Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hidrosefalus adalah penumpukan CSS sehingga menekan jaringan otak. Jumlah
cairan bisa mencapai 1,5 liter bahkan ada sampai 5 liter, sehingga tekanan intrakranial
sangat tinggi. Hidrosefalus sering di jumpai sebagai kelainan konginetal namun bisa
pula oleh sebab postnatal. Angka kejadian hidrosefalus kira-kira 30 % yang di temui
sejak lahir, dan 50% pada 3 bulan pertama. Frekuensi hidrosefalus ini utero 2:2000
bayi, dan kira-kira 12% dari semua kelainan konginetal. Hidrosefalus sering
menyebabkan distosia persalinan. Apabila hidrosefalus berlanjut setelah lahir dan tetap
hidup akan menjadi masalah pediatri sosial.
Pasien hidrosefalus memerlukan perawatan khusus dan benar karena pada anak
yang mengalami hidrosefalus ada kerusakan saraf yang menimbulkan kelainan
neurologis berupa gangguan kesadaran sampai pada gangguan pusat vital dan resiko
terjadi dekubitus.
Mahasiswa keperawatan perlu mempelajari cara mencegah dan menanggulangi masalah
hidrosefalus dengan student center learning berupa pembuatan makalah dan diskusi
antar teman di kelas.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan tentang hidrosefalus ?
2. Bagimana asuhan keperawatan hidrosefalus ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Memahami konsep dan memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
hidrosefalus
2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang definisi hidrosefalus
2. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang epidemiologi dari hidrosefalus
3. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang etiologi hidrosefalus
4. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang klasifikasi hidrosefalus
5. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang patofisiologi dan pathogenesis
hidrosefalus
6. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang manifestasi Klinis hidrosefalus
7. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang pemeriksaan Diagnostik hidrosefalus
8. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang penatalaksanaan hidrosefalus
9. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang komplikasi hidrosefalus
10. Mahasiwa dapat menjelaskan tentang prognosis hidrosefalus
11. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Web of Cause hidrosefalus
12. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang asuhan keperawatan hidrosefalus.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
A. Definisi
Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal secara aktif yang
menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak ; walaupun pada kasus hidrosefalus
eksternal pada anak- anak cairan akan berakumulasi di dalam rongga araknoid.
Ada beberapa istilah dalam klasifikasi hidrosefalus: (satyanegara,2010)
1. Hidrosefalus internal : menunjukkan adanya dilatasi ventrikel.
2. Hidrosefalus eksternal : cenderung menunjukkan adanya pelebaran rongga
subarachnoid diatas permukaan korteks.
3. Hidrosefalus komunikans adalah keadaan hidrosefalus dimana ada hubungan
antara system ventrikel dengan rongga subarachnoid otak dan spinal.
4. Hidrosefalus nonkomunikans bila ada blok di dalam sistem ventrikel atau
salurannya kerongga subarachnoid.
Berdasarkan waktu onzetnya
1. Akut : dalam beberapa hari.
2. Subakut : dalam beberapa minggu.
3. Kronis : bulanan.
Beradasarkan gejala yang ada
1. Hidrosefalus arrested menunjukkan keadaan dimana faktor- faktor yang
menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi.
2. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang
diakibatkan oleh atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua.
Secara teoritis terjadi sebagai berikut
1. Produksi likuar yang berlebihan
2. Peningkatan resistensi aliran likuor
3. Peningkatan tekanan sinus venosa
2.2 Epidemiologi
Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi hidrosefalus
kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-43% disebabkan oleh
stenosis aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis

2
kelamin, juga dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur.
Pada remaja dan dewasa lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus
infantil; 46% adalah akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan
subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior (Darsono,
2005:211).

2.3 Etiologi
Hidrosefalus dapat terjadi karena gangguan sirkulasi likuor di dalam system
ventrikel atau oleh produksi berlebihan likuor. Hidrosefalus obstruktif atau
nonkomunikans terjadi bila sirkulasi likuor otak teganggu, yang kebanyakan disebabkan
oleh stenosis akuaduktus Sylvius, Atresia foramen magendi dan luschka, maiformasi
vaskuler atau tumor bawaan. Hidrosefalus komunikans yang terjadi karena produksi
berlebihan atau gangguan penyerapan juga jarang ditemukan.(Wirn de jong).

