DISUSUN OLEH
A24115099
UNIVERSITAS TADULAKO
2018
Page | 1
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun
mampu menyelesaikan tugas makalah ini.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu, yang kami sajikan
berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita.
Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang
dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran
dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas
TADULAKO.
Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing saya meminta masukannya demi
perbaikan pembuatan makalah saya di masa yang akan datang dan
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Penulis
Page | 2
Datar Isi
KATA PENGANTAR..................................................................................................................... 2
Datar Isi ..................................................................................................................................... 3
BAB I .......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 4
Latar Belakang....................................................................................................................... 4
Rumusan masalah…………………………………………………………………………………………………………….5
Tujuan ................................................................................................................................... 5
BAB II ......................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ........................................................................................................................... 6
Pengertian Budaya Dan Kebudayaan .................................................................................... 6
Suku Kaili ............................................................................................................................... 7
Kondisi Sosial Suku Kaili ........................................................................................................ 9
Budaya Sulawesi Tengah (Nolama Tai) ............................................................................... 10
Nilai – Nilai .......................................................................................................................... 13
BAB III ...................................................................................................................................... 15
PENUTUP ................................................................................................................................. 15
Kesimpulan.......................................................................................................................... 15
Saran ................................................................................................................................... 16
Daftar Pustaka......................................................................................................................... 17
Page | 3
BAB I
PENDAHULUAN
Page | 4
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui bagaimana keberagaman kebudayaan di dalam suatu
wilayah khususnya Sulawesi Tengah.
b. Untuk mengetahui bagaimana kondisi social budaya yang terjadi di dalam
masyarakat di wilayah Sulawesi Tengah.
c. Untuk mengetahui bagaimana nilai-nilai yang terjadi dengan lingkungan
hidup masyarakat di Sulawesi Tengah.
Page | 5
BAB II
PEMBAHASAN
Page | 6
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.
Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang
terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun-temurun dari satu
generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Dari berbagai pengertian menurut para ahli di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa pengertian dari kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat
pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran
manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh
manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang
bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial,
religi, seni dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam
melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Page | 7
Kaili mendiami kampung/desa di Teluk Tsomini yaitu Tinombo,Moutong,Parigi,
Sausu, Ampana, Tojo dan Una Una, sedang di Kabupaten Poso mereka mendiami
daerah Mapane, Uekuli dan pesisir Pantai Poso.Untuk menyatakan "orang Kaili"
disebut dalam bahasa Kaili dengan menggunakan prefix "To" yaitu To Kaili.
Ada beberapa pendapat yang mengemukakan etimologi dari kata Kaili, salah
satunya menyebutkan bahwa kata yang menjadi nama suku Kaili ini berasal dari
nama pohon dan buah Kaili yang umumnya tumbuh di hutan-hutan dikawasan daerah
ini, terutama di tepi Sungai Palu dan Teluk Palu. Pada zaman dulu, tepi pantai Teluk
Palu letaknya menjorok l.k. 34 km dari letak pantai sekarang, yaitu di Kampung
Bangga. Sebagai buktinya, di daerah Bobo sampai ke Bangga banyak ditemukan
karang dan rerumputan pantai/laut. Bahkan di sana ada sebuah sumur yang airnya
pasang pada saat air di laut sedang pasang demikian juga akan surut pada saat air laut
surut.
Suku Kaili mengenal lebih dari dua puluh bahasa yang masih hidup dan
dipergunakan dalam percakapan sehari-hari. Uniknya, di antara kampung yang hanya
berjarak 2 km kita bisa menemukan bahasa yg berbeda satu dengan lainnya. Namun
demikian, suku Kaili memiliki lingua franca, yang dikenal sebagai bahasa Ledo. Kata
"Ledo" ini berarti "tidak". Bahasa Ledo ini dapat digunakan berkomunikasi dengan
bahasa-bahasa Kaili lainnya. Bahasa Ledo yang asli (belum dipengaruhi bahasa para
pendatang) masih ditemukan di sekitar Raranggonau dan Tompu. Sementara, bahasa
Ledo yang dipakai di daerah kota Palu, Biromaru, dan sekitarnya sudah terasimilasi
dan terkontaminasi dengan beberapa bahasa para pendatang terutama bahasa Bugis
dan bahasa Melayu.
