Kajian Krentanan Zona Pantai Bandaaceh PDF
Kajian Krentanan Zona Pantai Bandaaceh PDF
ISSN 2088-4532
Abstrak
Kajian kerentanan pantai di Aceh perlu dilakukan terhadap kejadian badai yang setiap tahun selalu terjadi agar
pemerintah dapat menyusun kebijakan managemen zona pantai bagi keberlanjutan pengembangan pantai dan panduan
dalam menangani problem yang terkait dengan kejadian badai. Kajian kerentanan pantai terhadap bencana tsunami di
Aceh sudah banyak dilakukan oleh para peneliti maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (NGO) pasca kejadian gempa
dan tsunami di Aceh. Namun kajian terkait dengan kerentanan pantai terhadap badai belum pernah dilakukan. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengembangkan sebuah pendekatan secara keilmuan terhadap kajian kerentanan pantai-
pantai di Aceh yang berupa matriks kerentanan pantai dan indeks kerentanan pantai terhadap kejadian badai dengan
meengadopsi metode yang sudah diterap di Negara Turki oleh Mendoza (2008). Pada penelitian ini daerah muara
sungai Krueng Aceh sampai ke kanal banjir Alue Naga akan digunakan sebagai studi kasus mengingat daerah ini
merupakan daerah ‘low laying’, terkena tsunami; mengalami erosi pantai yang intens; banyak mengalami perubahan-
pembangunan seperti jetti, konstruksi pelindung pantai dan pelabuhan ikan; dan berpenduduk padat. Hanya kerentanan
secara fisik saja yang dievaluasi dalam penelitian ini, sementara penilaian kerentanan dari faktor social ekonomi dan
lingkungan belum menjadi target kajian. Penelitian ini merupakan penelitian yang berkelanjutan dan sebagai tahap awal
dari penelitian ini akan melakukan kajian yang meliputi: penentuan karakteristik dari gaya-gaya gelombang akibat badai
yang terjadi; mengadakan observasi dan pengukuran dilapangan terkait dengan impak fisik dari badai seperti kajian
perubahan garis pantai dengan mengadopsi metode Bruun, melakukan karakteristik zona pantai dengan melakukan
pengumpulan data regional terkait pantai yang digunakan sebagai fitur dasar dan survey lokal untuk mendapatkan
informasi topografi detail di lokasi studi; mendefinisikan indeks kerentanan pantai terhadap badai dengan menggunakan
parameter intermediate untuk tinggi genangan dan erosi; dan penilaian kerentanan muara sungai Krueng Aceh dan
pantai sekitarnya yang diinterpretasikan dalam bentuk index tinggi genangan atau banjir (FVI) dan erosi (EVI) serta
indekx kerentanan pantai yang merupakan kobninasi dari FVI dan EVI. Dari hasil kajian yang diperoleh kawasan pantai
dari Muara Krueng Aceh sampai Muara Kanal Banjir Krueng Aceh mempunyai tingkat index yang bervariasi dari
sangat rendah ke tingkat sangat tinggi untuk ke tiga index kerentanan yang diamati.
Key words: Indeks Kerentanan Banjir (FVI), indeks kerentanan erosi (EVI), indeks kerentanan pantai (CVI)
1. PENDAHULUAN
Daerah pantai merupakan lokasi vital bagi komunitas Untuk menyikapi hal ini, instansi terkait sebagai contoh
sepanjang sejarah yang diketahui karena banyaknya DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan) atau SDA
fasilitas dan sumber daya alam yang tersedia guna (Sumber Daya Air) harus dapat memahami sumber
memenuhi kebutuhan untuk hidup dan perkembangan. penyebab potensi bencana yang ada, mengadakan
Lebih jauh lagi, akibat dari pemanasan global dan evaluasi besaran yang diharapkan dari proses yang
kejadian bencana alam akan merubah banyak sistem memicu proses kerusakan sepanjang pantai dan muara,
termasuk ekosistem pantai. Sementara impak dari badai dan tentu saja terlebih dahulu perlu melakukan kajian
di zona pantai atau muara dapat memicu respon dan evaluasi tentang kemungkinan kejadian dari
morfodinamik seperti erosi pantai dan gosongan pasir, bencana. Contoh khusus adalah perlunya mengkaji
maupun mengakibatkan genangan banjir di daerah perubahan cuaca yang ekstrim (kejadian badai) di suatu
dataran rendah. Bila hal ini terjadi di zona urbanisasi daerah. Bila ditinjau dari letak geografisnya, perairan
atau yang padat penduduknya, maka biasanya akan Aceh dipengaruhi oleh kejadian badai pada zona North
disertai dengan kerusakan infrastruktur dan Indian Ocean (zona-V) yang merupakan lokasi daerah
mengganggu penggunaan pantai dan sumber daya yang pertumbuhannya, sementara daerah luasan mencakup
ada. Teluk Benggala dan Laut Arab.
