Anda di halaman 1dari 10

Sejarah Singkat Jenderal Soedirman

Soedirman Kecil

Soedirman dilahirkan pada tanggal 24 Januari 1916 di Desa Bodaskarangjati, Kecamatan


Rembang, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Ayahnya bernama Karsid Kartawiradji,
seorang mandor tebu pada pabrik gula di Purwokerto. Ibunya bernama Siyem, berasal dari
Rawalo, Purwokerto. Mereka adalah keluarga petani. Sejak masih bayi, Soedirman telah
diangkat sebagai anak oleh R.Tjokrosunaryo, Asisten Wedana (Camat) di Rembang, Distrik
Cahyana, Kabupaten Purbalingga, yang kimpoi dengan bibi Soedirman. Setelah pensiun,
keluarga Tjokrosunaryo kemudian menetap di Cilacap. Dalam usia tujuh tahun Soedirman
memasuki Hollandsche Inlandsche School (HIS) setingkat Sekolah Dasar di Cilacap. Dalam
kehidupan yang sederhana, R. Tjokrosunaryo mendidik Soedirman dengan penuh disiplin.
Soedirman dididik cara-cara menepati waktu dan belajar menggunakan uang saku sebaik-
baiknya. Ia harus bisa membagi waktu antara belajar, bermain, dan mengaji. Soedirman juga
dididik dalam hal sopan santun priyayi yang tradisional oleh Ibu Tjokrosunaryo.

Sejarah singkat Sang Jenderal

Jenderal Besar Sudirman merupakan pahlawan yang pernah untuk merebut kemerdekaan
Republik Indonesia dari tangan pejajahan. Saat usianya masih yang masih relatif muda yaitu saat
berumur 31 tahun sudah menjadi seorang jenderal. Walaupun menderita sakit paru-paru yang
parah, ia tetap bergerilya melawan Belanda.

Sudirman merupakan salah satu pejuang dan pemimpin teladan bangsa ini. Pribadinya teguh
pada prinsip dan keyakinan, selalu mengedepankan kepentingan masyarakat banyak dan bangsa
di atas kepentingan pribadinya. Ia selalu konsisten dan konsekuen dalam membela kepentingan
tanah air, bangsa, dan negara. Hal ini boleh dilihat ketika Agresi Militer II Belanda. Ia yang
dalam keadaan lemah karena sakit tetap bertekad ikut terjun bergerilya walaupun harus ditandu.
Dalam keadaan sakit, ia memimpin dan memberi semangat pada prajuritnya untuk melakukan
perlawanan terhadap Belanda. Itulah sebabnya kenapa ia disebutkan merupakan salah satu tokoh
besar yang dilahirkan oleh revolusi negeri ini.

Kepribadian Sang Jenderal Besar

Berprinsip.

" … perjuangan kita harus didasarkan pada kesucian," demikian yang disampaikan Pak Dirman
dalam pidato pelantikan beliau menjadi Panglima Besar. Prinsip yang mencerminkan sikap jujur,
adil, dan dapat dipercaya tersebut beliau pegang teguh dalam setiap tindakan yang beliau ambil.
Misalnya saja, setelah menandatangani persetujuan gencatan senjata dengan Belanda, Jendral
Sudirman menghormati semua aspek yang telah disetujui kedua belah pihak, walaupun
perjanjian tersebut ternyata banyak merugikan negara Indonesia. Dengan prinsipnya tersebut,
beliau juga menenangkan pasukannya untuk mengambil sikap bijaksana. Ternyata, pihak
musuhlah yang lebih dulu melanggar gencatan senjata yang telah disepakati, dengan
melaksanakan Agresi II.
Mencintai rakyat.

