Koma Hipoglikemia (Kegawatan)
Koma Hipoglikemia (Kegawatan)
Koma Hipoglikemia
Pendamping :
RSU Wonolangan
Kabupaten Probolinggo
Provinsi Jawa Timur
2017
PORTOFOLIO MEDIS
Keluarga pasien mengatakan pasien tidak sadar sejak setengah jam sebelum masuk rumah sakit.
Keluarga pasien mengatakan pasien tidur mengrok dan tidak bisa di bangunkan . pasien sariawan tidak
mau makan namun minum sejak 3 hari yang lalu. Pasien setiap hari konsumsi obat kencing manis dan
obat jantung. Pasien memiliki riwayat sakit Kencing manis dan sakit darah tinggi.
o Tujuan :
Melakukan tatalaksana awal kasus dan tatalaksana lanjutan sesuai dengan kriteria diagnosis yang
ditegakkan
Bahan o Tinjauan
o Riset o Kasus o Audit
Bahasan: Pustaka
Cara
o Diskusi o Presentasi Kasus o Email o Pos
Membahas:
DATA UTAMA UNTUK BAHAN DISKUSI
1. Diagnosis :
Koma Hipoglikemia
2. Gambaran klinis
Keluhan Utama
Pasien tidak sadar
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluarga pasien mengatakan pasien tidak sadar sejak setengah jam sebelum di bawa ke rumah sakit.
Keluarga pasien mengatakan pasien tidur mengorok dan tidak bisa di bangunkan. Selama tiga
haripasien tidak mau makan dan minum namun masi mengkonsumsi obat jantung san obat kencing
manis secara rutin. Pasien sariawan sejak 4 hari yang lalu, sehingga tidak mau makan. Keluarga
pasien menyangkal adanya keluah muntah dan keluhan nyeri kepala sbelum pasien tidak sadar.
Keluarga pasien menyangkal pasien sebelumnya terjatuh atau kepala terbentur.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya pernah mengalami keluhan serupa, pasien memiliki riwayat darah tinggi dan
kencing manis
4. Riwayat pengobatan
Pasien konsumsi obat rutin dari dokter spesialis jantung dan konsumsi obat glibenclamide untuk
kencing manisnya
5. Riwayat keluarga
Tidak ada keluarga yang memilki keluhan serupa dengan pasien
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Pendidikan pasien adalah SD, sehari-hari pasien bekerja sebagai ibu rumah tanggal. Pasien tinggal
bersama anak menantu dan cucunya saat ini, biaya hidup pasien ditanggung oleh putrinya.
Hasil Pembelajaran :
1. Memahami alur diagnosis, klasifikasi, terapi awal, dan terapi lanjutan Koma Hipoglikemia
Anemis – - – –
Ikterik – – – –
Edema – – – +
Sianosis – – – –
Ptekie – – – –
4. Pemeriksaan Penunjang
DL,GDA,BUN,Creatinin,SGOT,SGPT,
Hasil laboratorium
Hasil Lab DL,GDA,BUN,Creatinin,SGOT,SGPT tanggal 7-09-2017
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NORMAL
KIMIA DARAH
5. Daftar Permasalahan
a) Penurunan kesadaran
6. Diagnosis Banding
a) Koma hipoglikemia
b) CVA
7. Diagnosis Akhir
Koma hipoglikemia+DM stage 2+Candidiasis oris
8. Terapi
9. Planning Monitoring
Observasi TTV
10. Rencana Edukasi
Menjelaskan mengenai Koma hipoglikemia secara umum (penyebab, patomekanisme,
pencegahannya, dan komplikasi yang bisa terjadi)
Menjelaskan mengenai rencana pemeriksaan (pemeriksaan fisik maupun laboratoris)
yang digunakan untuk mendiagnnosa penyakit pasien
Menjelaskan mengenai rencana terapi, fungsi obat-obatan yang digunakan.