7
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Kebencanaan
TDMRC-Unsyiah, Banda Aceh, 13 – 19 April 2011
ISSN 2088-4532
Aceh memiliki garis pantai sepanjang 1800 km,
Walaupun belum ada data yang tercatat dalam Annual sebagiannya merupakan zona ‘low-laying’ yang secara
Tropical Cyclone Report tentang impak langsung badai North fisik, ekologi, dan sosial ekonomi merupakan areal yang
Indian Ocean Tropical Cyclone dan South Indian Ocean sangat penting. Kawasan ini sudah harus siap pula
Tropical Cyclone di perairan di sekitar Provinsi Aceh, tetapi menghadapi impak dari perubahan muka air laut,
pengaruhnya atau impaknya sering terjadi pada perubahan iklim, dan kejadian bencana alam khususnya
perairan pantai Kota Banda Aceh, khususnya untuk pengaruh/impak kejadian badai, disamping usaha
kejadian badai yang bersumber dari Laut Andaman. meningkatkan mitigasi. Terkait dengan pantai di Banda
Pengaruh tidak langsung misalnya, tingginya Aceh yang menjadi objek dalam kajian penelitian ini,
gelombang di perairan pantai Aceh bila badai pemerintah Aceh sebenarnya sudah mengantisipasi
menerjang Sri Langka, India, atau Myanmar. dengan melakukan perlindungan pantai dengan
pemasangan batu pelindung (revetment) dan hanya
Kajian ini hanyalah merupakan bagian dari usaha sebagian kecil saja pantainya yang terekspose langsung
penyelesaian masalah yang lebih besar yaitu mengetahui dengan gelombang. Namun demikian, perlindungan
bagaimana respons dan kerentanan dari suatu sistem pantai dengan revetment tersebut masih juga rawan
terhadap proses ini. Sayangnya, perairan di sepanjang terhadap kemungkinan kerusakan karena
pantai Aceh belum memiliki instrumen pengukur tinggi pengaruh/impak badai. Pada saat terjadinya badai,
gelombang (wave buoys), sehingga informasi dan data banyak sedimen yang membentuk pantai terangkut dari
pengaruh badai yang terjadi sulit untuk diperoleh. pantai (dalam hal ini dari ujung kaki revetment ke arah
Pemerintah Aceh hanya memiliki 2 stasiun pengukur laut) ke laut lepas dan sulit kembali lagi ke pantai,
pasang surut yang letaknya di Meulaboh dan Sabang. sehingga kemungkinan runtuhnya bangunan dapat saja
Untuk mengantisipasi pengumpulan sumber infromasi terjadi. Bahkan dampak yang mungkin timbul adalah,
dan data yang akurat dan tervalidasi terkait dengan hilangnya pantai akibat adanya bangunan pelindung.
