Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan
logos (ilmu). Tanatologi adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang
mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang
mempengaruhi perubahan tersebut.1
Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatis
(mati klinis), mati suri, mati seluler, mati serebral dan mati otak (mati batang
otak).Tanatologi mempelajari mengenai berbagai macam tanda kematian tidak pasti
seperti terhentinya pernapasan, terhentinya sirkulasi, kulit pucat, tonus otot
menghilang dan relaksasi, segmentasi pembuluh darah di kornea dan pengeringan
kornea. Selain itu, tanatologi juga mempelajari tanda pasti kematian yaitu lebam
mayat (livor mortis), kaku mayat (rigor mortis), penurunan suhu tubuh (algor
mortis), pembusukan (dekomposisi), adiposera (lilin mayat), mumifikasi. Tanatologi
juga mempelajari mengenai tanda tidak pasti kematian seperti
Kepentingan mempelajari tanatologi adalah untuk memastikan seseorang benar
sudah meninggal atau belum, menetapkan waktu kematian, cara kematian dan untuk
kepentingan pendonoran organ.

1.2 Batasan Masalah


Karya tulis ini berisi pembahasan mengenai tanatologi, istilah – istilah dalam
tanatologi, tanda-tanda kematian serta perubahan postmortem.

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan karya tulis ini adalah untuk mengetahui tanatologi, istilah –
istilah dalam tanatologi, tanda-tanda kematian serta perubahan postmortem.

1.4 Manfaat dan Kegunaan


Manfaat dan kegunaan dari penulisan karya tulis ini adalah untuk menambah
pengetahuan dan wawasan baik penulis dan pembaca mengenai tanatologi, istilah –
istilah dalam tanatologi, tanda-tanda kematian serta perubahan postmortem.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pembahasan
2.1.1. Definisi Tanatologi

2
Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian)
dan logos (ilmu). Tanatologi adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang
mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang
mempengaruhi perubahan tersebut.1

2.1.2. Istilah Mati dalam Tanatologi


Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu :
1. Mati somatis (mati klinis) terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem
penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular
dan sistem pernapasan, yang menetap (irreversible). Pada kejadian mati
somatis ini secara klinis tidak ditemukan adanya refleks, EEG mendatar,
nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak
pernapasan dan suara napas tidak terdengar saat auskultasi.
2. Mati suri (suspended animation, apparent death) ialah terhentinya ketiga
sistem kehidupan diatas yang ditentukan dengan alat kedokteran
sederhana. Dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat dibuktikan
bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi. Kasus seperti ini sering
ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan
tenggelam.
3. Mati seluler (mati molekuler) ialah suatu kematian organ atau jaringan
tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan
hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga
terjadinya kematian seluler pada tiap organ tidak bersamaan. Pengetahuan
ini penting dalam transplantasi organ.
4. Mati serebral ialah suatu kerusakan kedua hemisfer otak yang
irreversible kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem
lainnya yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskuler masih berfungsi
dengan bantuan alat.
5. Mati otak (mati batang otak) ialah kematian dimana bila telah terjadi
kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang irreversible, termasuk
batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati otak (mati batang

3
otak) maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat
dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.1

2.1.3. Tanda – Tanda Kematian


Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang
berupa tanda kematian yang perubahannya biasa timbul dini pada saat meninggal atau
beberapa menit kemudian. Perubahan tersebut dikenal sebagai tanda kematian yang
nantinya akan dibagi lagi menjadi tanda kematian pasti dan tanda kematian tidak
pasti.

2.1.3.1 Tanda kematian tidak pasti :


1. Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit (inspeksi, palpasi,
auskultasi)
2. Terhentinya sirkulasi yang dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba.
3. Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya, karena
mungkin terjadi spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan.
4. Tonus otot menghilang dan relaksasi.
5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian.
6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih
dapat dihilangkan dengan meneteskan air mata.2

2.1.3.2Tanda Pasti Kematian


A. Livor Mortis
Lebam mayat (livor mortis) terjadi karena pengumpulan darah dalam
pembuluh darah kecil, kapiler dan venula pada bagian tubuh terendah, yang
disebabkan oleh gaya gravitasi.2 Setelah kematian klinis maka eritrosit akan
menempati terdapat terbawah gaya bumi (gravitasi), mengisi vena venula,
membentuk bercak berwarna merah ungu (livide) pada bagian terbawah tubuh,
kecuali pada bagian tubuh yang tertekan alas keras.1 Lebam mayat biasanya mulai