Kecintaan Pak Dirman pada Rakyat telah terbentuk jauh sebelum beliau menjadi pemimpin
bangsa. Dengan pengetahuan, tenaga, kemampuan yang dimiliki, Soedirman muda yang waktu
itu sudah menjadi tokoh masyarakat setempat berupaya membantu rakyat tidak hanya dalam
bidang pendidikan (mengajar di sekolah rakyat), tapi juga dalam hal kepemimpinan (melalui
organisasi pandu yang beliau pimpin), dan ekonomi (melalui kegiatan koperasi yang beliau
rintis). Kecintaan pada rakyat terus berlanjut ketika beliau memasuki masa dinas ketentaraan.
Jendral Soedirman sadar bahwa rakyat pada awal berdirinya Republik Indonesia banyak
mengalami tekanan baik secara ekonomi, politik, maupun sosial. Beliau juga paham bahwa
Tentara Republik Indonesia tidak bisa berjuang sendirian untuk membangun bangsa. Untuk itu
Pak Dirman dan pasukan berjuang untuk dan bersama rakyat. Perjuangan rakyat yang pada
awalnya cenderung terkotak-kotak berdasarkan idealisme dan kedaerahan dihimbau untuk
bersatu melawan musuh yang ingin kembali bertakhta, sambil berupaya terus membangun
bangsa walaupun dengan sarana yang terbatas.

 Bijak.

Seperti layaknya seorang pemimpin besar, Pak Dirman terkenal sebagai sosok pemimpin yang
bijak, baik dalam berkata-kata maupun dalam bertindak. Ketika Presiden Soekarno
memerintahkan Jenderal Soedirman dan Pasukan untuk "mundur" sebagai tindak lanjut dari
Perjanjian Renville, sang jendral tidak langsung protes. Dengan saksama Jendral Soedirman
memikirkan cara terbaik untuk menjalankan perintah tersebut tanpa mematahkan semangat anak
buah yang mungkin saja merasa harga diri mereka terinjak-injak karena harus mundur.
Kemudian, sang pemimpin besar memerintahkan anak buahnya dengan kata-kata yang bijak
namun tegas untuk "hijrah" dari garis belakang pasukan Van Mook. Masa "hijrah" ini digunakan
Jendral Besar Soedirman dan pasukannya untuk membangun strategi dan menyusun kekuatan
yang lebih besar.

 Teguh.

Keteguhan hati Pak Dirman sudah terlihat sejak masa beliau aktif di kepanduan. Pada suat
kegiatan kepanduan di padang terbuka di daerah pegunungan, banyak peserta yang menyerah
pada hawa dingin dan bergegas pulang. Tidak demikian dengan Soedirman muda yang teguh
bertahan di medan yang dingin untuk menyelesaikan tugas yang telah dibebankan kepadanya.
Keteguhan ini juga diperlihatkan beliau pada masa bergerilya. Walaupun kondisi fisik lemah,
Jenderal Soedirman tetap teguh mendampingi pasukannya di lapangan untuk menyusun kekuatan
mengusir musuh. Keteguhan ini merupakan salah satu kualitas yang membuat berbagai pihak
hormat dan percaya kepada pemimpin bangsa yang satu ini. Perjuangan Jenderal Soedirman
menunjukkan bahwa prinsip, kecintaan pada rakyat, sikap bijak, dan keteguhan hati yang
senantiasa dilandaskan pada niat yang suci merupakan landasan penting dalam bertindak.

 Kata-kata mutiara dari Sang Jenderal Besar


Tentara hanya memiliki kewajiban satu, ialah mempertahankan kedaulatan negara dan menjaga
keselamatannya, sudah cukup kalau tentara teguh memegang kewajiban ini, lagi pula sebagai
tentara, disiplin harus dipegang teguh. Tunduk kepada pimpinan atasannya dengan ikhlas
mengerjakan kewajibannya, tunduk kepada perintah pimpinannya itulah yang merupakan
kekuatan dari suatu tentara. Bahwa negara Indonesia tidak cukup dipertahankan oleh tentara saja,
maka perlu sekali mengadakan kerjasama yang seerat-eratnya dengan golongan serta badan-
badan di luar tentara. Tentara tidak boleh menjadi alat suatu golongan atau siapapun juga.
Diucapkan dihadapan konferensi TKR dan merupakan amanat pertama kali sejak menjabat
sebagai Pangsar TKR. Yogyakarta , 1Januari 1946