pengaruh badai tropis di perairan Aceh sangat sulit, Kajian kerentanan pantai yang telah diproteksi perlu
sehingga dalam penelitian ini, pengaruh badai diperoleh dilakukan sehingga dapat diperoleh penjelasan tentang
dengan memprediksi tinggi gelombang yang bagaimana pengaruh/impak badai terhadap bangunan
dibangkitkan melalui data angin (tahun 2000-2009) yang ada disepanjang pantai melalui informasi indeks
yang tersedia di Stasiun BMKG BlangBintang. kerentanan.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk
Kajian perubahan kondisi pantai terhadap bencana mengembangkan sebuah pendekatan secara keilmuan
tsunami di Aceh sudah banyak dilakukan oleh para terhadap kajian kerentanan pantai di Banda Aceh yang
peneliti maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (NGO) berupa matriks kerentanan pantai dan indeks kerentanan
pasca kejadian gempa dan tsunami di Aceh. Menurut pantai terhadap pengaruh/imbas kejadian badai yang
Meilianda (2009), gempa dan tsunami memberikan mengakibatkan kejadian gelombang maksimum di
dampak yang besar terhadap morfologi pantai dan perairan pantai. Pencapaian tujuan ini dilakukan dengan
perkembangannya di masa depan. Sea Defense mengadopsi metode yang sudah pernah diterapkan di
Consultant (2009) sudah melakukan kajian dampak Negara Turki oleh Mendoza (2008). Namun dalam studi
tsunami terhadap perubahan dasar Pantai Aceh dan Nias ini penentuan kejadian badai diasumsikan sebagai
dan kondisi sosial ekonomi. Namun, kajian terkait pengaruh/imbas kejadian badai dimana gelombangnya
dengan kerentanan pantai terhadap impak/imbas dianalisis berdasarkan tinggi gelombang maksimum
kejadian badai (storms) yang hasilnya akan berupa yang diperoleh dari data kecepatan angin maksimum.
matriks kerentanan pantai dan indeks kerentanan pantai Pada penelitian ini daerah Muara Krueng Aceh sampai
masih sedikit dilakukan. ke kanal banjir Alue Naga digunakan sebagai studi
kasus. Lokasi penelitian ini terletak pada 5o34’10”LU -
Kajian kerentanan pantai di Aceh perlu dilakukan 5o36’40”LU dan 95o18’20”BT –95o31’40”BT seperti
terhadap impak/imbas kejadian badai yang setiap tahun ditampilkan pada Gambar 1. Daerah ini merupakan
selalu terjadi agar pemerintah dapat menyusun daerah ‘low-laying’, terkena tsunami yang sangat parah
kebijakan manajemen zona pantai bagi keberlanjutan pada tahun 2004; mengalami erosi pantai yang intens;
pengembangan pantai dan panduan dalam menangani banyak mengalami perubahan pembangunan seperti
masalah yang terkait dengan kejadian badai, sehingga jetty, konstruksi pelindung pantai dan pelabuhan ikan;
dipilih menjadi tema penting dalam penelitian ini. dan berpenduduk padat.
Pengkajian dilakukan dengan metode yang sesuai dan
dapat diterapkan untuk kebutuhan lokal, yang biasanya
selalu memiliki keterbatasan ketersediaan data. Juga,
penelitian ini akan menjadi sangat penting untuk
dilakukan terkait dengan kebutuhan pemerintah sebagai
pengambil kebijakan dalam kaitannya dengan
pengelolaan manajemen zona pantai terpadu (Integrated
Coastal Zone Management).
8
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Kebencanaan
TDMRC-Unsyiah, Banda Aceh, 13 – 19 April 2011
ISSN 2088-4532
pantai di Aceh dan juga pengembangan RTRW untuk
zona pantai.
2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Tinjauan kepustakaan ini mencakup mekanisme
pelaksanaan penelitian yang terdiri dari berbagai
kegiatan dan tahapan pelaksanaan yang disesuaikan
dengan metode yang sudah pernah diterapkan di Negara
Turki oleh Mendoza (2008).
ISSN 2088-4532
buffer lagi dan kerusakan terhadap bangunan kerentanan banjir (flood vulnerability indicator) dan
dibelakangnya akan mungkin terjadi. indikator kerentanan erosi (erosion vulnerability
Untuk kondisi dimana pantainya sudah mengalami indicator).
