Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan


A. Anatomi Sistem Perkemihan
2.1.1 Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang merah dengan
panjang sekitar 10-13cm, lebarnya 6 cm, berwarna merah dan berat kedua ginjal
kurang dari 1% berat seluruh tubuh atau beratnya antara 120-150 gram dan setiap
sekitar 20-25% darah yang dipompa jantung mengalir menuju ginjal.
Ginjal terdapat sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri
vertebra) dan posisinya retroperitoneal, yang berarti terletak di belakang
peritoneum yang melapisi rongga abdomen. Ginjal kanan terletak sedikit lebih
rendah (kurang lebih 1cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati
yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga
11(vertebra T12) dan kutub bawahnya adalah processus transverses vertebra L2
(kira-kira 5cm dari krista iliaca) ,sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi
bawah iga 11 atau iga 12 dan kutub bawahnya adalah pertengahan vertebra L3.
Syntopi ginjal
Ginjal kiri Ginjal kanan
Anterior Dinding dorsal gaster Lobus kanan hati
Pankreas Duodenum pars descendens
Limpa Fleksura hepatica
Vasa lienalis Usus halus
Usus halus
Fleksura lienalis
Posterior Diafragma, m.psoas major, m. quadratus lumborum, m. transversus
abdominis(aponeurosis), n.subcostalis, n.iliohypogastricus,
a.subcostalis,
aa.lumbales 1-2(3), iga 12 (ginjal kanan) dan iga 11-12 (ginjal kiri).

Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:

1
a. Korteks, yaitu bagian ginjal yang di dalamnya terdapat korpus
renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus
proksimal dan tubulus kontortus dital.
b. Medulla, yang terdiri dari 9-14 pyramid. Di dalamnya terdiri dari
tubulus rektus, lengkung henle dan tubulus proksimal (ductus
colligent).
c. Columna Renalis, yaitu bagia korteks diantara pyramid ginjal.
d. Prpcessus Renalis, yaitu bagian pyramid/madula yang menonjol kea
rah korteks.
e. Hilus Renalis, yaitu suatu bagian di mana pembuluh darah, serabut
saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
f. Papilla Renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus
pengumpul dan calyx minor.
g. Calyx Minor, yaitu percabangan dari calyx major.
h. Calyx Major, yaitu percabangan drari pelvis renalis.
i. Pelvis Renalis/piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara
calyx major dan ureter.
j. Ureter, yaitu saluran yang membawa urin menju vesica urinaria.
Pada bagian korteks dan medulla mengandung sekitar 1 juta nefron. Nefron
adalah satuan structural dan fungsional terkecil pada ginjal. Dapat dibedakan dua
jenis nefron:
1. Nefron kortikalis yaitu nefron yang glomerulinya terletak pada bagian luar
dari korteks dengan lingkungan henle yang pendek dan tetap berada pada
korteks atau mengadakan penetrasi hanya sampai ke zona luar dari medula.
2. Nefron juxtamedullaris yaitu nefron yang glomerulinya terletak pada bagian
dalam dari korteks dekat dengan cortex-medulla dengan lengkung henle yang
panjang dan turun jauh ke dalam zona dalam dari medula, sebelum berbalik
dan kembali ke cortex.

Bagian-bagian Nefron:
1. Glomerulus. . Glomerulus merupakan suatu jaringan kapiler berbentuk
bola yang berasal dari arteriol afferent yang kemudian bersatu menuju
arteriol efferent, Berfungsi sebagai tempat filtrasi sebagian air dan zat
yang terlarut dari darah yang melewatinya.

2
2. Kapsul Bowman. Berbentuk seperti mangkuk. Lapisan parietalnya terdiri
dari epitel gepeng dengan nucleus-nukleus yang mencolok yang menonjol
ke dalam ruang kapiler. Epitel dalam atau epitel Visceral dibentuk oleh sel-
sel bercabang yang disebut podosit. Tiap sel terdiri dari sekumpulan bahan
di pusat yang mengandung sebuah nucleus dan beberapa tonjolan atau
cabang-cabang yang memancar, yang pada gilirannya menumbuhkan
tonjolantonjolan lebih kecil yang dilenal sebagai tonjolan-tonjolan kaki
atau pedikel. Kapsul Bowman ini melingkupi glomerolus untuk
mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiler glomerolus.
3. Tubulus Proksimal. Terdiri dari suatu bagian yang terpilin dalam labirin
kortikal dan suatu anggota naik yang lurus dalam pancaran meduler dan
piramida. Tubulus proksimal ini tersusun dari suatu tubula dengan epitel
torak rendah yang mempunyai suatu batas sikat pada permukaan bebasnya
dan alur-alur dasar dalam posisi subnuklear.Suatu sifat mencolok dari sel-
sel tubula proksimal adalah bagian dasarnya terbagi dalam
kompartemenkompartemen oleh lipatan-lipatan yang menonjol.
Kompartemen-kompartemen ini mengandung sejumlah besar
mitokondrium yang memanjang dari poliribosom. Sel-sel tubula proksimal
terikat menjadi satu oleh kompleks sambungan. Tubulus proksimal ini
berfungsi mengadakan reabsorbsi bahan-bahan dari cairan tubuli dan
mensekresikan bahanbahan ke dalam cairan tubuli.
4. Lengkung Henle. Lengkung Henle membentuk lengkungan tajam
berbentuk U. Terdiri dari pars descendens yaitu bagian yang menurun
terbenam dari korteks ke medula, dan pars ascendens yaitu bagian yang
naik kembali ke korteks. Bagian bawah dari lengkung henle mempunyai
dinding yang sangat tipis sehingga disebut segmen tipis, sedangkan bagian
atas yang lebih tebal disebut segmen tebal. Lengkung henle berfungsi
reabsorbsi bahan-bahan dari cairan tubulus dan sekresi bahanbahan ke
dalam cairan tubulus. Selain itu, berperan penting dalam mekanisme
konsentrasi dan dilusi urin.
5. Tubulus Distal.Tubula berpilin dengan permukaan bebas yang polos. Sel-
sel ini kurang eosinofil (atau lebih basofil) dari pada yang terdapat dalam
tubula proksimal. Pembuluh ini berperan dalam pengaturan konsentrasi