11. Follow up
Tanggal Tempat Perkembangan Pasien Terapi
6-10-2017 Tulip S : Pasien tidak sadar inf d 10% 1000 cc/8 jam
7-10-2017 Tulip S : Pasien masih belum sadar inf d 10% 1000 cc/8 jam
(+),
inf d 40 % sampai GDA > 100
O : Mg/dl
KU : lemah
inj ceftriaxone 2x1
Kes: koma
inj ranitidin 2x1
TD : 140/90 mmhg
N : 80x/m, regular,kuat, inj mecobalamin 2x1
RR : 18x/m
Inj citicolin 2x1
Tax : 37,3 oC,
SpO2 : 98 % po: amlodipin 10 mg 1-0-0
A: hipoglikemia+ HT stage 1+
candidiasis oris
PEMBAHASAN HIPOGLIKEMI
1. Definisi
Setelah makan, glukosa akan diserap ke dalam aliran darah untuk selanjutnya dibawa
ke sel-sel tubuh. Insulin, hormon yang diproduksi oleh pankreas, akan membantu sel
mengubah glukosa menjadi energi. Jika pada suatu waktu Anda mengonsumsi glukosa
melebihi jumlah yang dibutuhkan tubuh, maka tubuh akan menyimpan glukosa yang berlebih
tersebut di dalam hati dan otot dalam bentuk yang disebut sebagai glikogen. Tubuh akan
menggunakan glikogen untuk energi ketika dibutuhkan, misalnya di antara waktu makan.
Glukosa yang berlebih juga dapat diubah menjadi lemak dan disimpan di dalam sel lemak.
Lemak juga bisa digunakan untuk energi.
Ketika kadar gula dalam darah mulai turun, hormon lain yang diproduksi oleh
pankreas yaitu glukagon akan memecah glikogen dan melepaskan glukosa ke dalam aliran
darah untuk menormalkan kembali kadar gula dalam darah. Pada sebagian orang dengan
diabetes, respon glukagon terhadap hipoglikemia terganggu dan hormon-hormon lain seperi
epinefrin (juga disebut adrenalin) dapat meningkatkan kadar glukosa dalam darah. Tapi
penderita diabetes yang dirawat dengan suntikan insulin, anti diabetes yang meningkatkan
produksi insulin, kadar glukosa darah tidak dapat kembali ke level normal dengan cepat.
Pada orang dewasa dan anak-anak diatas usia 10 tahun, hipoglikemia sebenarnya
jarang terjadi kecuali sebagai akibat efek samping dari pengobatan diabetes. Di luar itu,
hipoglikemia juga bisa terjadi karena penggunaan obat lain, kekurangan hormon atau enzim,
atau karena adanya kondisi kesehatan lain seperti tumor.
2. Epidemiologi
Walaupun tidak menyenangkan, hipoglikemia yang ringan seringkali hanya dianggap sebagai
konsekuensi terapi menurunkan glukosa yang tidak dapat dihindari. Walaupun demikian,
hipoglikemia ringan tidak boleh diabaikan karena potensial dapat diikuti kejadian
hipoglikemia yang lebih berat
3. Klasifikasi Hipoglikemia
1. Keluhan adanya kadar glukosa darah plasma yang rendah. Gejala otonom seperti
berkeringat, jantung berdebar-debar, tremor, lapar.
2. Kadar glukosa darah yang rendah (<3 mmol/L). Gejala neuroglikopenik seperti
bingung, mengantuk, sulit berbicara, inkoordinasi, perilaku berbeda, gangguan visual,
parestesi, mual sakit kepala.
3. Hilangnya dengan cepat keluhan sesudah kelainan biokimia dikoreksi.
1. True hipoglikemi, ditandai dengan kadar glukosa darah sewaktu < 60 mg/dl
2. Koma hipoglikemi, ditandai dengan kadar glukosa darah sewaktu < 30 mg/dl
3. Reaksi hipoglikemi, yaitu bila kadar glukosa darah sebelumnya naik, kemudian diberi
obat hipoglikemi dan muncul tanda-tanda hipoglikemia namun kadar glukosa darah
normal.
