Anda di halaman 1dari 31

PORTOFOLIO

Koma Hipoglikemia

Disusun sebagai syarat kelengkapan program dokter internship oleh :

dr. Via Yulia Ardini

Pendamping :

dr. H.M Taufik. Sp.Pd


dr. Rizka Oktavia
dr.Alberti Shintya Sari

RSU Wonolangan
Kabupaten Probolinggo
Provinsi Jawa Timur
2017
PORTOFOLIO MEDIS

Nama Peserta dr. Via Yulia Ardini


Nama Wahana RSU Wonolangan, Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa Timur
Topik Koma Hipoglikemia
Tanggal (kasus) 6 Oktober 2017
Nama Pasien Ny.S No. RM 16019338
Tgl Presentasi Pendamping dr. Rizka Oktavia
Tempat
RSU Wonolangan, Kabupaten Probolinggo
Presntasi
OBYEKTIF PRESENTASI
o Keilmuan o Keterampilan o Penyegaran o Tinjauan Pustaka
o Diagnostik o Manajemen o Masalah o Istimewa
o Neonatus o Bayi o Anak o Remaja o Dewasa o Lansia o Bumil
o Deskripsi :

Keluarga pasien mengatakan pasien tidak sadar sejak setengah jam sebelum masuk rumah sakit.
Keluarga pasien mengatakan pasien tidur mengrok dan tidak bisa di bangunkan . pasien sariawan tidak
mau makan namun minum sejak 3 hari yang lalu. Pasien setiap hari konsumsi obat kencing manis dan
obat jantung. Pasien memiliki riwayat sakit Kencing manis dan sakit darah tinggi.
o Tujuan :
Melakukan tatalaksana awal kasus dan tatalaksana lanjutan sesuai dengan kriteria diagnosis yang
ditegakkan
Bahan o Tinjauan
o Riset o Kasus o Audit
Bahasan: Pustaka
Cara
o Diskusi o Presentasi Kasus o Email o Pos
Membahas:
DATA UTAMA UNTUK BAHAN DISKUSI
1. Diagnosis :
Koma Hipoglikemia
2. Gambaran klinis
Keluhan Utama
Pasien tidak sadar
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluarga pasien mengatakan pasien tidak sadar sejak setengah jam sebelum di bawa ke rumah sakit.
Keluarga pasien mengatakan pasien tidur mengorok dan tidak bisa di bangunkan. Selama tiga
haripasien tidak mau makan dan minum namun masi mengkonsumsi obat jantung san obat kencing
manis secara rutin. Pasien sariawan sejak 4 hari yang lalu, sehingga tidak mau makan. Keluarga
pasien menyangkal adanya keluah muntah dan keluhan nyeri kepala sbelum pasien tidak sadar.
Keluarga pasien menyangkal pasien sebelumnya terjatuh atau kepala terbentur.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya pernah mengalami keluhan serupa, pasien memiliki riwayat darah tinggi dan
kencing manis
4. Riwayat pengobatan
Pasien konsumsi obat rutin dari dokter spesialis jantung dan konsumsi obat glibenclamide untuk
kencing manisnya
5. Riwayat keluarga
Tidak ada keluarga yang memilki keluhan serupa dengan pasien
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Pendidikan pasien adalah SD, sehari-hari pasien bekerja sebagai ibu rumah tanggal. Pasien tinggal
bersama anak menantu dan cucunya saat ini, biaya hidup pasien ditanggung oleh putrinya.

7. Kondisi lingkungan sosial dan fisik


Tinggal di lingkungan yang cukup bersih. Pasien tinggal di sebuah rumah yang terdiri dari 4 kamar
dan 1 kamar mandi. Rumah beratapkan genteng, beralaskan keramik dan tembok dari batu bata. Air
minum sehari-hari yang berasal dari sumur selalu dimasak hingga mendidih sebelum dikonsumsi.
Pasien mempunyai kamar mandi dan WC.
Daftar Pustaka
1. Harrison`s. Principles of Internal Medicine. 17thEdition. United State of America. 2008
2. Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
3. Sudoyo, A, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Internal Publishing
4. http://www.drugs.com/cg/non-diabetic-hypoglycemia.html
5. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3388042/
6. www.nlm.nih.gov/medlineplus/tutorials/hypoglycemia/db099105.pdf

Hasil Pembelajaran :
1. Memahami alur diagnosis, klasifikasi, terapi awal, dan terapi lanjutan Koma Hipoglikemia

Rangkuman Hasil Pembelajaran


1. Identitas
Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Usia : 67 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat :Dusun Grogol Rt1, Rw 1, Kali salam, Dringu, Probolinggo
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SD
No. RM : 16019338
Tanggal MRS : 6 Oktober 2017

Identitas Keponakan Pasien


Anak
Nama : Ny. S
Usia : 38 tahun
Pekerjaan :Wiraswasta
Pendidikan terakhir : SMA
Penghasilan : 2.000.000
2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara heteroanamnesa kepada anak pasien .
Keluhan Utama
Pasien tidak sadar
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluarga pasien mengatakan pasien tidak sadar sejak setengah jam sebelum di
bawa ke rumah sakit. Keluarga pasien mengatakan pasien tidur mengorok dan tidak bisa
di bangunkan. Selama tiga haripasien tidak mau makan dan minum namun masi
mengkonsumsi obat jantung san obat kencing manis secara rutin. Pasien sariawan sejak 4
hari yang lalu, sehingga tidak mau makan. Keluarga pasien menyangkal adanya keluah
muntah dan keluhan nyeri kepala sbelum pasien tidak sadar. Keluarga pasien menyangkal
pasien sebelumnya terjatuh atau kepala terbentur.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya pernah mengalami keluhan serupa, pasien memiliki riwayat darah
tinggi dan kencing manis
Riwayat Pengobatan
Obat dari dokter spesialis jantung tidak tau namanya
Obat kencing manis glibenclamide
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang memilki keluhan serupa dengan pasien
Riwayat Sosial Ekonomi
Pendidikan pasien adalah SD, sehari-hari pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Pasien tinggal bersama anak menantu dan cucunya saat ini, biaya hidup pasien
ditanggung oleh putrinya.
Kondisi lingkungan sosial dan fisik
Tinggal di lingkungan yang cukup bersih. Tinggal di lingkungan yang cukup bersih.
Pasien tinggal di sebuah rumah yang terdiri dari 4 kamar dan 1 kamar mandi. Rumah
beratapkan genteng, beralaskan keramik dan tembok dari batu bata. Air minum sehari-
hari yang berasal dari sumur selalu dimasak hingga mendidih sebelum dikonsumsi.
Pasien mempunyai kamar mandi dan WC.
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum Kesadaran: compos mentis / 456
Tanda-tanda vital GCS: 111
Tekanan darah : 140/80mmHg
Nadi : 88 x/menit,regular,kuat
RR : 20x/menit SpO2 : 98%
Temp. axilla : 37°C
Kepala Rambut : Hitam, tipis
Wajah : Simetris, dismorfik (-)
Mata: anemis (-), ikterik (-), edema (-), sianosis (-),
mata cowong (-),pupil bulat isokor (3mm/3mm), reflex cahaya (+/+)
Telinga:bentuk dan ukuran normal, sekret (-)
Hidung: sekret (-),mimisan (-)
Mulut: mukosa kering (-), gigi normal, lidah normal
Pemeriksaan Neurologis : kaku kuduk (-)
Leher Inspeksi: simetris, edema (-), massa (-)
Palpasi: pembesaran kelenjar limfe (-), trakea di tengah,
Faring : hiperemi (-)
Inspeksi : Bentuk dada kesan normal dan simetris, Gerakan dinding
Thorax dada kiri-kanan simetris, retraksi (-), deformitas (-), jaringan parut (-)
Jantung:
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V MCL sinistra
Auskultasi : Denyut jantung 80x/menit, S1S2 tunggal reguler,murmur (-)
Paru-paru :
Inspeksi: Gerakan dinding dada simetris, retraksi (-)
Palpasi: Gerakan dinding dada kanan-kiri saat bernafas simetris
Perkusi : Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Auskulasi : Laju pernafasan 20x/menit, regular
vesikular vesicular Rhonki - - Wheezing - -
vesikular vesikular - - - -
vesikular vesikular - - - -
Abdomen Inspeksi : Jaringan parut (-), dilatasi vena (-),massa (-), herniasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Meteorismus (-), Shifting dullness (–)
Palpasi : Soefl, nyeri tekan SDE, Hepar tidak teraba besar, lien tidak
teraba besar

