Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI

BLOK GENITOURINARY-PERINATOLOGY

PERESEPAN OBAT

Oleh
Kelompok Tutorial 28:

Anggun Budi wardani 1418011017 Restu Cyntia P 1418011182


Dimas Arrohmansyah 1418011058 Riska Permata 1418011188
Fitri Sofiatin 1418011088 Sumayyah A 1418011206
Innou Dhanu Muhammad 1418011107 Ulima Larissa 1418011214
M. Aridansyah H 1418011129 Mai Rista Nila Sari 1418011233
M. Yogi Maryadi 1418011133 Zefanya Diyho 1418011229

Pembimbing: dr. Rasmi Zakiah O, S.Ked., M.Farm

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG
2018

1
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................................. i

BAB I ............................................................................................................................ 1

PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1

1.2 Tujuan ................................................................................................................. 2

BAB II ........................................................................................................................... 3

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 3

2.1 Dosis Obat ........................................................................................................... 3

2.2 Cara Perhitungan Dosis Anak ............................................................................. 5

2.3 Alergi .................................................................................................................. 8

BAB III ....................................................................................................................... 19

SKENARIO KASUS .................................................................................................. 19

BAB IV ....................................................................................................................... 20

PEMBAHASAN ......................................................................................................... 20

4.1. Pembahasan, Penanganan, dan Perhitungan Dosis pada Skenario .................. 20

4.2 Penulisan Resep Yang Sesuai dengan Skenario................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 22

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat merupakan suatu hal yang penting dalam upaya pelayanan kesehatan,
baik di pusat pelayanan kesehatan primer maupun ditingkat pelayanan kesehatan
yang lebih tinggi. Obat ialah suatu kondisi pokok yang harus terjaga
ketersediaanya. Penyediaan obat sesuai dengan tujuan pelayanan kesehatan yaitu
menjamin tersedianya obat dengan mutu terjamin dan tersedia merata dan teratur
sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat.

Obat termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau


menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi, untuk manusia. Di indonesia pada akhir-akhir ini banyak penyebaran
obat yang tidak menggunakan izin dari BPOM atau dari Kementerian Kesehatan.
Sedangkan diketahui bahwa tidak diperbolehkan mengedarkan obat-obatan
ditataran konsumen secara bebas, hal ini sangat membahayakan konsumen yang
menggunakan dan tidak mengetahuinya.

Cara penanganan atau penindakan tehadap seseorang jika melakukan


peredaran obat-obat farmasi tanpa izin dari BPOM/Kementerian Kesehatan, jika
dilihat melihat dari sudut pandang KUHP ini termasuk dalam tindak pidana,
sehingga pelaku bisa dikenakan sanksi pidana. Namun tetapi, tindak pidananya
lebih ke arah pelanggaran.

1
Dapat di jatuhi hukuman penjara yang terdapat dalam pasal 106 ayat (1)
sampai (3) Undang-UndangNo. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang berbunyi:
1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah

mendapat izin edar.

2) Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus

memenuhi persyaratan objektivitas dan kelengkapan serta tidak

menyesatkan.

3) Pemerintah berwenang mencabuti izin edar dan memerintahkan

penarikan dari peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah

memperoleh izin edar, yang kemudian terbukti tidak memenuhi

persyaratan mutu dan/atau kemanfaan, dapat disita dan dimusnahkan

sesuai dengan ketentuan peraturan per undang-undangan.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum farmasi ini ialah :


1) Untuk mengetahui obat yang aman digunakan berdasarkan indikasi

penyakit pasien.

2) Untuk mengetahui dosis yang yang sesuai dengan penyakit pasien.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dosis Obat

2.1.1 Pengertian dosis obat


Dosis obat yang harus diberikan pada pasien untuk menghasilkan efek
yang diharapkan tergantung dari banyak faktor, antara lain usia, bobot badan,
jenis kelamin, besarnya permukaan badan, beratnya penyakit dan keadaan si
pasien (Ganiswarna, 2010).