3
ion K+ dan NaCl dari cairan tubuh dengan cara sejumlah ion K+ disekresi
ke dalam filtrate dan sejumlah NaCl direabsorbsi dari filtrat. Pembuluh
distal juga berperan menjaga pH cairan tubuh dengan cara mensekresikan
H dan mereabsorbsi ion bikarbonat (HCO3-).
6. Tubulus Pengumpul. Sel-sel tubula pengumpul mempunyai batas-batas
yang jelas, nucleus berbentuk bola kira-kira pada tingkat sama didalam sel,
dan sitoplasma yang relative granuler. Pembuluh ini bersifat permeable
terhadap air tetapi tidak untuk garam. Ginjal diperdarahi oleh Arteri renalis
( percabangan dari aorta abdominal) dan Vena renalis yang akan bermuara
pada vena cava inferior. Ginjal memiliki persarafan simpatis dan
parasimpatis. Untuk persarafan simpatis ginjal melalui segmen T10-L1
atau L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus imus dan
n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral.
Sedangkan persarafan simpatis melalui n.vagus.
2.1.2 Ureter
Merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil
penyaringan ginjal dari elvis renalis menuju vesica urinaria.terdapat sepasang
ureter yang terletak retroperitoneal, masing-masing satu untuk setiap ginjal.
Syntopi ureter
Ureter kiri Ureter kanan
Anterior Kolon sigmoid Duodenum pars descendens
a/v. colica sinistra Ileum terminal
a/v. testicularis/ovarica a/v. colica dextra
a/v.ileocolica
mesostenium

Posterior M.psoas major, percabangan a.iliaca communis

Laki-laki: melintas di bawah lig. umbilikal lateral dan ductus


deferens
Perempuan: melintas di sepanjang sisi cervix uteri dan bagian
atas vagina

2.1.3 Vesica Urinaria

4
Merupakan tempat menampung urin yang berasal dari ginjal melalui
ureter. Vesica urinaria terletak di lantai pelvis. Dalam keadaan kosong vesica
urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri atas tiga bagian yaitu apeks,
fundus dan collum.
Syntopi vesica urinaria
Vertex Lig. umbilical medial
Infero-lateral Os. Pubis, M.obturator internus, M.levator ani
Superior Kolon sigmoid, ileum (laki-laki), fundus-korpus uteri,
excav. vesicouterina (perempuan)
Inferoposterior Laki-laki: gl.vesiculosa, ampula vas deferens,rektum
Perempuan: korpus-cervis uteri, vagina

2.1.4 Uretra
Merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria
menuju lingkungan luar.
Perbedaan uretra pada pria dan wanita
Perbedaan Uretra pria Uretra wanita
Panjang 20cm 3,5cm
Fungsi Sebagai organ Jalan keluar urin dari
seksual( berhubungan dengan kandung kemih
kel.prostat)
Otot sphincter m.sphincter interna m.sphincter externa
m.sphincter externa

B. Fisiologi Sistem Perkemihan


1. Ultrafiltrasi (proses ginjal dalam menghasilkan urine).
Proses pembentukan urine: Ginjal berperan dalam proses pembentukan
urin yang terjadi melalui serangkaian proses, yaitu: penyaringan, penyerapan
kembali dan augmentasi.
a. Penyaringan(filtrasi)
Proses pembentukan urin diawali dengan penyaringan darah yang
terjadi di kapiler glomerulus. Sel-sel kapiler glomerulus yang berpori
(podosit), tekanan dan permeabilitas yang tinggi pada glomerulus
mempermudah proses penyaringan.Selain penyaringan, di glomelurus
juga terjadi penyerapan kembali sel-sel darah, keping darah, dan sebagian

5
besar protein plasma. Bahan-bahan kecil yang terlarut di dalam plasma
darah, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat
dan urea dapat melewati saringan dan menjadi bagian dari endapan. Hasil
penyaringan di glomerulus disebut filtrat glomerolus atau urin primer,
mengandung asam amino, glukosa, natrium, kalium, dan garam-garam
lainnya.
b. Penyerapan kembali (Reabsorbsi)
Bahan-bahan yang masih diperlukan di dalam urin pimer akan
diserap kembali di tubulus kontortus proksimal, sedangkan di tubulus
kontortus distal terjadi penambahan zat-zat sisa dan urea. Meresapnya zat
pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam amino meresap melalui
peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osmosis. Penyerapan air
terjadi pada tubulus proksimal dan tubulus distal. Substansi yang masih
diperlukan seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah. Zat
amonia, obat-obatan seperti penisilin, kelebihan garam dan bahan lainpada
filtrat dikeluarkan bersama urin. Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus
akan menghasilkan urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak
akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme
yang bersifat racun bertambah, misalnya urea.

c. Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang
mulai terjadi di tubulus kontortus distal.Dari tubulus-tububulus ginjal, urin
akan menuju rongga ginjal, selanjutnya menuju kantong kemih melalui
saluran ginjal. Jika kantong kemih telah penuh terisi urin, dinding kantong
kemih akan tertekan sehingga timbul rasa ingin buang air kecil. Urin akan
keluar melalui uretra. Komposisi urin yang dikeluarkan melalui uretra
adalah air, garam, urea dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu
yang berfungsi memberi warna dan bau pada urin.
2. Keseimbangan Elektrolit
Sebagian besar elektrolit yang dikeluarkan dari kapsula Bowman
direabsorpsi dalam tubulus proksimal. Konsentrasi elektrolit yang felah
direabsorpsi diatur dalam tubulus distal di bawah pengaruh hormon aldosteron
dan ADH. Mekanisme yang membuat elektrolit bergerak menyeberangi

6
membran tabula adalah mekanisme aktif dan pasif. Gerakan pasif terjadi
apabila ada perbedaan konsentrasi molekul. Molekul bergerak dari area yang
berkonsentrasi tinggi ke area yang berkonsentrasi rendah. Gerakan aktif
memerlukan energi dan dapat membuat molekul bergerak tanpa
memperhatikan tingkat konsentrasi molekul. Dengan gerakan aktif dan pasif
ini, ginjal dapat mempertahankan keseimbangan elektrolit yang optimal
sehingga menjainin fungsi normal sel.
3. Pemeliharaan Keseimbangan Asam dan Basa
Agar sel dapat berfungsi normal, perlu juga dipertahankan pH plasma
7,35 untuk darah vena dan pH 7,45 untuk darah arteria. Keseimbangan ini
dapat dicapai dengan mempertahankan rasio darah bikarbonat dan karbon
dioksida pada 20:1. Ginjal dan paru-paru bekerja sama untuk mempertahankan
rasio ini. Paru-paru bekerja dengan menyesuaikan jumlah karbon dioksida
dalam darah. Ginjal menyekresi atau menahan bikarbonat dan ion hidrogen
sebagai respons terhadap pH darah.
4. Eritropoiesis
Ginjal mempunyai peranan yang sangat penting dalam produksi
eritrosit. Ginjal memproduksi enzim yang disebut faktor eritropoietin yang
mengaktifkan eritropoietin, hormon yang dihasilkan hepar. Fungsi
eritropoietin adalah menstimulasi sumsum tulang untuk memproduksi sel
darah, terutama sel darah merah. Tanpa eritropoietin, sumsum tulang pasien
penyakit hepar atau ginjal tidak dapat memproduksi sel darah merah.
5. Regulasi Kalsium dan Fosfor
Salah satu fungsi penting ginjal adalah mengatur kalsium serum dan
fosfor. Kalsium sangat penting untuk pembentukan tulang, pertumbuhan sel,
pembekuan darah, respons hormon, dan aktivitas listrik selular.Ginjal adalah
pengatur utama keseimbangan kalsium-fosfor. Ginjal melakukan hal ini
dengan mengubah vitamin D dalam usus (dari makanan) ke bentuk yang lebih
aktif, yaitu 1,25- dihidrovitamin D3.Ginjal meningkatkan kecepatan konversi
vitamin D jika kadar kalsium atau fosforus serum menurun.
6. Regulasi Tekanan Darah

7
Ginjal mempunyai peranan aktif dalam pengaturan tekanan darah,
terutama dengan mengatur volume plasma dan tonus vaskular (pembuluh
darah). Volume plasma dipertahankan melalui reabsorpsi air dan pengendalian
komposisi cairan ekstraselular (mis., terjadi dehidrasi). Korteks adrenal
mengeluarkan aldosteron. Aldosteron membuat ginjal menahan natrium yang
dapat mengakibatkan reabsorpsi air.Modifikasi tonus vaskular oleh ginjal
dapat juga mengatur tekanan darah. Hal ini dilakukan terutama oleh sistem
reninangiotensin aldosteron. Renin adalah hormon yang dikeluarkan oleh
juksta glomeruli dari nefron sebagai respons terhadap berkurangnya natrium,
hipoperfusi arteri renal, atau stimulasi saraf renal melalui jaras simpatis waktu
tekanan darah menurun, Renin menstimulasi konversi angiotensinogen (zat
yang dikeluarkan hepar) ke angiotensin I. Konversi angiotensin I ke
angiotensin II oleh enzim pengubah angiotensin dari paruparu, menghasilkan
vasokonstriksi umum yang kuat. Mekanisme ini dapat membuat tekanan darah
meningkat.
7. Ekskresi Sisa Metabolik dan Toksik
Sisa metabolik diekskresikan dalam filtrat glomerular. Kreatinin
diekskresikan ke dalam urin tanpa diubah. Urea mengalami reabsorbsi waktu
melewati nefron. Biasanya, obat dikeluarkan melalui ginjal atau diubah dulu
di hepar ke dalam bentuk inaktif, kemudian diekskresikan oleh ginjal. Oleh
karena ginjal berperan dalam ekskresi obat, ada obat yang dikontraindikasi
apabila fungsi ginjal mengalami gangguan.
8. Miksi
Miksi (mengeluarkan urine) adalah suatu proses sensori-motorik yang
kompleks. Urine mengalir dari pelvis ginjal, kemudian kedua ureter dengan
gerakan peristalsis. Rasa ingin berkemih akan timbul apabila kandung kemih
berisi urine sebanyak 200-300 ml. Saat dinding kandung kemih mengencang,
baroseptor (saraf sensori yang distimulasi oleh tekanan) akan membuat
.kandung kemih berkontraksi. Otot sfingter eksternal berelaksasi dan urine
keluar. Otot sfingter eksternal dapat dikendalikan secara volunter sehingga
urine tetap tidak keluar walaupun dinding kandung kemih sudah berkontraksi.