Ekstremitas Pemeriksaan Atas Bawah


Ekstremitas Kanan Kiri Kanan Kiri
Akral Hangat Hangat Hangat Hangat

Anemis – - – –

Ikterik – – – –

Edema – – – +

Sianosis – – – –

Ptekie – – – –
4. Pemeriksaan Penunjang
DL,GDA,BUN,Creatinin,SGOT,SGPT,
Hasil laboratorium
Hasil Lab DL,GDA,BUN,Creatinin,SGOT,SGPT tanggal 7-09-2017
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NORMAL

Hemoglobin 11.5 g/Dl 10.7 – 13.1

Leukosit 20.000 10^3/ul 6.00 – 17.50

Eritrosit 4.20 10^6/ul 3.60 – 5.20

PCV 30.8 % 34.0 – 50.0

MCV 72.5 Fl 81.0 – 109.0

MCH 26.7 Pg 26.0 – 38.0

MCHC 36.5 g/l 26.0 – 37.0

EETrombosit 230.000 10^3/ul 217 – 497

Eritrosit 4.19 10^6/ul 3.60 – 5.20

KIMIA DARAH

Glukosa Sewaktu 24 Mg/dl <200

BUN 20,6 Mg/dl 10.0-20.0

Kreatinin Darah 1.12 Mg/dl 0.60-1.3

SGOT 20 U/L < 50

SGPT 37 U/L < 50

5. Daftar Permasalahan
a) Penurunan kesadaran
6. Diagnosis Banding
a) Koma hipoglikemia
b) CVA
7. Diagnosis Akhir
Koma hipoglikemia+DM stage 2+Candidiasis oris
8. Terapi

inf d 10% 1000 cc/8 jam

inf d 40% 2 flash sampai GDA diata 100 mg/dl

inj ceftriaxone 2x1

inj ranitidin 2x1

inj mecobalamin 2cx1

po: amlodipin 10 mg 1-0-0

kandistatin drop 3x1cc

9. Planning Monitoring
Observasi TTV
10. Rencana Edukasi
 Menjelaskan mengenai Koma hipoglikemia secara umum (penyebab, patomekanisme,
pencegahannya, dan komplikasi yang bisa terjadi)
 Menjelaskan mengenai rencana pemeriksaan (pemeriksaan fisik maupun laboratoris)
yang digunakan untuk mendiagnnosa penyakit pasien
 Menjelaskan mengenai rencana terapi, fungsi obat-obatan yang digunakan.

11. Follow up
Tanggal Tempat Perkembangan Pasien Terapi
6-10-2017 Tulip S : Pasien tidak sadar inf d 10% 1000 cc/8 jam

inf d 40% 2 flash sampai GDA


O : diatas 100 mg/dl
KU : lemah
inj ceftriaxone 2x1
Kes: koma
inj ranitidin 2x1
TD : 200/100
N : 88x/m, regular,kuat, inj mecobalamin 2cx1
RR : 20x/m
po: amlodipin 10 mg 1-0-0
Tax : 37,0 oC,
SpO2 : 98 % kandistatin drop 3x1cc
Tho : Rh -/-
Abd : Bising usus + normal
Nyeri tekan:SDE
Planning monitoring :
Eks : Akral Hangat, Kering,
DL
Merah
SGOT
GDA:24 mg/dl
SGPT
BUN
A: koma hipoglikemia+ HT
Creatinnin
stage 2+candidiasis oris
GDA

7-10-2017 Tulip S : Pasien masih belum sadar inf d 10% 1000 cc/8 jam
(+),
inf d 40 % sampai GDA > 100
O : Mg/dl
KU : lemah
inj ceftriaxone 2x1
Kes: koma
inj ranitidin 2x1
TD : 140/90 mmhg
N : 80x/m, regular,kuat, inj mecobalamin 2x1
RR : 18x/m
Inj citicolin 2x1
Tax : 37,3 oC,
SpO2 : 98 % po: amlodipin 10 mg 1-0-0

Tho : Rh -/- kandistatin drop 3x1cc


Abd : Bising usus + normal
Nyeri tekan:epigastrium SDE
Eks : Akral Hangat, Kering,
Merah.
GDA 40 mg/dl
A: Koma hipoglikemia+HT
stage 1+ candidiasis oris
8-10-2017 Teratai S : pasien sudah sadar(+), inf d 10% 1000 cc/8 jam
badan lemas (+)
inf d 40 % sampai GDA > 100
Mg/dl (STOP)
O :
KU : cukup inj ceftriaxone 2x1
Kes: compos mentis
inj ranitidin 2x1
TD : 140/80 MmHg
inj mecobalamin 2x1
N : 84x/m, regular,kuat,
RR : 18x/m Inj citicolin 2x1
Tax : 37,0 oC,
po: amlodipin 10 mg 1-0-0
SpO2 : 98 %
kandistatin drop 3x1cc
Tho : Rh -/-
Abd : Bising usus + normal
Nyeri tekan:epigastrium (+)
Eks : Akral Hangat, Kering,
Merah
A: hipoglikemia +HT stage 1+
candidiasis oris
9-10-2017 Tulip S : Pasien mau makan dan KRS
munum (+)
Po: Amlodipin 10 mg 1-0-0

kandistatin drop 3x1cc


O :
KU : cukup KIE keluarga pasien cara
konsumsi obat DM
Kes: CM
TD : 140/90
N : 88x/m, regular,kuat,
RR : 20x/m
Tax : 36,5 oC,
SpO2 : 98 %
Tho : Rh -/-
Abd : Bising usus + normal
Nyeri tekan:SDE
Eks : Akral Hangat, Kering,
Merah

A: hipoglikemia+ HT stage 1+
candidiasis oris
PEMBAHASAN HIPOGLIKEMI

1. Definisi

Hipoglikemia (Hypoglycemia), merupakan suatu keadaan dimana kadar glukosa/gula


darah rendah atau berada di bawah level normal. Glukosa, yang merupakan sumber energi
penting bagi tubuh utamanya berasal dari makanan dan karbohidrat. Nasi, kentang, roti, susu,
buah-buahan dan permen adalah beberapa dari sekian banyak makanan yang kaya akan
karbohidrat.