Dilihat dari usia, dosis dapat memberikan efek-efek yang bervariasi.


Pada anak-anak kecil dan terutama bayi-bayi yang baru lahir (neonati)
menunjukkan kepekaan yang lebih besar terhadap obat, karena fungsi hati dan
ginjal serta sistem-sistem enzimnya belum lengkap perkembangannya. Untuk
orang-orang tua dengan usia di atas 65 tahun, lazimnya lebih peka pula untuk
obat, karena sirkulasi darahnya sudah berkurang begitu pula fungsi hati dan
ginjalnya hingga eliminasi obat berlangsung lebih lambat, sementara jumlah
albumin darahnya lebih sedikit maka pengikatan obat lebih berkurang. Hal ini
berarti bahwa bentuk bebas dan aktif dari obat-obat ini menjadi lebih besar dan
bahaya keracunan bertambah. Akhirnya pada mereka tidak jarang terjadi
kerusakan-kerusakan umum (difus) pada otak yang mengakibatkan
meningkatnya kepekaannya untuk obat-obat dengan kerja sentral, misalnya
obat-obat tidur (khususnya barbital-barbital, nitrazepam), morfin dan
turunannya, neuroleptika dan antidepresiva (Ganiswarna, 2010).

Untuk kebanyakan obat, keseragaman respons pasien terhadap obat


terutama disebabkan oleh adanya perbedaan individual yang besar dalam

3
faktor-faktor farmakokinetik; kecepatan biotransformasi suatu obat
menunjukkan variasi yang terbesar. Variasi dalam berbagai factor
farmakokinetik dan farmakodinamik ini berasal dari perbedaan individual
dalam kondisi fisiologik, kondisi patologik, factor genetic, interaksi obat dan
toleransi. Fasefarmakokinetik berkaitannya dengan masuknya zat aktif ke
dalam tubuh. Pemasukan in vivo tersebut secara keseluruhan merupakan
fenomena fisiko-kimia yang terpadu di dalam organ penerima obat. Fase
farmakokinetik ini merupakan salah satu unsur penting yang menentukan profil
keberadaan zat aktif pada tingkat biofase dan yang selanjutnya menentukan
aktivitas terapetik obat (Setiawati dan Armen, 2012).

Dosis obat adalah jumlah obat yang diberikan kepada penderita dalam
satuan berat (gram, milligram,mikrogram) atau satuan isi (liter, mililiter) atau
unit-unit lainnya (Unit Internasional). Kecuali bila dinyatakan lain maka yang
dimaksud dengan dosis obat yaitu sejumlah obat yang memberikan efek
terapeutik pada penderita dewasa, juga disebut dosis lazim atau dosis
medicinalis atau dosis terapeutik. Bila dosis obat yang diberikan melebihi dosis
terapeutik terutama obat yang tergolong racun ada kemungkinan terjadi
keracunan, dinyatakan sebagai dosis toxic. Dosis toxic ini dapat sampai
mengakibatkan kematian, disebut sebagai dosis letal.

Obat-obat tertentu memerlukan dosis permulaan (initial dose) atau dosis


awal (loading dose) yang lebih tinggi dari dosis pemeliharaan (maintenance
dose). Dengan memberikan dosis permulaan yang lebih tinggi dari dosis
pemeliharaan (misalnya dua kali), kadar obat yang dikehendaki dalam darah
dapat dicapai lebih awal. Hal ini dilakukan antara lain pada pemberian oral
preparal Sulfa (Sulfisoxazole,Trisulfa pyrimidines), dosis permulaan 2 gram
dan diikuti dengan dosis pemeliharaan 1 gram tiap 6 jam.