8
2.2 Definisi Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologi pada
ginjal terhadap infeksi bakteri atau virus tertentu. Kuman yang paling sering
dikaitkan dengan kondisi ini adalah bakteri streptococcus beta-hemolyticus
golongan A.
Glomerulonefritis Kronis merupakan penyakit progresif yang
berkembang lambat yang ditandai dengan inflamasi glomerulus,
menyebabkan sclerosis, pembentukan jaringan parut, dan akhirnya gagal
ginjal. Kondisi ini biasanya tetap berada dalam fase progresif. Pada saat
sudah terjadi gejala, biasanya glomerulonephritis sudah bersifat ireversibel.

2.3 Etiologi

Faktor penyebab Glomerulonefritis Akut yang mendasari terjadinya


sindrom ini secara luas dapat dibagi menjadi kelompok infeksi dan
noninfeksi.Infeksi sreptokokus terjadi sekitar 5-10% pada orang dengan
radang tenggorokan dan 25% pada mereka dengan infeksi kulit.
Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktur
respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman sreptococcus beta hemoliticus
golongan A tipe 12,4,16,25 dan 29. Antara infeksi bakteri dan timbulnya
glumerulonefritis akut terdapat masa laten selama 10 hari.
Glomerulonefritis akut pasca streptococcus menyerang anak umur 5-
15 tahun. Anak laki-laki berpeluang menderita 2 kali lebih sering dibanding
perempuan.
Penyebab nonstretokokus, meliputi bakteri , virus dan parasit.
Sedangkan yang termasuk noninfeksi adalah penyakit sistemik multisystem
,seperti pada lupus eritematosus sistemik (SLE), vaskulitis, sindrom
Goodpasture , granulomatosis Wegener.
Selain disebabkan oleh hal tersebut, penimbunan zat toksik diginjal
dan obstruksi saluran kemih juga bisa memicu Glomerulonefritis akut.
Penyebab Glomerulonefritis kronik yang sering adalah diabetes
melitus dan hipertensi kronik. Kedua penyakit ini berkaitan dengan cidera
glomerulus yang bermakna dan berulang. Hasil akhir dari peradangan tersebut
adalah pembentukan jaringan parut dan menurunnya fungsi glomerulus.

9
Kerusakan glomerulus sering diikuti oleh atrofi tubulus. Glomerulonefritis
progresif cepat dapat terjadi akibat perburukan glomerulonefritis akut, suatu
penyakit autoimun, atau tanpa diketahui sebabnya (idiopatik).

2.4 Manifestasi Klinis

Keluhan klasik pasien adalah sakit kepala ringan, merasa lelah,


anoreksia, dan nyeri panggul. Tanda yang terkait dengan Glomerulonefritis
akut adalah Proteinuria, hematuria, dan azotemia (adanya zat nitrogen,
terutama urea dalam darah).

Manifestasi Klinis Glomerulonefritis akut tahap awal adalah :

1. Hematuria
2. Proteinuria
3. Azotemia
4. Berat jenis urine meningkat
5. Laju endap darah meningkat
6. Oliguria

Manifestasi Klinis Glomerulonefritis tahap akhir adalah :

1. Bendungan Sirkulasi
2. Hipertensi
3. Edema
4. Gagal ginjal tahap khir

Menurut Smeltzer (2001, hlm.1440) gejala Glomerulonefritis kronik


bervariasi. Mayoritas pasien mengalami tanda dan gejala insufisiensi renal dan
gagal ginjal kronik dapat terjadi. Pasien tampak kurus , pigmen kulit tampak
kuning keabu-abuan dan terjadi edema perifer dan periorbital. Tekanan darah
mungkin normal atau naik dengan tajam. Temuan pada retina mencakup
hemoragi, adanya eksudat, arteriol menyempit dan berliku-liku, serta papil
edema. Membran mukosa pucat karena anemia. Pangkal vena mengalami
distensi akibat cairan yang berlebihan. Kardiomegali juga dapat terjadi.

Glomerulus progresif cepat , keluhan nya bisa berupa flu ditandai dengan
malaise, demam, mialgia, anoreksia, kehilangan berat badan, setelah kondisi
tersebut kondisi yang paling umum adalah sakit perut, gangguan kulit dengan

10
nodul atau ulserasi. Ketika terdapat keterlibatan saluran pernafasan atas, pasien
mengeluh gejala sinusitis , batuk, dan hemaptosis.

2.5 Komplikasi
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai
akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambarannya seperti insufisiensi
ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia.
Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak., namun bila
hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-
kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan
edema otak
3. Gangguan sirkulasi berupa dispnea, terdapatnya ronki basah, pembesaran
jantung dan meninggi nya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme
pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume
plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi
yang menetap dan kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipovolemia disamping sintesis
eritropoetik yang menurun.

2.6 Patofisiogi

Pada Glomerulonefritis Akut terjadi perubahan structural pada bagian


ginjal yang meliputi proliferasi seluler, proliferasi leukosit, terjadi hialinisasi atau
sklerosis, serta terjadi penebalan membran basal glomerulus. Proliferasi selular
menyebabkan peningkatan jumlah sel di glomerulus karena proliferasi endotel,
mesangial dan epitel sel. Proliferasi tersebut dapat bersifat endokapiler ( yaitu
dalam batas-batas dari kapiler glomerular) atau ekstrakapiler ( yaitu dalam ruang
Bowman yang melibatkan sel-sel epitel ). Dalam proliferasi ekstrakapiler,
proliferasi sel epitel pariental mengarah pada pembentukkan tertentu dari
glumerulonefritis progresif cepat. Terjadinya proliferasi leukosit ditujukan dengan
adanya neutrofil dan monosit dalam lumen kapiler glumerolos dan sering
menyertai proliferasi selular. Penebalan membrane basal glomerulus muncul
terjadi pada dinding kapiler baik disisi endotel atau epitel membrane besar.