Bahasa-bahasa yang masih dipergunakan dalam percakapan sehari-hari, yaitu
bahasa Tara (Talise,Lasoani,Kavatuna dan Parigi), bahasa Rai (Tavaili sampai ke
Tompe), bahasa Doi (Pantoloan dan Kayumalue); bahasa Unde
(Ganti,Banawa,Loli,Dalaka, Limboro,Tovale dan Kabonga), bahasa Ado (Sibalaya,
Sibovi,Pandere, bahasa Edo (Pakuli,Tuva), bahasa Ija (Bora, Vatunonju), bahsa Da'a
Page | 8
(Jono'oge), bahasa Moma (Kulavi), dan bahasa Bare'e (Tojo, Unauna dan Poso).
Semua kata dasar bahasa tersebut berarti "tidak".
Hal-hal yang tidak boleh dilakukan seseorang yang dianggap dapat merugikan
orang lain juga diatur oleh adat yang berlaku dalam masyarakat. Biasanya pelaku
pelanggaran adat akan dikenakan denda adat atau sanksi social lainnya, seperti
menjadi bahan pembicaraan atau ejekan masyarakat, dikucilkan dari masyarakatnya,
diusir dari lingkungan tempat tinggalnya, bahkan terjadi pembunuhan sebagai
tindakan balas dendam, atau bentuk-bentuk denda dan sanksi lainnya. Sebagai
contoh, seorang wanita dengan sengaja sampai pada perbuatan melanggar susila
(pelanggaran yang dilakukan disebut salah kana), maka pelakunya bisa saja dibunuh
Page | 9
oleh keluarga pihak wanita yang diganggu. Kalau pembunuhan tidak sampai terjadi,
pelanggar akan dikenakan denda seperti yang telah ditentukan oleh adat.
Orang Kaili pada masa lalu mengenal beberapa lapisan sosial, seperti
golongan raja dan turunannya (madika), golongan bangsawan (to guru nukapa),
golongan orang kebanyakan (to dea), golongan budak (batua). Selain itu mereka juga
memandang tinggi golongan social berdasarkan keberanian (katamang galaia),
keahlian (kavalia), kekayaan (kasugia), kedudukan (kadudua) dan usia (tetua).
Pada masyarakat Sulawesi Tengah dikenal sistem kepemimpinan formal, dan
informal. Kepemimpinan formal dalam desa di daerah Sulawesi Tengah dikepalai
oleh seorang kepala desa. Kepala desa ini dalam menjalankan tugas-tugasnya dibantu
oleh sekretaris desa, kepala urusan-urusan dan kepala dusun. Kemudian
kepemimpinan secara informal diketuai oleh kepala adat dan anggota adat lainnya
(tokoh-tokoh adat), pemuka-pemuka agama (para ulama, imam dan pembantu-
pembantunya), dan organisisasi social kemasyarakatan seperti organisasi pemuda,
organisasi wanita, dan sebagainya.
Page | 10
masyarakat Kaili berbeda kualitas dan kuantitasnya sesuai dengan kedudukan sosial
seseorang atau Vati seseorang dalam masyarakat.
Tujuan upacara ini adalah dimaksudkan agar kelahiran sang bayi dapat
berlangsung dengan selamat tanpa cacat jasmani dan rohani, serta keselamatan ibu
yang akan melahirkan, dan juga agar ibu terhindar dari gangguan-gangguan rate.
Page | 11
peserta upacara inti tersebut. Dukun mulai nogane (mengucapkan mantera/sastra suci)
dan duduk berhadapan dengan ibu hamil yang diupacarakan. Isi manteri antara lain
meminta keselamatan/perlindungan kepada rate; arwah nenek moyang yang sudah
meninggal disebut rate njae dan yang baru meninggal disebut rate vou. Maksudnya
agar ibu tidak mengalami kesukaran pada waktu melahirkan.
Selesai acara tersebut dukun dan peserta upacara tersebut makan sebagian dari
makanan sesajian tersebut, dan sebagian lagi dari makanan tersebut dibawa keluar
rumah untuk sesajian di tempat tertentu baik yang sengaja dibuat dan atau di alam
bebas seperti di pohon-pohon kayu besar, di tepi sungai, dan sebagainya yang diantar
sendiri oleh dukun upacara ini yang disebut nompaura. Sebagai acara penutup, dukun
membuat/mempersiapkan tuvu mbuli. Tuvu mbuli berarti hidup berkembang biak
dalam satu rumpun. Suatu simbol kehidupan yang ideal, yaitu dalam suasana dingin
dan berketurunan banyak (Tuvu = hidup, Mbuli = standar).