4
2.1.2 Jenis Dosis Obat

1. Dosis Terapi
Dosis yang diberikan dalam keadaan biasa dan dapat menyembuhkan
orang sakit
2. Dosis Maksimum
Batas dosis yang relatif masih aman diberikan pada penderita
Dosis terbesar yang dapat diberikan kepada orang dewasa untuk
pemakaian sekali dan sehari membahayakan
3. Dosis Toksik
Dosis obat yang diberikan melebihi dosis terapeutik, sehingga dapat
menyebabkan terjadinya keracunan obat
4. Dosis Lethalis (Lethal Dose),
Yaitu dosis atau jumlah obat yang dapat mematikan bila dikonsumsi.
Bila mencapai dosis ini orang yang mengkonsumsi akan over dosis
(OD)
5. Initial Dose
Merupakan dosis permulaan yang diberikan pada penderita dengan
tujuan agar konsentrasi / kadar obat dalam darah dapat dicapai lebih
awal
6. Loading Dose
Dosis obat untuk memulai terapi, sehingga dapat mencapai konsentrasi
terapeutik dalam cairan tubuh yang menghasilkan efek klinis
7. Maintanance Dose
Dosis obat yang diperlukan untuk memelihara-mempertahankan efek
klinik atau konsentrasi terapeutik obat yang sesuai dengan dosis
regimen.Diberikan dalam tiap obat untuk menggantikan jumlah obat
yang dieliminasi dari dosis yang terdahulu. Penghitungan dosis
pemeliharaan yang tepat dapat mempertahankan suatu keadaan stabil di
dalam tubuh

2.2 Cara Perhitungan Dosis Anak

a) Berdasarkan Umur

1) Formula Young

5
2) Formula Dilling

n : umur dalam tahun

3) Rumus fried (untuk bayi)

n : umur dalam bulan

4) Berdasarkan Berat Badan

Perhitungan dosis berdasarkan berat badan sebenarnya lebih tepat karena sesuai

dengan kondisi pasien daripada umur yang terkadang tidak sesuai dengan berat

badan.

Rumus Thermich

n: berat badan dalam kilo gram

Dosis Terapeutik

a) Formula COWLING :

Da = n + 1 x Dd

24

6
n : umur anak (tahun)

m : umur anak dalam bulan

Da : Dosis Anak

Dd : Dosis dewasa dalam mg

Usia dewasa : 20 – 24 tahun

Menghitung dosis pada anak


Dosis yang diberikan pada anak-anak dihitung berdasarkan Berat badan
anak atau luas permukaan tubuh.

Contoh :
Anak A, 2 tahun, membutuhkan parasetamol untuk menurunkan
panasnya. Berat badan anak A 10 kg. Dalam kemasan obat tercantum dosis
untuk anak adalah 10 mg/kg berat badan.
jawab = misalkan anak A membutuhkan = a mg parasetamol

Cara menghitung dosis


Dosis obat yang harus diberikan kepada pasien untuk
menghasilkan efek yang diinginkan tergantung dari banyak faktor, antara lain
usia, bobot badan, luas permukaan tubuh, kelamin, beratnya penyakit dan
daya tangkis penderita. Untuk obat-obat yang membutuhkan perhitungan dosis
individual, mungkin diperlukan penghitungan berdasarkan berat badan (BB)
dan luas permukaan tubuh (LPT).

Cara menghitung dosis


Rumus dasar yang mudah diingat dan lebih sering digunakan dalam
perhitungan dosis obat adalah :

7
D x V = AH
D = Dosis diinginkan (dosis diperintahkan dokter)
H = dosis ditangan (dosis pada label tempat obat)
V = bentuk obat yang tersedia (tablet, kapsul, cair)
A = jumlah hasil hitungan yang diberikan kepada pasien

Contoh :
Perintah :
ampisilin (polycililin) 0,5 g, PO, bid.
Tersedia (label Obat) : Polycillin
250mg/kapsul
Maka :
Konversi gram ke miligram (0,5 g = 500
mg)
500/250 x 1 Kapsul = 2 kapsul