perlindungan, maka profil pantai yang dimiliki berbeda Indikator kerentanan banjir menurut Mendoza
dengan pantai yang tanpa perlindungan. Gelombang (2008) didefinisikan sebagai fungsi dari parameter
yang menuju pantai akan menghantam bangunan dan tengah banjir (flood intermediate parameter, FIP)
kemudian akan direfleksikan kembali ke laut. Akan dimana untuk setiap tingkatan badai dirumuskan
terjadi gelombang naik ke permukaan bangunan yang sebagai:
disebut dengan ’ru nup’ gelombang. (Ru + α σ R ) + ξ (3)
Potensi banjir dapat dijelaskan sebagai situasi FIP = u
BH
temporer dimana air laut menggenangi kawasan diluar
kebiasaan yang dapat menyebabkan kerusakan dan dimana: Ru = run up kelompok gelombang untuk tipe
ancaman. Menurut Mendoza (2008), karakteristik pantai tertentu (m); σ Ru = standar deviasi run up yang
potensi banjir ditentukan berdasarkan dua parameter
diprediksi untuk semua badai dalam tingkatannya;
yaitu: run up dan storm surge. Ilustrasi banjir dan run
up dapat dilihat pada Gambar 2. Nilai run up ditentukan
α = faktor yang digunakan untuk menghitung tingkat
keamanan yang diinginkan; ξ = nilai rerata rambatan
oleh kemiringan, kekasaran, porositas pantai,
badai representatif dari tipe atau kelas badai (m).
keberadaan berm, geometri pantai, dan karakteristik
gelombang datang. Storm surge merupakan kejadian
Bila FIP diketahui, maka komponen kerentanan yang
naiknya level muka air yang didorong ke arah pantai
terkait dengan genangan yaitu Indeks Kerentanan Banjir
oleh gaya pusaran angin saat badai. Kenaikan muka air
(Flood Vulnerability Index, FVI) dihitung dengan
yang dikombinasikan dengan pasang surut akan
menggunakan aturan skala yang disajikan pada Gambar
menghasilkan pasang badai (storm tide). Besarnya run
4 dalam skala 0 sampai dengan 1.
up yang terjadi diprediksi dengan mengadopsi rumus
Pendekatan yang sama juga diterapkan dalam
Stockdon et al (Mendoza, 2008) yang disederhanakan
menentukan indikator penentuan kerentanan erosi.
sebagai berikut:
Pantai yang memiliki dunes (gunungan pasir) akan
R2 = 0.043(H 0 L0 )
1/ 2
(2) memiliki cukup ruang pantai sebelum mengalami impak
Dimana: R2 adalah run up gelombang, H0 dan L0 adalah badai. Setelah badai menghadang, dunes ini masih
tinggi dan panjang gelombang di laut dalam. mampu melindungi bangunan di belakangnya terhadap
impak badai. Bila selama terjadinya badai dunes ini
menghilang, dapat dikatakan bahwa pantai telah gagal
sebagai agen pelindung, seperti digambarkan pada
Gambar 3.
∆X + ασ (∆X ) (4)
EIP =
BW
Gambar 2: Ilustrasi proses erosi - sedimentasi profil
dimana: ∆X= kemunduran representatif garis pantai (m);
pantai
Sumber : Mendoza (2008) σ = standar deviasi dari estimasi pantai; α = angka
faktor yang dipakai untuk level keamanan yang
Bagi pantai yang terdapat struktur pengaman pantai diinginkan = 1; BW = lebar pantai (m)
perhitungan run up dilakukan dengan menghitung
angka Irribarren dan grafik run up gelombang
(Triatmodjo, 1999:268)
10
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Kebencanaan
TDMRC-Unsyiah, Banda Aceh, 13 – 19 April 2011
ISSN 2088-4532
11
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Kebencanaan
TDMRC-Unsyiah, Banda Aceh, 13 – 19 April 2011
ISSN 2088-4532
ini dilakukan dengan metode yang disarankan CERC sampel sedimen dasar dan sedimen melayang. Data
(1984) dengan menggunakan Metode SMB untuk base GIS yang berisikan informasi terkait dengan lokasi
peramaan tinggi dan periode gelombang signifikannya. studi juga digunakan sebagai sumber informasi
sekunder di dalam analisis.