Tentara bukan merupakan suatu golongan di luar masyarakat, bukan suatu "kasta" yang berdiri di
atas masyarakat. Tentara tidak lain dan tidak lebih dari salah satu bagian masyarakat yang
mempunyai kewajiban tertentu.
Amanat yang tertuang dalam maklumat TKR. Yogyakarta 17 Pebruari 1946

Kami tentara Republik Indonesia akan timbul dan tenggelam bersama negara.
Amanat dalam rangka memperingati setengah tahun kemerdekaan RI. Yogyakarta 9 April 1946

Jangan sekali-kali diantara tentara kita ada yang menyalahi janji, menjadi pengkhianat nusa,
bangsa dan agama, harus kamu sekalian senantiasa ingat, bahwa tiap-tiap perjuangan tertentu
memakan korban, tetapi kamu sekalian telah bersumpah ikhlas mati untuk membela temanmu
yang telah gugur sebagi ratna, lagi pula untuk membela nusa, bangsa dan agamamu, sumpah
wajib kamu tepati, sekali berjanji kamu tepati.

 Percaya kepada kekuatan sendiri


 Teruskan perjuangan kamu.
 Pertahankan rumah dan pekarangan kita sekalian.
 Tentara kita jangan sekali-kali mengenal sifat dan perbuatan menyerah kepada siapapun
juga yang akan menjajah dan menindas kita kembali.
 Pegang teguh disiplin tentara lahir dan batin jasa pahlawan kita telah tertulis dalam buku
sejarah Indonesia, kamu sekalian sebagai putera Indonesia wajib turut mengisi buku sejarah itu.

Amanat dalam rangka peresmian status kedudukan TRI bagian udara sejajar dengan TRI
lainnya. Yogyakarta 25 Mei 1946.
Sanggup mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan Republik Indonesia, yang telah
diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, sampai titik darah yang penghabisan. Sanggup
taat dan tunduk pada Pemerintah Negara Republik, yang menjalankan kewajibannya, menurut
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan mempertahankan kemerdekaannya
sebulat-bulatnya. Sejengkal tanahpun tidak akan kita serahkan kepada lawan, tetapi akan kita
pertahankan habis-habisan...................... Meskipun kita tidak gentar akan gertakan lawan itu,
tetapi kitapun harus selalu siap sedia.
Amanat dihadapan presiden/panglima tertinggi APRI untuk mengikrarkan sumpah anggota
pimpinan tentara.Yogyakarta 27 Mei 1945
Soedirman Remaja

Pada tahun 1930, Soedirman tamat dari HIS. Pada tahun 1932 Soedirman memasuki Meer
Uitgebreid Lagere Onderwijs (MULO) setingkat SLTP. Setahun kemudian, is pindah ke
Perguruan Parama Wiworo Tomo dan tamat pada tahun 1935. Di sekolah, Soedirman termasuk
murid yang cerdas dan rajin mengikuti pelajaran yang diajarkan gurunya. Soedirman
menunjukkan minatnya yang besar pada pelajaran bahasa Inggris, ilmu tata negara, sejarah
dunia, sejarah kebangsaan, dan agama Islam. Demikian tekunnya Soedirman mempelajari agama
Islam sehingga oleh teman-temannya diberi julukan "kaji".
Soedirman Menjadi Pandu
Ia juga aktif di organisasi kepanduan (sekarang Pramuka) Hizbul Wathon (HW) yang diasuh
oleh Muhammadiyah. Melalui kegiatan kepanduan ini, bakat-bakat kepemimpinan Soedirman
mulai kelihatan. Ia ternyata seorang pandu yang berdisiplin, militan, dan bertanggung jawab. Hal
ini terlihat ketika Hizbul Wathon mengadakan jambore di lereng Gunung Slamet yang terkenal
berhawa dingin. Pada malam hari udara sedemikian dinginnya, sehingga anak-anak HW tidak
tahan tinggal di kemah. Mereka pergi ke rumah penduduk yang ada di dekat tempat
tersebut,hanya Soedirman sendiri yang tetap tinggal di kemahnya.