2.3 Alergi

2.3.1 Definisi alergi

Alergi adalah perubahan reaksi tubuh/ pertahanan tubuh dari system


imun terhadap suatu benda asing yang terdapat di dalam lingkungan hidup

8
sehari-hari. Orang-orang yang memiliki alergi memiliki sistem kekebalan
tubuh yang bereaksi terhadap suatu zat biasanya tidak berbahaya di lingkungan.
Ini substansi (serbuk sari, jamur, bulu binatang, dll) disebut alergen. Jika
seseorang terkena alergen dengan menghirup itu, menelan, atau mendapatkan
itu pada atau di bawah kulit mereka. Menurut beberapa ahli, alergi memiliki
pengertian:

a) Alergi merupakan suatu perubahan reaksi menyimpang dari tubuh


seseorang terhadap lingkungan berkaitan dengan peningkatan kadar IgE
suatu mekanisme system imun (Menege et al., 2013).

b) Alergi merupakan respon system imun yang tidak tepat dan seringkali
membahayakan terhadap substansi yang biasanya tidak berbahaya. Reaksi
alergi merupakan manifestasi cedera jaringan yang terjadi akibat interaksi
antara antigen dan antibody (Subowo, 2010).

c) Alergi adalah suatu perubahan reaksi atau respon prtahanan tubuh yang
menolak dan tidak tahan terhadap zat-zat yang sebenarnya tidak berbahaya.
(Brokes et al., 2003)

Kekebalan tubuh di mana tubuh seseorang menjadi hipersensitif dalam


bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan yang umumnya imunogenik
(antigenik)atau dikatakan orang yang bersangkutan bersifat atopik. Dengan
kata lain, tubuh manusia berkasi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-
bahan yang oleh tubuh dianggap asing dan berbahaya, padahal sebenarnya tidak
untuk orang-orang yang tidak bersifat atopik. Bahan-bahan yang menyebabkan
hipersensitivitas tersebut disebut alergen. Alergi disebabkan oleh
produksi antibodi berjenis IgE (Menege et al., 2013).

Tubuh mulai menghasilkan antibody tertentu, yang disebut IgE, untuk


mengikat allergen. Antibodi melampirkan ke bentuk sel darah yang disebut sel
mast. Sel mast dapat ditemukan di saluran udara, usu dan ditempat lain.

9
Kehadiran sel amst dalam saluran udara dan saluran pencernaan membuat
daerah ini lebih rentan terhadap paparan allergen. Mengikat allergen ke IgE,
yang melekat pada sel mast. Hal ini menyebabkan sel mast melepaska berbagai
bahan kimia ke dalam darah. Histamine menyebabkan sebagain besar gejala
reaksi alergi (Baratawidjaja, 2006).

2.3.2 Epidemiologi Alergi

Di amerika penderita alergi makanan pada orang dewasa berjumlah 2-


2,5 %, pada anak sekitar 6-8%, setiap tahunnya iperkirakan 100-150 meninggal
akibat alergi makanan. Penyebab tersebut karena anafilaktik syok. Kasus
terbanyak terjadi pada anak berusia 8-12 tahun. Di indonesai alergi berjumlah
25-40% anak pernah mengalami alergi makanan. Di Negara berkembang,
angka kejadian alergi masih rendah dan tidak beraga seperti Negara maju
(Subowo, 2010).

2.3.3 Patofisiologis Alergi

Gejala alergi timbul apabila reagin atau IgE yang melekat pada
permukaan mastosit atau basophil bereaksi dengan alergen yang sesuai.
Interaksi antara alergen dengan IgE yang menyebabkan ikat-silang antara 2
reseptor-Fc mengakibatkan degranulasi sel dan penglepasan substansi-
substansi tertentu misalnya histamin, vasoactive amine, prostaglandin,
tromboksan, bradikinin. Degranulasi dapat terjadi kalau terbentuk ikat-silang
akibat reaksi antara IgE pada permukaan sel dengan anti-IgE (Corwin E, 2009).