4. Reaktif hipoglikemi, timbul tanda-tanda hipoglikemi 3-5 jam sesudah makan.
Biasanya merupakan tanda prediabetik atau terjadi pada anggota keluarga yang
terkena diabetes melitus.
4. Gejala Hipoglikemia
Pada individu yang mengalami hipoglikemia, respon fisiologi terhadap glukosa darah
tidak hanya membatasi makin parahnya metabolisme glukosa, tetapi juga menghasilkan
berbagai keluhan dan gejala yang khas. Petugas kesehatan, pasien dan keluarganya belajar
mengenai keluhan dan gejala tersebut sebagai episode hipoglikemia dan dapat segera
melakukan tindakan-tindakan koreksi dengan memberikan glukosa oral atau bentuk
karbohidrat “refined” yang lain. Kemampuan mengenali gejala awal sangat penting bagi
pasien diabetes yang mendapat terapi insulin yang ingin mencapai dan mempertahankan kadar
glukosa darah normal atau mendekati normal. Terdapat keluhan yang menonjol diantara
pasien maupun pada pasien itu sendiri pada waktu yang berbeda. Walaupun demikian pada
umumnya keluhan biasanya timbul dalam pola tertentu, sesuai komponen fisiologis dan
respon fisiologis yang berbeda.1
Tabel 3. Keluhan dan gejala hipoglikemia akutyang sering dijumpai pada pasien diabetes.1.3
Lapar Inkoordinasi
Gangguan visual
Parestesi
Pada pasien diabetes yang masih relative baru, keluhan dan gejala yang terkait dengan
system saraf otonomik seperti palpitasi, tremor, atau berkeringat yang lebih menonjol dan
biasanya mendahului keluhan dan gejala disfungsi serebral yang disebabkan oleh
neuroglikopeni, seperti gangguan konsentrasi atau koma. Sakit kepala dan mual mungkin
bukan merupakan keluhan malaise yang khas. Pada pasien diabetes yang lama intensitas
keluhan otonomik cenderung berkurang atau menghilang. Hal tersebut menunjukkan
kegagalan yang progresif aktivasi system saraf otonomik. 1
Respon pertama pada saat kadar glukosa turun di bawah normal adalah peningkatan akut
sekresi hormone caunter-regulatory (glukosa dan epinefrin): batas glukosa tersebut adalah
65-68 mg% (3,6-3,8 mmol/L). Lepasnya epinefrin menunjukkan aktivasi system
simpatoadrenal. Bila kadar glukosa tetap turun sampai 3,2 mmol/L, gejala aktivasi otonomik
mulai tampak. Fungsi kognisi, yang diukur dengan kecepatan reaksi dan berbagai fungsi
psikomotor yang lain, mulai terganggu pada kadar glukosa 3 mmol/L, pada individu yang
masih mempunyai kesiagaan (awareness) hipoglikemia, aktivasi system simpatoadrenal
terjadi sebelum disfungsi serebral yang bermakna timbul pasien-pasien tersebut tetap sadar
yang mempunyai kemampuan kognitif yang cukup untuk melakukan tindakan koreksi yang
diperlukan.1
1. Kegagalan respon proteksi fisiologis dan timbulnya hipoglikemia yang tidak disadari.
Walaupun dengan derajat yang berbeda-beda, hampir semua pasien diabetes yang
mendapat terapi insulin mengalami gangguan pada mekanisme proteksi terhadap
hipoglikemia yang berat. Pada pasien DMT 2 gangguan tersebut umumnya ringan.1
Pada diagnose DM dibuat, respon glukosa terhadap hipoglikemia umumnya normal.