2.4 Klasifikasi
Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya, berdasarkan
:
1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan
hidrosefalus tersembunyi (occult hydrocephalus).
2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita.
3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.
4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans.
Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus
eksternal menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan
korteks. Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada
aliran likuor. Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan
asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan dimana faktor-faktor yang
menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus
ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak
primer, yang biasanya terdapat pada orang tua. (Darsono, 2005)
Hidrosephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua:
1. Kongenital
Merupakan Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan, sehingga :

3
 Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil.
 Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya tekanan
intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.
2. Didapat
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan penyebabnya adalah
penyakit-penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana
pengobatannya tidak tuntas.
Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi kemudian
terganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial.Sehingga perbedaan
hidrosefalus kongenital dengan di dapat terletak pada pembentukan otak dan
pembentukan otak dan kemungkinan prognosanya.

Berdasarkan letak obstruksi CSS ( Cairan Serbrospinal ) hidrosefalus pada bayi


dan anak ini juga terbagi dalam dua bagian yaitu :
1. Hydrocephalus komunikan
Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga
terdapat aliran bebas CSS dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan.
Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk
mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau
malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan
karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya
hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala –
gejala peningkatan ICP).
Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid
untuk mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau
malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan
karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya
hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala –
gejala peningkatan ICP).
2. Hydrocephalus non komunikan
Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel sehingga
menghambat aliran bebas dari CSS. Biasanya gangguan yang terjadi pada

4
hidrosefalus kongenital adalah pada sistem vertikal sehingga terjadi bentuk
hidrosefalus non komunikan.
Biasanya diakibatkan obstruksi dalam sistem ventrikuler yang mencegah
bersikulasinya CSS. Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia
yang berhubungan dengan malformasi congenital pada system saraf pusat atau
diperoleh dari lesi (space occuping lesion) ataupun bekas luka. Pada klien
dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi pada sistem ventricular
atau bentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam system di dalam system
ventricular. Pada klien dengan garis sutura yang berfungsi atau pada anak–anak
dibawah usia 12–18 bulan dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai
ekstrim, tanda–tanda dan gejala–gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada
anak-anak yang garis suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan / separasi
garis sutura dan pembesaran kepala.
3. Hidrocephalus Bertekan Normal ( Normal Pressure Hidrocephalus )
Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan kompresi
jaringan serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya
normal, gejala – gejala dan tanda – tanda lainnya meliputi ; dimentia, ataxic
gait, incontinentia urine. Kelainan ini berhubungan dengan cedera kepala,
hemmorhage serebral atau thrombosis, mengitis; pada beberapa kasus
(Kelompok umur 60 – 70 tahun) ada kemingkinan ditemukan hubungan
tersebut.
Pathway

5
2.5 Patofisiologi dan Patogenesis
Dikarenakan kondisi CSS yang tidak normal hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai
akibat dari tiga mekanisme yaitu:
1. Produksi likuor yang berlebihan
2. Peningkatan resistensi aliran likuor
3. Peningkatan tekanan sinus venosa
Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial(TIK)
sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme
terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat
selama perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :
1. Kompresi sistem serebrovaskuler.
2. Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler
3. Perubahan mekanis dari otak.
4. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis
5. Hilangnya jaringan otak.
6. Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial.

Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan


aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan
resistensi yang disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara
proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang.
Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan
tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah
dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk
mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi.
Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplians tengkorak.
(Darsono, 2005:212)

2.6 Manifestasi Klinis


1. Pembesaran tengkorak, Hipotrofi otak.
2. Kelainan neurologi (mata selalu mengarah ke bawah, gangguan perkembangan
motorik, gangguan penglihatan).

6
3. Terjadi penipisan korteks cerebrum yang permanen bila penimbunan cairan
dibiarkan.
4. Vena kulit kepala sering terlihat menonjol.
5. Pada bayi yang suturanya masih terbuka akan terlihat lingkar kepala frontoosipital
yang makin membesar, sutura yang meregang dengan fontanel cembung dan
tegang.(Wirn de jong)
Pertumbuhan kepala normal terjadi pada 3 bulan pertama. Lingkar kepala akan
bertambah kira- kira 2 cm setiap bulan. Pada 3 bulan berikutnya, penambahan akan
berlangsung lebih lambat.
Ukuran rata- rata lingkar kepala
Lahir 35 cm
Umur 3 bulan 41 cm
Umur 6 bulan 44 cm
Umur 9 bulan 46 cm
Umur 12 bulan 47 cm
Umur 18 bulan 48,5 cm