4
tampak 20-30 menit pasca mati, makin lama intensitasnya makin bertambah dan
menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam.
Penekanan pada daerah lebam mayat yang dilakukan setelah 8-12 jam lebam
mayat tidak akan hilang.1 Menetapnya lebam mayat disebabkan oleh bertimbunnya
sel-sel dalam jumlah cukup banyak sehingga sulit berpindah lagi. Selain itu,
kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah ikut mempersulit tersebut. Sifat-sifat
serta distribusi lebam mayat dapat memperkirakan apakah pada tubuh korban telah
terjadi perubahan posisi korban.2
Lebam mayat dapat digunakan untuk tanda pasti kematian ;
1. Mempekirakan sebab kematian misalnya lebam berwarna merah terang pada
keracunan CO, yang merupakan warna dari karbooksihemoglobin, keracunan
yang disebabkan oleh sianid akan memebrikan warna lebam merah karena kadar
oksihemoglobin dalam vena tetap tinggi, warna kecoklatan pada keracunan anilin,
nitrit, nitrat, sulfonal karena terbentuknya methemoglobin yang berwarna
kecoklatan serta adanya sianosis.2
2. Mengetahui perubahan posisi mayat yang dilakukan setelah terjadinya lebam
mayat yang menetap ; dan memperkirakan saat kematian. 1 Lebam mayat dapat
memeperkirakan posisi mayat, lebam pada kulit mayat dengan posisi mayat
terlentang, dapat kita lihat pada bagian belakang tubuh, bokong, paha, betis dan
bagian belakang kepala. Lebam mayat terjadi jika pembuluh darah superfisial bisa
terdistensi oleh darah, jika tubuh terlentang pada permukaan yang keras sehingga
menekan bagian tubuh, hal itu akan mencegah darah mengisi pembuluh darah
yang tertekan. Lebam pada kulit mayat dengan posisi mayat tengkurap, dapat
terlihat pada dahi, pipi, dagu, bagian ventral tubuh, dan ekstensor tungkai. Lebam
pada kulit mayat dengan posisi tergantung, dapat kita lihat pada ujung ekstremitas
dan genitalia eksterna.3
Lebam mayat dapat di bedakan dengan luka memar, karena hal ini merupakan 2 kondisi yang berbeda
4
Lebam Mayat Luka Memar
Lokasi Bagian tubuh terendah Sembarang tempat
sesuai dengan bekas

5
jejas
Bila ditekan Hilang, namun setelah Tidak hilang
> 8 jam akan menetap
Pembengkakan Ada Tidak ada
Letak darah Intravaskular Ekstravaskular

B. Rigor Mortis
Kaku mayat atau rigor mortis secara sederhana adalah perubahan psikokima
yang bergantung terhadap suhu yang terjadi pada sel karena kekurangan oksigen.

6
Kekurangan oksigen akan menyebabkan energi tidak bisa di ubah dari glikogen
menjadi glukosa menggunakan fosfolirase oksidatif sehingga adenosine tri phosphate,
ATP tidak terbentuk, untuk mengkompensasi hal ini terjadi metabolisme anaerb
sehingga sel memiliki kondisi keasaman tinggi. Pada kondisi kekurangan ATP dan
tingka keasaman sel yang tinggi aktin dan myosin berikatan dan membentuk gel.
Hasil akhirnya hal ini menyebabkan otot menjadi kaku, dan tidak memendek
meskupun diberikan penekanan.3
Beberapa faktor dapat mempengaruhi kaku mayat seperti suhu, pada suhu
rendah kaku mayat akan terjadi lebih lambat dibandingan suhu tinggi. Kaku mayat
dapat terlihat pada otot-otot wajah setelah 1-4 jam kematian, lalu kekakuan akan
berlanjut keseluruh tubuh 6-10 jam. Kekakuan mayat akan terus berlangsung sampai
terjadinya dekomposisi seluler yang menyebabkan mayat menjadi tidak kaku atau
secondary flaccid pada 24 sampai 50 jam setelah kematian.3

Terdapat kekakuan pada mayat yang menyerupai kaku mayat ;


a. Cadaveric spasme
Cadaveric spasme atau instantaneous rigor adalah suatu keadaan dimana terjadi
kekakuan pada sekelompok otot dan kadang-kadang pada seluruh otot, segera
setelah terjadi kematian somatis dan tanpa melalui relaksasi primer. Penyebabnya
akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang terjadi saat mati klinis
disebabkan karena kelelahan.1
b. Heat Stiffening
Heat Stiffening yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein oleh panas. Kekakuan
ini terjadi terjadi akibat suhu tinggi, misalnya pada kasus kebakaran.
c. Cold Stiffening
Cold Stiffening adalah suatu kekakuan yang terjadi akibat suhu rendah, dapat
terjadi bila tubuh korban diletakkan dalam freezer, atau bila suhu keliling
sedemikian rendahnya, sehingga cairan tubuh terutama yang terdapat sendi-sendi
akan membeku.2