3.2 Proses II: Observasi dan Pengukuran di
Lapangan terhadap Pengaruh/Impak Badai 3.4 Proses IV: Penentuan Indeks Kerentanan
Observasi dan pengukuran di lapangan terhadap impak Pantai Terhadap Pengaruh /Impak Badai
badai diperoleh dari perubahan garis pantai yang Mendefinisikan indeks kerentanan pantai terhadap
ditinjau berdasarkan pias-pias pengukuran sepanjang impak kejadian badai ataupun gelombang maksimum
setiap 200m per pias sepanjang pantai. bila tidak diperoleh kejadian badai, dengan
menggunakan parameter intermediate untuk tinggi
Peninjauan perubahan garis pantai ini mencakup: genangan dan erosi, dan perubahan garis pantai.
a. kondisi pantai di sebelah kiri muara Krueng Aceh,
pada daerah muara, dan pada daerah sebelah kanan Didalam analisis flood intermediate parameter (FIP),
muara, nilai run up diperoleh berdasarkan Pers (2). Analisis
b. sepanjang pantai antara muara Krueng Aceh sampai erosion intermediate parameter (EIP) menggunakan
sebelah kanan muara Kanal Banjir; kenaikan muka air akibat pasang surut, posisi garis
c. kondisi pantai di sebelah kiri muara Kanal Banjir, gelombang pecah sebagai dasar penentuan maju atau
pada daerah muara, dan pada daerah sebelah kanan mundurnya garis pantai (∆X) pada Pers (4). Data
muara Kanal Banjir, pasang surut diperoleh dari data NOAA pada posisi
dengan panjang garis pantai keseluruhan sekitar 5000m. Ulee Lheue, dan analisis gelombang pecah mengikuti
Pengukuran di lapangan ini dilakukan dalam 2 tahapan persamaan Goda (Goda, 1985:73) ataupun persamaan
pengukuran untuk melihat sejauh mana perubahan profil Munk ( Triatmodjo, 1999:94).
pantai yang terjadi diantara dua kali pengukuran
tersebut. Survey yang dilakukan sebelum dan sesudah
flood potential
badai dalam rentang waktu penelitian ( 20 November wind data (survey topografi & bathymetry
Basical
(BMKG Bl Bintang for: run up, BH, tidal range)
2010 – 20 Januari 2011) selain dengan melakukan 2000-2009) consideration for
Coastal Zone
observasi dan pengukuran secara langsung, juga erosion potential Management
tide data (Survey topografi & bathymetry
berdasarkan data sebelumnya yang diambil pasca (NOA tide data) for: BW, ∆X, ∆V, profil Bruun) in
kejadian tsunami 2004 dan juga melalui prediksi dengan Definition of Induced response of
Banda Aceh Coast
Model Bruun (Gutierrez, Williams dan Thieler ,2008). storm classes wave classes (5 classes)
(Table 2, Mendoza) (Table 2, Mendoza)
Data pada objek penelitian secara langsung juga
diperoleh, selain menggunakan data foto udara dan data
angin dari stasiun klimatologi. Data ini diperoleh Flood vulnerability index (FVI)
ISSN 2088-4532
3.000
2.000
0.000
Survey lapangan yang telah dilakukan dalam 2 Data Profil I
E le v a tio n
Data Profil II
-1.000 MS L
tahap pengukuran baik topografi dan bathymetry -2.000
2.000
dengan 2009.
1.000
Data Profil I
E le v a tio n
0.000
Data Profil II
MS L
-1.000
-2.000
-3.000
-4.000
0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00
Distance
(a)
13
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Kebencanaan
TDMRC-Unsyiah, Banda Aceh, 13 – 19 April 2011
ISSN 2088-4532
Tabel 4. Rekapitulasi Prediksi Tinggi dan Periode Tabel 5. Hasil analisis run up terhadap klasifikasi
Gelombang Maksimum selama 10 tahun gelombang maksimum
14
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Kebencanaan
TDMRC-Unsyiah, Banda Aceh, 13 – 19 April 2011
ISSN 2088-4532
(b)
Gambar 9: Lapisan batu penutup breakwater yang
Gambar 8: Gambaran Kelas FVI, EVI, dan CVI bergeser dan jatuh ke air
pada lokasi penelitian
15
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Kebencanaan
TDMRC-Unsyiah, Banda Aceh, 13 – 19 April 2011
ISSN 2088-4532
Kelanjutan dari penelitian ini adalah dijadikan referensi bagi peneliti lain yang tertarik dalam
memasukan faktor sosial dan ekonomi bagi pengguna masalah ini.