Histamin melebarkan dan meningkatkan permeabilitas vaskular serta


merangsang kontraksi otot polos dan kelenjar eksokrin. Di saluran nafas,
histamin merangsang kontraksi otot polos sehingga menyebabkan penyempitan
saluran nafas dan menyebabkan membran saluran nafas membengkak serta
merangsang ekskresi lendir pekat secara berlebihan. Hal ini mengakibatkan

10
saluran nafas tersumbat, sehingga terjadi asma, sedangkan pada kulit, histamin
menimbulkan benjolan (urtikaria) yang berwarna merah (eritema) dan gatal
karena peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan pelebaran pembuluh
darah. Pada gastrointestinal, histamine menimbulkan reflek muntah dan diare.

Alergen

Makrofag/ monosit melepas sitokinin IL-1

Fragmen pendek peptide mengaktifkan Th 1 dan th 2

Komplek peptide MHC kls II diikat oleh limfosit B

Sel T helper menghasilkan IgE

Masuk k jaringan diikat oleh reseptor IgE

Sel mast/ basophil aktif

spasme otot polos Histamine dan prostaglandin O 2 turun

penyempitan jalan napas vasodilatasi nyeri

sesak nafas ruam kulit

bersihan jalan nafas tidak efektif gangguan integritas kulit.

Gambar 1. Alur Patofisiologi Alergi.


(Sumber: Coewin E, 2009).

11
2.3.4 Faktor resiko dan etiologi alergi

a) Faktor genetis

Walaupun alergi dapat terjaid pada semua orang dan semua golongan
umur, resiko terbesar pada anak yang membawa bakat alergi yang diturunkan
oleh orang tuanya. Pada anak ini gejala alergi sering muncul. Jika salah satu
orang tua memiliki alergi, maka anak memiliki 19,8 % menderita alergi. Dan
jika kedua orang tua maka 48% menderita alergi.

b) Faktor psikis

Psikis seperti cemass, marah dan takut dapat memicu terjadinya alergi
berupa ruam kemerahan pada kulit. Pada orang yang memiliki bakat alergi, sifat
pemarah, pencuriga dan emosional dapat menyebabkan alergi akut pada kulit.
Pada anak- anak memang jarang terjadi alergi akibat faktor psikis.

c) Faktor lingkungan

Baru-baru ini dikatakan bahwa kejadian gangguan alergi tidak dapat


dijelaskan oleh faktor genetik saja. Empat faktor lingkungan utama perubahan
dalam paparan penyakit menular pada anak usia dini, polusi lingkungan, tingkat
alergen, dan perubahan pola makan juga mempengaruhi terjadinya alergi.

d) Pajanan alergi

Pajanan alergi yang merangsang produksi IgE spesifik dapat terjadi


sejak bayi dalam kandungan. Diketahuai adanya Ige spesifik pada janin
terhadap penisilin, gandum, telur dan susu. Pemberian ASi eksklusif dapat
mengurangi jumlah bayi yang hipersensitif terhadap makanan.
(Widodo Judarwanto,2007).

e) Faktor pencetus

Faktor pencetus yang sering mengakibatkan alergi yaitu:

12
1) Jenis makanan tertentu, vaksin dan obat-obatan, bahan dengan bahan dasar
karet, debu, dan bulu binatang
2) Sengatan lebah, gigitan semut api, kacang-kacangan.
3) Suhu panas dan dingin, hujan

f) Imaturitas usus.

Secara mekanik integritas mukosa usus dan peristaltik merupakan


pelindung masuknya alergen ke dalam tubuh. Secara kimiawi asam lambung
dan enzim pencernaan menyebabkan denaturasi alergen. Secara imunologis,
IgA pada permukaan mukosa dan limfosit pada lamina propia dapat menangkal
allergen masuk ke dalam tubuh. Pada usus yang imatur, sistem pertahanan
tubuh masih lemah dan gagal berfungsi sehingga memudahkan alergen
masuk ke dalam tubuh.
1) Orang yang pernah mengalami alergi tertentu pada masa sebelumnya.
2) Penderita asma
3) Orang yang memiliki gangguan pernafasan
4) Penderita polip
5) Pederita infeksi sinus, telingan dan tenggorokan
6) Orang yang memiliki kulit sensitive