2.7 Pemeriksaan diagnostik


1. Pengukuran Lingkar kepala setiap hari
2. Pertumbuhan/ pembesaran kepala yang cepat
3. CT Scan, MRI, EEG
4. Isotope Ventriculogram

2.8 Penatalaksanaan
Pada sebagian penderita, pembesaran kepala berhenri sendiri (arrested
hydrocephalus) mungkin oleh rekanalisasi ruang subarachnoid atau kompensasi
pembentukan CSS yang berkurang. Tindakan bedah belum ada yang memuaskan 100
%, kecuali bila penyebabnya ialah tumor yang masih bisa diangkat. (De jong W)
Ada tiga prinsip pengobatan hidrosefalus, yaitu :
1. Mengurangi produksi CSS dengan merusak sebagian pleksus koroidalis, dengan
tindakan reseksi atau koagulasi, kakan tetapi hasilnya tidak memuaskan.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorpsi yang
menghubungkan ventrikel denga ruang subarachnoid. Misalnya, ventrikulo-

7
sisternotomi Torkildsen pada stenosis akuaduktus. Pada anak hasilnya kurang
memuaskan, karena sudah ada insufisiensi fungsi absorpsi.
3. Pengeluaran CSS ke dalam organ ekstrakranial.
Penanganan sementara
Penanganan ini dilakukan untuk mengatasi pembesaran ventrikel dan dapat
diterapkan pada beberapa situasi tertentu seperti pada kasus stdium akut
hidrosefalus paska pendarahan. Penanganan sementara yang dapat dilakukan antara
lain: (Wood worth GF)
1. Terapi konvensional medikamentosa, ditujukan untk membatasi evolusi
hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dan pleksus choroid atau
upayameningkatkan resorpsinya (isorbid). Terapi diatas hanya bersifat
sementara sebelum dilalukan terapi defenitif diterapkan atau bila ada harapan
kemungkinan pulihnya gangguan hemodinamik tersebut. Sebaliknya terapi ini
tidak efektif untk pengobatan jangka panjang mengingat adanya resiko
terjadinya gangguan metabolik.
2. Drainase liqouor eksternal; dilakukan dengan memasang kateter ventrikuler
yang kemudian dihubungkan dengan suatu kantong drain eksternal. Kedaan ini
dilakukan untuk penderita yang berpotensi menjadi hidrosefalus (hidrosefalus
transisi) atau yang sedang mengalami infeksi. Keterbatasan tindakan ini adalah
adanya ancaman kontaminasi luquor dan penderita harus selalu dipantau secara
ketat. Cara lain yang mirip dengan metode ini adalah puksi ventrikel yang
dilakukan berulang kali untuk mengatasi pembesaran ventrikel yang terjadi.
Operasi pemasangan “pintas” (shunting)
Sebagian besar pasien hidrosefalus memerlukan shunting, bertujuan membuat
aliran loquor baru (ventrikel atau lumbar) dengan kavitas drainase (seperti:
peritoneum, atrium kanan, pleura). Pada anak – anak lokasi kavitas yang terpilih
adalah rongga peritoneum ,mengingat mampu menampug kateter yang cukup
panjang sehingga dapat menyesuaikan pertumbuhan anak serta resiko terjadi infeksi
relatif lebih kecil dibanding rongga jantung. Biasanya cairan LCS di drainase dari
ventrikel, namun terkadang pada hidrosefalus kemungkinan ada yang di drain ke
rongga subarachnoid lumbar. (Satynegara)