Pada pasien DMT 1 mulai turun sesudah menderita diabetes 1-2 tahun dan sesudah 5 tahun
hampir semua pasien mengalami gangguan atau kehilangan respon. Penyebabnya sampai saat
ini belum diketahui pasti tetapi tampaknya tidak berkaitan dengan neuropati otonomik atau
kendali glukosa darah yang ketat. Sel alfa secara selektif gagal mendeteksi adanya
hipoglikemia dan tidak dapat menggunakan hipoglikemia sebagai rangsangan untuk
mensekresi glukagon, walaupun sekresi yang glukagon masih dapat dirangsang oleh
perangsang lain seperti alanin. Hipotesis yang paling meyakinkan adalah gangguan tersebut
timbul akibat terputusnya paracrine-insulin cross-talk didalam islet cell, akibat produksi
insulin endogen yang turun.1
Pada diabetes yang sudah lama sering dijumpai respon simpatoadrenal yang berkurang
walaupun dengan tingkat gangguan yang bervariasi. Respon epinefrin terhadap rangsangan
yang lain, seperti latihan jasmani tampaknya normal. Seperti pada gangguan respon glukagon,
kelainan tersebut merupakan kegagalan mengenal hipoglikemia yang selektif.1
Pasien diabetes dengan respon glukagon dan epinefrin yang berkurang paling rentan
terhadap hipoglikemia. Hal tersebut terkait dengan hipoglikemia yang tidak disadari karena
hilangnya glucose counter regulation dan gangguan respon simpatoadrenal.1
2. Hipoglikemia yang tidak disadari
Merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien diabetes yang mendapat terapi
insulin. Segi epidemiologis melaporkan sekitar 25% pasien DMT 1 mengalami kesulitan
mengenal hipoglikemia yang menetap atau berselang seling. Kemampuan mengenal
hipoglikemia mungkin tidak absolute dan keadaan hipoglikemia unawareness yang parsial
juga dijumpai. Dari sekitar 25% pasien yang sebelumnya menyatakan dirinya tidak
mengalami hipoglikemia unawareness ternyata waktu menjalani tes gagal mengenal
hipoglikemia. Bila didapatkan hipoglikemia yang tidak didasari kemungkinan pasien
mengalami episode hipoglikemia yang berat 6-7 kali lipat, peningkatan tersebut juga terjadi
pada terapi standar. Pada pasien-pasien tersebut selayaknya tidak diberikan terapi yang
intensif, tidak diizinkan untuk memiliki izin mengemudi dan juga tidak diperkenankan untuk
menjalankan pekerjaan-pekerjaan tertentu. Keluarga pasien selayaknya juga diberikan tentang
kemungkinan terjadinya hipoglikemia yang berat dan cara penanggulangannya. Berbagai
keadaan klinis yang terkait dengan hipoglikemia yang tidak disadari dapat dilihat dalam tabel
4.1
Tabel 4. Keadaan klinis yang terkait dengan hipoglikemia yang tidak disadari (Heller,
2003)
Keadaan klinis Kemungkinan mekanisme
Diabetes yang lama Tidak diketahui
Hipoglikemia yang berulang
merusak neuron glukosensitif
Kendali metabolic yang ketat Regurgitasi transport glukosa
neuronal yang meningkat
Peningkatan kortisol dengan akibat
gangguan jalur utama transmisi
neuron
Alcohol Penekanan respon otonomi respon
Gangguan kognisi
Episode nocturnal Tidur menyebabkan gejala awal
hipoglikemia tidak diketahui
Posisi berbaring mengurangi respon
simpatoadrenal
Kemampuan abstrak belum cukup
Usia muda (anak)
Perubahan perilaku
Gangguan kognisi
Usia lanjut
Respon otonomik berkurang
Sensitivitas adrenergic berkurang
3. Alkohol
Pasien dan kerabatnya harus diberi informasi tentang potensi bahayanya alkohol.
