Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Typhoid merupakan permasalahan kesehatan penting dibanyak negara
berkembang. Secara global, diperkirakan 17 juta orang mengidap penyakit ini
tiap tahunnya. DiIndonesia diperkirakan insiden demam typhoid adalah 300 –
810 kasus per 100.000 penduduk pertahun, dengan angka kematian 2%. Demam
typhoid merupakan salah satu dari penyakitinfeksi terpenting. Penyakit ini di
seluruh daerah di provinsi ini merupakan penyakit infeksiterbanyak keempat
yang dilaporkan dari seluruh 24 kabupaten. Di Sulawesi Selatan
melaporkandemam typhoid melebihi 2500/100.000 penduduk (Sudono,
2006).Demam tifoid atau typhus abdominalls adalah suatu infeksi akut yang
terjadi pada ususkecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi.

Typhi dengan masa tunas 6-14 hari.Demam tifoid yang tersebar di seluruh
dunia tidak tergantung pada iklim. Kebersihan peroranganyang buruk merupakan
sumber dari penyakit ini meskipun lingkungan hidup umumnya adalahbaik. Di
Indonesia penderita Demam Tifoid cukup banyak diperkirakan 800 /100.000
penduduk per tahun dan tersebar di mana-mana. Ditemukan hampir sepanjang
tahun, tetapi terutama padamusim panas. Demam tifoid dapat ditemukan pada
semua umur, tetapi yang paling sering padaanak besar, umur 5- 9 tahun dan laki-
laki lebih banyak dari perempuan dengan perbandingan 2-3: 1.12 Penularan
dapat terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia seseorang mulai
dapatmengkonsumsi makanan dari luar, apabila makanan atau minuman yang
dikonsumsi kurangbersih. Biasanya baru dipikirkan suatu demam tifoid bila
terdapat demam terus-menerus lebihdari 1 minggu yang tidak dapat turun dengan
obat demam dan diperkuat dengan kesan anak baring pasif, nampak pucat, sakit
perut, tidak buang air besar atau diare beberapa hari (BahtiarLatif, 2008).

1
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana konsep dasar penyakit dan konsep dasar asuhan keperawatan
typoid fever pada anak?

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui seluk beluk tentang demam thypoid pada para pembaca
sehingga dapat menjadi referensi untuk pembelajaran atau upaya preventif
mencegah penyakit demam thypoid.

2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai berbagai hal yang
berhubungan dengan penyakit demam thypoid untuk diusahakan mencari
data-data beserta pemecahanya kemudian mencocokan berdasarkan teori
yang telah diperoleh dari kuliah maupun literature.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Demam typhoid (typoid fever) adalah penyakit infeksi yang biasanya
mengenai saluran cerna, dengan gejala demam kurang lebih dari 1 minggu,
gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran. Penyakit infeksi dari
salmonella (salmonellosis) ialah segolongan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh sejumlah besar spesies yang tergolong dalam genus
salmonella, biasanya mengenai saluran pencernaan (Hasan & Alatas, 1991),
pertimbangkan demam tifoid pada anak yang demam dan memiliki salah satu
tanda seperti diare (konstipasi), muntah, nyeri perut, dan sakit kepala (batuk).
Hal ini terutama bila demam telah berlangsung selama 7 hari atau lebih dan
penyakit lain sudah disisihkan (WHO,2005)

2. Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella
paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif,
tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagela (bergerak
dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di
alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati
dengan pemanasan (suhu 600C) selama 15 – 20 menit, pasteurisasi,
pendidihan dan khlorinisasi (Rahayu E., 2013).

Salmonella typhi adalah bakteri batang gram negatif yang menyebabkan


demam tifoid. Salmonella typhi merupakan salah satu penyebab infeksi
tersering di daerah tropis, khususnya di tempat-tempat dengan higiene yang
buruk (Brook, 2001).

3
Manusia terinfeksi Salmonella typhi secara fekal-oral. Tidak selalu
Salmonella typhi yang masuk ke saluran cerna akan menyebabkan infeksi
karena untuk menimbulkan infeksi, Salmonella typhi harus dapat mencapai
usus halus. Salah satu faktor penting yang menghalangi Salmonella typhi
mencapai usus halus adalah keasaman lambung. Bila keasaman lambung
berkurang atau makanan terlalu cepat melewati lambung, maka hal ini akan
memudahkan infeksi Salmonella typhi (Salyers dan Whitt, 2002).