8
Drainase yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi lanjutan seperti
terjadinya efusi subdural, kraniosinostosis, lokulasi ventrikel dan hipotensi
ortostatik.
Penanganan Alternatif
Tindakan alternatif selain operasi pintas (shunting) diretapkan khususnya bagi
kasus- kasus yang mengalami sumbatan di dalam sistem ventrikel termasuk juga
saluran keluar ventrikel IV (misal : stenosis akuduktus, tumor fosssa posterior, kista
arakhnoid ). Dalam hal ini maka tindakan terapeutik semacam ini perlu
dipertimbangkan terlebih dahulu, walaupun kadang lebih rumit dari pada
memasang shunt , mengingat restorasi aliran liquor menuju keadan atau mendeteksi
normal selalu lebih baik dari pada suatu drainase yang artifisial.
Penanganan yang dapat dilakukan antara lain :
1. Terapi etiologik ; penanganan terhadap etiologi hidrosefalus merupakan strategi
terbaik, seperti: pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A,
reseksi radikal lesi masaa yang meganggu aliran liquor, pembersihan sisa darah
dalam liquor atau perbaikan suatu malformasi. Pada beberapa kasus diharuskan
untuk melakukan terapi sementara terlebih dahulu sebelum diketahui secara pasti
lesi penyebab, atau masih memerlukan tindakan operasi shunting karena kasus
yang mempunyai etiologi multifactor atau mengalami gangguan aliran liquor
skunder.
2. Penetrasi membrane; penetrasi dasar ventrikel III merupakan suatu tindakan
membuat jalan alternatif melalui rongga subarachnoid bagi kasus- kasus stenosis
akuaduktus atau gangguan aliran pada fossa posterior (termasuk tumor fossa
posterior). Selain memulihkan fungsi sirkulasi liquor secara pseudofisiologi,
ventrukulostomi III dapat menciptakan tekanan hidrostatik yang uniform pada
seluruh sistem saraf pusat sehingga mencegah terjadinya perbedaan tekanan
pada struktur- struktur garis tenah yang rentan.
2.9 Komplikasi
Komplikasi sering terjadi karena pemasangan VP shunt adalah infeksi dan
malfungsi. Malfungsi disebakan oleh obstruksi mekanik atau perpindahan didalam
ventrikel dari bahan – bahan khusus (jaringan /eksudat) atau ujung distal dari
thrombosis sebagai akibat dari pertumbuhan. Obstruksi VP shunt sering menunjukan

9
kegawatan dengan manifestasi klinis peningkatan TIK yang lebih sering diikuti dengan
status neurologis buruk.
Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt. Infeksi umumnya akibat
dari infeksi pada saat pemasangan VP shunt. Infeksi itu meliputi septik, Endokarditis
bacterial, infeksi luka, Nefritis shunt, meningitis, dan ventrikulitis. Komplikasi VP
shunt yang serius lainnya adalah subdural hematoma yang di sebabkan oleh reduksi
yang cepat pada tekanan ntrakranial dan ukurannya. Komplikasi yang dapat terjadi
adalah peritonitis abses abdominal, perforasi organ-organ abdomen oleh kateter atau
trokar (pada saat pemasangan), fistula hernia, dan ilius.

2.10 Prognosis
Keberhasilan tindakan operatif serta prognosis hidrosefalus ditentukan ada atau
tidaknya anomali yang menyertai, mempunyai prognosis lebih baik dari hidrosefalus
yang bersama dengan malformasi lain (hidrosefalus komplikata). Prognosis hidrosefalus
infatil mengalami perbaikan bermakna namun tidak dramatis dengan temuan operasi
pisau. Jika tidak dioperasi 50-60% bayi akan meniggal karena hidrosefalus sendiri
ataupun penyakit penyerta. Skitar 40% bayi yang bertahan memiliki kecerdasan hampir
normal. Dengan bedah saraf dan penatalaksanaan medis yang baik, sekitar 70% diharap
dapat melampaui masa bayi, sekitar 40% dengan intelek normal, dan sektar 60% dengan
cacat intelek dan motorik bermakna. Prognosis bayi hidrosefalus dengan
meningomilokel lebih buruk.
Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan
neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan
meninggal karena penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh karena
aspirasi pneumonia. Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar 40%
anak akan mencapai kecerdasan yang normal (Allan H. Ropper, 2005).
Pada kelompok yang dioperasi, angka kematian adalah 7%. Setelah operasi
sekitar 51% kasus mencapai fungsi normal dan sekitar 16% mengalami retardasi mental
ringan. Adalah penting sekali anak hidrosefalus mendapat tindak lanjut jangka panjang
dengan kelompok multidisipliner. (Darsono, 2005)