11
Hialinisasi atau sklerosis pada glomerulonefritis menunjukkan cedera irreversibel.
Perubahan struktural ini diperantai oleh reaksi antigen antibodi agregat molekul
(kompleks) dibentuk dan beredar ke seluruh tubuh. Beberapa dari kompleks ini
terperangkap di glomerolus, suatu bagian penyaring ginjal dan mencetuskan
respon peradangan.
Sehingga terjadi reaksi peradangan di glomerulus yang menyebabkan
pengaktifan komplemen dan terjadi peningkatan aliran darah dan juga
peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus serta filtrasi glomerulus. Protein
protein plasma dan sel darah merah bocor melalui edema diruang intertisium
Bowman. Hal ini meningkatkan tekanan cairan intertisium, yang dapat
menyebabkan kolapsnya setiap glomerulus daerah tersebut. Akhirnya ,
peningkatan tekanan cairan intertisium akan melawan filtrasi glomerulus lebih
lanjut. Reaksi peradangan mengaktifkan komplemen yang menarik sel-sel darah
putih dan trombosit ke glomerulus. Pada peradangan terjadi pengaktifan
factorfaktor koagulasi yang dapat menyebabkan pengendapan fibrin ,
pembentukan jaringan parut dan hilangnya fungsi glomerulus. Membrane
glomerulus menebal dan dapat menyebabkan penurunan GFR lebih lanjut.
Glomerulonefritis akut memiliki kecenderungan untuk berkembang
menjadi Glomerulonefritis kronis. Setelah kejadian berulang infeksi penyebab
glomerulonefritis akut, ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima ukuran
normal, dan terjadi atas jaringan fibrosa yang luas. Korteks mengecil menjadi
lapisan yang tebalnya 1 sampai 2 mm atau kurang. Berkas jaringan parut merusak
sisa korteks menyebabkan permukaan ginjal kasar dan ireguler. Sejumlah
glomeruli dan tubulusnya berubah menjadi jaringan parut, serta cabang - cabang
arteri renal menebal. Perubahan ini terjadi dalam rangka untuk menjaga GFR dari
nefron yang tersisa sehingga menimbulkan kosekuensi kehilangan fungsional
nefron. Perubahan ini pada akhirnya akan menyebabkan kondisi
glomerulosklerosis dan kehilangan nefron lebih lanjut. Pada penyakit ginjal dini
( tahap 1 – 3 ), penurunan substansial dalam GFR dapat mengakibatkan henya
sedikit peningkatan kadar serum kreatinin. Azotemia ( yaitu peningkatan kadar
BUN dan kreatinin serum ) terlihat ketika GFR menurun hingga kurang dari 60-70

12
mL/menit. Selain peningkatan BUN dan kadar kreatinin, beberapa kondisi lain
juga memperberat kondisi klinik, meliputi :
a. Penurunan produksi eritropoietin sehingga mengakibatkan anemia,
b. Penurunan produksi vitamin D sehingga terjadi hipokalsemia,
hiperparatiroidisme, hiperfosfstemia, dan osteodistrofi ginjal,
c. Pengurangan ion hidrogen, kalium, garam, dan ekskresi air, mengakibatkan
kondisi asidosis, hiperkalemia, hipertensi, dan edema,
d. Disfungsi trombosit yang menyababkan peningkatan kecenderungan
terjadinya pendarahan.
Pada Glomerulonefritis kronik akumulasi produk ureum yang
mempengaruhi hampir semua sistem organ. Sehingga terjadi Uremia pada GFR
sekitar 10 mL/menit yang kemudian berlanjut pada keadaan gagal ginjal terminal.
Respons perubahan secara struktural dan fungsional memberikan berbagai
masalah keperawatan pada pasien yang mengalami glomerulus kronis.
Glomerulonefritis progresif cepat berkaitan dengan proliferasi difus selsel
gomerulus didalam ruang Bowman. Hal ini menimbulkan struktur yang berbentuk
mirip bulan sabit yang merusak ruang Bowman. Kecepatan filtrasi glomerulus
menurun sehingga terjadi gagal ginjal. Sindrom Goodpasture adalah suatu jenis
glomerulonefritis progresif cepat yang disebabkan oleh terbentuknya antibody
yang melawan sel-sel glomerulus itu sendiri. Kapiler paru juga terkena. Terjadi
pembentukan jaringan parut luas di gromelurus. Dalam beberapa minggu atau
bulan sering terjadi gagal ginjal. Awitan penyakit ini sering kali tidak jelas atau
bisa juga akut, disertai peradarahan paru-paru dan hemoptisis. Biasanya tidak
didahului oleh penyakit yang dapat memberikan kesan disebabkan oleh antibody
autoimun terhadap membra basalis gromelurus yang timbul dalam darah penderita
sendiri.

13
Zat kompleks imun subendetol dapat dilihat dalam mikroskop elektron.
Gambaran linier dan imunofluoresensi menimbulkan gudaan bahwa
patogenesisnya adalah suatu mekanisme nefrotoksik imun. Endapan
immunoglobulin juga ditemukan disepanjang membrane basalis alveolus
paruparu. Klien dapat dipertahankan hidup dengan hemodialisis, tetapi dapat juga
meningga akibat perdarahan par-paru. Respons perubahan patologis pada
glomerulus secara fungsional akan memberikan berbagai masalah keperawatan
pada pasien yang mengalami glmerulus progresif cepat.

