Persediaan berimplikasi langsung terhadap Neraca dan Laporan Laba-Rugi:
Di Neraca, persediaan disajikan dalam kelompok “Aktiva Lancar” (current assets)—
setelah akun “Piutang”, sehingga besar-kecilnya nilai saldo persediaan yang disajikan berpengaruh terhadap besar kecilnya nilai aktiva (aset) secara keseluruhan. Di Laporan Laba Rugi, besar kecilnya PENGGUNAAN persediaan (bahan baku, bahan penolong dan barang jadi) menentukan besar kecilnya “Harga Pokok Penjualan” (HPP), yang pada akhirnya juga akan menentukan besar kecilnya “Laba” atau “Rugi” yang disajikan di dalam laporan laba-rugi. Pada akhirnya, besar-kecilnya laba/rugi yang dibukukan pada suatu periode akuntansi berimplikasi terhadap besar-kecilnya “Laba Ditahan” (Retained Earning) yang disajikan di Neraca—persisnya di kelompok akun “Ekuitas.” Efektifitas pengawasan terhadap barang persediaan berimplikasi besar terhadap pengelolaan keuangan perusahaan secara keseluruhan. Terutama di perusahaan dagang dan manufaktur, sebagian besar kekayaan (asset) perusahaan ada di persediaan—entah itu berupa bahan baku, bahan penolong, barang dalam proses maupun barang jadi.
Dari data yang didapatkan, para analis pajak berpendapat bahwa metode LIFO seharusnya dihapuskan. Ada beberapa alasan yang disebutkan sebagai suatu kekurangan dalam LIFO untuk mendukung pendapat ini:
1. Penggunaan LIFO lebih banyak dimaksudkan untuk menghindari (menunda) kewaiban
pajak terutama ketika inflasi daripada untuk kepentingan ekonomi. Secara teori memang kewajiban pajak tersebut hanya tertunda sementara, namun selama terus terjadi inflasi, maka penundaan pajak tersebut akan tetap dan mungkin bertambah yang kemudian akan menyebabkan penundaan pajak menjadi permanent. Hal ini juga bertentangan dengan tujuan pajak penghasilan yang menghimpun pajak atas kenaikan dari kekayaan per tahun (tanpa melihat adanya inflasi atau tidak), bukan atas aplikasi prinsip “matching current revenues to current expenses” dari LIFO method. 2. LIFO tidak digunakan dalam non-tax business purpose. Seperti capital budgeting. Karena meghasilkan arus cash flow yang lebih besar karena income tax yang lebih kecil, net income akan lebih kecil, asset akan terlalu rendah (tidak mencerminkan current value), dan working capital serta current ratio akan rendah. Rata-rata perusahaan yang menggunakan LIFO akan mencantumkan footnote berupa selisih dengan penghitungan FIFO atas persediaan (LIFO reserve). Ini menjadi kritik dari para analis pajak yang berpikir bahwa perusahaan pun sebenarnya mengetahui bahwa metode FIFO akan menghasilkan catatan yang lebih baik untuk kepentingan bisnis daripada LIFO. lalu kenapa masih maksa menggunakan LIFO?? 3. LIFO sebagai suatu pertahanan atas inflasi yang terjadi dinilai kurang relevan, karena hanya digunakan untuk sebagian asset (inventory saja, red.), dan bukan untuk penilaian seluruh asset yang ada dari perusahaan. 4. Manajemen inventori fisik dari LIFO dinilai buruk, karena pada dasarnya perusahaan berusaha untuk mencegah adanya LIFO liquidation dari LIFO layer yang akan menyebabkan kenaikan kewajiban pajak secara cepat (tiba-tiba). Ini berarti manajemen pengendalian atas pendapatan yang didapat dari LIFO method-inventory juga lebih rumit daripada metode yang lain. 5. LIFO Reserve yang disajikan dalam laporan keuangan sering kali dinilai lebih rendah dari yang sebenarnya terjadi. Ada indikasi kecurangan yang dinilai oleh para analis pajak ini. Hal ini menyebabkan LIFO semakin dinilai hanya mengejar keuntungan tax-saving. Oleh karena itu, para analis pajak tersebut, berpendapat bahwa LIFO sebaiknya dihapuskan.