Setelah makan, glukosa akan diserap ke dalam aliran darah untuk selanjutnya dibawa
ke sel-sel tubuh. Insulin, hormon yang diproduksi oleh pankreas, akan membantu sel
mengubah glukosa menjadi energi. Jika pada suatu waktu Anda mengonsumsi glukosa
melebihi jumlah yang dibutuhkan tubuh, maka tubuh akan menyimpan glukosa yang berlebih
tersebut di dalam hati dan otot dalam bentuk yang disebut sebagai glikogen. Tubuh akan
menggunakan glikogen untuk energi ketika dibutuhkan, misalnya di antara waktu makan.
Glukosa yang berlebih juga dapat diubah menjadi lemak dan disimpan di dalam sel lemak.
Lemak juga bisa digunakan untuk energi.

Ketika kadar gula dalam darah mulai turun, hormon lain yang diproduksi oleh
pankreas yaitu glukagon akan memecah glikogen dan melepaskan glukosa ke dalam aliran
darah untuk menormalkan kembali kadar gula dalam darah. Pada sebagian orang dengan
diabetes, respon glukagon terhadap hipoglikemia terganggu dan hormon-hormon lain seperi
epinefrin (juga disebut adrenalin) dapat meningkatkan kadar glukosa dalam darah. Tapi
penderita diabetes yang dirawat dengan suntikan insulin, anti diabetes yang meningkatkan
produksi insulin, kadar glukosa darah tidak dapat kembali ke level normal dengan cepat.

Hipoglikemia dapat terjadi secara tiba-tiba. Biasanya bersifat ringan, tidak


membahayakan dan bisa ditangani dengan cepat dan mudah hanya dengan makan atau minum
makanan yang kaya akan glukosa. Namun jika tidak ditangani, hipoglikemia bisa memburuk
dan menyebabkan penderitanya mengalami perasaan bingung, canggung, hingga pingsan.
Bahkan hipoglikemia berat dapat menyebabkan kejang, koma dan bahkan kematian.

Pada orang dewasa dan anak-anak diatas usia 10 tahun, hipoglikemia sebenarnya
jarang terjadi kecuali sebagai akibat efek samping dari pengobatan diabetes. Di luar itu,
hipoglikemia juga bisa terjadi karena penggunaan obat lain, kekurangan hormon atau enzim,
atau karena adanya kondisi kesehatan lain seperti tumor.
2. Epidemiologi

Karena definisi yang digunakan berbeda perbandingan kekerapan kejadian


hipoglikemia dari berbagai studi harus dilakukan dengan hati-hati. Sangat bermanfaat untuk
mencatat kekerapan kejadian hipoglikemia agar pengaruh berbagai regimen terapi terhadap
timbulnya hipoglikemia dan ciri-ciri klinik yang menyebabkan pasien beresiko dapat
dibandingkan. Dalam The Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) yang
dilaksanakan pada pasien diabetes tipe 1, kejadian hipoglikemia berat tercatat pada 60
pasien/tahun pada kelompok yang mendapat terapi insulin intensif dibandingkan dengan 20
pasien/tahun pada pasien yang mendapat terapi konvensional. Sebaliknya dengan kriteria
yang berbeda kelompok the Dusseldorf mendapat kejadian hipoglikemia yang berat
didapatkan pada 28 dengan terapi insulin intensif dan 17 dengan terapi konvensional.1

Walaupun tidak menyenangkan, hipoglikemia yang ringan seringkali hanya dianggap sebagai
konsekuensi terapi menurunkan glukosa yang tidak dapat dihindari. Walaupun demikian,
hipoglikemia ringan tidak boleh diabaikan karena potensial dapat diikuti kejadian
hipoglikemia yang lebih berat

3. Klasifikasi Hipoglikemia

Hipoglikemia akut menunjukkan gejala Triad Whipple. Triad Whipple meliputi:

1. Keluhan adanya kadar glukosa darah plasma yang rendah. Gejala otonom seperti
berkeringat, jantung berdebar-debar, tremor, lapar.
2. Kadar glukosa darah yang rendah (<3 mmol/L). Gejala neuroglikopenik seperti
bingung, mengantuk, sulit berbicara, inkoordinasi, perilaku berbeda, gangguan visual,
parestesi, mual sakit kepala.
3. Hilangnya dengan cepat keluhan sesudah kelainan biokimia dikoreksi.

Hipoglikemia juga dapat dibedakan menjadi:

1. True hipoglikemi, ditandai dengan kadar glukosa darah sewaktu < 60 mg/dl
2. Koma hipoglikemi, ditandai dengan kadar glukosa darah sewaktu < 30 mg/dl
3. Reaksi hipoglikemi, yaitu bila kadar glukosa darah sebelumnya naik, kemudian diberi
obat hipoglikemi dan muncul tanda-tanda hipoglikemia namun kadar glukosa darah
normal.
4. Reaktif hipoglikemi, timbul tanda-tanda hipoglikemi 3-5 jam sesudah makan.
Biasanya merupakan tanda prediabetik atau terjadi pada anggota keluarga yang
terkena diabetes melitus.

4. Gejala Hipoglikemia

Faktor utama mengapa hipoglikemia menjadi penting dalam pengelolaan diabetes


adalah ketergantungan jaringan saraf terhadap asupan glukosa yang terus menerus. Gangguan
asupan glukosa yang berlangsung beberapa menit menyebabkan gangguan system saraf pusat,
dengan gejala gangguan kognisi, bingung, dan koma. Seperti jaringan yang lain, jaringan
saraf dapat memanfaatkan sumber energy alternative, yaitu keton dan laktat. Pada
hipoglikemia yang disebabkan oleh insulin, konsentrasi keton di plasma tertekan dan mungkin
tidak mencapai kadar yang cukup di SSP, sehingga tidak dapat dipakai sebagai sumber energy
alternative.1

Pada individu yang mengalami hipoglikemia, respon fisiologi terhadap glukosa darah
tidak hanya membatasi makin parahnya metabolisme glukosa, tetapi juga menghasilkan
berbagai keluhan dan gejala yang khas. Petugas kesehatan, pasien dan keluarganya belajar
mengenai keluhan dan gejala tersebut sebagai episode hipoglikemia dan dapat segera
melakukan tindakan-tindakan koreksi dengan memberikan glukosa oral atau bentuk
karbohidrat “refined” yang lain. Kemampuan mengenali gejala awal sangat penting bagi
pasien diabetes yang mendapat terapi insulin yang ingin mencapai dan mempertahankan kadar
glukosa darah normal atau mendekati normal. Terdapat keluhan yang menonjol diantara
pasien maupun pada pasien itu sendiri pada waktu yang berbeda. Walaupun demikian pada
umumnya keluhan biasanya timbul dalam pola tertentu, sesuai komponen fisiologis dan
respon fisiologis yang berbeda.1