Setelah masuk ke saluran cerna dan mencapai usus halus, Salmonella


typhi akan ditangkap oleh makrofag di usus halus dan memasuki peredaran
darah, menimbulkan bakteremia primer. Selanjutnya, Salmonella typhi akan
mengikuti aliran darah hingga sampai di kandung empedu. Bersama dengan
sekresi empedu ke dalam saluran cerna, Salmonella typhi kembali memasuki
saluran cerna dan akan menginfeksi Peyer’s patches, yaitu jaringan limfoid
yang terdapat di ileum, kemudian kembali memasuki peredaran darah,
menimbulkan bakteremia sekunder. Pada saat terjadi bakteremia sekunder,
dapat ditemukan gejala-gejala klinis dari demam tifoid (Salyers dan Whitt,
2002).

Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu:

1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari

tubuh kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia

lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan

terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap

formaldehid.

2. Antigen H (Antigen flagela), yang terletak pada flagela, fimbriae

atau pili dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu

4
protein dan tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap

panas dan alkohol yang telah memenuhi kriteria penilaian.

3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang

dapat melindungi kuman terhadap fagositosis.

Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita

akan menimbulkan pula pembentukan 3 macam antibodi yang

lazim disebut aglutinin (Sudoyo A.W., 2010).

5
3. Patofisiologi

Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid


disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental
disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam
pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena
membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena
salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat
pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara,


yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku),
Fomitus (muntah), Fly (lalat) dan melalui Feses.

Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman


salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui
perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi
oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan
kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar
kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut.
Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan
dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus
bagian distal. Di usus ini kuman menularkan endtoksin sehingga bakteriema
primer sebagian akan difagosit dan sebagian tidak di fagosit. Bakteri yang
difagosit akan mati sedangkan yang tidak difagosit berkembang biak dan
meradang pada jaringan sekitar. Kuman yang masuk ke aliran darah kapiler
prosecia pada kulit dan tidak hipertermi. Kuman selanjutnya masuk usus
halus dan terjadi peradangan menyebabkan mual muntah atau anoreksia
intake tidak adekuat sehingga terjadi kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh selain itu menyebabkan hiperperistaltik pada usus sehingga klien
dengan typoid sering terjadi diare tindakan bedrest untuk mencegah kondisi
klien menjadi buruk. Kuman masuk ke hepar dan kandung empedu

6
menyebabkan endotoksin meningkat dan kuman merusak hepar sehingga
terjadi SGOT / SGPT meningkat. Kuman yang mencapai hipotalamus akan
menekan system syaraf termoregulator menyebabkan hipertermi sehingga
klien cepat lelah menjadi intoleransi aktifitas. Selain itu kuman pada organ
intestinal menyebabkan perdarahan usus, peritonitis sedangkan di
ekstraintestinal menyebabkan pneumoni serta meningitis.

Phatway

7
4. Manifestasi Klinik

Menurut Ngastiyah (2005: 237), typoid pada anak biasanya lebih ringan
daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi
terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari.
Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak
badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian
menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu:

3. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten
dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur
naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan
malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.

4. Gangguan Pada Saluran Pencernaan


Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan
tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung.
Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.

5. Gangguan Kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang
terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat
mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang juga dapat ditemukan, pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik
kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada
minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan
epistaksis.

6. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam typoid, akan tetap
berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu

8
badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps
terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat
dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.

5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah


pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :

a. Pemeriksaan leukosit

Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid


terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya
leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam
typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas
normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah
leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.

b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT

SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat


tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

c. Biakan darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid,


tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi
demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari
beberapa faktor :

1) Teknik pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan


laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik
dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang

9
baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia
berlangsung.

2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit

Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif


pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu
berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.

3) Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat


menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat
menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.

4) Pengobatan dengan obat anti mikroba

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan


obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan
terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.

d. Uji Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan


antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi
terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang
yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal
3adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat
infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin
yaitu :

1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari


tubuh kuman).

10
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel kuman).
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal
dari simpai kuman)

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang


ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien
menderita typhoid.