2.7 WOC
Terlampir

2.8 Pemeriksaan Klinis dan Penunjang


Menurut Prabowo (2014, Hlm 44) Pemeriksaan Klinis dan Penunjang :
a. Dilakukan pengukuran berat badan. Berat badan biasa ditemukan
meningkat. Hal ini dikarenakan adanya penumpukan cairan sekunder
dari proteinuria.
b. Dilakukan pengukuran tekanan darah biasa terjadi peningkatan
tekanan yang diakibatkan dari penumpukan cairan
c. Tampak odema yang diakibatkan oleh menurunnya kadar protein
plasma yang menyebabkan penurunan tekanan onkotok plasma.

14
Penurunan ini berdampak pada terjadinya ekstravasasi cairan dari intra
vaskuler ke ekstravaskuler.
d. Tampak pruritus.

2.9 Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium Menurut Prabowo (2014, Hlm : 45) :

a. Urine
Pada pemeriksaan urin ditemukan protein (proteinuria biasanya +1
sampai +4), terdapat darah (hematuria) yang mengakibatkan urin
berwarna kemerah-merahan seperti kopi.
Secara makroskopik:sedimen kemih tampak adanya silindruria
(banyak silinder dalam kemih), sel-sel darah merah dan silinder eritrosit.
Berat jenis urin biasanya tinggi meskipun terjadi azotemia.Biakan kuman
(sediaan dari suab tenggorokan dan tites antistreptolisin/ASO) untuk
tentukan etiologi streptococcus.
b. Darah
Laju endapan darah meningkat, kadar HB menurun sekunder dari
hematuria (gross hematuria) dan BUN cretinin melebihi angka normal.
c. Test gangguan kompleks imun
Biopsi ginjal dilaksanakan untuk menegakkan diagnosis penyakit
glomerulus.

2.10 Penatalaksanaan

Menurut Prabowo (2014, Hlm : 45) Penatalaksanaan Medis yang


dilakukan :

1) Pemberian antibiotik pada fase akut


Antibiotika mungkin tidak memberikan pengaruh terhadap beratnya
glomerulonefritis. Akan tetapi antibiotika akan memberikan dampak pada
berkurangnya penyebaran infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada.
Antibiotik yang dapat diberikan adalah penicillin dan dapat dikombinasikan
dengan amoksisilin 50mg/kg BB dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Jika
pasien alergi terhadap golongan penisillin, maka dapat diberikan alternative
dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dalam 3 dosis.
2) Pengobatan hipertensi

15
Hipertensi dapat terjadi karena adanya kelebihan volume cairan, sehingga
dianjurkan kepada pasien untuk membatasi asupan cairan. Alternative pemberian
sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada
hipertensi yang memberikan gejala serebral dapat diberikan reserpin dan
hidralazin dengan dosis reserpin sebanyak 0,07 mg/kgBB secara intramuskular.
Apabila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diverikan
peroral dengan dosis rumatan 0,03 mg/kgBB/hari. Magnesium sulfat parenatal
tidak dianjurkan karena dapat memberi efek dosis.

3) Pemberian furosemid(lasix) secara intravena (1mg/kgbb/hari)dalam 5-10


menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi
glomerulus.
4) Bila timbul gagal jantung , maka diberikan digitalis sedativa dan oksigen

Menurut Prabowo (2014, Hlm : 45) Penatalaksanaan Keperawatan yang


dilakukan adalah :

1) Bedrest total selama 3-4 minggu untuk memeberi kesempatan pada ginjal
melakukan proses penyembuhan. Tetapi penyelitikan terakhir menunjukkan
bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya
penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2) Pada fase glomerulonefritis akut, pasien diberikan diet rendah protein
(1g/kgbb/hari) dan rendah garam (1g/hari). Metabolisme protein pada pasien
dengan masalah glomerulus akan semakin memperberat peningkatan BUN
dan creatini serum. Makanan lunak diberikan pada panderita dengan suhu
tinggi dan makanan biasa bila suhu normal kembali.
3) Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan laruta glukosa 10
%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan
kebutuhan.
4) Bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria,
maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi sesuai dengan batas
toleransi. Kelebihan asupan cairan akan semakin memperberat kerja jantung
pada pasian dengan kompikasi gagal jantung.

Menurut Robinson (2014), Pertimbangan keperawatan antara lain:

16
1) Monitor TTV, asupan dan produksi, serta timbang badan setiap hari
untuk menilai retensi cairan. Observasi tanda ketidakseimbangan
cairan, elektrolit dan asam-basa
2) Minta ahli gizi untuk membantu pasien merencanakan diet rendah
natrium, tinggi kalori, dengan protein yang mencukupi.
3) Lakukan perawatan kulit untuk mencegah komlpikasi seperti pruritus,
edema dan kerapuhan
4) Bantu pasien menghadapi penyakitnya dengan menganjurkan pasien
mengungkapkan perasaannya dan mengajukan pertanyaan
5) Anjurkan asupan cairan yang cukup untuk mempertahankan aliran
darah ginjal yang memadai.

2.11 Pencegahan

Pencegahan Glomerulonefritis Akut menurut Baughman (2000. Hal.


197), memberikan jadwal evaluasi lanjut tentang tekanan darah, pemeriksaan
urinalis untuk protein, dan pemeriksaan BUN dan kreatinin untuk menentukan
apakah penyakit telah tereksaserbasi. Memberitahu dokter bila gejala gagal
ginjal terjadi misalnya ; kelelahan, mual, muntah, penurunan haluaran urin.
Anjurkan untuk mengobati infeksi dengan segera, serta rujuk ke perawat
kesehatan komunitas yang di indikasikan untuk pengkajian dan deteksi gejala
dini.