pantai, yaitu penduduk dikawasan pantai yang ditinjau. Penelitian kajian ini masih perlu ditindaklanjuti
Untuk penelitian lanjutan dari penelitian tahap awal ini, dengan memasukkan pengaruh kerentanan komponen
akan dipilih lokasi yang sangat sering diancam badai sosial dan juga kerentanan ekonomi terhadap bencana
dan juga kondisinya masih alami, seperti perairan pantai badai ataupun gelombang maksimum. Berarti untuk
di Aceh Barat dan sebagian kawasan pantai Aceh Utara. kedepan, tim peneliti perlu menambah anggotanya dari
Dari berita yang disiarkan secara umum banyak tempat- bidang keilmuan lainnya yang menyangkut sosial
tempat di Aceh Barat dan Aceh Utara yang sangat ekonomi penduduk sekitar pantai yang biasanya terkena
rentan terhadap gelombang badai. impak bencana. Dari penelitian terpadu ini nantinya,
diharapkan hasil yang diperoleh dapat disumbangkan
5. KESIMPULAN DAN SARAN kepada Pemerintah Daerah Aceh untuk penanganan
bencana di pantai Aceh, terutama terhadap bencana
5.1 Kesimpulan badai. Terimakasih.
1. Pekerjaan perulangan pengukuran pada cross section
yang sama perlu dilakukan untuk melihat impak Ucapan terimakasih
badai atau gelombang maksimum yang telah Tim peneliti dari Peer Group Tsunami, Abrasi pantai,
berlangsung terhadap profil pantai.dari hasil kedua SLR, Badai - TDMRC mengucapkan banyak
pengukuran tersebut diperoleh nilai ∆X yang terimakasih atas pendanaan menyeluruh dari pihak
diperlukan untuk perhitungan parameter tengah MDF dan UNDP melalui project DRR-A dengan nomor
erosi (EIP). kontrak: 537.G/TDMRC-UNSYIAH/TU/XI/2010, dan
2. Kelas gelombang telah dipilih sebagai pengganti juga atas kerjasama TDMRC dengan Pemerintah
kelas badai yang diadopsi dari Mendoza (2008), Daerah Aceh dan Departemen Dalam Negeri.
tetapi masih menggunakan kriteria nilai besaran
untuk klasifikasi tersebut. Hal ini dilakukan karena Daftar Pustaka
storm surge belum pernah menghampiri lokasi CERC (1984) Shore Protection Manual, U.S. Army
peninjauan. Dalam analisis FIP dan EIP dianggap Corps of Engineers, Department of Army, Washington,
bahwa nilai ξ=0. USA
3. Besaran FIP yang diperoleh untuk ke lima kelas
gelombang berkisar antara 0.363 – 1.268 yang Goda, Y. (1985) Random Seas and Design of Marine
menandakan indeks kerentanan banjir (FVI) antara Structures, Univ.of Tokyo Press, Japan.
sangat rendah sampai sangat tinggi. Jimenez, J.A.Q. and E.T.Ponce Mendoza (2008)
4. Besaran EIP yang diperoleh untuk ke lima kelas Coastal Vulnerability to Storms in Catalan Coast,
gelombang berkisar antara 0.0052 sampai 7.3578 Doctoral Disertation in Laboratori d’Enginyeria
yang menandakan indeks kerentanan erosi (EVI) Maritima Universitat Politecnica de Catalunya,
juga antara sangat rendah sampai sangat tinggi. Barcelona (in English version)
5. Hasil kombinasi FVI dan EVI menyimpulkan
Indeks kerentanan pantai (CVI) yang juga Mendoza, E. T. and J. A. Jiménez (2008) Vulnerability
bervariasi dari sangat rendah (VL) sampai sangat Assessment to Coastal Storms at a Regional Scale,
tinggi (VH) di sepanjang pantai antara Muara ICCE 2008.
Krueng Aceh sampai Muara Banjir Kanal Krueng
Aceh di Banda Aceh. Mendoza, E. T. and J. A. Jiménez (2006) Storm-induced
6. Tempat atau pias yang dianalisis mempunyai erosion potential on the Catalonian coast, Journal of
kerentanan tinggi perlu mendapat perhatian bila Coastal Reseach, SI 48 (Proceedings of the 3rd Spanish
pada lokasi tersebut merupakan daerah terbangun Conference on Coastal Geomorphology) 81-88. Las
dan berpenduduk padat. Palmas de Gran Canaria, Spain, ISSN 0749-0208