10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. FOKUS PENGKAJIAN
1. Identitas Kx
Biasanya pada klien hidrosefalus terjadi pada anak usia kurang dari 5 tahun atau bayi
yang baru lahir.
2. Keluhan Utama
Pada umumnya klien kepalanya membesar, nyeri kepala hebat dan tidak sembuh dengan
analgetika cenderung semakin bertambah, mata membesar dan mata selalu melihat
kebawah, kelumpuhan anggota gerak, kesadaran menurun, GCS menurun.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Kx datang dengan keluhan nyeri kepala hebat, kepala membesar, kesadaran menurun,
kelumpuhan anggota gerak, GCS menurun.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Hidrosefalus merupakan penyakit bawaan namun hidrosefalus juga merupakan
komplikasi dari penyakit meningitis terutama meningitis tuberkulosa.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada kx dengan hidrosefalus biasanya keluarga atau orang-orang terdekat pernah
mengidap penyakit TB atau juga meningitis TB. Tetapi hidrosefalus merupakan
penyakit kelainan bawaan atau adakah keluarga kx untuk ibu kx sewaktu hamil yang
menderita demam tifoid dan menularkan kepada janin melalui darah.
6. Pola – pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup
Pada kx hidrosefalus biasanya personal hygienenya kurang karena terjadi
kelumpuhan anggota gerak dan kesadaran menurun.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Pada kx hidrosefalus terjadi gangguan kebutuhan nutrisi apalagi yang sudah
mengalami kelumpuhan anggota gerak dan kesadaran menurun, biasnya klien
terpasang infus dan NGT.
c. Pola eliminasi
Pada pola eliminasi juga kadang-kadang terjadi gangguan apabila kx sudah
mengalami kelumpuhan anggota gerak dan kesadarannya menurun, kx biasanya
terpasang dower kateter.

11
d. Pola istirahat dan tidur
Pada umumnya kx hidrosefalus mengalami gangguan tidur karena adanya cairan
cerebrispinal pada waktu pre op dan post op biasanya kx tidak mengalami gangguan
pola istirahat dan tidur.
e. Pola aktifitas dan latihan
Pada umumnya kx mengalami gangguan dalam melakukan aktivitasnya.
f. Pola Persepsi dan konsep diri
Biasanya pada kx dengan hidrosefalus mengalami gangguan dalam pola persepsi
dan konsep diri karena kx mengalami gangguan dalam cara menerima gambaran
dirinya.
g. Pola sensori dan kognitif
Pada umumnya kx dengan hidrosefalus daya pengelihatan mengalami gangguan
karena adanya cairan yang menumpuk pada otak sehingga terjadi pembesaran pada
kepala, sedangkan pendengaran, penciuman, perabaan biasanya tidak mengalami
gangguan, kx juga biasanya mengalami nyeri kepala, dan kognitif kx terganggu
karena kx dan keluarga tidak mengerti tentang penyakit yang diderita oleh kx.
h. Pola reproduksi dan sexual
Biasanya kx dengan hidrosefalus mengalami disfungsi sexual dikarenakan
kelumpuhan anggota gerak dan kesadaran yang menurun.
i. Pola hubungan peran
Pada umumnya kx dengan hidrosefalus kehilangan perannya sebagai anggota
keluarga dan masyarakat sekitarnya.
j. Pola penanggulangan stress
Biasanya kx dengan hidrosefalus mengalami kecemasan dan gelisah.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya klien dengan hidrosefalus yang tidak mengalami gangguan kesadaran dan
tidak mengalami kelumpuhan anggota gerak kx tidak mengalami gangguan dalam
pola tata nilai dan kepercayaan.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
- Biasanya pada kx Hydrosephalus kepala tampak membesar, mata melihat
kebawah, pupil oedem .
- Sesak nafas, GCS menurun, dan kecerdasan menurunl.

12
b. Palpasi
Biasanya turgor kulit menurun, membran mukosa kering, pada kepala kulit tipis
mengkilat.
c. Perkusi
Pada kepala kx apabila dilakukan perkusi maka didapatkan kepala kx terasa lunak.
d. Auskultasi
Biasanya kx bradikardi dengan tekanan darah naik..
e. Pemeriksaan nervus
Pada pemeriksaan nervus didapatkan kelainan pada nervus III, IV dan VI
(menggerakkan bola mata) mata seperti tanda matahari terbit, nervus VII wajah kx
tampak akaku karena terdapat tekanan, pada nervus XI kx susah menggerakkan
leher dan pundak, pada nervus XII kx tidak dapat menggerakkan lidah.
f. Pemeriksaan rangsangan meningeal
Pada pemeriksaan rangsangan meningeal biasanya pada kx dengan hidrosefalus
didapatkan kaku kuduk positif, kernik negatif.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan peningkatan volume
cairan serebrospinal
2. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan TIK
3. Resiko infeksi berhubungan dengan pembedahan penempatan shunt
4. Ketakutan atau kecemasan berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familier dengan sumber informasi
C. NOC & NIC
1. Dx I
Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan peningkatan volume
cairan cerebrospinal.
NOC : Status sirkulasi
Kriteria hasil NOC
1.1 Menunjukkan status sirkulasi ditandai dengan indikator berikut:
1.2 TD sistolik dan diatolik dalam rentang yang diharpkan
1.3 Tidak ada hipotensi otastik
1.4 Tidak ada bising pembuluh darah besar