Tabel 3. Keluhan dan gejala hipoglikemia akutyang sering dijumpai pada pasien diabetes.1.3

Otonomik Neuroglikopenik Malaise

Berkeringat Bingung Mual


Jantung berdebar Mengantuk Sakit kepala

Tremor Sulit berbicara

Lapar Inkoordinasi

Perilaku yang berbeda

Gangguan visual

Parestesi

Pada pasien diabetes yang masih relative baru, keluhan dan gejala yang terkait dengan
system saraf otonomik seperti palpitasi, tremor, atau berkeringat yang lebih menonjol dan
biasanya mendahului keluhan dan gejala disfungsi serebral yang disebabkan oleh
neuroglikopeni, seperti gangguan konsentrasi atau koma. Sakit kepala dan mual mungkin
bukan merupakan keluhan malaise yang khas. Pada pasien diabetes yang lama intensitas
keluhan otonomik cenderung berkurang atau menghilang. Hal tersebut menunjukkan
kegagalan yang progresif aktivasi system saraf otonomik. 1

Gambar 1. Patofisiologi hipoglikemia.5


Pengenalan hipoglikemia

Respon pertama pada saat kadar glukosa turun di bawah normal adalah peningkatan akut
sekresi hormone caunter-regulatory (glukosa dan epinefrin): batas glukosa tersebut adalah
65-68 mg% (3,6-3,8 mmol/L). Lepasnya epinefrin menunjukkan aktivasi system
simpatoadrenal. Bila kadar glukosa tetap turun sampai 3,2 mmol/L, gejala aktivasi otonomik
mulai tampak. Fungsi kognisi, yang diukur dengan kecepatan reaksi dan berbagai fungsi
psikomotor yang lain, mulai terganggu pada kadar glukosa 3 mmol/L, pada individu yang
masih mempunyai kesiagaan (awareness) hipoglikemia, aktivasi system simpatoadrenal
terjadi sebelum disfungsi serebral yang bermakna timbul pasien-pasien tersebut tetap sadar
yang mempunyai kemampuan kognitif yang cukup untuk melakukan tindakan koreksi yang
diperlukan.1

Gambar 2. Koma hipoglikemia.3


Hipoglikemi Yang Tidak Disadari (UNAWARENESS)

1. Kegagalan respon proteksi fisiologis dan timbulnya hipoglikemia yang tidak disadari.
Walaupun dengan derajat yang berbeda-beda, hampir semua pasien diabetes yang
mendapat terapi insulin mengalami gangguan pada mekanisme proteksi terhadap
hipoglikemia yang berat. Pada pasien DMT 2 gangguan tersebut umumnya ringan.1
Pada diagnose DM dibuat, respon glukosa terhadap hipoglikemia umumnya normal.
Pada pasien DMT 1 mulai turun sesudah menderita diabetes 1-2 tahun dan sesudah 5 tahun
hampir semua pasien mengalami gangguan atau kehilangan respon. Penyebabnya sampai saat
ini belum diketahui pasti tetapi tampaknya tidak berkaitan dengan neuropati otonomik atau
kendali glukosa darah yang ketat. Sel alfa secara selektif gagal mendeteksi adanya
hipoglikemia dan tidak dapat menggunakan hipoglikemia sebagai rangsangan untuk
mensekresi glukagon, walaupun sekresi yang glukagon masih dapat dirangsang oleh
perangsang lain seperti alanin. Hipotesis yang paling meyakinkan adalah gangguan tersebut
timbul akibat terputusnya paracrine-insulin cross-talk didalam islet cell, akibat produksi
insulin endogen yang turun.1
Pada diabetes yang sudah lama sering dijumpai respon simpatoadrenal yang berkurang
walaupun dengan tingkat gangguan yang bervariasi. Respon epinefrin terhadap rangsangan
yang lain, seperti latihan jasmani tampaknya normal. Seperti pada gangguan respon glukagon,
kelainan tersebut merupakan kegagalan mengenal hipoglikemia yang selektif.1
Pasien diabetes dengan respon glukagon dan epinefrin yang berkurang paling rentan
terhadap hipoglikemia. Hal tersebut terkait dengan hipoglikemia yang tidak disadari karena
hilangnya glucose counter regulation dan gangguan respon simpatoadrenal.1
2. Hipoglikemia yang tidak disadari
Merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien diabetes yang mendapat terapi
insulin. Segi epidemiologis melaporkan sekitar 25% pasien DMT 1 mengalami kesulitan
mengenal hipoglikemia yang menetap atau berselang seling. Kemampuan mengenal
hipoglikemia mungkin tidak absolute dan keadaan hipoglikemia unawareness yang parsial
juga dijumpai. Dari sekitar 25% pasien yang sebelumnya menyatakan dirinya tidak
mengalami hipoglikemia unawareness ternyata waktu menjalani tes gagal mengenal
hipoglikemia. Bila didapatkan hipoglikemia yang tidak didasari kemungkinan pasien
mengalami episode hipoglikemia yang berat 6-7 kali lipat, peningkatan tersebut juga terjadi
pada terapi standar. Pada pasien-pasien tersebut selayaknya tidak diberikan terapi yang
intensif, tidak diizinkan untuk memiliki izin mengemudi dan juga tidak diperkenankan untuk
menjalankan pekerjaan-pekerjaan tertentu. Keluarga pasien selayaknya juga diberikan tentang
kemungkinan terjadinya hipoglikemia yang berat dan cara penanggulangannya. Berbagai
keadaan klinis yang terkait dengan hipoglikemia yang tidak disadari dapat dilihat dalam tabel
4.1
Tabel 4. Keadaan klinis yang terkait dengan hipoglikemia yang tidak disadari (Heller,
2003)
Keadaan klinis Kemungkinan mekanisme
Diabetes yang lama  Tidak diketahui
 Hipoglikemia yang berulang
merusak neuron glukosensitif
Kendali metabolic yang ketat  Regurgitasi transport glukosa
neuronal yang meningkat
 Peningkatan kortisol dengan akibat
gangguan jalur utama transmisi
neuron
Alcohol  Penekanan respon otonomi respon
 Gangguan kognisi
Episode nocturnal  Tidur menyebabkan gejala awal
hipoglikemia tidak diketahui
 Posisi berbaring mengurangi respon
simpatoadrenal
 Kemampuan abstrak belum cukup
Usia muda (anak)
 Perubahan perilaku
 Gangguan kognisi
Usia lanjut
 Respon otonomik berkurang
 Sensitivitas adrenergic berkurang