17
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

3.1 Pengkajian

a. Identitas
Umur : penyakit glomerulonefritis bisa terjadi pada semua umur. Belum ada
penelitian yang menunjukkan penyakit sistinis spesifik menyerang kelompok
umur tertentu.
Jenis kelamin : glumerulonefritis dapat menyerang laki-laki maupun
perempuan.
Tempat tinggal : ada atau tidaknya factor predisposisi yang berhubungan
dengan pola kebiasaan dan hygiene.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang menjadi alasan untuk masuk rumah sakit adalah
adanya gejala dan tanda urine tampak kemerah-merahan atau seperti kopi dan
sakit pada saat kencing.
c. Riwayat penyakit
Keluhan/gangguan yang berhubungan dengan penyakit saat ini
diantaranya adalah mendadak nyeri abdomen, nyeri pinggang, edema.
d. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Pernapasan
Pada fase akut biasanya tidak ditemukan adanya gangguan pada pola
pernapasan dan masalah pada jalan napas walau secara frekuensi mengalami
peningkatan. Pada fase lanjut sering didapatkan gangguan pola napas dan
jalan napas berupa bunyi napas ronkhi basah biasanya di dapatkan pada kedua

18
paru yang merupakan respons terhadap edema pulmoner dan adanya sindrom
uremia.
Pemeriksaan Jantung
Salah satu tanda khas glomerulonefritis adalah peningkatan tekanan darah
sekunder dari retensi natrium dan air yang memberikan dampak pada
peningkatan volume cairan intra vaskuler. Selain itu peningkatan volume
cairan intra vaskuler akan berdampak pada fungsi system kardiovaskuler
dimana akan terjadi penurunan perfusi jaringan akibat tingginya beban
sirkulasi. Pada kondisi azotemia berat, pada auskultasi perawat akan
menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi pleura
pericardial sekunder dari sindrom uremik.
Pada kondisi kronik akan terjadi penurunan perfusi jaringan akibat
tingginya beban sirkulasi. Pangkal vena mengalami distensi akibat distensi
cairan yang berlebihan. Irama gallop, tanda gagal jantung kongestif dapat
terjadi.
Pemeriksaan Kepala dan Persyarafan
Akan ditemukan edema pada wajah terutama pada daerah periorbital,
konjungtiva anemis. Status neurologis akan mengalami perubahan sesuai
dengan tingkat parahnya azotemia pada sistem saraf pusat. Pasien beresiko
kejang sekunder berhubungan dengan gangguan keseimbangan elektrolit.
Pada fase kronik pada retina mencakup hemoragi, adanya eksudat,
arteriol menyempit dan berliku-liku, serta papiledema. Neuropati perifer
disertai hilangnya reflex tendon dan perubahan neurosensori muncul setelah
penyakit terjadi. Pasien beresiko kejang sekunder gangguan elektrolit.
Pemeriksaan Sistem Perkemihan
1. Inspeksi
Terdapat edema pada ektremitas dan wajah, perubahan warna urine
berwarna kola dari proteinuri, silinderuri, dan hematuri.
2. Palpasi
Pada palpasi, pasien akan mengeluh adanya nyeri tekan ringan pada
area kostovertebra.
3. Perkusi
Pemeriksaan ketuk pada sudut kostovertebra memberikan stimulus
nyeri ringan local disertai suatu penjalaran nyeri ke pinggan dan perut.
Pada fase kronik biasanya akan didapatkan tanda dan gejala
insufisiensi renal dan ginjal kronik, penurunan jumlah urine sampai
anuria.

19
Pemeriksaan Sistem Pencernaan

Ditemukan keluhan mual dan muntah, serta anoreksia sehingga


sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Pada fase
kronik pasien akan mengalami diare sekunder, bau mulut ammonia,
peradangan mukosa mulut, dan ulkus pada saluran cerna.

Pemeriksaan Muskuloskeletal

Pasien akan mengalami kelemahan fisik secara umum. Pada fase


kronik pasien sangat kurus, pigmen kulit tampak kuning keabu-abuan,
terjadi edema perifer (dependen) dan periorbital. Didapatkan nyeri
panggul, sakit kepala, kram otit, nyeri kaki, kulit gatal, dan adanya infeksi
berulang. Pruritus, demam (sepsi,dehidrasi), ptekie, area ekimosis pada
kulit, dan keterbatasan gerak. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara
umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertermi.

Pemeriksaan Psikososial

Sering pada fase kronis pasien akan mengalami keputusasaan.

20
21
3.2 NANDA, NOC dan NIC

Diagnosa NOC NIC

Intoleransi aktifitas b.d. kekurangan Toleran Aktivitas Manajemen Energi


Hasil yang diharapkan: Aktivitas :
protein dan disfungsi ginjal

 Saturasi oksigen dengan aktivitas 1. Tentukan pembatasan aktivitas fisik pasien


 Tekanan darah sistolik dengan aktivitas 2. Jelaskan tanda yang menyebabkan kelemahan
 Tekanan darah diastolik dengan aktivitas 3. Jelaskan penyebab kelemahan
 Kekuatan tubuh bagian atas 4. Jelaskan apa dan bagaimana aktivitas yang
 Kekuatan tubuh bagian bawah dibutuhkan untuk membangun energi
5. Monitor intake nutrisi yang adekuat
6. Anjurkan bedrest
7. Monitor respon oksigenasi pasien

Terapi aktivitas
Aktivitas :

1. Membantu mengidentifikasi sumberdaya yang


dimiliki dalam beraktivitas
2. Membantu menyusun aktivitas fisik
3. Pastikan lingkungan aman untuk pergerakan
otot
4. Monitor respon emosional, fisik, sosial dan
spiritual
Kelebihan volume cairan b.d. Keseimbangan elektrolit dan asam Monitor Cairan
Aktivitas:
retensi air dan natrium serta basa
Hasil yang diharapkan:
disfungsi ginjal 1. Tentukan riwayat jumlah dan jenis asupan