6. Komplikasi

a. Perdarahan dan perforasi usus(terutama pada minggu ketiga).


b. Miokarditis.
c. Neuropsikiatrik: Psikosis, ensefalomielitis.
d. Kolesistitis, kolangitis, hepatitis, pneumonia, pancreatitis.
e. Abses pada limpa, tulang atau ovarium(biasanya setelah pemulihan).
f. Keadaan karier kronik(kultur urin / tinja positif setelah 3 bulan) terjadi
pada 3% kasus(lebih sedikit setelah terapi fluorokuinolon).
Komplikasi dapat dibagi dalam:
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perforasi usus
3) Ileus paralitik
b. Komplikasi ekstra intestinal.
1) Kardiovaskuler: Kegagalan sirkulasi perifer(renjatan sepsis)
miokarditis, trombosis dan tromboflebitie.
2) Darah: Anemia hemolitik, trombositopenia, sindrom uremia
hemolitik
3) Paru: Pneumoni, empiema, pleuritis.
4) Hepar dan kandung empedu: Hepatitis dan kolesistitis.
5) Ginjal: Glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.

11
6) Tulang: Osteomielitis, periostitis, epondilitis, dan arthritis.
7) Neuropsikiatrik: Delirium, meningiemus, meningitis, polinefritis,
perifer, sindrom guillan-barre, psikosis dan sindrom katatonia.
Pada anak-anak dengan demam paratefoid, komplikasi lebih jarang
terjadi. Komplikasi lebih sering terjadi pada keadaan tak semua
berat dan kelemahan umum, bila perawatan pasien kurang
sempurna.

7. Penatalaksanaan
Penatalaksaan anak dengan demam tifoid menurut WHO (2005) adalah:
a. Obati dengan kloramfenikol (50-100 mg/kg BB/ hari dibagi dalam 4 dosis
per oral atau intravena) selama 10-14 hari, tetapi untuk bayi muda perlu
dipertimbangkan secara lebih spesifik;
b. Apabila tidak diberikan kloramfenikol, dipakai amoksilin 100 mg/kg BB/
hari per oral atau ampisilin intravena selama 10 hari, atau kotrimoksazole
48 mg/ kgBB/ hari (dibagi 2 dosis) per oral selama 10 hari
c. Apabila kondisi klinis tidak ada perbaikan, gunakan generasi ketiga
sefalosporin seperti sefriakson (80 mg/kg IM atau IV, sekali sehari selama
5-7 hari) atau seiksim oral (20 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis selama 10
hari). Perawatan penunjang di lakukan bila anak demam ( >39 oC),
berikan paracetamol dan lakukan pemantauan terhadap tanda komplikasi.

B. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa,
agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan
diagnosa medik.
b. Keluhan utama

12
Keluhan utama berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala,
pusing dan kurang bersemangat, serta nafsu makan kurang (terutama
selama masa inkubasi).
c. Suhu tubuh. Pada kasus pada kasus yang khas, demam berlangsung
selama 3 minggu, bersifat febris remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali.
Selama minggu pertama, suhu tubuh akan berangsur angsur membaik
setiap harinya, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada
sore dan malam hari. Pada minggu ke dua, pasien terus berada dalam
keadaan demam. Saat minggu ke tigasuhu berangsur turun dan normal
kembalimpada akhir minggu ke tiga.
d. Kesadaran. Umumnya kesadaran pasien menurun walauopun tidan
seberapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen: jarang terjadi stupor,
koma, atau gelisah (kecuali bila penyakitnya berat dan terlambat mendapat
pengobatan). Selain gejala-gejala tersebut, ,mungkin dapat di temukan
gejala lainnya. Seperti pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan
raseola (bintik-bintik kemerahan karena emboli kapiler kulit yang dapatdi
temukan pada minggu pertama demam), kadang ditemukan juga
bradikardi dan eptistaksis pada anak yang lebih besar.
e. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan
muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak
makan sama sekali.
2) Pola eliminasi
Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama.
Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna
urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam thypoid
terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar
dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan
tubuh.

13
3) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar
tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
4) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
5) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit
anaknya.
6) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan
umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham
pada klien.
7) Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di
rumah sakit dan klien harus bed rest total.
8) Pola penanggulangan stress
Biasanya orang tua akan nampak cemas

f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 – 410C,
muka kemerahan.
2) Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
3) Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan
gambaran seperti bronchitis.
4) Sistem kardiovaskuler

14
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin
rendah.
5) Sistem integumen
Kulit kering, turgor kulit menurun, muka tampak pucat, rambut agak
kusam
6) Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas),
mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak
enak, peristaltik usus meningkat.
7) Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.

8) Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi
lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut
kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.

2. Diagnosa keperawatan
a. Hipertemia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thyposa
b. Resiko deficit volume cairan beerhubungan dengan pemasukan yang
kurang, mual, muntah/pegeluaran yang berlebihan, diare, panas tubuh
c. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake kurang akibat mual, muntah, anoreksia atau
output yang berlebihan akibat diare
d. Gangguan pola defeksi: diare berhubungan dengan proses peradangan
pada dinding usus halus
e. Resiko tinggi trauma fisik berhubungan dengan gangguan mental,
delirium/psikosis
f. Perubahan pola defeksi: konstipasi berhubungan dengan proses
peradangan pada dinding usus halus

15
3. Rencana Keperawatan
N DIAGNOSA NOC NIC
O
1 Hipertemia  Thermoregulation Fever Treatment
berhubungan Kriteria Hasil: a. Monitor suhu
dengan proses a. Suhu tubuh dalam sesering mungkin
infeksi rentang normal b. Monitor IWL
salmonella b. Nadi dan RR c. Monitor warna dan
thyposa dalam rentang suhu kulit
normal d. Monitor tekanan
Definisi: suhu c. Tidak ada darah, nadi dan RR
tubuh naik di perubahan warna e. Monitor penurunan
atas rentang kulit dan tidak ada tingkat kesadaran
normal pusing, merassa f. Monitor WBC, Hb,
nyaman dan Hct
g. Monitor intake dan
output
h. Kolaborasi
pemberian anti
piretik
i. Berikan
pengobatan untuk
mengatasi
penyebab demam
j. Selimuti pasien
k. Lakukan tepid
sponge
l. Kolaborasi dengan
dokter mengenai
pemberian cairan
intravena sesuai
program
m. Kompres pasien
pada lipat paha dan
aksila
n. Tingkatkan
sirkulasi udara
o. Berikan
pengobatan untuk
mencegah
terjadinya
menggigil.

16
Temperature
Regulation
a. Monitor suhu
minimal tiap 2 jam
b. Rencanakan
monitoring suhu
secara continue
c. Monitor TD, nadi
dan RR
d. Monitor warna dan
suhu kulit
e. Monitor tanda-
tanda hipertermi
dan hipotermi
f. Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
g. Selimuti pasien
cara mencegah
keletihan akibat
panas
h. Diskusikan tentang
pentingnya
pengaturan suhu
dan kemungkinan
efek negative dari
kedinginan.
i. Beritahukan
tentang indikasi
terjadinya keletihan
dan penanganan
emergency yang
diperlukan
j. Ajarkan indikasi
dari hipotermi dan
penanganan yang
diperlukan
k. Berikan anti piretik
jika perlu.

Vital sign monitoring


a. Monitor TD,
nadi, suhu, dan
RR

17
b. Catat adanya
flultuasi
tekanan darah
c. Monitor VS
pasien saat
pasien
berbaring,
duduk, atau
berdiri
d. Auskultasi TD
pada kedua
lengan an
bandingkan
e. Monitor TD,
Nadi, Suhu,
dan RR,
sebelum,
selama, dan
setelah aktivitas
f. Monitor
kualitas dari
nadi
g. Monitor
frekuensi dan
irama
pernapasan
h. Monitor
sianosis perifer
i. Monitor adanya
cushing triad
(tekanan nadi
yang melebar,
bradikardi,
peningkatan
sistolik)
j. Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital
sign

2 Resiko deficit  Fluid balance Fluid Management


volume cairan  Hydration a. Timbang popok
beerhubungan  Nutrional status: food atau pembalut
dengan and fluid intake bila diperlukan