3. Alkohol
Pasien dan kerabatnya harus diberi informasi tentang potensi bahayanya alkohol.
Alkohol meningkatkan kerentanan tehadap hipoglikemia awareness. Episode hipoglikemia
sesudah meminum alkohol mungkin lebih lama dan berat dan mungkin karena dianggap
mabuk hipoglikemia tidak dikenali oleh pasien atau kerabatnya.1
4. Usia muda dan usia lanjut
Pasien diabetes anak, remaja dan usia lanjut rentan terhadap hipoglikemia. Anak
umumnya tidak mengenal atau melaporkan keluhan hipoglikemia dan kebiasaan yang kurang
teratur serta aktivitas jasmani yang sulit diramalkan menyebabkan hipoglikemia menjadi
masalah yang besar bagi anak. Otak yang sedang tumbuh sangat rentan terhadap
hipoglikemia. Episode hipoglikemia yang berulang terutama yang disertai kejang dapat
mengganggu kemampuan intelektual anak di kemudian hari.1
Keluhan hipoglikemia pada usia lanjut sering tidak diketahui, dan mungkin dianggap
sebagai keluhan-keluhan pusing atau serangan iskemia yang sementara. Hipoglikemia akibat
sulfonilurea tidak jarang, terutama sulfonilurea yang bekerja lama seperti glibenklamide. Pada
usia lanjut respon otonomik cenderung turun dan sensitifitas perifer epinefrin juga berkurang.
Pada otak yang menua gangguan kognitif mungkin terjadi pada hipoglikemia yang ringan.1
Pada anak dan usia lanjut sasaran kendali glikemia sebaiknya tidak terlalu ketat dan oleh
sebab itu dosis insulin perlu disesuaikan. Lebih lanjut disarankan agar sulfonilurea yang
bekerja lama tidak digunakan pada pasien DMT 2yang berusia lanjut.1
Obat penghambat β (β-blocking agent) yang tidak selektif sebaiknya tidak digunakan
karena menghambat lepasnya glukosa hati yang dimediasi oleh reseptor β2, penghambat β
yang selektif dapat digunakan dengan aman.1

5. Etiologi dan faktor predisposisi

Etiologi hipoglikemia antara lain:

1. Hipoglikemia pada DM stadium dini.


2. Hipoglikemia dalam rangka pengobatan DM
a. Penggunaan insulin
b. Penggunaan sulfonilurea
3. Hipoglikemia yang tidak berkaitan dengan DM
a. Hiperinsulinisme alimenter pasca gastrektomi
b. Insulinoma
c. Penyakit hati berat
d. Tumor ekstrapankreatik: fibrosarkoma, karsinoma ginjal
e. Hipopituitarisme
Faktor predisposisi terjadi hipoglikemia

1. Kadar insulin berlebihan


a. Dosis yang berlebihan
b. Peningkatan bioavailabilitas insulin: absorpsi cepat oleh karena latihan
jasmani, penyuntikan insulin di perut, perubahan ke human insulin, penurunan
clearance insulin
2. Peningkatan sensitivitas insulin
a. Penyakit Addison, hipopituarisme
b. Penurunan berat badan
c. Latihan jasmani, post partum
3. Asupan karbohidrat berkurang
a. Makan tertunda, porsi makan kurang
b. Anorexia nervosa
c. Muntah, gastroparesis
4. Lain-lain
Alkohol, obat-obatan yang meningkatkan kerja sulfonilurea

6. Terapi Hipoglikemia Diabetik

1. Glukosa oral
Setelah dignosa hipoglikemi ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa darah kapiler,
berikan 10-20 gram glukosa oral. Dapat berupa roti, pisang atau karbohidrat kompleks
lainnya. Pada penderita yang sulit menelan dapat diberikan madu atau gel glukosa
pada mukosa mulut.
2. Glukosa intravena
Pada pasien koma hipoglikemi diberikan injeksi glukosa 40% intravena 25 mL yang
diencerkan 2 kali

Injeksi glukosa 40% intravena 25 mL


1 flash Bila kadar glukosa 60-90 mg/dL 1 flash dapat meningkatkan kadar
2 flash Bila kadar glukosa 30-60 mg/dL glukosa 25-50 mg/dL.
3 flash Bila kadar glukosa < 30 mg/dL Kadar glukosa yang diinginkan >
120 mg/dL
3. Bila belum sadar, dilanjutkan infus maltosa 10% atau glukosa 10% kemudian diulang
25 cc glukosa 40% sampai penderita sadar.
4. Injeksi metil prednisolon 62,5 – 125 mg intravena dan dapat diulang. Dapat
dikombinasi dengan injeksi fenitoin 3 x 100 mg intravena atau fenitoin oral 3 x 100
mg sebelum makan.
5. Injeksi efedrin 25 -50 mg (bila tidak ada kontra indikasi) atau injeksi glukagon 1 mg
intramuskular. Kecepatan kerja glukagon sama dengan pemberian glukosa intravena.
Bila penderita sudah sadar dengan pemberian glukagon, berikan 20 gram glukosa oral
dan dilanjutkan dengan 40 gram karbohidrat dalam bentuk tepung untuk
mempertahankan pemulihan.
6. Bila koma hipoglikemia terjadi pada pasien yang mendapat sulfonilurea sebaiknya
pasien tersebut dirawat di rumah sakit, karena ada risiko jatuh koma lagi setelah
suntikan dekstrosa. Pemberian dekstrosa diteruskan dengan infus dekstrosa 10%
selama ± 3 hari. Monitor glukosa darah setiap 3-6 jam sekali dan kadarnya
dipertahankan 90-180 mg%. Hipoglikemia karena sulfonilurea ini tidak efektif dengan
pemberian glukagon.

Gambar 1. Algoritma tatalaksana hipoglikemi.


7. Hipoglikemia non diabetikum

Ada dua jenis hipoglikemia yang bisa terjadi pada orang yang tidak menderita diabetes:

 Hipoglikemia reaktif, juga disebut hipoglikemia postprandial, terjadi dalam waktu 4


jam setelah makan.
 Hipoglikemia puasa, juga disebut hipoglikemia postabsortif, sering berhubungan
dengan penyakit yang mendasarinya.
Gejala keduanya mirip dengan hipoglikemia yang berhubungan dengan diabetes. Gejala yang
mungkin terjadi, antara lain: perasaan lapar, berkeringat, sempoyongan, pusing, mengantuk,
kebingungan, kesulitan berbicara, kecemasan dan kelemahan. Untuk mengetahui
penyebabnya, dokter akan melakukan pemeriksaan laboratorium guna mengukur glukosa
darah, insulin dan bahan kimia lain yang berperan dalam penggunaan energi tubuh.

Hipoglikemia reaktif

Diagnosa
Untuk mendiagnosa hipoglikemia reaktif, dapat dilakukan beberapa tahap:

 Menanyakan tanda dan gejalanya.


 Memeriksa kadar glukosa darah saat gejala muncul dengan mengambil sampel darah.
 Memeriksa apakah gejala mereda setelah glukosa darah kembali normal yaitu di 70
mg/dL atau lebih setelah makan atau minum.
Kadar glukosa darah yang dibawah 70 mg/dL pada saat gejala terjadi, dan normal kembali
setelah makan, maka mengkonfirmasikan diagnosis hipoglikemia. Tes toleransi glukosa oral
tidak lagi digunakan untuk mendiagnosis hipoglikemia reaktif karena pemeriksaan ini
dianggap malah memicu gejala hipoglikemik.