Soedirman Guru Sekolah, Ketua Koperasi, Anggota Legislatif

Setelah lulus dari Parama Wiworo Tomo, ia menjadi guru di HIS Muhammadiyah. sebagai
seorang guru, Soedirman tetap aktif di Hizbul Wathon. Pada tahun 1936, Soedirman memasuki
hidup baru. Ia menikah dengan Siti Alfiah, puteri Bapak Sastroatmodjo, dari Plasen, Cilacap
yang sudah dikenalnya sewaktu bersekolah di Parama Wiworo Tomo. Dari perkawinan ini,
mereka dikaruniai 7 orang anak. Pada awal pendudukan Jepang, Sekolah Muhammadiyah tempat
is mengajar ditutup. Berkat perjuangan Soedirman sekolah tersebut akhirnya boleh dibuka
kembali. Kemudian Soedirman bersama beberapa orang temannya mendirikan koperasi dagang
yang diberi nama Perbi dan langsung diketuainya sendiri. Dengan berdirinya Perbi, kemudian di
Cilacap berdiri beberapa koperasi yang mengakibatkan terjadi persaingan kurang sehat. Melihat
gelagat ini, Soedirman berusaha mempersatukannya, dan akhirnya berdirilah Persatuan koperasi
Indonesia Wijayakusuma. Kondisi rakyat pada waktu itu sulit mencari bahan makanan, sehingga
keadaan ini membangkitkan semangat Soedirman untuk aktif membina Badan Pengurus
Makanan Rakyat (BPMR), suatu badan yang dikelola oleh masyarakat sendiri, bukan badan
buatan Pemerintah Jepang. Badan ini bergerak dibidang pengumpulan dan distribusi bahan
makanan untuk menghindarkan rakyat Cilacap dari bahaya kelaparan. Ia termasuk tokoh
masyarakat karena kecakapan memimpin organisasi dan kejujurannya. Pada tahun 1943,
Pemerintah Jepang mengangkat Soedirman menjadi anggota Syu Songikai (semacam dewan
pertimbangan karesidenan) Banyumas.

Soedirman Memasuki Dunia Militer

Pada pertengahan tahun 1943, tentara Jepang mulai terdesak oleh Sekutu. Pada bulan Oktober
1943, Pemerintah Pendudukan Jepang mengumumkan pembentukan Tentara Pembela Tanah Air
(Peta). Soedirman sebagai tokoh masyarakat ditunjuk untuk mengikuti latihan Peta angkatan
kedua di Bogor. Selesai pendidikan, ia diangkat menjadi Daidanco (komandan batalyon)
berkedudukan di Kroya, Banyumas. Disanalah Soedirman memulai karirnya sebagai seorang
prajurit. Sebagai komandan, Soedirman sangat dicintai oleh bawahannya, karena is sangat
memperhatikan kesejahteraan mereka. Ia tidak takut menentang perlakuan buruk opsir-opsir
Jepang,yang menjadi pelatih dan pengawas batalyonnya.

Sesudah terjadi pemberontakan Tentara Peta Blitar pada bulan Pebruari 1945, Jepang
mengadakan observasi terhadap para perwira Peta. Mereka yang bersikap menawan
(recalcitrant), dikategorikan berbahaya. Pada bulan Juli 1945, Soedirman dan beberapa orang
perwira Peta lainnya yang termasuk kategori "berbahaya" dipanggil ke Bogor dengan alasan
akan mendapat latihan lanjutan. Hanya kemudian ada kesan bahwa Jepang berniat untuk
menawan mereka. Sekalipun mereka sudah berada di Bogor "Pelatihan Lanjutan" dibatalkan,
karena tunggal 14 Agustus 1945 Jepang sudah menyerah kepada sekutu. Sesudah itu Soedirman
dan kawan-kawannya kembali lagi ke dai dan masing-masing. Pada saat Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia dikumandang
kan, Soedirman berada di Kroya. Esok harinya tanggal 18 Agustus 1945. Jepang membubarkan
Peta dan senjata mereka dilucuti, selanjutnya mereka disuruh pulang ke kampung halaman
masing-masing. Setelah pengumuman pembentukan BKR, Soedirman berusaha mengumpulkan
mereka kembali dan menghimpun kekuatan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Bersama Residen
Banyumas Mr. Iskaq Tjokroadisurjo dan beberapa tokoh lainnya, Soedirman melakukan
perebutan kekuasaan dari tangan Jepang secara damai. Komandan Batalyon Tentara Jepang
Mayor Yuda menyerahkan senjata cukup banyak. Karena itu BKR Banyumas merupakan
kesatuan yang memiliki senjata terlengkap.