Alkohol meningkatkan kerentanan tehadap hipoglikemia awareness. Episode hipoglikemia
sesudah meminum alkohol mungkin lebih lama dan berat dan mungkin karena dianggap
mabuk hipoglikemia tidak dikenali oleh pasien atau kerabatnya.1
4. Usia muda dan usia lanjut
Pasien diabetes anak, remaja dan usia lanjut rentan terhadap hipoglikemia. Anak
umumnya tidak mengenal atau melaporkan keluhan hipoglikemia dan kebiasaan yang kurang
teratur serta aktivitas jasmani yang sulit diramalkan menyebabkan hipoglikemia menjadi
masalah yang besar bagi anak. Otak yang sedang tumbuh sangat rentan terhadap
hipoglikemia. Episode hipoglikemia yang berulang terutama yang disertai kejang dapat
mengganggu kemampuan intelektual anak di kemudian hari.1
Keluhan hipoglikemia pada usia lanjut sering tidak diketahui, dan mungkin dianggap
sebagai keluhan-keluhan pusing atau serangan iskemia yang sementara. Hipoglikemia akibat
sulfonilurea tidak jarang, terutama sulfonilurea yang bekerja lama seperti glibenklamide. Pada
usia lanjut respon otonomik cenderung turun dan sensitifitas perifer epinefrin juga berkurang.
Pada otak yang menua gangguan kognitif mungkin terjadi pada hipoglikemia yang ringan.1
Pada anak dan usia lanjut sasaran kendali glikemia sebaiknya tidak terlalu ketat dan oleh
sebab itu dosis insulin perlu disesuaikan. Lebih lanjut disarankan agar sulfonilurea yang
bekerja lama tidak digunakan pada pasien DMT 2yang berusia lanjut.1
Obat penghambat β (β-blocking agent) yang tidak selektif sebaiknya tidak digunakan
karena menghambat lepasnya glukosa hati yang dimediasi oleh reseptor β2, penghambat β
yang selektif dapat digunakan dengan aman.1
1. Glukosa oral
Setelah dignosa hipoglikemi ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa darah kapiler,
berikan 10-20 gram glukosa oral. Dapat berupa roti, pisang atau karbohidrat kompleks
lainnya. Pada penderita yang sulit menelan dapat diberikan madu atau gel glukosa
pada mukosa mulut.
2. Glukosa intravena
Pada pasien koma hipoglikemi diberikan injeksi glukosa 40% intravena 25 mL yang
diencerkan 2 kali
Ada dua jenis hipoglikemia yang bisa terjadi pada orang yang tidak menderita diabetes:
Hipoglikemia reaktif
Diagnosa
Untuk mendiagnosa hipoglikemia reaktif, dapat dilakukan beberapa tahap:
Penyebab sebagian besar kasus hipoglikemia reaktif masih diperdebatkan hingga kini.
Beberapa peneliti menyebutkan bahwa orang-orang tertentu mungkin lebih sensitif terhadap
hormon-hormon normal tubuh seperti epinefrin, yang menyebabkan banyaknya muncul gejala
hipoglikemia. Sedangkan peneliti lainnya menyakini bahwa hipoglikemia reaktif disebabkan
karena minimnya sekresi glukagon. Ada juga beberapa penyebab hipoglikemia reaktif yang
diyakini meskipun jarang terjadi. Operasi lambung atau perut dapat menyebabkan
hipoglikemia reaktif karena terlau cepatnya makanan menuju usus kecil. Kondisi kekurangan
enzim yang langka seperti intoleransi fruktosa juga dapat menyebabkan hipoglikemia reaktif.
Hipoglikemia puasa
Diagnosis
Hipoglikemia puasa didiagnosis dari sampel darah yang menunjukkan kadar glukosa dalam
darah di bawah 50 mg/dL setelah puasa di waktu malam, diantara waktu makan, atau setelah
melakukan aktivitas fisik.
Penyebab hipoglikemia puasa bisa dari obat-obatan tertentu, minuman beralkohol, penyakit
kritis, kekurangan hormon, beberapa jenis tumor dan kondisi kesehatan tertentu yang terjadi
sejak bayi dan kanak-kanak.
