Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I ................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 4
PENUTUP ........................................................................................................................ 16
ii
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 16
3.2 Saran ................................................................................................................. 16
iii
BAB I
PENDAHULUAN
2
1.4 Manfaat Penulisan
3
BAB II
PEMBAHASAN
Serapan air dihitung dari banyaknya air yang mampu diserap oleh agregat
pada kondisi jenuh permukaan kering (JPK), atau saturated surface dry (SSD),
kondisi ini merupakan :
a) Keadaan kebasahan agregat yang hampir sama dengan agregat dalam beton,
sehingga agregat tidak akan menambah maupun mengurangi air dari
pastanya.
b) Kadar air di lapangan lebih banyak mendekati kondisi SSD daripada kondisi
kering tungku.
Resapan efektif (Ref) dipakai untuk menghitung berat air yang akan diserap (Wsr)
oleh agregat (Wag)dalam adukan beton, yaitu dengan rumus :
4
𝑊𝑠𝑟 = 𝑅𝑒𝑓 . 𝑊𝑎𝑔
Sehingga kelebihan air dalam campuran beton yang merupakan kontribusi dari
agregat dapat dihitung dengan rumus :
𝑊𝐵𝐻𝑆 − 𝑊𝑆𝑆𝐷
𝐴𝑘𝑒𝑙 = × 100%
𝑊𝑆𝑆𝐷
Air kelebihan ini dipakai untuk menghitung berat tambahan (Wtam) terhadap
campuran adukan beton, yaitu :
Kelebihan (Wag)dan berat pada kondisi SSD (WSSD) dapat digunakan untuk
menghitung banyaknya kandungan air (Kair) dalam agregat yang dinyatakan dalam
rumus:
𝑊𝐴𝑔𝑟 − 𝑊𝑆𝑆𝐷
𝐾𝐴𝑖𝑟 = × 100%
𝑊𝑆𝑆𝐷
Kadar air adalah banyaknya air yang terkandung dalam suatu agregat. Kadar
air agregat dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu :
1) Kadar air kering tungku, yaitu keadaan yang benar-benar tidak berair.
2) Kadar air kering udara, yaitu kondisi agregat yang permukaannya
kering tetapi megandung sedikit air dalam porinya dan masih dapat
menyerap air.
3) Jenuh kering permukaan (JPK), yaitu keadaan dimana tidak air di
permukaan agregat , tetapi masih dapat menyerap air. Dalam kondisi
ini air dalam agregat tidak akan menambah atau mengurangi air pada
campuran beton.
4) Kondisi basah, yaitu kondisi dimana butir-butir agregat banyak
mengandung air, sehngga akan menyebabkan penambahan pada kadar
air campuran beton.
5
Dari keempat kondisi tersebut hanya dua kondisi yang sering dipakai, yaitu kering
tungku dan kondisi SSD. Kadar air biasanya dinyatakan dalam presentase dan
dapat dihitung sebagai berikut :
𝑊1 − 𝑊2
𝐾𝐴 = × 100%
𝑊2
Berat jenis digunakan untuk menentukan volume yang diisi oleh agregat.
Berat jenis dari agregat pada akhirnya akan menentukan berat jenis dari beton
sehingga secara langsung menentukan banyaknya campuran agregat dalam
campuran beton. Hubungan antara berat jenias dan daya serap adalah jika semakin
tinggi nilai berat jenis agregat maka semakin kecil daya serap agregat tersebut.
Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa gradasi dapat dibedakan menjadi
tiga, yaitu menerus, seragam, dan sela. Untuk mendapat campuran beton yang
baik kadang-kadang kita harus mencampur beberapa jenis agregat. Untuk tu
pengetahuan mengenai gradasi ini pun menjadi penting. Dalam pengerjaan beton
yang paling banyak dipakai adalah agregat normal dengan gradasi yang ahrus
memenuhi syarat standar, namun untuk keperluanyang khusus sering dipakai
agregat ringan maupun agregat berat.
6
ayakan (mm) I II III IV
(mm)
9.5 100
4.75 95-100
2.36 80-100
1.18 50-85
0.6 25-60
7
0.3 10-30
0.15 2-10
Menurut British Standard (B.S), gradasi agregat kadar (kerikil/batu pecah) yang
baik sebaiknya masuk dalam batas yang tercantum dalam tabel berikut :
(mm) 40 mm 20 mm 12.5 mm
12.5 - - 90-100
Gradasi yang baik kadang sangat sulit didapatkan langsung dari suatu
tempat (quarry). Dalam praktek biasanya dlakukan pencampuran agar didapatkan
gradasi yang baik antara agregat kasar dengan agregat halus. SK SNI T-15-1990-
03:21memberikan batas gradasi yang diadopsi dari B.S, seperti yang tercamtum
dalam tabel-tabel dibawah ini :
Persen butiran yang lewat ayakan (%) untuk agregat dengan butir
maksimum 40 mm
8
19 50 59 67 75
9.6 36 44 52 60
4.8 24 32 40 47
2.4 18 25 31 38
1.2 12 17 24 30
0.6 7 12 17 23
0.3 3 7 11 15
0.15 0 0 2 5
Persen butiran yang lewat ayakan (%) untuk agregat dengan butir
maksimum30 mm
19 74 86 93
9.6 47 70 82
4.8 28 52 70
2.4 18 40 57
1.2 10 30 46
0.6 6 21 32
0.3 4 11 19
0.15 0 1 4
9
120
100
80
kurva 1
60
kurva 2
40 kurva 3
20
0
0.15 0.3 0.6 1.2 2.4 4.8 9.6 19 38
Persen butiran yang lewat ayakan (%) untuk agregat dengan butir
maksimum20 mm
0.15 0 0 0 2
0.3 2 3 5 12
0.6 9 14 21 27
1.2 16 21 28 34
2.4 23 28 35 42
4.8 30 35 42 48
9.6 45 55 65 75
10
120
100
80
kurva 1
60 kurva 2
kurva 3
40 kurva 4
20
0
0.15 0.3 0.6 1.2 2.4 4.8 9.6 19 38
Persen butiran yang lewat ayakan (%) untuk agregat dengan butir
maksimum10 mm
4.8 30 45 60 75
2.4 20 33 46 60
1.2 16 26 37 46
0.6 12 19 28 34
0.3 4 8 14 20
0.15 0 1 3 6
11
120
100
80
kurva 1
60 kurva 2
kurva 3
40 kurva 4
20
0
0.15 0.3 0.6 1.2 2.4 4.8 9.6 19 38
Modulus halus butir (fines modulus) atau biasa disingkat dengan MHB ialah
suatu indek yang dipakai untuk mengukur kehalusan atau kekasaran butir-butir
agregat (Abrams, 1918). MHB di definisikan sebagai jumlah persen kumulatif
dari butir agregat yang tertinggal di atas satu set ayakan
(38,19,9.6,4.8,2.4,1.2,0.6,0.3 dan 0.15 mm), kemudian nilai tersebut dibagi
dengan seratus (ilsley, 1942:232).
