietas yang dirasakan
4. Dukung dan arahkan 4. Mendukung mekanisme
kembali mekanisme koping dasar,
koping meningkatkan rasa
percaya diri klien shingga
menurunkan ansietas
5. Kurangnya informasi dan
5. Berikan informasi yang miss intervensi terhadap
benar mengenai informasi yang di miliki
prosedur pembedahan, sebelunya dapat
penyembuhan, dan mempengaruhi nrasa
perawatan post operasi. ansietas yang dirasakan
6. Klien dapat mengaami
6. Diskusikan penyimpangan memori
pengalaman / harapan dari melahirkan. Masal
kelahiran anak pada lalu atau persepsi yang
masa lalu tidak realistis dan
abnormalitas mengenai
proses persalinan sc akan
meningkatkan ansietas

7. Evaluasi perubahan 7. Identifiksi keefektifan


ansietas yang dialami intervensi yang telah
klien secara verbal diberikan

5 Defisit perawatan diri berhubungan Tujuan setelah di berikan asuhan 1. Kaji tingkat kemapuan 1. Mungkin klien tidak
dengan kelemahan fisik akibat keperawatan selama .. x 24 jam di klien untuk merawat mengalami perubahan
tindakan anatesi dan pembedahan harapkan klien mampu memenuhi diri berarti, tetapi perdarahan
kebutuhan perawatan dirinya massif perlu di waspadai
dengan kriteria hasil: untuk mencegah kondisi
1. Klien terlihat bersih dan klien lebih buruk
terawatt 2. Kaji pengaruh aktifitas 2. Aktifitas merangsang
2. Klien dapat memenuhi kondisi luka dan aktivitas vaskularisai dan
kebutuhan perawatanya kondisi tunuh umum pulsasi organ reproduksi,
secara mandiri tetapi dapat
mempengaruhi londisi
luka post operasi dan
mempengaruhi
kurangnya energi
3. Bantu klien untuk 3. Menginstirahatkan klien
memenuhi kebutuhan secara optimal.
aktifitas sehari hari
4. Bantu klien untuk 4. Mengoptimalkan kondisi
melakukan tindakan klien, pada abortus
sesuai dengan tingkat iminens, istirahat mutlak
kemampuan atau sangan diperlukan
kondisi klien
5. Evaluasi 5. Menilai kondisi umum
perkembangan kondisi klien
klien melakukan
aktifitas

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang di siapakan
5. EVALUASI
DX 1:
a) Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang
b) Skala nyeri 0-1 ( dari 0 – 10 )

c) TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :18-20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit

d) Wajah tidak tampak meringis

e) Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai kemampuan

DX 2:

a) klien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri


DX 3:
a) Tidak terjadi tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesea)
b) Suhu dan nadi dalam batas normal ( suhu = 36,5 -37,50 C, frekuensi nadi = 60 -100x/ menit)
c) WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3 / uL)
DX 4
a) Klien terlihat lebih tenang dan tidak gelisah
b) Klien mengungkapkan bahwa ansietasnya berkurang
DX 5
a) Klien terlihat bersih dan terawatt
b) Klien dapat memenuhi kebutuhan perawatanya secara mandiri
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC


Doengoes, Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi.
Jakarta : EGC
Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi
dan KB. Jakarta : EGC
Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana
Untuk Dokter Umum. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC
Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT
Gramedia

Anda mungkin juga menyukai