Anda di halaman 1dari 9

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus

Ny. G berusia 45 dirawat di rumah sakit dengan mengeluh sesak nafas,


mual, pusing, keringat dingin, nyeri dada disertai batuk dan, bengkak pada kaki
kiri. Pasien merasa cepat lelah, hasil pemeriksaan fisik didapatkan BB 75 kg, TB
155cm, TD 130/90 mmHg, Nadi 100x/menit, RR 25x/menit data penunjang yang
didapatkan CTR> 50%, EKG LVH, RVH, PWP, BP, Ronkhi, Oliguri, Anuria,
JVP> 3 cmH2O, pelebaran vena abdominal.

3.2 Pengkajian

3.2.1 Anamnesa

1. Data Demografi
Nama : Ny. G
Usia : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Surabaya
2. Keluhan utama: pasien dengan stenosis mitral biasanya mengeluh sesak, sianosi
dan batuk-batuk.
3. Riwayat penyakit sekarang: klien biasanya dibawah ke rumah sakit setelah
sesak nafas, sianosis dan batuk-batuk disertai dengan demam tinggi atau tidak.
4. Riwayat penyakit dahulu: klien pernah menderita penyakit demam rematik, SLE
(systemic lupus erythematosus), RA (rheumatoid atrthritis), miksoma (tumor jinak
di atrium kiri)
5. Riwayat penyakit keluarga: tidak ada faktor herediter yang mempengaruhi
terjadinya stenosis mitral.
3.2.2 ROS (Review of System)

B1 (Breath) : Sesak/RR meningkat, nada rendah di apex dengan menggunakan


bel dengan posisi miring ke kiri, sesak nafas dan fatigue, batuk, pada kongesti
vena ada ortopnea.
B2 (Blood) : Peningkatan vena jugularis, odema tungkai, aritmia atrial berupa
fibrilasi atrium (denyut jantung cepat dan teratur), hemoptisis, emboli dan
thrombus, kekuatan nadi melemah, takikardi, edema perifer (mulai terjadi gagal
jantung kanan), BJ 1 keras murmur sistolik, palpitasi, hemoptisis, apical diastolic
murmur.
B3 (Brain) : Nyeri dada dan abdomen
B4 (Bladder) : Ketidakseimbangan cairan excess, oliguria
B5 (Bowel) : Disfagia, mual, muntah, tidak nafsu makan.
B6 (Bone) : Kelemahan, keringat dingin, cepat lelah

3.2.3 Pengkajian Psikososial

1. Sesak napas berpengaruh pada interaksi


2. Aktivitas terbatas
3. Takut menghadapi tindakan pembedahan
4. Stress akibat kondisi penyakit dengan prognosis yang buruk

3.2.4 Pemeriksaan diagnostik

1. Pemeriksaan elektrokardiogram pada stenosis mitral mempunyai beberapa


aspek:
a. Membantu menegakkan diagnosis stenosis mitral
b. Adanya perubahan pada EKG tidak merupakan suatu indikator akan beratnya
perubahan hemodinamik.
c. Dapat mendeteksi kondisi lain disamping adanya stenosis mitral.
2. Rontgen dada (menunjukkan pembesaran atrium). Hal-hal yang terlihat pada
pemeriksaan radiologis adalah :
a. Left atrial appendage dan atrium kiri membesar.
b. Vena pulmonal menonjol, terutama terlihat pada bising jantung
c. Lapangan baru memperlihatkan tanda-tanda bendungan, kadang-kadang terlihat
garis pada septum interstitial pada daerah kostofrenikus.
3. Ekokardiografi (teknik penggambaran jantung dengan menggunakan gelombang
ultrasonik).
4. Stenosis mitral umumnya mudah didiagnosis dengan perekaman ekokardiografi
M mode, tetapi pemeriksaan ini tidak dapat digunakan untuk menduga derajat
stenosis mitral.
5. Kadang perlu dilakukan kateterisasi jantung untuk menentukan luas dan jenis
penyumbatannya.

3.3 Analisa Data

DATA ETIOLOGI MASALAH


DS: mengeluh pusing, sesak penurunan curah jantung, Penurunan perfusi
nafas, mual, berkeringat dingin, kongesti vena sekunder jaringan
dan nyeri dada. terhadap kerusakan fungsi
DO: hipotensi, MAP abnormal, katup
tachikardia, disritmia, diaforesi, (regurgitasi/stenosis)
pulsus alternans, kulit dingin
dan pucat, dyspnea, orthopnea,
PND; ronkhi; kadar BUN dan
kreatinin meningkat; oliguria,
tekanan vena jugularis (JVP) >3
cmH2O, distritmia, BJ III
gallops, BJ I atau BJ II
melemah atau split, terdengar
murmur sistolik atau diastolic