13
2. Menunjukkan kemampuan kognitif, ditandai dengan indikator:
2.1 Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan usia serta kepmampuan
2.2 Menunjukkan perhatian, konsentrasi serta orientasi
2.3 Menunjukkan memori jangka lama dan saat ini
2.4 Memproses informasi
2.5 Membuat keputusan dengan benar
Intervensi NIC
1. Pantau hal-hal berikut ini
1.1 Tanda – tanda vital
1.2 Sakit kepala
1.3 Tingkat kesadaran dan orientasi
1.4 Diplopia inistagmus, penglihatan kabur, ketajaman penglihatan
1.5 Pemantauan TIK
1.5.1 Pemantauan TIK dan respon neurologis pasien terhadap aktivitas
perawatan
1.5.2 Pantau tekanan perfusi jaringan
1.5.3 Perhatikan perubahan pasien sebagai respon terhadap stimulus
2. Penatalaksanaan sensasi perifer
2.1 Pantau adanya parestes: mati rasa atau adanya rasa kesemutan
2.2 Pantau status cairan termasuk asupan dan haluaran
3. Aktivitas kolaboratif
3.1 Pertahankan parameter termodinamik dalam rentang yang dianjurkan
3.2 Berikan obat-obatan untuk meningkatkan volume intravaskuler, sesuai
permintaan
3.3 Berikan obat yang menyebabkan Hipertensi untuk mempertahankan
tekanan perfusi serebral sesuai dengan permintaan
3.4 Tinggikan bagian kepala tempat tidur 0 sampai dengan 45 derajat,
bergantung pada kondisi pasien dan permintaan medis
3.5 Berikan loap diuretik dan osmotik, sesuai dengan permintaan.
2. Dx II
Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan TIK
NOC :
2.1 Level nyeri

14
2.1.1 Laporan nyeri
2.1.2 Frekwensi nyeri
2.1.3 Lamanya nyeri
2.1.4 Ekspresi wajah terhadap nyeri
2.1.5 Kegelisahan
2.1.6 Perubahan TTV
2.1.7 Perubahan ukuran pupil
2.2 Kontrol Nyeri
2.2.1 Menyebutkan faktor penyebab
2.2.2 Menyebutkan waktu terjadinya nyeri
2.2.3 Menggunakan analgesik sesuai indikasi
2.2.4 Menyebutkan gejala nyeri.
NIC :
1. Manajemen Nyeri
1.1 Tampilkan pengkajian secara menyeluruh tentang nyeri termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekwensi, kualitas, intensitas dan faktor
predisposisi nyeri.
1.2 Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan, terutama jika tidak
dapat berkomunikasi secara efektif.
1.3 Pastikan pasien menerima analgesik yang tepat.
1.4 Tentukan dampak nyeri terhadap kwalitas hidup (misal ; tidur, aktivitas,
dll).
1.5 Evaluasi dengan pasien dan tim kesehatan, efektivitas dari kontrol nyeri
pada masa lalu yang biasa digunakan.
1.6 Kaji pasien dan keluarga untuk mencari dan menyediakan pendukung.
1.7 Berikan info tentang nyeri, misal; penyebab, berapa lama akan berakhir
dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur.
1.8 Kontrol faktor lingkungan yang mungkin mempengaruhi respon pasien
untuk ketidaknyamanan (misal : temperatur rungan cahaya dan
kebisingan).
1.9 Ajarkan untuk menggunakan teknik nonfarmokologi (misal : relaksasi,
guided imagery, therapi musik, distraksi, dll).