2.3.5 Manifestasi klinis


Gejala yang terjadi yaitu :
No Organ/Sistem Tubuh Gejala dan Tanda

1 Sistem Pernapasan Batuk, pilek, bersin, sesak(astma), napas


pendek, tightness in chest, not enough air to
lungs, wheezing, mucus bronchial ,
rattling and vibration dada.
2 Sistem Pembuluh Darah Palpitasi (berdebar-debar), flushing (muka ke
dan jantung merahan), nyeri dada, colaps, pingsan, tekanan

13
darah rendah, denyut jantung meningkat;
tangan hangat, kedinginan, tingling, redness or
blueness of hands; faintness;pseudo-heart
attack pain ; nyeri dada depan, tangan kiri,
bahu, leher, rahang hingga menjalar di
pergelangan tangan

3 Sistem Pencernaan Nyeri perut, sering diare, kembung, muntah,


sulit berak, sering buang angin (flatus), mulut
berbau, kelaparan, haus, saliva meningkat,
Sariawan, lidah kotor, berbetuk seperti pulau,
nyeri gigi, ulcer symptoms, nyeri ulu hati,
kesulitan menelan, perut keroncongan,
konstipasi (sulit buang air besar), nyeri perut,
kram perut, diarrhea, buang angin, timbul
lendir atau darah dari rektum, anus gatal atau
panas.

4 Kulit Sering gatal, dermatitis, urticaria, bengkak di


bibir, lebam biru (seperti bekas terbentur)
bekas hitam seperti digigit nyamuk. Kulit kaki
dan tangan kering tapi wajahberminyak.Sering
berkeringat.

5 Telinga Hidung Hidung : Hidung buntu, bersin, hidung gatal,


Tenggorokan pilek, post nasal drip, epitaksis, tidur
mendengkur, mendengus

Tenggorok : tenggorokan
nyeri/kering/gatal, palatum gatal, suara
parau/serak, batuk pendek
(berdehem),

14
Telinga : telinga terasa penuh/ bergemuruh /
berdenging, telinga bagian dalam gatal, nyeri
telinga dengan gendang telinga kemerahan
atau normal, gangguan pendengaran hilang
timbul, terdengar suara lebih keras, akumulasi
cairan di telinga tengah, pusing, gangguan
keseimbangan. Pembesaran kelenjar di sekitar
leher dan kepala belakang
bawah

6 Sistem Saluran Kemih Sering kencing, nyeri kencing; tidak bisa


dan kelamin mengontrol kandung kemih, bedwetting;
vaginal discharge; genitalia
gatal/bengkak/kemerahan/nyeri; nyeri bila
berhubungan kelamin
7 Sistem Susunan Saraf Sering sakit kepala, migrain, short lost
Pusat memory (lupa nama orang, barang
sesaat), floating (melayang), kepala terasa
penuh atau membesar.

Perilaku : impulsif, sering marah, mood


swings, kompulsif, sering mengantuk, malas
bergerak, gangguan konsentrasi, muah marah,
sering cemas, panic, overactive, kepala terasa
penuh atau besar; halusinasi, delusions,
paranoid, bicara gagap; claustrophobia (takut
ketinggian), paralysis, catatonic state,
disfungsi persepsi, impulsif (bila tertawa atau
bicara berlebihan), overaktif, deperesi, terasa
kesepian merasa seperti terpisah dari orang

15
lain, kadang lupa nomor, huruf dan nama
sesaat, lemas (flu like symtomp)
8 Sistem Hormonal Kulit berminyak (atas leher), kulit kering
(bawah leher), endometriosis, Premenstrual
Syndrome, kemampuan sex menurun, Chronic
Fatique Symptom (sering lemas), Gampang
marah, Mood swing, sering terasa kesepian,
rambut rontok