DS: mengeluh sesak napas, akumulasi cairan dalam Kerusakan


nyeri dada, batuk, letargi, dan alveoli paru sekunder pertukaran gas
keletihan. terhadap status
hemodinamik tidak stabil.
DO: arigitasi bingung; sianosis,
wheezing, rales/ronkhi di basal
paru: retraksi intercosta,
suprasternal; pernapasan cuping
hidung; kadar gas darah arteri
abnormal; PND, takipnea,
orthopnea; kulit kuning pucat.
DS: sesak napas, batuk, kaki peningkatan preload, Resiko
bengkak, berkeringat dingin. penurunan kontraktilitas, terhadap/kelebihan
penurunan aliran darah ke volume cairan
DO: edema ekstremitas; berat ginjal, dan penurunan laju (edema dependen)
badan meningkat: dyspnea, filtrasi glomerulus.
orthopnea, PND; asites,
hepatomegaly, splenomegali;
kardiomegali, CTR> 50%;
EKG: LVH, RVH, defiasi axis:
pergeseran apek, perubahan
denyut nadi, peningkatan CVP,
PWP, BP; ronkhi; oliguri,
anuria; JVP >3 cmH2O;
pelebaran vena abdominal.

3.4 Prioritas Masalah

1. Penurunan perfusi jaringan b.d penurunan curah jantung, kongesti vena


sekunder terhadap kerusakan fungsi katup (regurgitasi/stenosis).
2. Kerusakan pertukaran gas b.d akumulasi cairan dalam alveoli paru sekunder
terhadap status hemodinamik tidak stabil.
3. Resiko terhadap/kelebihan volume cairan (edema dependen) b.d peningkatan
preload, penurunan kontraktilitas, penurunan aliran darah ke ginjal, dan
penurunan laju filtrasi glomerulus.
3.5 Intervensi Keperawatan

Diagnosa: Penurunan perfusi jaringan

Tujuan: perfusi jaringan, curah jantung adekuat, dan tanda-tanda dekompesasi


kordis tidak berkembang lebih lanjut.

Kriteria hasil

Subjektif: keluhan diatas (pada data penunjang) berkurang atau hilang.

Objektif: tekanan darah, MAP dalam batas normal, denyut nadi kuat, denyut
jantung dalam batas normal, kadar, ureum dan kreatinin normal, JVP stabil, kulit
hangat kemerahan, tidak berkeringan, irama jantung sinus, pola nafas efektif,
bunyi nafas normal; intensitas kuat dan irama BJ teratur.

INTERVENSI RASIONAL
1. Atur posisi tidur yang nyaman Posisi tersebut memfasilitasi expansi
(fowler/ high fowler). paru.
2. Bed rest total dan mengurangi Pembatasan aktivitas dan istirahat
aktivitas yang merangsang timbulnya mengu. Brangi konsumsi oksigen
respon valsava/ vagal maneuver. Catat miokard dan beban kerja jatung.
reaksi klien terhadap aktivitas yang
dilakukan.
3. Monitor tanda-tanda vitaldan denyut 3-7. tanda dam gejala tersebut
apikal setiap jam (pada fase akut), dan membantu diagnosis gagal jantung kiri.
kemudian tiap 2-4 jam bila fase akut Disritmia menurunkan curah jantung.
berlalu. BJ3 dan BJ4 Gallop’s akibat dari
penurunan pengembangan ventrikel kiri
dampak dari kerusakan katub jantung.
Peningkatan kadar BUN dan kreatinin
mengindikasikan penurunan suplai
darah renal. Penurunan sensori terjadi
akibat penurunan perfusi otak.
Kecemasan meningkat konsumsi
oksigen miokard. Istirahat daan
pembatasan aktivitas mengurangi
konsumsi oksigen pada miokard.
4. Monitor dan catat tanda-tanda
disritmia, auskultasi perubahan bunyi
jantung dan bising jantung.
5. Monitor kadar BUN dan kreatinin
darah sesuai program terapi.
6. Observasi perubahan sensori
7. Observasi tanda-tanda kecemasan dan
upayakan memelihara lingkungan yang
nyaman. Upayakan waktu istirahat dan
tidur adekuat.
8. Kolaborasi dengan team gizi untuk 8-9 diet rendah garam mengurangi
memberikan diet rendah garam dan retensi cairan ekstraseluler; selulosa
rendah kalori (bila klien obesitas) serta memudahkan buang air besar dan
cukup selulosa. mencegah respons valsava saat buang
air besar. Oral higine meningkatkan
nafsu makan.
9. Berikan diet dalam porsi kecil dan
sering, berikan perawatan mulut (oral
care) secara teratur.
10. Lakukan latihan gerak secara pasif Latihan gerak yang diprogramkan dapat
(bila fase akut berlalu) dan tindakan mencegah tromboemboli di vaskuler
lain untuk mencegah tromboemboli. perifer.
11. Kolaborasi team dokter untuk
a. Meningkatkan kontraktilitas miokard
terapi/tindakan. b. Menurunkan preload dan afterload,
a. Obat glikosid jantung meningkatkan curah jantung dan
b. Obat inotropik/digitalis dan vasoaktif. menurunkan beban kerja jantung.
c. Anti emetik dan laxsatif (sesuai
c. Mencegah aktifitas berlebihan
indikasi) saluran pencernaan yang merangsang
d. Tranquilizer/sedative seperti respons valsava.
diazepam. d. Menurunkan kecemasan dan
e. Bantuan oksigenasi (tinkatkan aliran memberikan relaksasi
dan konsentrasinya) tiap kali klien
e. Meningkatkan suplai oksigen selama
selesai melakukan aktivitas/makan. dan setelah terjadi peningkatan aktivitas
f. Cek EKG seriel. organ.
g. Rontgen toraks dan echocardiografi f-h. pemeriksaan tersebut membantu
(bila ada indikasi). menegakkan diagnosis dan menentukan
h. Kateterisasi jantung (flow-direct perkembangan kondisi fisik dan fungsi
catheter) bila ada indikasi. jantung.
i. Pembedahan penggantian katub (jika i.memperbaiki fugsi pompa jantung,
ada indikasi). menurunkan preload dan afterload,
meningkatkan curah jantung.
12. Monitor serum digitalis secara Toksisitas digitalis menimbulkan
periodic, dan efek samping obat-obatan rigiditas miokard, menurunkan curah
serta tanda-tanda peningkatan jantung, dan menurunkan perfusi organ.
ketegangan jantung. Jangan
memberikan digitalis bila mendapatkan
perubahan denyut nadi, bunyi jantung /
perkembangan toksisitas digitalis dan
segera laporkan kepada team medis.