Obat-obatan
Obat-obatan, termasuk beberapa jenis obat yang digunakan untuk mengobati diabetes,
menjadi penyebab hipoglikemia yang paling umum. Obat lain yang dapat menyebabkan
hipoglikemia, antara lain:
Minuman beralkohol
Penyakit kritis
Beberapa jenis penyakit yang mempengaruhi hati, jantung atau ginjal dapat menyebabkan
hipoglikemia. Sepsis, yang merupakan infeksi berat, dan kelaparan adalah penyebab lain dari
hipoglikemia. Dalam kasus ini, mengobati penyakit atau penyebab lainnya akan mengatasi
hipoglikemia.
Kekurangan hormone
Kekurangan hormon dapat menyebabkan hipoglikemia pada anak-anak kecil, tetapi jarang
terjadi pada orang dewasa. Kekurangan kortisol, hormon pertumbuhan, glukagon, atau
epinefrin dapat menyebabkan hipoglikemia puasa. Pemeriksaan laboratorium terhadap kadar
hormon akan menentukan diagnosis dan pengobatannya. Bila memang itu penyebabnya, maka
mungkin akan dilakukan terapi pengganti hormon.
Tumor
Intoleransi singkat puasa, yang akan mengganggu pola makan yang teratur,
kecenderungan ini biasanya dialami anak usia 10 tahun.
Hiperinsulinisme, yang merupakan produksi insulin yang berlebih. Kondisi ini dapat
menyebabkan hipoglikemia sementara pada bayi yang baru lahir, yang bisa terjadi
pada bayi dari ibu yang mengidap diabetes. Hiperinsulinisme persistent pada bayi atau
anak-anak adalah ganggguan yang kompleks yang memerlukan evaluasi dan
pengobatan oleh dokter spesialis.
Defisiensi enzim yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat. Kekurangan-
kekurangan ini dapat mengganggu kemampuan tubuh untuk memproses gula alami,
seperti fruktosa dan galaktosa, glikogen atau metabolit lainnya.
Kekurangan hormon seperti kurangnya hormon hipofisis atau adrenal.
* Alat pengukur gula darah pribadi tidak bisa digunakan untuk mendiagnosis hipoglikemia
reaktif.
Insufisiensi ginjal sering menjadi dasar penurunan glukosa darah, terutama pada
pasien diabetes. Renal glukoneogenesis secara bermakna meningkat pada penderita diabetes,
dan ini memberikan kontribusi secara bermakna terhadap kadar glukosa darah. Dengan
muncul insufisiensi ginjal pada pasien-pasien ini, peningkatan komponen glukoneogenesis ini
berkurang atau tidak ada sama sekali. Kebutuhan insulin pada diabetisi dengan insufisiensi
ginjal bisa berkurang. Pasien menjadi lebih sensitif terhadap efek hipoglikemik sulfonilurea.
Sindroma hipoglikemia yang diindus obat, yang tersering dijumpai disebabkan oleh
kelebihan insulin dan pemakaian OHO, terutama glibenklamid. Dosis insulin yang tidak
bijaksana pada diabetisi, sama seperti penggunaan insulin tanpa setahu dokter, terutama oleh
personal medik, bisa mengindus hipoglikemia berat. Keadaan diatas, serangan berulang-ulang
bisa mengakibatkan kerusakan otak permanen. Indikasi yang baik pemberian insulin eksogen
adalah deteksi antibodi insulin dalam plasma. Obat hipoglikemik oral (OHO) bisa menjadi
penyebab hipoglikemia berat dan berkepanjangan, terutama pasien dewasa yang sakit atau
berpuasa namun terus minum obat.