Pemilihan Unik Panglima Besar Jenderal Soedirman


Sewaktu Tentara Sekutu, yang diwakili oleh Inggris dengan dibuntuti oleh Belanda
dibelakangnya mendarat, dan mereka menuntut senjata Jepang kembali dari tangan kita, maka
meletuslah dimana-mana pertempuran-pertempuran baru. Dulu dengan Jepang, kini dengan
Sekutu. Kita tidak sudi menyerahkan kembali senjata yang kita rebut itu. Pertempuran-
pertempuran baru tidak hanya terjadi di Jakarta dan sekitarnya, tetapi juga di Semarang, dan
yang terbesar serta paling lama adalah di kota Surabaya, dari 28 hingga 30 Oktober 1945, dan
dari 10 hingga 30 Nopember 1945. Soedirman yang pada waktu itu diangkat oleh Pemerintah
sebagai Panglima Divisi Sunan Gunung Jati atau Divisi V, dan yang bertanggungjawab untuk
daerah Banyumas dan Kedu, menghadapi juga serangan-serangan Inggris yang datang dari
jurusan Semarang menuju ke Ambarawa dan Banyubiru. Berkat semangat kepemimpinan
Soedirman tentara Inggris dapat dienyahkan. Dalam suasana demikian itulah Kolonel Soedirman
dipilih sebagai Panglima Besar. Yang memilih adalah para Panglima Divisi dan Komandan
Resimen yang berkumpul di Yogyakarta pada tanggal 12 Nopember 1945. Pangkatnya sejak itu
adalah Jenderal. Dalam pemilihan itu beliau mengalahkan colon-colon lain. Ditinjau dari
pendidikan kemiliteran, maka calon-calon lain itu jauh lebih tinggi dari Jenderal Soedirman.
Pemilihan yang unik ini mencerminkan Zeitgeist atau "Semangat Zaman" waktu itu. Yaitu
semangat revolusi dimana-mana. Rakyat kita seakan-akan terserang demam. Demam revolusi.
Semangat perjuangan revolusioner di mana-mana berkobar. Dikobarkan dalam rapat-rapat
umum, yang diselenggarakan oleh kaum politisi kita dari zaman Pergerakan, dan oleh alat-alat
Pemerintahan yang baru dibentuk, dan karenanya kurang sempurna. Di mana-mana rakyat kita
giat merombak sistem kolonialisme Hindia-Belanda dan sistem militerisme Jepang. Rakyat muak
terhadap kedua sistem kolonialisme dan militerisme masa Iampau itu. Rakyat tidak sabar lagi,
dan di dalam usaha merombak sistem lama itu, tidak jarang timbul gejolak kekacauan. Serobot-
menyerobot, daulat mendaulat dan malahan culik-menculik adakalanya terjadi. Siapa yang
menjalani sendiri situasi pada waktu itu, benar-benar merasa adanya revolusi, adanya perubahan
cepat kilat yang sedang berlaku. Terutama di kalangan pemuda kita. Seringkali perubahan cepat
itu tanpa aturan "normal". Kadangkadang malahan "anarchistis" sama sekali. Irosionalitas dan
emosionalitas seringkali mengatasi rasionalitas dan pikiran dingin. Memang itulah revolusi !
Eine Umwertung aller Werte. Penjungkirbalikkan segala macam nilai. Suatu "razende inspirasi
van de historie". Suatu "ilham yang memandang daripada sejarah". Dan "ilham sejarah" itu
adalah "titik temu dari segala apa yang merupakan kesadaran bangsa dengan apa yang hidup di
bawah kesadaran sejarah bangsa itu. "He ontmoetingspunt, van het vewuste en het onderbewuste
in de geschiedenis!" Pilihan atas Panglima Besar Soedirman jatuh dalam situasi demikian.
Banyak emosi di bawah sadar ikut menentukan pilihan itu. Banyak pikiran rasionalistis tidak