Diagnosa: Kerusakan pertukaran gas


Tujuan: Mempertahankan pertukaran gas dalam paru secara adekuat untuk
meningkatkan oksigenasi jaringan.
Kriteria hasil
Subjektif: keluhan sesak napas, nyeri dada, dan batuk hilang.
Objektif: tanda sianosis dan tanda-tanda kesulitan bernapas hilang; bunyi napas
normal; kadar gas darah arteri dalam batas normal.
Intervensi Rasional
1. Posisi tidur semifowler. Memfasilitasi ekspandi paru

2. Auskultasi suara napas: rales 2-7 terdengarya crakles, pola napas


(crackles) atau ronkhi di basal paru, PND/Orthopnea, sianosis,
wheezing. peningkatan PAWP
mengindikasikan kongesti
pulmonal, akibat peningkatan
tekanan jantung sisi kiri. Tanda dan
gejala hipoksia mengindikasikan
tidak adekuanya perfusi jaringan
akibat kongesti pulmonal dampak
dari gagal jantung kiri. Pernapasan
cheyne stokes mengindikasikan
kerusakan pusat napas di otak
akibat penurunan perfusi otak.
3. Observasi kecepatan pernapasan dan
kedalaman (pola napas) tiap 1-4 jam.
4. Monitor tanda atau gejala edema
pulmonal (sesak napas saat aktivitas:
PND/Orthopnea; batuk; trakipnea;
sputum: bau, jumlah, warna, viskositas:
peningkatan pulmonary artery wedge
pressure/PAWP).
5. Bedrest total dan batasi aktivitas
selama periode sesak napas, bantu
mengubah posisi
6. Monitor tanda atau gejala hipoksia
(perubahan nilai gas darah; takikardia;
peningkatan sistolik tekanan darah;
gelisah, bingung, pusing, nyeri dada,
sianosis di bibir dan membrane
mukosa).
7. Observasi tanda-tanda kesulitan
respirasi, pola napas cheyne stokes.
Segera laporkan tim medis.
8. Kolaborasi dengan tim medis. a.terapi oksigen dapat
a. Pemberian oksigen melalui nasal meningkatkan suplai oksigen
kanul 4-6 ltr/mnt (kecuali bila klien myocardium jika saturasi oksigen
mengalami hipoksia kronis) kemudian kurang dari normal. Terapi oksigen
2ltr/mnt. Observasi reaksi klien dan yang tidak adekuat dapat
efek pemberian oksigen (kadar gas mengakibatkan keracunan oksigen.
darah artery) b. diuretic menurunkan volume
b. Terapi diuretic dan suplemen kalium. cairan ekstraseluler. Suplemen
c. Bronchodilator (jika ada indikasi) kalium mencegah hypokalemia
d. Sodium bikarbonat (bila terjadi selama terapi diuretic.
asidosis metabolic) c. membebaskan jalan napas,
meningkatkan inhalasi oksigen.
d. mengoreksi asidosis metabolic.
9. Monitor efek yang diharapkan, efek Efek samping obat yang
samping dan toksisitas dari terapi yang membahayakan harus di kasji dan
di berikan. Laporkan kepada tim medis dilaporkan.
bila didapatkan tanda-tanda toksisitas
atau komplikasi yang lain.
10. Cek kadar elektrolit. Perubahan elektrolit memicu
disritmia jantung.
11. Kolaborasi dengan tim gizi untuk Diet rendah garam dapat
memberikan diet jantung (rendah menurunkan volume vascular
garam-rendah lemak). akibar retensi cairan. Diet rendah
lemak membantu menurunkan
kadar kolesterol darah.
v

Anda mungkin juga menyukai