18
pemasukan yang Kriteria Hasil: b. Pertahankan
kurang, mual, a. Mempertahankan catatan intake
muntah/pegeluar urine output sesuai dan output yang
an yang dengan usia dan BB, akurat
berlebihan, diare, BJ urine normal, HT c. Monitor status
panas tubuh normal hidrasi
b. Tekanan darah, nadi (kelembaban
Definisi: suhu tubuh dalam bats membrane
penurunan cairan normal mukosa, nadi
intavaskuler, c. Tidak ada tanda-tanda adekuat, tekanan
interstisial, dan dehidrasi, elastisitas darah ortostatik)
atau intrasellular. turgor kulit baik, jika diperlukan
Ini mengarah ke membrane mukosa d. Monitor vital
dehidrasi, lembab, tidak ada rasa sign
kehilangan haus yang berlebihan. e. Monitor
cairan dengan masukan
pengeluaran makanan/cairan
sodium dan hitung
intake kalori
harian
f. Lakukan terapi
IV
g. Monitor status
nutrisi
h. Berikan cairan
i. Berikan cairan
IV pada suhu
suhu ruangan
j. Dorong
masukan oral
k. Berikan
penggantian
nasogatrikk
sesuai output
l. Dorong
keluarga untuk
membantu
pasien makan
m. Tawarkan snack
(jus buah, buah
segar)
n. Kolaborasi
dokter jika tanda
cairan

19
berlebihan
muncul
memburuk
o. Atur
kemungkinan
tranfusi
p. Persiapan untuk
tranfusi

3 Resiko ketidak  Nutrional status: Food Nutrition


seimbangan and Fluid Intake Management
nutrisi kurang
dari kebutuhan a. Kaji adanya alergi
tubuh Kriteria hasil: makanan
berhubungan b. Kolaborasi dengan
a. Adanya ahli gizi untuk
dengan intake peningkatan berat
kurang akibat menentukan jumlah
badan sesuai kalori dan nutrisi
mual, muntah, dengan tujuan
anoreksia atau yang dibutuhkan
b. Berat badan ideal pasien.
output yang sesuai dengan
berlebihan akibat c. Anjurkan pasien
tinggi badan untuk
diare c. Mampu meningkatkan
mengidentifikasi intake Fe
Definisi: intake kebutuhan nutrisi
nutrisi tidak d. Anjurkan pasien
d. Tidak ada tanda- untuk
cukup untuk tanda malnutrisi
keperluan meningkatkan
e. Menunjukkan protein dan vitamin
metabolism peningkatan
tubuh C
fungsi pengecapan e. Berikan substansi
dan menelan gula
f. Tidak terjadi f. Yakinkan diet yang
penurunan berat dimakan
badan yang berarti mengandung tinggi
serat untuk
mencegah
konstipasi
g. Berikan makanan
yang terpilih
(sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
h. Ajarkan pasien
bagaimana
membuat catatan

20
makanan harian.
i. Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori
j. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
k. Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan
nutrisi yang
dibutuhkan

Nutrition Monitoring
a. BB pasien dalam
batas normal
b. Monitor adanya
penurunan berat
badan
c. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas
yang biasa
dilakukan
d. Monitor interaksi
anak atau orangtua
selama makan
e. Monitor lingkungan
selama makan
f. Jadwalkan
pengobatan dan
perubahan
pigmentasi
g. Monitor turgor kulit
h. Monitor
kekeringan, rambut
kusam, dan mudah
patah
i. Monitor mual dan
muntah
j. Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht

21
k. Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan
l. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
m. Monitor kalori dan
intake nutrisi
n. Catat adanya
edema, hiperemik,
hipertonik papila
lidah dan cavitas
oral.
o. Catat jika lidah
berwarna magenta,
scarlet

4 Gangguan pola Bowel elimination Diarhea Management


defeksi: diare
berhubungan  Fluid Balance a. Evaluasi efek
dengan proses  Hydration samping pengobatan
peradangan pada  Electrolyte and Acid terhadap
dinding usus base Balance gastrointestinal
halus Kriteria Hasil : b. Ajarkan pasien
untuk menggunakan
a. Feses berbentuk, obat antidiare
BAB sehari c. Instruksikan
sekali- tiga hari pasien/keluarga
b. Menjaga daerah untukmencatat
sekitar rectal dari warna, jumlah,
iritasi frekuenai dan
c. Tidak mengalami konsistensi dari
diare feses
d. Menjelaskan d. Evaluasi intake
penyebab diare makanan yang
dan rasional masuk
tendakan e. Identifikasi factor
e. Mempertahankan penyebab dari diare
turgor kulit f. Monitor tanda dan
gejala diare
g. Observasi turgor
kulit secara rutin
h. Ukur diare/keluaran
BAB

22
i. Hubungi dokter jika
ada kenanikan
bising usus
j. Instruksikan pasien
untukmakan rendah
serat, tinggi protein
dan tinggi kalori jika
memungkinkan
k. Instruksikan untuk
menghindari
laksative
l. Ajarkan tehnik
menurunkan stress
m. Monitor persiapan
makanan yang aman