Diantara hipoglikemik non fasting, mungkin tersering adalah reactive hypoglycemia
dari diabetes mellitus awal. Penurunan yang lambat pada tes toleransi glukosa darah, atau
setelah makan, adalah akibat dari perlambatan pelepasan insulin setelah stimulus,
mengakibatkan terjadi hipoglikemia sekitar 3-4 jam setelah makan. Reactive hypoglycemia
(functional hyperinsulinemia) yang terjadi 90-120 menit setelah makan adalah paling prevalen
pada penyakit syaraf dan orang penggugup dan dapat dianggap akibat pelepasan insulin
hiperresponsif terhadap stimulus kalori. Hipoglikemia sehubungan dengan “tachyalimentation
(lintas makanan yang cepat)” terjadi 2-3 jam setelah makan. Gangguan ini dijumpai pada kira-
kira 10 % pasien yang menjalani gastrektomi total, gastrojejunostomi, atau piloroplasti.
Pemindahan gumpalan makanan yang cepat ke dalam usus bagian atas menyebabkan
hiperglikemia yang merangsang pankreas normal melepaskan jumlah insulin yang besar,
dengan akibat hipoglikemia. Manifestasi klinik kelainan ini berupa fase hiperepinefrinemik.
Defek pada dekarboksilasi oksidatif dari valine, leucine, dan isoleusin pada bayi (-
ketoacid oxidase deficiency) bertanggungjawab terhadap hipoglikemia pada pasien tertentu
yang mencerna gumpalan makanan yang mengandung asam amino. Penyakit ini dianggap
berasal dari perangsangan leusin yang meningkatkan pelepasan insulin. Pengurangan
glukoneogenesis yang dapat berasal dari pengurangan ketersediaan prekursornya juga
merupakan kemungkinan mekanisme. Penyakit ini sering disebut maple syrup urine disease
atau branched chain ketoaciduria (BCKA), adalah suatu autosomal recessive. Karakteristik ini
dilaporkan pada 1 dari 300.000 kelahiran hidup. Manifestasi klinik termasuk gangguan
pertumbuhan, muntah, hipertonisitas, lemah, apnea, dan kejang-kejang. Gangguan neurologik
berasal dari penumpukan metabolite pada sistem syaraf dari pada terhadap defek enzim per
se. Pembatasan makanan yang mengandung asam amino yang tidak sesuai bisa
memperlambat penyakit ini, tetapi pemberian diet tidak praktis.
Tipe hipoglikemia nonfasting dijumpai pada intoleransi fruktose herediter, suatu
penyakit resesif autosomal yang diturunkan. Stadium akut ditandai dengan nausea dan
muntah. Intoleransi fruktosa khronik ditandai dengan gangguan pertumbuhan, muntah,
ikterus, hepatomegali dengan aminasedemia, dan albuminuria. Penyakit ini akibat dari difisit
fructose-1-phosphate aldolase, menyebabkan penumpukan fructose-1-phosphate dengan
penurunan substrat glukoneogenik. Menghindari diet fruktosa adalah pengobatan pilihan.
Oleh karena penulisan ini ditujukan untuk penanggulangan kedaruratan metabolik dan
endokrin, pertimbangan mendalam mengenai penegakan diagnostik dari berbagai tipe
hipoglikemia adalah kurang tepat. Terpenting memperoleh informasi historis dari pasien
berkaitan dengan waktu kejadian serangan hipoglikemia. Ini bisa membedakan tipe fasting
dan nonfasting.