9 Jaringan otot dan tulang Nyeri tulang, nyeri otot, nyeri sendi: Fatigue
(kelelahan), kelemahan otot, nyeri, bengkak,
kemerahan local pada sendi; stiffness, joint
deformity; arthritis soreness, nyeri dada, otot
bahu tegang, otot leher tegang, spastic umum,
, limping gait, gerak terbatas
10 Gigi dan mulut Nyeri gigi atau gusi tanpa adanya infeksi pada
gigi (biasanya berlangsung dalam 3 atau 7
hari). Gusi sering berdarah. Sering sariawan.
Diujung mulut, mulut dan bibir sering kering,
sindrom oral dermatitis.
11 Mata nyeri di dalam atau samping mata, mata
berair,sekresi air mata berlebihan, warna
tampak lebih terang, kemerahan dan edema
palpebra,
Kadang mata kabur, diplopia, kadang
kehilangan kemampuan visus sementara,
hordeolum..

2.3.6 Pemeriksaan diagnostic alergi


a) Tes tusuk (skin prick tes)

16
Prinsip tes ini adalah adanya reaksi kemerahan dan peradangan terhadap
alergen menunjukkan adanya antibody gabungan-sel-mast, yangutamanya
antibodi IgE. Antibodi IgE diproduksi di sel plasma dan
didistribusikanmelaalui sirkulasi ke seluruh tubuh sehingga terjadi
sensitisasi generalisata, oleh karena itu dapat di demonstrasikan melalui tes
kulit. Dengan adanya antibody IgE spesifik, selmast pada kulit melepaskan
histamin yang menyebabkan penampakan reaksi kemerahandan peradangan
pada kulit.Tes ini di lakukan dengan meletakkan satu tetes solusio alergen
yang kemudian ditusuk dengan jarum hipodermik. Dua jenis solusio kontrol
juga digunakan; diluen untuk mendeteksi reaksi positif palsu, dan positif
kontrol misalnya solusio histamin. Tes tusuk akan berespon dengan puncak
8-9 menit pada histamin dan 12-15 menit untuk allergen

b) Tes Intradermal

Intradermal testing terdiri dari injeksi intradermal 0,01-0,05 ml ekstrak


allergen. Dapat menyebabkan reaksi alergi generalisata yang fatal dan
hanya dilakukan jika tes tusuk negatif. Intradermal tes lebih sensitif dari tes
tusuk. Karena interpretasinya sulit, nyeri pada saat penyuntikan, dan
mempunyai resiko anafilaksis sehingga tidak dilakukan sebagai
pemeriksaan rutin untuk alergi makanan. Tergantung garis tengah indurasi
masing-masing, maka gradasi atau tingkat kepekaan terhadap alergen
tersebut disebutkan dengan: negative/tidak pasti/lemah/positif/ positif kuat
atau dengan - / (+) / + / ++ / +++ / ++++. Uji intradermal ini seringkali
digunakan untuk titrasi alergen pada kulit.

c) Food challenges
Satu keadaan dimana aplikasi langsung makanan pada kulit mungkin
bermanfaat, dan sebelum dilakukannya food challenge pada anak yang
dikhawatirkan mengalami reaks ianafilaktik. Sebagai contoh, anak dengan
riwayat alergi telur yang parah. Caranya dengan menggosokkan sedikit

17
putih telur mentah pada kulit dan obsevasi selama beberapa menit. Jika
terjadi urtikaria, dan respon ini kemudian berangsur-angsur berkurang dan
menghilang selama beberapa bulan atau tahun, ini mengindikasikan
intoleransi makanan.

d) Tes untuk antibody IgE sirkulasi : tes radioallergosorbent (RAST)


Tes Radio allergosorbent(RAST) tes yang paling baik untuk mendeteksi
antibodi IgE sirkulasi. Kerugiannnya adalah interpretasi klinis hasil tes
RAST subjektif pada kebanyakan orang yang sama pada skin prick
test mahal, dan pada IgE sirkulasi total yang sangat tinggi misal pada anak
dengan atopi eczema yang berat, mungkin menyebabkan hasil positif palsu.

18
BAB III

SKENARIO KASUS

KENAPA BIBIRKU GATAL DAN BENGKAK??