berkenan masuk dalam pertimbangan pilihan tersebut. Memang revolusi mempunyai nilai-nilai
sendiri. Apalagi revolusi yang berwatak kerakyatan, seperti revolusi kita dulu itu. Setuju atau
tidak setuju, realitanya ialah bahwa nilai-nilai emosi magis, naluri kharismatis dan getaran-mistis
ikut menentukan jalannya revolusi kita pada waktu itu. Juga dalam pemilihan Panglima Besar RI
untuk pertama kalinya, nilai-nilai tersebut ikut menentukan. Sudah barang tentu nilai-nilai
rasional dan pikiran dingin hidup Juga pada waktu itu. Namun yang lebih menonjol dan lebih
kuat adalah nilai-nilai emosi magis, naluri kharismatik dan getaran mistis tersebut di atas. Dan
itulah yang kemudian bermuara ke dalam keputusan mengangkat Soedirman sebagai Panglima
Besar. Yang terpilih bukan calon yang memiliki kadar rasionalitas dan ketrampilan militer teknis
yang tinggi, produk dari didikan Barat di kota-kota besar, melainkan yang terpilih adalah seorang
anak rakyat, dibesarkan di desa, yang kemudian oleh gelombang revolusi terlempar ke atas, dan
merupakan tonggak kepercayaan mayoritas para panglima divisi dan para komandan resimen
yang hadir pada waktu itu. Susunan divisi serta resimen tentara kita pada waktu itu jauh dari
sempurna. Markas-markas pun belum menentu, dan seringkali harus berpindah-pindah. Para
Panglima Divisi serta para komandan resimen pun tidak semuanya memiliki kepandaian
kemiliteran-teknis yang sempurna, seperti menurut ukuran-ukuran Barat. Kepandaian
kemiliterannya boleh diragukan, namun yang tidak dapat diragukan adalah semangat dan jiwa
perjuangannya membela Proklamasi, melawan kembalinya kolonialisme. Andaikata pilihan
jabatan Panglima Besar pada waktu itu diserahkan kepada Pemerintah Pusat, maka besar sekali
kemungkinan bahwa pilihan tidak akan jatuh kepada Soedirman. Dan memang, Pemerintahan
yang pada waktu itu kekuasaan eksekutifnya berada di tangan PM Sjahrir menginginkan tokoh
lain. Di antaranya Urip Sumohardjo, seorang tokoh militer didikan Belanda, tetapi berjiwa
patriotik. Juga dikemukakan Sri Sultan Hamengku Buwono, yang pada waktu itu mendapat
pangkat Jenderal Tituler. Dalam rapat para Panglima Divisi dan Komandan Resimen disebut
juga nama-nama Sjahrir dan Amir Sjarifuddin, yang duduk sebagai Menteri Penerangan dalam
Kabinet Sjahrir. Rupanya pola menempatkan pimpinan ketentaraan di bawah kekuasaan sipil-
politis pada waktu itu hendak diterapkan oleh kaum politisi. Namun mayoritas hadirin memilih
Soedirman. Suatu hal yang unik dalam revolusi kita. Panglima Besar yang pertama tidak
diangkat oleh Pemerintah, melainkan dipilih secara "demokratis" oleh para panglima divisi dan
komandan resimen. Itulah suasana revolusioner pada waktu itu. Itulah juga Zeit-geist-nya, atau
"semangat zaman" revolusioner yang penuh dengan jiwa kerakyatan. Elan revolusioner yang
meletus keluar ke atas permukaan masyarakat kita yang sedang bergolak mencerminkan diri
dalam hasil pemilihan tersebut. Elan revolusioner tersebut mempercayakan kepemimpinan
tentara kita kepada seorang pribadi Soedirman. (Dr. H. Roeslan Abdulgani Peranan Panglima
Besar Soedirman dalam Revolusi Indonesia, Restu Agung, Jakarta, 2004, hal.32-35.