Diagnosis insulinoma atau tumor sel pp. Langerhans diduga kuat dengan adanya
peninggian kadar insulin yang tidak sesuai dengan kadar glukosa darah. Kebanyakan pasien
dengan tumor yang menghasilkan insulin menunjukkan kadar glukosa darah dibawah 45
mg/dl dalam 14 jam, dan dibawah 35 mg/dl dalam 24 jam. Bila tidak dijumpai hipoglikemia
dalam interval waktu ini, masa berpuasa dilanjutkan menjadi 70 jam. Tanda klinik
hipoglikemia akan muncul, dan glukosa plasma menurun dibawah 35 mg/dl pada pasien
dengan tumor yang menghasilkan insulin. Pasien dengan insulinoma bisa menunjukkan
sedikit peningkatan glukosa plasma setelah periode latihan jasmani. Pengambilan plasma
untuk pemeriksaan glukosa pada semua interval waktu, digunakan juga untuk pemerikssaan
insulin imunoreaktif. Contoh plasma yang menunjukkan penurunan kadar glukosa darah
diperiksa untuk insulin imunoreaktif. Kemungkin ada ketidak-sesuaian kadar insulin dengan
kadar glukosa. Beberapa penulis memakai rasio insulin/glukosa pada evaluasi ini. Rasio
Insulin (sebagai U/ml) terhadap glukosa (sebagai mg/dl) (rasio I/G) ini pada orang normal
sekitar 0,3; pada pasien dengan hiperinsulinemia yang tidak sesuai kemungkinan lebih tinggi.
Rasio insulin/glukosa dihitung sebagai berikut :
Tes lain untuk menentukan sekresi insulin autonom melibatkan penetuan jumlah connecting
peptide (C-peptida) dalam plasma setelah menginduksi hipoglikemia dengan insulin eksogen.
Kegagalan menekan peningkatan kadar C-peptida pada hipoglikemia yang diinduksi
merupakan bukti adanya produksi insulin autonom.
Kadar proinsulin plasma juga digunakan pada diagnosis tumor sel Langerhans. Fajans dan
Floyd melaporkan bahwa komponen proinsulin meningkat pada 85 % pasien dan ada
kelebihan 25 % insulin imunoreaktif total puasa.
Prosedur untuk membangkitkan sekresi insulin berlebihan kadang-kadang perlu untuk
memastikan diagnosis hipoglikemia. Pada tes tantangan tolbutamid, pasien puasa diberikan 1
gram sodium tolbutamid intravena. Darah diambil untuk kadar glukosa dan insulin plasma
pada jam 0, 10, 30, 60, 120, dan 180 menit setelah infus. Keputusan untuk menentukan kadar
insulin plasma akan bergantung pada apakah ada atau tidak penurunan kadar glukosa yang
bermakna. Penurunan glukosa darah yang jelas pada 30 menit setelah pemberian tolbutamid,
tanpa kembali ke kadar normoglikemik selama tes berlangsung, dijumpai pada pasien dengan
tumor yang menghasilkan insulin. Kadar insulin plasma meningkat. Plasma insulin mencapai
kadar maksimal 100 U/ml pada 10-30 menit pada orang normal, kemudian menurun. Pada
pasien dengan insulinoma, sering dijumpai nilai berkisar 150 – 500 U/ml. Modifikasi tes
tolbutamid intravena adalah penggunaan tolbutamid (2 g) yang diberikan peroral dengan 2 g
bikarbonat natrium.
Tes glukagon mungkin lebih aman dari tantangan dengan tolbutamid oleh karena ia
menghindari kemungkinan induksi hipoglikemia berat. Kadar insulin plasma secara bermakna
meningkat pada orang normal yang menerima 1 mg glukagon intramuskular (mis. kadar
mencapai 200 U/ml pada 5-10 menit), tetapi nilai yang dicapai pasien dengan insulinoma
lebih besar. Tes glukagon dan tolbutamid lebih berguna dari pada tantangan leusin dalam
menegakkan diagnosis insulinoma.
Tes toleransi glukosa tidak berguna pada diagnosis banding fasting hypoglycemia,
tetapi amat membantu dalam membedakan beberapa tipe nonfasting (reactive) hypoglycemia.
Pada penanggulangan kedaruratan seperti diutarakan diatas, pendekatan terbaik adalah
memberikan glukosa intravena. Pada beberapa kasus pemberian glukagon intramuskular
membantu jika tersedia glikogen cadangan.
Untuk orang dengan diabetes, glukosa darah di bawah 70 mg/dL adalah hipoglikemia
DAFTAR PUSTAKA