Page | 12
Tuvu Mbuli tersebut tidak lain sebuali gelas/mangkok yang diisi air dan
dedaunan yang melambangkan 2 hal tersebut, yaitu daun siranindi (setawar dingin)
sebagai lambang ketenangan dan ketahanan hidup dari tantangan hidup, serta tava
kodombuku, semacam pohon yang tahan hidup di musim kemarau, mudah
berkembang biak dan akarnya lama usianya. Selesai upacara tersebut dan setelah
undangan hadir seluruhnya, maka diadakanlah pesta makan. Dengan demikian selesai
upacara Nolama tersebut
Page | 13
agar tidak melakukan tindakan-tindakan yang kurang baik sehingga mengakibatkan
tidak tercapainya tujuan upacara.
Masyarakat suku Kaili, meyakini bahwa tindakan kurang baik yang dilakukan
oleh kedua suami dan istri yang sedang mengandung akan berpengaruh secara
langsung kepada bayinya. Misalnya larangan mencela atau mengejek orang cacat
muncul karena ada keyakinan bahwa anak yang dikandung akan lahir dalam keadaan
cacat. Adanya keyakinan bahwa perbuatan buruk yang dilakukan oleh orang tua si
bayi akan berdampak buruk kepada si bayi menunjukkan bahwa ada proses
pensakralan perbuatan-perbuatan yang kurang baik.
Page | 14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Suku Kaili adalah suku bangsa di Indonesia yang secara turun-temurun
tersebar mendiami sebagian besar dari Provinsi Sulawesi Tengah, khususnya wilayah
Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi, dan Kota Palu, di seluruh daerah di lembah
antara Gunung Gawalise, Gunung Nokilalaki, Kulawi, dan Gunung Raranggonau.
Budaya kaili Sebagaimana suku-suku lainnya diwilayah persada Nusantara,
Suku Kaili juga mempunyai adat istiadat sebagai bagian kekayaan budaya di dalam
kehidupan sosial, memiliki Hukum Adat sebagai aturan dan norma yang harus
dipatuhi, serta mempunyai aturan sanksi dalam hukum adat.
Bagi suku kaili apa bila ada anggota dari sukunya yang hamil maka kehamilan
itu harus di jaga. Dalam adat istiadat suku kaili apa bila seseorang hamil maka akan
diadakan upacara selamatan kandungan pada masa hamil pertama (Nolama Tai).
Upacara ini apabila kandungan berusia 7 bulan. Upacara ini sering dinamakan No
jemparaka manu (memisah-misahkan bagian daripada daging ayam) atau biasa
disebut mantale (membuat sesajian).
Selain itu ada juga Upacara novero (upacara pengobatan apabila sang ibu
yang hamil kurang sehat) atau moragi ose adalah suatu upacara pengobatan yang bila
ibu hamil kurang sehat dan lemah, yang dianggap sebagai gangguan mahluk halus
yang jahat. Novero (mengobati penyakit) atau moragi ose (memberi warna warni
beras) bertujuan untuk menyembuhkan ibu hamil dari penyakit yang dideritanya
karena nilindo nuviata (diganggu mahluk halus)
Page | 15
3.2 Saran
Dengan semakin berkembangnya zaman, serta pengaruh globalisasi dan juga
pengaruh budaya-budaya asing. Kebudayaan-kebudayaan yang ada semakin tergeser
dan hampir punah. Untuk mencegah punahnya kebudayaan tersebut perlu dilakukan
berbagai tindakan. Berbagai kebudayaan yang beragam yang ada di provinsi Sulawesi
Tengah seharusnya tetap dijaga dan dilestarikan. Para generasi penerus harus tetap
mempertahankan kebudayaan-kebudayaan yang telah ada. Pemerintah setempat juga
harus terlibat dalam proses pelestarian kebudayaan dengan melakukan upaya-upaya
berupa pembentukan lembaga-lembaga, sosialisasi dan lain-lain.
Mengambil hal-hal yang positif dari kebudayaan dan adat istiadat tersebut
dalam ilmu kesehatan. Dan kita sebagai warga indonesia harus selalu menjaga
kekayaan budaya dan adat istiadat di indonesia ini.
Page | 16
Daftar Pustaka
Page | 17