Soedirman Wafat
Tanggal 29 Januari 1950 Soedirman wafat, berita tentang wafatnya Soedirman, yang disiarkan
berulang-ulang oleh Radio. Menyusul perintah Harlan Pejabat Kepala Staf Angkatan Perang
RIS, Kolonel T.B. Simatupang yang ditujukan kepada seluruh tentara berisi Seluruh Angkatan
Perang RIS diperintahkan berkabung selama tujuh hari dengan melaksanakan pengibaran
benders Merah Putih setengah tiang pada masing-masing kesatuan dijalankan dengan penuh
khidmat serta hormat, menjauhkan segala tindakan dan tingkah laku yang dapat mengganggu
suasana berkabung. Pemerintah mengumumkan Hari Berkabung Nasional sehubungan dengan
wafatnya Panglima Besar Soedirman, dan dalam pidatonya Perdana Menteri RIS Bung Hatta
mengumumkan keputusan Pemerintah RIS untuk menaikkan pangkat Letnan Jenderal Soedirman
secara anumerta menjadi Jenderal. Pukul 11.00 tanggal 30 Januari 1950, iring-iringan jenazah
Panglima Besar Jenderal Soedirman perlahan-lahan meninggalkan kota Magelang menuju
Yogya. Setelah disembahyangkan di Masjid Agung, jenazah dikebumikan dengan upacara
militer di Taman Makam Pahlawan Semaki Yogyakarta, disamping makam Letnal Jenderal TNI
Oerip Soemoharjo.

Kata-kata Mutiara Sudirman

Yogyakarta 12 November 1945


Tentara hanya memiliki kewajiban satu, ialah mempertahankan kedaulatan negara dan menjaga
keselamatannya, sudah cukup kalau tentara teguh memegang kewajiban ini, lagi pula sebagai
tentara, disiplin harus dipegang teguh. Tunduk kepada pimpinan atasannya dengan ikhlas
mengerjakan kewajibannya, tunduk kepada perintah pimpinannya itulah yang merupakan
kekuatan dari suatu tentara. Bahwa negara Indonesia tidak cukup dipertahankan oleh tentara saja,
maka perlu sekali mengadakan kerjasama yang seerat-eratnya dengan golongan serta badan-
badan di luar tentara. Tentara tidak boleh menjadi alat suatu golongan atau siapapun juga.
Diucapkan dihadapan konferensi TKR dan merupakan amanat pertama kali sejak menjabat
sebagai Pangsar TKR. Yogyakarta , 1Januari 1946

Tentara bukan merupakan suatu golongan di luar masyarakat, bukan suatu "kasta" yang berdiri di
atas masyarakat. Tentara tidak lain dan tidak lebih dari salah satu bagian masyarakat yang
mempunyai kewajiban tertentu.
Amanat yang tertuang dalam maklumat TKR. Yogyakarta 17 Pebruari 1946

Kami tentara Republik Indonesia akan timbul dan tenggelam bersama negara.
Amanat dalam rangka memperingati setengah tahun kemerdekaan RI. Yogyakarta 9 April 1946

Jangan sekali-kali diantara tentara kita ada yang menyalahi janji, menjadi pengkhianat nusa,
bangsa dan agama, harus kamu sekalian senantiasa ingat, bahwa tiap-tiap perjuangan tertentu
memakan korban, tetapi kamu sekalian telah bersumpah ikhlas mati untuk membela temanmu
yang telah gugur sebagi ratna, lagi pula untuk membela nusa, bangsa dan agamamu, sumpah
wajib kamu tepati, sekali berjanji kamu tepati.

Anda mungkin juga menyukai