Penyebab dan pengobatan

Penyebab sebagian besar kasus hipoglikemia reaktif masih diperdebatkan hingga kini.
Beberapa peneliti menyebutkan bahwa orang-orang tertentu mungkin lebih sensitif terhadap
hormon-hormon normal tubuh seperti epinefrin, yang menyebabkan banyaknya muncul gejala
hipoglikemia. Sedangkan peneliti lainnya menyakini bahwa hipoglikemia reaktif disebabkan
karena minimnya sekresi glukagon. Ada juga beberapa penyebab hipoglikemia reaktif yang
diyakini meskipun jarang terjadi. Operasi lambung atau perut dapat menyebabkan
hipoglikemia reaktif karena terlau cepatnya makanan menuju usus kecil. Kondisi kekurangan
enzim yang langka seperti intoleransi fruktosa juga dapat menyebabkan hipoglikemia reaktif.

Untuk mengatasi hipoglikemia reaktif, sebagian ahli kesehatan menyarankan:

 Makan makanan kecil/ringan setiap 3 jam.


 Aktif secara fisik.
 Makan beragam makanan, seperti daging, unggas, ikan, atau sumber protein nabati,
makanan bertepung seperti roti gandum, beras, dan kentang, buah-buahan, sayuran,
dan produk susu.
 Mengonsumsi makanan tinggi serat.
 Menghindari atau membatasi makanan tinggi gula, terutama saat perut kosong.
Dalam menanganinya, sebagian ahli kesehatan merekomendasikan diet tinggi protein dan
rendah karbohidrat, namun fakta penelitian belum membuktikan efektivitas diet semacam ini
untuk mengatasi hipoglikemia reaktif.

Hipoglikemia puasa

Diagnosis
Hipoglikemia puasa didiagnosis dari sampel darah yang menunjukkan kadar glukosa dalam
darah di bawah 50 mg/dL setelah puasa di waktu malam, diantara waktu makan, atau setelah
melakukan aktivitas fisik.

Penyebab dan pengobatan

Penyebab hipoglikemia puasa bisa dari obat-obatan tertentu, minuman beralkohol, penyakit
kritis, kekurangan hormon, beberapa jenis tumor dan kondisi kesehatan tertentu yang terjadi
sejak bayi dan kanak-kanak.

Obat-obatan

Obat-obatan, termasuk beberapa jenis obat yang digunakan untuk mengobati diabetes,
menjadi penyebab hipoglikemia yang paling umum. Obat lain yang dapat menyebabkan
hipoglikemia, antara lain:

 Salisilat, termasuk aspirin, jika diminum dalam dosis besar


 Obat sulfa, yang digunakan untuk mengobati infeksi bakteri
 Pentamidin, digunakan dalam penanganan pneumonia jenis serius
 Kina, yang digunakan untuk mengobati malaria.
Jika menggunakan obat akan menyebabkan kadar glukosa darah Anda turun, maka dokter
mungkin akan menghentikan, menggantikan atau mengubah dosisnya.

Minuman beralkohol

Minum minuman beralkohol dapat menyebabkan hipoglikemia. Kerusakan tubuh akibat


alkohol akan menyebabkan terganggunya fungsi hati dalam menaikkan kadar glukosa darah.
Hipoglikemia yang disebabkan karena minum alkohol bisa berakibat fatal dan serius.

Penyakit kritis

Beberapa jenis penyakit yang mempengaruhi hati, jantung atau ginjal dapat menyebabkan
hipoglikemia. Sepsis, yang merupakan infeksi berat, dan kelaparan adalah penyebab lain dari
hipoglikemia. Dalam kasus ini, mengobati penyakit atau penyebab lainnya akan mengatasi
hipoglikemia.

Kekurangan hormone

Kekurangan hormon dapat menyebabkan hipoglikemia pada anak-anak kecil, tetapi jarang
terjadi pada orang dewasa. Kekurangan kortisol, hormon pertumbuhan, glukagon, atau
epinefrin dapat menyebabkan hipoglikemia puasa. Pemeriksaan laboratorium terhadap kadar
hormon akan menentukan diagnosis dan pengobatannya. Bila memang itu penyebabnya, maka
mungkin akan dilakukan terapi pengganti hormon.

Tumor

Insulinomas adalah insulin-producing tumor pada pankreas. Insulinomas dapat menyebabkan


hipoglikemia dengan meningkatkan kadar insulin terlalu tinggi dalam kaitannya dengan kadar
glukosa darah. Tumor ini jarang terjadi dan biasanya tidak menyebar ke bagian tubuh lain. Uji
laboratorium dapat menentukan penyebab pastinya. Pengobatan dimulai dari langkah jangka
pendek untuk mengatasi hipoglikemia dan tindakan medis untuk mengangkat tumor.
Kondisi yang terjadi pada masa bayi dan kanak-kanak.

Anak-anak jarang mengalami hipoglikemia. Jika mereka mengalaminya, penyebabnya


mungkin :

 Intoleransi singkat puasa, yang akan mengganggu pola makan yang teratur,
kecenderungan ini biasanya dialami anak usia 10 tahun.
 Hiperinsulinisme, yang merupakan produksi insulin yang berlebih. Kondisi ini dapat
menyebabkan hipoglikemia sementara pada bayi yang baru lahir, yang bisa terjadi
pada bayi dari ibu yang mengidap diabetes. Hiperinsulinisme persistent pada bayi atau
anak-anak adalah ganggguan yang kompleks yang memerlukan evaluasi dan
pengobatan oleh dokter spesialis.
 Defisiensi enzim yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat. Kekurangan-
kekurangan ini dapat mengganggu kemampuan tubuh untuk memproses gula alami,
seperti fruktosa dan galaktosa, glikogen atau metabolit lainnya.
 Kekurangan hormon seperti kurangnya hormon hipofisis atau adrenal.
* Alat pengukur gula darah pribadi tidak bisa digunakan untuk mendiagnosis hipoglikemia
reaktif.

Mekanisme Hipoglikemia dan Rasional Penanggulangan


Mempertahankan kadar glukosa darah dalam rentangan normal 60 – 110 mg/dl
bergantung pada beberapa faktor. Banyak faktor terlibat dalam kontrol homeostatik ini.
Penurunan kadar glukosa darah bisa akibat peningkatan insulin atau insulin-like effect. Efek
insulin terhadap kadar glukosa darah merupakan gambaran dari proses : translokasi glukosa
ke intrasel, fosforilasi glukosa oleh reaksi heksokinase, penggunaan glukosa-6-phosphate,
Embden Meyerhof pathway, hexose monophosphate shunt (pentose phosphate pathway), dan
penggunaan glukosa untuk sintesis glikogen. Penurunan kadar glukosa darah bisa juga akibat
dari penurunan glikogenolisis, suatu proses yang tergantung pada katekolamin dan glukagon,
sama seperti pada penyimpanan glikogen jaringan. Penurunan glukoneogenesis merupakan
mekanisme hipoglikemia utama. Penurunan proses glukoneogenesis bisa akibat dari
ketidakcukupan kortisol (atau glukokortikoid lain), yang merangsang sintesis enzim
glukoneogenik tertentu dan kadar glukagon yang tidak adekwat. Insufisiensi hipofisa anterior
menyebabkan hipoglikemia oleh karena berkurang atau tidak ada hormon pertumbuhan, yang
mempunyai kerja anti-insulin, oleh karena berkurangnya perangsangan adrenokortikotropin
terhadap korteks adrenal. Insufisiensi hormon tiroid menurunkan kadar glukosa oleh karena
menurun absorpsi gastrointestinal pada hipotiroidi.