Makin besar nilai MHB suatu agregat berarti semakin besar butiran
agregatnya. Umumnya agregat halus mempunyai nilai MHB 5-8. Nilai ini juga
dapat dipakai sebagai dasar untuk mencari perbandingan dari campuran agregat.
Untuk agregat campuran nilai MHB yang biasa dipakai sekitar 5.0-6.0. Hubungan
ketiga nilai MHB tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut :
W = (K-C)/(C-P)x100%
Dengan :
12
P= Modulus halus butir agregat halus
Pada umumnya beton tidak tahan terhadap seringan kimia. Ada beberapa
bahan kimia yang bereaksi dengan beton, tetapi dua bentuk yang biasa dijumpai
yang menyerang terhadap beton yaitu serangan alkali dan serangan sulfat.
Beberapa jenis agregat ini mengandung silica reaktif sepeti cherts, batu
kapur yang mengandung silica dan beberapa jenis batuan vulkanikdapat bereaksi
dengan alkali yang berbeda dalam semen dan membentuk gel-silica yang
suasananya basa. Apabila terjadi hal yang demikian maka agregat tersebut
mengembang dan membengkak dan menyebabkan timbulnya retak-retak serta
penguraian beton yang bersangkutan.
Ca (OH)2 dalam pasta semen yang telah mengeras dapat larut dalam air,
terutama bila terdapat (CO)2. Jadi bilamana beton dalam masa pelayanan dilalui
aliran air dan menyerapnya, Ca (OH)2 dalam semen berpindah dan tersaring
keluar. Hal ini dapat merugikan beton karena keawetan beton akan berkurang.
Peristiwa ini sering di jumpai di bangunan hidrolik dimana terdapat bagian yang
retak, retak-retak dan berpori yang dapat dilalui oleh aliran air.
Pencegahan yang paling mudah yaitu dalam pemilihan agregat dan usaha
perawatan untuk mengurangi susut beton. Cara lainya yaitu dengan
membubuhkan bahan teras yang halus kedalam campuran beton yang
bersangkutan. Bahan teras ini efektif dalam mengurangi kadar alkali dalam beton.
Hampir semua larutan sulfat beraksi dengan Ca (OH)2 dan (C3A) dari semen
yang berdehidrasi untuk membentuk senyawa kalsium sulfat dan kalsium
sulfoaluminat. Dalam hal ini kalsium sulfat dan magnesium adalah yang paling
reaktif dalam suasana basa dijumpai secara luas dalam tanah,. Tidak seperti
13
kalsium hidroksida, senyawa-senyawa kimia ini tidak dapat larut dalam air.
Meskipun demikian, voloumnya lebih besar dari pada senyawa-senyawa pasta
semen sehingga beton yang telah mengeras ini memberikan konstribusi yang tidak
sedikit bagi kehancuran struktur.
2.6 Kekekalan
14
2.8 Karakteristik Panas (Sifat thermal Agregat)
Panas jenis dihitung jika beton digunakan untuk pekerjaan masa dan juga
untuk pekerjaan khusus.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan Pembahasan data dan fakta yang telah dijabarkan di atas maka
kami selaku penyunting dapat menyimpulkan bahwa sifat-sifat campuran pada
beton sangat berpengaruh pada mutu beton.Dimana agregat suatu beton harus
memenuhi syarat dan standar yang diberikan oleh ASTM C-33-82.
Untuk mengetahui sifat dari agregat kita bisa lihat dari kadar air pada
agregat, daya serap air, berat jenis dan daya serap agregat, gradasi agregat, tahan
terhadap alkali dan sulfat, kekekalan, modulus halus butir, perubahan volume,
karakteristik panas.
Dalam penerapannya penggunaan agregat harus sangat diperhatikan baik
dalam proses pemilihan maupun proses pencampuran yang juga sifat-sifat agregat
menjadi tolak ukur dalam proses perhitungan mutu beton.
3.2 Saran
Dari hasil tulisan tentang topik di atas mengenai pengaruh sifat agregat,
kami menyarankan sebagai berikut :
16
Adapun saran yang diberikan khusus kepada kami, sebagai penulis makalah ini
adalah:
Membagi tugas kepada setiap anggota kelompok, supaya lebih ringan dalam
mengerjakannya.
17