15
3. Dx III
Resiko infeksi berhubungan dengan pembedahan penempatan shutrl
NOC :
3.1 Kontrol Resiko
Kriteria hasil :
3.1.1 Dapat memonitor faktor resiko
3.1.2 Dapat memonitor perilaku individu yang menjadi faktor resiko
3.1.3 Mengembangkan keefektifan strategi untuk mengendalikan faktor
resiko
3.1.4 Memodifikasi gaya hidup untuk mengurangi faktor resiko
3.2 Deteksi Resiko
Kritria hasil :
3.2.1 Mengtahui atau mengungkapkan tanda dan gejala tentang indikasi
resiko.
3.2.2 Menggunakan sumber untuk menyediakan informasi tentang resiko
potensial.
3.2.3 Berpartisipasi dalam pemeriksaan.
NIC :
3.3 Kontrol Infeksi
Aktivitas :
3.3.1 Gunakan sarung tangn steril
3.3.2 Pelihara lingkungan yang tetap aseptik.
3.3.3 Batasi pengunjung
3.3.4 Beritahu pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan jika
terjadi infeksi laporkan kepada petugas kesehatan.
3.3.5 Anjurkan intake nutrisi yang baik.
3.4 Identifikasi Resiko.
Aktivitas :
3.4.1 Identifikasi pasien dengan kebutuhan perawatan secara berkelanjutan
3.4.2 Menentukan sumber yang finansial.
3.4.3 Identifikasi sumber agen penyakit untuk mengurangi faktor resiko.
3.4.4 Tentukan pelaksanaan dengan treatment medis dan perawatan.

16
4. Dx IV
Ketakutan atau kecemasan berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri
NOC:
4.1 Anxiety control
4.1.1 Monitor intensitas dari cemas
4.1.2 Mencari informasi untuk menurunkan cemas
4.1.3 Gunakan teknik relaksasi untuk menurunkan cemas
4.1.4 Melakukan hubungan sosial untuk memusatkan konsentrasi
4.1.5 Kontrol respon cemas
4.2 Coping
4.2.1 Identifikasi pola koping yang efektif
4.2.2 Identifikasi pola koping yang tidak efektif
4.2.3 Kontrol cara pasien dalam mengungkapkan perasaannya dengan kata
– kata
4.2.4 Laporkan penurunan stress
4.2.5 Pakai perilaku untuk peenurunan stress
NIC
1. Penurunan cemas
1.1 ciptakan lingkungan yang tenang untuk mengurangi cemas
1.2 menyediakan informasi yang benar dan jelas tentang diagnosis
dan program perawatan yang diberikan
1.3 kaji penyebab kecemasan pasien
1.4 anjurkan keluarga untuk mendampingi pasien guna mengurangi
kecemasan
1.5 identifikasi perubahan tingkat kecemasan pasien
2. Teknik ketenangan
2.1 pertahankan kontak mata dengan pasien
2.2 duduk dan berbincang – bincang dengan pasien
2.3 ciptakan suasana yang tenang
2.4 gunakan teknik distraksi
2.5 berikan obat anti cemas
2.6 instruksikan pasien dengan metoda decrease anxiety
(menguurangi cemas)

17
5. Dx V
Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familier dengan sumber informasi.
NOC :
5.1 Knowledge : Disease Process (1803)
5.1.1 Kenalkan dengan nama penyakit
5.1.2 Gambarkan dari proses penyakit
5.1.3 elaskan faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit
5.1.4 Jelaskan faktor resiko
5.1.5 Jelaskan efek dari penyakit
5.1.6 Jelaskan tanda dan gejala
5.2 Knowledga Illness care (1824
5.2.1 Proses penyakit
5.2.2 Pengendalian infeksi
5.2.3 Pengobatan
5.2.4 Prosedur pengobatan
5.2.5 Perawatan terhadap penyakit
NIC :
5.1 Teaching Disease Process
Aktifitas :
5.1.1 Jelaskan patofisiologi penyakit
5.1.2 Jelaskan tanda dan gejala dari penyait
5.1.3 Jelaskan proses penyakit
5.1.4 Identifikasi kemungkinan penyebab penyakit
5.1.5 Diskusikan pilihan perawatan
5.2 Teaching : Prosedur / Treatment
Aktifitas :
5.2.1 Informasikan kepada pasien kapan dan dimana prosedur
perawatan dilakukan
5.2.2 Informasikan kepada pasien tentang berapa lama prosedur
dilakukan
5.2.3 Jelaskan tujuan dari prosedur / perawatan
5.2.4 Gambarkan aktifitas sebelum prosedur dilakukan
5.2.5 Jelaskan prosedur tindakan.