Insufisiensi ginjal sering menjadi dasar penurunan glukosa darah, terutama pada
pasien diabetes. Renal glukoneogenesis secara bermakna meningkat pada penderita diabetes,
dan ini memberikan kontribusi secara bermakna terhadap kadar glukosa darah. Dengan
muncul insufisiensi ginjal pada pasien-pasien ini, peningkatan komponen glukoneogenesis ini
berkurang atau tidak ada sama sekali. Kebutuhan insulin pada diabetisi dengan insufisiensi
ginjal bisa berkurang. Pasien menjadi lebih sensitif terhadap efek hipoglikemik sulfonilurea.

Meminum alkohol bersama dengan pengurangan asupan makanan atau berpuasa


diikuti dengan penurunan glukoneogenesis oleh karena beberapa faktor yang dibutuhkan pada
pemecahan etanol dialihkan dari proses glukoneogenesis. Pada glikogenolisis I (Gerke’s
disease) terjadi penurunan atau tidak ada phosphatase yang memecah glucose-6-phosphate
menjadi glukosa dan fosfat inorganik. Tipe III (penyakit Cori) dan tipe VI (penyakit Hers)
mengakibatkan penurunan kadar glukosa oleh karena defek pada reaksi fosforilase.
Hipoglikemia ketotik anak-anak diduga disebabkan oleh defisiensi alanin asam amino
glukoneogenik. Hipoglikemia sensitif leusin disebabkan oleh pelepasan insulin berlebihan
oleh perangsangan leusin. Hipoglikemia sementara pada bayi dari ibu diabetes dijumpai bila
ibu diabetes tidak terkontrol baik. Ibu hiperglikemia menyebabkan hiperglikemia pada
kompartmen janin, yang menyebabkan hiperplasia sel- pada pankreas janin. Setelah lahir,
atau setelah bayi keluar dari milieu ibu, pelepasan insulin dari sel- hiperplastik ini
menyebabkan hipoglikemia sementara. Hipoglikemia sehubungan dengan eritroblastosis
fetalis dianggap berasal dari peningkatan sekresi insulin sel- yang disebabkan oleh
kekurangan insulin temporer sekunder terhadap pengrusakan yang cepat oleh sel-sel
hemolisis.

Sindroma hipoglikemia yang diindus obat, yang tersering dijumpai disebabkan oleh
kelebihan insulin dan pemakaian OHO, terutama glibenklamid. Dosis insulin yang tidak
bijaksana pada diabetisi, sama seperti penggunaan insulin tanpa setahu dokter, terutama oleh
personal medik, bisa mengindus hipoglikemia berat. Keadaan diatas, serangan berulang-ulang
bisa mengakibatkan kerusakan otak permanen. Indikasi yang baik pemberian insulin eksogen
adalah deteksi antibodi insulin dalam plasma. Obat hipoglikemik oral (OHO) bisa menjadi
penyebab hipoglikemia berat dan berkepanjangan, terutama pasien dewasa yang sakit atau
berpuasa namun terus minum obat.
Diantara hipoglikemik non fasting, mungkin tersering adalah reactive hypoglycemia
dari diabetes mellitus awal. Penurunan yang lambat pada tes toleransi glukosa darah, atau
setelah makan, adalah akibat dari perlambatan pelepasan insulin setelah stimulus,
mengakibatkan terjadi hipoglikemia sekitar 3-4 jam setelah makan. Reactive hypoglycemia
(functional hyperinsulinemia) yang terjadi 90-120 menit setelah makan adalah paling prevalen
pada penyakit syaraf dan orang penggugup dan dapat dianggap akibat pelepasan insulin
hiperresponsif terhadap stimulus kalori. Hipoglikemia sehubungan dengan “tachyalimentation
(lintas makanan yang cepat)” terjadi 2-3 jam setelah makan. Gangguan ini dijumpai pada kira-
kira 10 % pasien yang menjalani gastrektomi total, gastrojejunostomi, atau piloroplasti.
Pemindahan gumpalan makanan yang cepat ke dalam usus bagian atas menyebabkan
hiperglikemia yang merangsang pankreas normal melepaskan jumlah insulin yang besar,
dengan akibat hipoglikemia. Manifestasi klinik kelainan ini berupa fase hiperepinefrinemik.

Intoleransi fruktosa herediter muncul sebagai autosomal recessive disorder yang


ditandai dengan defisiensi hepatic fructose-1-phosphate (F-1-P) aldolase. Ini mengakibatkan
penumpukan F-1-P aldolase, yang menghambat fructose-1,6-diphosphate aldolase dan meyela
aliran substrat untuk glukoneogenesis. Galaktosemia yang disebabkan oleh galactose-1-
phosphate uridyltransferase deficiency adalah penyakit autosomal recessive dimana defisiensi
enzim menyebabkan penumpukan galactose-1-phosphate dan galaktikol. Galactose-1-
phosphate menekan glukoneogenesis melalui penghambatan enzim phosphoglucomutase
Penumpukan produk antara galaktose bisa mengakibatkan pembentukan katarak, hemolisis,
penyakit hepatoselular, ikterus, dan asites.

Defek pada dekarboksilasi oksidatif dari valine, leucine, dan isoleusin pada bayi (-
ketoacid oxidase deficiency) bertanggungjawab terhadap hipoglikemia pada pasien tertentu
yang mencerna gumpalan makanan yang mengandung asam amino. Penyakit ini dianggap
berasal dari perangsangan leusin yang meningkatkan pelepasan insulin. Pengurangan
glukoneogenesis yang dapat berasal dari pengurangan ketersediaan prekursornya juga
merupakan kemungkinan mekanisme. Penyakit ini sering disebut maple syrup urine disease
atau branched chain ketoaciduria (BCKA), adalah suatu autosomal recessive. Karakteristik ini
dilaporkan pada 1 dari 300.000 kelahiran hidup. Manifestasi klinik termasuk gangguan
pertumbuhan, muntah, hipertonisitas, lemah, apnea, dan kejang-kejang. Gangguan neurologik
berasal dari penumpukan metabolite pada sistem syaraf dari pada terhadap defek enzim per
se. Pembatasan makanan yang mengandung asam amino yang tidak sesuai bisa
memperlambat penyakit ini, tetapi pemberian diet tidak praktis.
Tipe hipoglikemia nonfasting dijumpai pada intoleransi fruktose herediter, suatu
penyakit resesif autosomal yang diturunkan. Stadium akut ditandai dengan nausea dan
muntah. Intoleransi fruktosa khronik ditandai dengan gangguan pertumbuhan, muntah,
ikterus, hepatomegali dengan aminasedemia, dan albuminuria. Penyakit ini akibat dari difisit
fructose-1-phosphate aldolase, menyebabkan penumpukan fructose-1-phosphate dengan
penurunan substrat glukoneogenik. Menghindari diet fruktosa adalah pengobatan pilihan.
Oleh karena penulisan ini ditujukan untuk penanggulangan kedaruratan metabolik dan
endokrin, pertimbangan mendalam mengenai penegakan diagnostik dari berbagai tipe
hipoglikemia adalah kurang tepat. Terpenting memperoleh informasi historis dari pasien
berkaitan dengan waktu kejadian serangan hipoglikemia. Ini bisa membedakan tipe fasting
dan nonfasting.