Ketika melakukan perjalanan ke pulau Impian, An. N, 8 tahun, sedang menikmati menu

makan malam di hotel. An.N tidak mengetahui bahwa makanan yang ia santap

mengandung udang. Pada saat itu, 2 jam setelah makan timbul gatal, kemerahan, dan

bengkak pada jari manis dan bibirnya. An.N dibawa ke Rumah Sakit terdekat bersama

ibunya. Sesampainya An.N di Rumah Sakit terdekat, Dokter melakukan pemeriksaan

fisik terhadap An.N dan didapatkan hasil: kesadaran compos mentis, tampak sakit

ringan, BB: 25kg, TB: 127cm, TD: 110/70 mmHg, Suhu: 36,8oC, Frekuensi nadi:

80x/menit, Frekuensi pernapasan: 18x/menit.

19
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Pembahasan, Penanganan, dan Perhitungan Dosis pada Skenario

Pada skenario didapatkan bahwa Dinok berusia 8 tahun merasakan gatal

dan kemerahan disertai bengkak diseluruh tubuh setelah makan cumi dan udang.

Kasus yang dialami Dinok terjadi akibat alergi cumi dan udang yang merupakan

hipersensitivitas tipe 1.Tatalaksana atau penanganan untuk mengatasi gejala gatal

dan alergi Dinok maka dapat diberikan antihistamin salah satunya adalah cetirizine

per oral dikarenakan gejalanya masih ringan dan keadaan Dinok compos mentis.

Perhitungan dosis untuk anak berbeda dari dewasa. Dinok berusia 8 tahun.

Oleh karena itu digunakan rumus Dilling untuk menghitung dosis tersebut.

Rumus Dilling :

𝑛
𝑥 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎
20

8
𝑥 10𝑚𝑔 = 4𝑚𝑔
20

*Dosis dewasa untuk cetirizine adalah 10mg untuk 1 kali sehari.

Pada hasil perhitungan Dilling didapatkan dosis sebesar 4mg. Sehingga

Dinok dapat diberikan Cetirizine 4mg selama kurang lebih 5 hari, diminum sampai

gejala hilang serta Dinok diedukasi untuk menghindari dan tidak memakan udang

dan cumi karena dapat memicu alerginya.

20
4.2 Penulisan Resep Yang Sesuai dengan Skenario

21
DAFTAR PUSTAKA

Bakhriansyah, Yasmina Alfi, Biworo Agung, Isnaini, Jenah RA. 2009. Diktat

farmakologi kedokteran buku 1. Banjarbaru: Bagian Farmakologi FK Unlam.

Baratawidjaja, Karnen G. 2006. Imunologi Dasar Edisi Ke Tujuh. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI.

Bazyka AP, Logunov VP. 1976. [Effect of allergens on the reaction of the central and

autonomic nervous systems in sensitized patients with various dermatoses]

Vestn Dermatol Venerol 1976 Jan;(1):9-14.

Brooks, Geo F. Butel, Janet S. Morse, Stephen A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran Edisi

21. Jakarta: Salemba Medika.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi, Ed. 3. Jakarta: EGC.

Danu SS. Penggunaan obat secara rasional: upaya untuk mengatasi

ketidakrasionalan pemberian obat. Medika 2001;11:737-9.

Gunawan SG. 2007. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Bagian Farmakologi

FKUI.Jakarta.

Lestari, CS. 2001. Seni menulis resep teori dan praktek. Jakarta: PT Pertja.

Katzung BG. 2002. Farmakologi dasar dan klinik buku 2. Edisi 8. Jakarta: Penerbit

Salemba Medika.

22
Menage P, Thibault G, Martineau J, Herault J, Muh JP, Barthelemy C, Lelord G,

Bardos P. 2013. An IgE mechanism in autistic hypersensitivity? Biol Psychiatry

2013 Jan 15;31(2):210-2.

Neal MJ. 2005. At a glance farmakologi medis. Edisi kelima. Erlangga Medical Series.

Jakarta.

Subowo. 2010. Imunologi Klinik, Ed. 2. Jakarta : Sagung Seto.

23

Anda mungkin juga menyukai