7
C. Algor Mortis
Algor mortis adalah penurunan suhu tubuh mayat akibat terhentinya produksi
panas dan terjadinya pengeluaran panas secara terus-menerus. Pengeluaran panas
tersebut disebabkan perbedaan suhu antara mayat dengan lingkungannya. Algor
mortis merupakan salah satu perubahan yang dapat kita temukan pada mayat yang
sudah berada pada fase lanjut post mortem.1
Pada beberapa jam pertama, penurunan suhu terjadi sangat lambat dengan
bentuk sigmoid. Hal ini disebabkan ada dua faktor, yaitu masih adanya sisa
metabolisme dalam tubuh mayat dan perbedaan koefisien hantar sehingga butuh
waktu mencapai tangga suhu.1
Marshall dan Hoare (1962) à penelitian terhadap mayat telanjang dengan suhu
lingkungan 15,50C:

Penurunan suhu dengan kecepatan 0,550Ctiap jam pada 3 jam pertama

Penurunan suhu 1,10C tiap jam pada 6 jam berikutnya

Penurunan suhu 0,80C tiap jam pada periode selanjutnya.1
Kecepatan penurunan suhu ini menurun hingga 60% jika mayat berpakaian.
Penggunaan formula ini harus dilakukan hati-hati mengingat suhu lingkungan
diindonesia lebih tinggi (kurva penurunan suhu lebih landai).

8
D. Pembusukan (decomposition )
Pembusukan mayat nama lainnya dekomposisi dan putrefection. Pembusukan
mayat adalah proses degradasi jaringan terutama protein akibat autolisis dan kerja
bakteri.2
Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera
masuk ke jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri untuk tumbuh.
Sebagian bakteri tersebut berasal dari usus yang terutama clostridium welchii. Bakteri
ini menghasilkan asam lemak dan gas pembusukan berupa H2S, HCN, dan AA. H2S
akan bereaksi dengan hemoglobin (Hb) menghasilkan HbS yang berwarna hijau
kehitaman. Syarat terjadinya degradasi jaringan yaitu adanya mikroorganisme dan
enzim proteolitik.2
Proses pembusukan telah terjadi setelah kematian seluler dan baru tampak
oleh kita setelah kira-kira 24 jam kematian. Kita akan melihatnya pertama kali berupa
warna kehijauan (HbS) di daerah perut kanan bagian bawah yaitu dari sekum
(caecum). Lalu menyebar ke seluruh perut dan dada dengan disertai bau busuk.1
Ada beberapa pembusukan, yaitu wajah dan bibir membengkak, mata
menonjol, lidah terjulur, lubang hidung dan mulut mengeluarkan darah, lubang
lainnya keluar isinya seperti feses (usus), isi lambung, dan partus (gravid), badan
gembung, bulla atau kulit ari terkelupas, aborescent pattern/ marbling yaitu vena
superfisialis kulit berwarna kehijauan, pembuluh darah bawah kulit melebar, dinding
perut pecah, skrotum atau vulva membengkak, kuku terlepas, rambut terlepas, organ
dalam membusuk, dan ditemukannya larva lalat.1
Organ dalam yang cepat membusuk antara lain otak, lien, lambung, usus,
uterus gravid, uterus post partum, dan darah. Organ yang lambat membusuk antara
lain paru-paru, jantung, ginjal dan diafragma. Organ yang paling lambat membusuk
antara lain kelenjar prostat dan uterus non gravid.2
Larva lalat dapat kita temukan pada mayat kira-kira 36-48 jam pasca
kematian. Berguna untuk memperkirakan saat kematian dan penyebab kematian
karena keracunan. Saat kematian dapat kita perkirakan dengan cara mengukur

9
panjang larva lalat. Penyebab kematian karena racun dapat kita ketahui dengan cara
mengidentifikasi racun dalam larva lalat.2
Faktor yang mempercepat terjadinya pembusukan pada mayat suhu keliling
optimal, kelembapan udara cukup, banyak bakteri pembusuk, tubuh gemuk, penderita
infeksi/sepsis. Suhu keliling optimal akan meningkatkan autolysis dan degradasi
jaringan oleh bakteri. Refrigrator pada umumnya tidak memperlambat pembusukan,
namun ketika tubuh dalam keadaan freeze kemudian mencair maka pembusukan
terjadi lebih cepat akibat multiplikasi bakteri. Dekomposisi mayat 1 minggu di udara
terbuka sama dengan 2 minggu di air dan 8 minggu di tanah. (perbandingan 1:2:8).3

10
E. Adiposera
Adipocere adalah proses terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak
dan berminyak yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh postmortem. Lemak akan
terhidrolisis menjadi asam lemak bebas karena kerja lipase endogen dan enzim
bakteri.