Diagnosis insulinoma atau tumor sel pp. Langerhans diduga kuat dengan adanya
peninggian kadar insulin yang tidak sesuai dengan kadar glukosa darah. Kebanyakan pasien
dengan tumor yang menghasilkan insulin menunjukkan kadar glukosa darah dibawah 45
mg/dl dalam 14 jam, dan dibawah 35 mg/dl dalam 24 jam. Bila tidak dijumpai hipoglikemia
dalam interval waktu ini, masa berpuasa dilanjutkan menjadi 70 jam. Tanda klinik
hipoglikemia akan muncul, dan glukosa plasma menurun dibawah 35 mg/dl pada pasien
dengan tumor yang menghasilkan insulin. Pasien dengan insulinoma bisa menunjukkan
sedikit peningkatan glukosa plasma setelah periode latihan jasmani. Pengambilan plasma
untuk pemeriksaan glukosa pada semua interval waktu, digunakan juga untuk pemerikssaan
insulin imunoreaktif. Contoh plasma yang menunjukkan penurunan kadar glukosa darah
diperiksa untuk insulin imunoreaktif. Kemungkin ada ketidak-sesuaian kadar insulin dengan
kadar glukosa. Beberapa penulis memakai rasio insulin/glukosa pada evaluasi ini. Rasio
Insulin (sebagai U/ml) terhadap glukosa (sebagai mg/dl) (rasio I/G) ini pada orang normal
sekitar 0,3; pada pasien dengan hiperinsulinemia yang tidak sesuai kemungkinan lebih tinggi.
Rasio insulin/glukosa dihitung sebagai berikut :

Insulin Plasma (U/ml) x 100


Rasio I/G = 
Glukosa Plasma (mg/dl) - 30
Rasional penurunan glukosa plasma 30 mg/dl adalah bahwa penurunan glukosa ini
akan menyebabkan penurunan plasma insulin 0 sampai 1 U/ml. Pada orang sehat berpuasa
sepanjang malam, rasio I/G sekitar 49, dan setelah 72 jam berpuasa sekitar 50. Pada pasien
insulinoma, rasio ini meningkat (nilai 100 – 140) dengan hipoglikemia yang diindus puasa.
Dianjurkan bahwa lebih dari satu tes harus dilakukan untuk memastikan nilai abnormal.

Tes lain untuk menentukan sekresi insulin autonom melibatkan penetuan jumlah connecting
peptide (C-peptida) dalam plasma setelah menginduksi hipoglikemia dengan insulin eksogen.
Kegagalan menekan peningkatan kadar C-peptida pada hipoglikemia yang diinduksi
merupakan bukti adanya produksi insulin autonom.

Kadar proinsulin plasma juga digunakan pada diagnosis tumor sel Langerhans. Fajans dan
Floyd melaporkan bahwa komponen proinsulin meningkat pada 85 % pasien dan ada
kelebihan 25 % insulin imunoreaktif total puasa.
Prosedur untuk membangkitkan sekresi insulin berlebihan kadang-kadang perlu untuk
memastikan diagnosis hipoglikemia. Pada tes tantangan tolbutamid, pasien puasa diberikan 1
gram sodium tolbutamid intravena. Darah diambil untuk kadar glukosa dan insulin plasma
pada jam 0, 10, 30, 60, 120, dan 180 menit setelah infus. Keputusan untuk menentukan kadar
insulin plasma akan bergantung pada apakah ada atau tidak penurunan kadar glukosa yang
bermakna. Penurunan glukosa darah yang jelas pada 30 menit setelah pemberian tolbutamid,
tanpa kembali ke kadar normoglikemik selama tes berlangsung, dijumpai pada pasien dengan
tumor yang menghasilkan insulin. Kadar insulin plasma meningkat. Plasma insulin mencapai
kadar maksimal 100 U/ml pada 10-30 menit pada orang normal, kemudian menurun. Pada
pasien dengan insulinoma, sering dijumpai nilai berkisar 150 – 500 U/ml. Modifikasi tes
tolbutamid intravena adalah penggunaan tolbutamid (2 g) yang diberikan peroral dengan 2 g
bikarbonat natrium.

Tes glukagon mungkin lebih aman dari tantangan dengan tolbutamid oleh karena ia
menghindari kemungkinan induksi hipoglikemia berat. Kadar insulin plasma secara bermakna
meningkat pada orang normal yang menerima 1 mg glukagon intramuskular (mis. kadar
mencapai 200 U/ml pada 5-10 menit), tetapi nilai yang dicapai pasien dengan insulinoma
lebih besar. Tes glukagon dan tolbutamid lebih berguna dari pada tantangan leusin dalam
menegakkan diagnosis insulinoma.

Tes toleransi glukosa tidak berguna pada diagnosis banding fasting hypoglycemia,
tetapi amat membantu dalam membedakan beberapa tipe nonfasting (reactive) hypoglycemia.
Pada penanggulangan kedaruratan seperti diutarakan diatas, pendekatan terbaik adalah
memberikan glukosa intravena. Pada beberapa kasus pemberian glukagon intramuskular
membantu jika tersedia glikogen cadangan.

Kisaran normal dan target glukosa darah

Kadar glukosa normal pada orang non diabetes

Setelah bangun tidur-puasa 70-99 mg/dL

Setelah makan 70-140 mg/dL

Target glukosa darah pada orang dengan diabetes

Sebelum makan 70-130 mg/dL

1-2 jam setelah makan dimulai dibawah 180 mg/dL

Sumber: American Diabetes Association. Standards of Medical Care in Diabetes—2008.


Diabetes Care. 2008;31:S12–S54.

Untuk orang dengan diabetes, glukosa darah di bawah 70 mg/dL adalah hipoglikemia
DAFTAR PUSTAKA

1. Harrison`s. Principles of Internal Medicine. 17thEdition. United State of America.


2008
2. Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
3. Sudoyo, A, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Internal
Publishing
4. http://www.drugs.com/cg/non-diabetic-hypoglycemia.html
5. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3388042/
6. www.nlm.nih.gov/medlineplus/tutorials/hypoglycemia/db099105.pdf

Anda mungkin juga menyukai