5 Resiko tinggi  Knowledge : Personal Environmental


trauma fisik Safety Management safety
berhubungan  Safety Behavior : Fall
dengan gangguan Prevention a. Sediakan
mental,  Safety Behavior : Fall lingkungan yang
delirium/psikosis occurance aman untuk pasien
 Safety Behavior : b. Identifikasi
Physical Injury kebutuhan
 Tissue Integrity: Skin keamanan pasien,
and Mucous sesuai dengan
Membran kondisi fisik dan
- fungsi kognitif
pasien dan riwayat
penyakit terdahulu
pasien
c. Menghindarkan
lingkungan yang
berbahaya (misalnya
memindahkan
perabotan)
d. Memasang side rail
tempat tidur
e. Menyediakan
tempat tidur yang
nyaman dan bersih
f. Menempatkan
saklar lampu
ditempat yang
mudah dijangkau

23
pasien.
g. Membatasi
pengunjung
h. Memberikan
penerangan yang
cukup
i. Menganjurkan
keluarga untuk
menemani pasien.
j. Mengontrol
lingkungan dari
kebisingan
k. Memindahkan
barang-barang yang
dapat
membahayakan
l. Berikan penjelasan
pada pasien dan
keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan
penyebab penyakit.

6 Perubahan pola NOC Constipation/Impactio


defeksi: n Management
konstipasi  Bowel elimination
berhubungan  Hydration a. Monitor tanda
dengan proses dan gejala
peradangan pada konstipasi
Kriteria Hasil : b. Monior bising
dinding usus
halus a. Mempertahankan usus
bentuk feses lunak c. Monitor feses :
setiap 1-3 hari frekuensi,
b. Bebas dari konsistensi dan
ketidaknyamanan dan volume
konstipasi d. Konsultasi
c. Mengidentifikasi dengan dokter
indicator untuk tentang
mencegah konstipasi penurunan dan
d. Feses lunak dan peningkatan
berbentuk bising usus
e. Monitor tanda
dan gejala
ruptur

24
usus/peritonitis
f. Jelaskan etiologi
dan rasionalisasi
tindakan
terhadap pasien
g. Identifikasi
faktor penyebab
dan kontribusi
konstipasi
h. Dukung intake
cairan
i. Kolaborasikan
pemberian
laksatif

25
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Demam typhoid (typoid fever) adalah penyakit infeksi yang biasanya
mengenai saluran cerna, dengan gejala demam kurang lebih dari 1 minggu,
gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran. Penyakit infeksi dari
salmonella (salmonellosis) ialah segolongan penyakit infeksi yang disebabkan
oleh sejumlah besar spesies yang tergolong dalam genus salmonella, biasanya
mengenai saluran pencernaan (Hasan & Alatas, 1991),
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella
paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif,
tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagela (bergerak
dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam
bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan
pemanasan (suhu 600C) selama 15 – 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan
khlorinisasi (Rahayu E., 2013).

B. SARAN
1. Bagi penyusun, agar lebih giat lagi dalam mencari referensi-referensi dari
sumber rujukan, karena dengan semakin banyak sumber yang di dapat
semakin baik makalah yang dapat disusun.
2. Bagi Institusi, agar dapat menyediakan sumber-sumber bacaan baru,
sehingga dapat mendukung proses belajar mengajar.
3. Bagi pembaca, agar dapat memberikan masukan yang bersifat membangun
demi kesempurnaan penyusunan makalah ini.

26
DAFTAR PUSTAKA

Nursalam, dkk. 2005. Asuhan keperawatan bayi dan anak (untuk perawat dan bidan)
Edisi 1.
Jakarta: Salemba Medika
Herdman t. Heather. 2010. Diagnosis keperawatan. Jakarta : egc
Wong, dona l. 2008. Buku ajar keperawatan pediatrik. Jakarta : egc
Sodikin, 2011. Asuhan keperawatan anak: Gangguan system gastrointestinal dan
hepatobilier. Jakarta: salemba medika
NANDA. 2010. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2009 - 2011.
Jakarta: EGC
NANDA. 2012. Diagnose keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta:
EGC
Riyadi Sujono, Suharsono.2010. Asuhan Keperawatan Anak Pada Sakit. Yogyakarta:
Gosyen Publishing

27

Anda mungkin juga menyukai