11
Faktor yang mempermudah terbentuknya adipocere adalah kelembaban dan
suhu panas. Pembentukan adipocere membutuhkan waktu beberapa minggu sampai
beberap bulan.1

F. Mummifikasi
Mummifikasi terjadi pada suhu panas dan kering sehingga tubuh akan
terdehidrasi dengan cepat. Mummifikasi terjadi pada 12-14 minggu. Jaringan akan
berubah menjadi keras, kering, warna coklat gelap, berkeriput dan tidak membusuk.1

2.1.4 Identifikasi Waktu Kematian


Seseorang yang mengalami kematian akan mengalami beberapa perubahan,
yaitu :
1. Perubahan kulit Muka
Akibat berhentinya sirkulasi darah maka darah yang bersirkulasi dalam
pembuluh darah yang berada dalam kapiler dan venula akan mengalir pada bagian
terrendah sehingga warna kulit muka akan menjadi lebih pucat. Pada mayat dengan
penyebab kematian keracunan dan kekurangan oksigen akan lebih cepat pucat.4

2. Relaksasi Otot
Pada saat beberapa saat kematian dan beberapa saat setelah kematian. Otot
polos akan mengalami relaksasi akibat dari menghilangnya tonus pada stadium ini
disebut relaksasi primer. Akibat rahang bawah akan melorot menyebabkan mulut
terbuka, dada kolaps, relaksasi spingter ani tidak ada penyangga bagian tubuh
lainnya.4

3. Perubahan pada mata


Pada orang yang sudah mati pandangan matanya menjadi kosong, reflex
cahaya dan reflek kornea menjadi negative. Beberapa saat kematian vena-vena pada
retina akan mengalami kerusakan. Mata akan mengering 10 sampai dengan 12 jam
setelah kematian, selain itu mata juga akan mengalami kekeruhan, peningkatan
tekanan bola mata, dan naiknya kadar potassium dalam cairan mata.4

12
4. Lambung
Terdapatnya makanan, cairan ataupun beberapa material yang di dalam
lambung dapat mengambarkan dan tambahan informasi penting kapan mayat
tersebut terakhir mengkonsumsi makanan. Sebagai contoh pada orang yang sedang
tekanan mental ataupun gangguan mental akan memilik kecenderungan
mengkonsumsi makanan dengan sangat lambat ataupun sangat cepat. Hal ini dapat
membantu saat autopsy dapat dilihat dari pengosongan lambung.4

5. Analisis Kimia
Komponen dalam darah, cairan CSS dan cairan vitreus memilii hubungan
dalam hal untuk menentukan waktu kematian kematian. Cairan vitreus akan terjadi
peningkatan kalium. Perubahan kadar nitrogen asam animo yang berbeda, bila kadar
< 14 mg% kematian kurang dari10 jam, kadar nitrogen non protein kurang dari 80
estimasi waktu kematian belum 24 jam, sedangkan bila kadar kreatinin kurang dari
5mg% dan 10mg% estimasi waktu kematian masing - masing 10 jam dan 30 jam.4

6. Analisis secara mikroskopis


Bila kerusakan sel terjadi pada orang yang masih hidup akan terdapat respon
inflamasi pada tingkatan seluler(intravital). Kerusakan seluler dapat terjadi ataupun
absen ketika kerusakan sel berada pada interval hidup-mati (supravital). Kerusakan
sel pada setelah kematian menyebabkan sel mati dan terintergrasi tanpa adanya
respon inflamasi, kematian sel akibat adanya enzim dan autolysis(postmortem).4

DAFTAR PUSTKA

13
1. Arief Budiyanto, Wibisana Widiatmika. Ilmu Kedokteran forensic. Edisi Pertama
Cetakan Kedua. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta, 1997.
2. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Binarupa Aksara.
1997.
3. Shepherd Richard. Simpson’s Forensic medicine twelfth edition. Arnold. London,
2003.
4. Dix J, Graham M, Time Of Death, Decompotion, And Indentification, CRC
press,2000.

14

Anda mungkin juga menyukai