22
 Natrium serum cairan dan kebiasaan eliminasi
 Pottasium serum 2. Menentukan faktor risiko yang mungkin
 Klorida serum
untuk ketidakseimbangan cairan
 Kalsium serum
3. Memantau asupan dan keluaran
 Magnesium serum
4. Memantau nilai elektrolit, serum dan urin ,
 pH serum : DBN*
yang sesuai
5. Memantau albumin serum dan tingkat
Keseimbangan cairan
Hasil yang diharapkan: protein total
6. Memantau serum dan urin kadar osmolalitas
 Berat jenis Urin DBN 7. Pantau tekanan darah ortostatik dan
 Palpasi nadi perifer perubahan irama jantung, yang sesuai
 Hipotensi Ortostatik 8. Memantau membran mukosa, tugor kulit,
 Kesimbangan intake & output (24jam)
 Edema Perifer dan haus
 Rasa haus abnormal 9. Monitor Warna, kuantitas, dan berat jenis
 Hidrasi kulit urine
 Kelembaban mukosa kulit 10. Pantau distensi vena leher, ronki di paru-paru,
 Elektrolit serum
 Hematokrit edema perifer, dan berat badan
11. Batasi asupan cairan dan mengalokasikan ,
sesuai

Manajemen Cairan
Aktivitas:

1. Timbang BB tiap hari


2. Hitung haluran
3. Pertahankan intake yang akurat
4. Pasang kateter urin
5. Monitor status hidrasi (seperti :kelebapan
mukosa membrane, nadi)

23
6. Monitor status hemodinamik termasuk
CVP,MAP, PAP
7. Monitor hasil lab. terkait retensi cairan
(peningkatan BUN, Ht ↓)
8. Monitor TTV
9. Monitor adanya indikasi retensi/overload
cairan (seperti:edem, asites, distensi vena
leher)
10. Monitor respon pasien untuk meresepkan
terapi elektrolit
11. Kaji lokasi dan luas edem
12. Anjurkan klien untuk intake oral
13. Distribusikan cairan > 24 jam
14. Konsultasi dengan dokter, jika gejala dan
tanda kehilangan cairan makin buruk
15. Berikan cairan
16. Nasogastrik untuk mengganti kehilangan
cairan
Gangguan perfusi jaringan renal Eliminasi Urin Manajemen cairan dan elektrolit
Hasil yang diharapkan: Aktivitas:

 Pola eliminasi 1. Monitor keabnormalan level untuk serum


 Bau urin 2. Dapatkan specimen lab untuk memonitor level
 Jumlah urin
 Warna urin cairan/ elektrolit (seperti Ht, BUN,sodium,
 Partikel urin yang bebas protein, potassium)
 Kejernihan urin 3. Timbang berat badan tiap hari
 Pencernaan cairan yang adekuat 4. Irigasi selang NGT dengan normal salin
 Keseimbangan intake dan output dalam 24 5. Pasang infuse IV
jam 6. Monitor hasil lab yang relevan dengan retensi

24
 Urin yang keluar disertai nyeri cairan
 Urin yang tak lancar keluar 7. Monitoring status hemodinamik, termasuk
 Urin yang keluar dengan tergesa-gesa
MAP, PAP,PCWP
 Pengawasan urin
8. Pertahankan keakuratan catatan intake dan
 Pengosongan kandung kemih dengan lengkap
 Tahu akan keluarnya urin output
 Protein urin 9. Monitor tanda dan gejala retensi cairan
 Urin yang bebas dari darah 10. Monitor tanda- tanda vital
 Keton urin 11. Restribusi cairan
 pH urin 12. Perbaikan dehidrasi postoperative
 Temuan mikroskopik urin
13. Pertahankan cairan IV yang mengandung
 Elektrolit urin
 PCO2 arteri elektrolit pada frekuensi tetes yang konstan
 pH arteri
14. Monitor respon pasien untuk memberikan
 Serum elektrolit
terpi elektrolit
15. Monitor manifestasi dari kekurangan
keseimbangan elektrolit
16. Beri diet yang dianjurkan untuk
ketidakseimbangan cairan atau elektrolit
yang spesifik ( seperti sodium menurun )
17. Konsultasikan dengan dokter jika tanda
dan gejala kekurangan keseimbangan
cairan dan elektrolit makin parah
18. Beri suplemen elektrolit
19. Monitor kehilangan cairan (seperti;
pendarahan, muntah, takipneu)
Lakukan perkontrolan kehilangan

25
cairan

26
DAFTAR PUSTAKA

Anonym. Glomerulonefritis Akut. Diakses tanggal 24 Februari 2015 melalui


http://kamuskesehatan.com/arti/glomerulonefritis-akut/

Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC.

Muttaqin, Arif, dkk. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.


Jakarta : Salemba Medika.

Nursalam. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.

Prabowo, Eko. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.


Yogyakarta:Nuha Medika.

Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi : Konsep Klinis – Proses Penyakit Edisi 4.


Jakarta : EGC.

27
Pustaka Unpad. 2013. Diagnosis dan Penatalaksanaan Glomerulonefritis Akut.
Diakses tanggal 25 Februari 2015 melalui http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2013/12/Pustaka_Unpad_Diagnosis_-Dan_-
Penatalaksanaan_-Glomerulonefritis_-Akut.pdf.pdf

Robinson, Joan M. 2014. Buku Ajar: Visual Nursing, Jilid Dua. Tanggerang
Selatan: BINARUPA AKSARA publisher.

Saputra, Lyndon. 2014. Organ System : Visual Nursing, Genitourinaria.


Tangerang Selatan : BINARUPA AKSARA publisher.
Smeltzer, Suzane C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC.

28

Anda mungkin juga menyukai