18
D. ANALISA DATA
NO SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM PARAF

1 DS : Meningkatnya Perubahan
§ Orang tua klien mengatakan kepala volume cairan perfusi
anaknya membesar sejak 2 bulan yang serebrospinalis jaringan
lalu.
DO :
§ Lingkar kepala saat ini 67 cm
§ Kepala tampak membesar
§ Asimetris
§ Berbenjol pada bagian parietal dan
frontal, pada benjolan teraba fluktuasi
§ Ubun – ubun besar menonjol terbuka
§ Sutura melebar
§ Nadi : 102 x/i ( 130 x/i )
Pemeriksaan CT – Scan Kepala
§ Tampak Pelebaran berat Ventrikel
Kanan Kiri dan ventrikel III
§ Tampak Masa di Ventrikel IV dengan
pelebaran fosa posterior
§ Tampak LCS Mendesak 5 cm area
ventrikel lateral kanan
2 - DS : - Peningkatan Risiko
DO : tekanan intra injury
§ Tingkat kesadaran composmentis kranial ( TIK )
§ kapiler repil kurang < 2 detik
§ Lingkar kepala saat ini 67 cm

19
3 DS : Ketidakmampuan Inkontinen
§ Orang tua klien mengeluh anaknnya mengontrol pola sia Urin
buang air kecil 6 – 7x sehari berkemih
§ Orang tua klien mengeluh anaknnya
buang air besar 2 – 3x sehari
DO :
§ anakn buang air kecil 6 – 7x sehari
§ anakn buang air besar 2 – 3x sehari
4 DS : Peningkatan Gangguan
§ Oang tua mengatakan Kepala anaknya Cairan Tumguh
membesar perlahan – lahan dengan Serebropinalis Kembang
bentuk berbenjol pada bagian atas dan
dahi
§ Oang tua mengatakan Kepala anaknya
membesar di awali dengan dahi dan di
ikuti dengan bagian yang lain
DO :
§ Lingkar kepala saat ini 67 cm
§ Kepala tampak membesar

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko terjadi tekanan intra kranial meningkat berhubungan dengan adanya
penyumbatab pada arus liquor.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan intake tidak
seimbang, muntah.
3. Resiko terjadinya gangguan integritas kulit (dekubitus) berhubungan dengan
imobilisasi yang lama.
4. Resiko perubahan pola eliminasi urin sehubungan dengan penurunan fungsi
motorik, px tidak sadar.
5. Gangguan pemenuhan kebutuhan dasar (ADL) berhubungan dengan kesadaran.
6. Gangguan rasa nyaman (nyeri kepala) berhubungan dengan tik meningkat.
7. Cemas berhubungan dengan informasi yang kurang, kurang pengetahuan tentang
kondisi kx.

20
8. Resiko gagal nafas berhubungan dengan retensi sputum, px tidak sadar.

F. IMPLEMENTASI
Tahap pelaksanaan adalah perwujudan dari rencana tindakan yang telah disusun
sebelumnya pada tahap perencanaan untuk mengatasi masalah klien secara optimal
(Nasrul Effendi, 1995).

G. EVALUASI
Evaluasi juga merupakan tahap akhir dari suatu proses perawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatahn kx dengan tujuan yang
telah ditetapkan dilakukan dengan cara melibatkan kx dan sesama tenaga kesehatan.
(Nasrul Efendi, 1995).

21
DAFTAR PUSTAKA

Anonymuous, 2010. http://ms32.multiply.com/journal/item/23. Diakses tanggal 23


Oktober 2010
Anonymous,2010.http://idmgarut.wordpress.com/2009/02/02/hidrosefalus/.Diakses
tanggal 23 Oktober 2010
Anonymuous, 2010.http://Asuhan keperawatan pada klien ”HIDROSEFALUS” Blog
Penuh Cinta.htm. Diakses tanggal 23 Oktober 2010
Ropper, Allan H. And Robert H. Brown. 2005. Adams And Victor’s Principles Of
Neurology: Eight Edition. USA.
Muttaqin, arief. 2008, ‘’Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan System
Persyarafan hal 396-399”.Jakarta, Salemba Medika.

22

Anda mungkin juga menyukai