Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Jimbaran, September 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i

DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii

BAB I ................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................. 2
1.4 Manfaat Penulisan .............................................................................................. 3
BAB II................................................................................................................................. 4

PEMBAHASAN ................................................................................................................. 4

2.1 Serapan Air dan Kadar Air Agregat ..................................................................... 4


2.1.1 Serapan Air ................................................................................................. 4
2.1.2 Kadar Air .................................................................................................... 5
2.2 Berat Jenis dan Daya Serap Agregat ................................................................... 6
2.3 Gradasi Agregat................................................................................................... 6
2.3.1 Gradasi Agregat Normal ............................................................................. 6
2.3.2 Gradasi Agregat Campuran ......................................................................... 8
2.4 Modulus Halus Butir.......................................................................................... 12
2.5 Ketahanan Kimia ............................................................................................... 13
2.5.1 Ketahanan alkali........................................................................................ 13
2.5.2 Ketehanan sulfat........................................................................................ 13
2.6 Kekekalan .......................................................................................................... 14
2.7 Perubahan Volume ........................................................................................... 14
2.8 Karakteristik Panas (Sifat thermal Agregat) ...................................................... 15
2.8.1 Koefisien muai .......................................................................................... 15
2.8.2 Panas Jenis dan pengantar panas ............................................................... 15
BAB III ............................................................................................................................. 16

PENUTUP ........................................................................................................................ 16
ii
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 16
3.2 Saran ................................................................................................................. 16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Zaman semakin maju dan berkembang, IPTEK memberikan pengaruh besar


bagi seluruh aspek kehidupan. Salah satunya adalah teknologi konstruksi yang
sudah semakin maju dalam bidang teknik sipil. Dimana dapat kita lihat telah
berdiri kokoh seperti gedung-gedung bertingkat, jalan, kereta api, jembatan,
bandar udara, bangunan lepas pantai, Stadion, terowongan, dan lain-lain termasuk
pembuatan patung. Adapun elemen konstruksi tersebut berupa kayu, besi, baja,
beton, genting, kaca, dan sebagainya. Namun dewasa ini beton sering kita jumpai
sebagai elemen konstruksi bangunan. Hal ini dikarenakan beton memiliki
berbagai macam keuntungan, antara lain seperti :
1. Memiliki kekuatan yang tinggi,
2. Dapat dibentuk sesuai dengan bentuk dan ukuran yang dikehendaki,
3. Perawatan yang murah (Ekonomis),
4. Mudah dilaksanakan dibandingkan dengan bahan konstruksi lainnya,
5. Awet dan tahan terhadap cuaca serta api (durability).
Beton merupakan bahan campuran (composite) yang disusun oleh elemen
pembentuk struktur yang terdiri dari semen, agregat halus, agregat kasar dan air,
dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya. Beton dalam penggunaannya dalam
bidang kontruksi tidak berdiri sendiri, sering digabungkan dengan yang lain
seperti baja yang sering disebut dengan beton bertulang.
Kandungan beton pada umumnya terdiri dari semen, agregat, bahan
tambahan (admixture), dan air. Untuk mengisi volume pada beton dibutuhkan
agregat. Tanpa agregat beton itu tidak akan terbentuk. Maka agregat memilki
fungsi dan peranan sendiri yang sangat penting pada beton. Agregat yang baik
untuk digunakan adalah agregat yang menyerupai bentuk kubus atau bundar,
1
bersih, keras, kuat, bergradasi baik dan stabil secara kimiawi. Sampai saat ini
agregat selain bersal dari alam ada pula para pembuat beton menggunakan agregat
dari sisa-sisa bahan konstruksi yang masih layak dipakai sebagi agregat (buatan).
Maka, agregat merupakan penyusun terbesar dalam struktur beton. Oleh karena
itu, dibutuhkan agregat yang baik agar mampu menghasilkan mutu beton yang
tinggi.

1.2 Rumusan Masalah

Aspek – aspek yang dirumuskan adalah sebagai berikut :


1. Bagaimana pengaruh serapan air dan kadar air terhadap sifat agregat?
2. Bagaimana pengaruh berat jenis dan daya serap terhadap sifat agregat?
3. Bagaimana pengaruh gradasi agregat terhadap sifat agregat?
4. Bagaimana pengaruh modulus halus butir terhadap sifat agregat?
5. Bagaimana pengaruh ketahanan kimia terhadap sifat agregat?
6. Bagaimana pengaruh kekekalan terhadap sifat agregat?
7. Bagaimana pengaruh perubahan volume terhadap sifat agregat?
8. Bagaimana pengaruh karakteristik panas terhadap sifat agregat?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapaun maksud rumusan masalah tersebut bertujuan untuk :


1. Untuk mengetahui pengaruh serapan air dan kadar air terhadap sifat
agregat
2. Untuk mengetahui pengaruh berat jenis dan daya serap terhadap sifat
agregat
3. Untuk mengetahui pengaruh gradasi agregat terhadap sifat agregat
4. Untuk mengetahui pengaruh modulus halus butir terhadap sifat agregat
5. Untuk mengetahui pengaruh ketahanan kimia terhadap sifat agregat
6. Untuk mengetahui pengaruh kekekalan terhadap sifat agregat
7. Untuk mengetahui pengaruh perubahan volume terhadap sifat agregat
8. Untuk mengetahui pengaruh karakteristik panas terhadap sifat agregat

2
1.4 Manfaat Penulisan

1. Menambah wawasan dan kemampuan berfikir mengenai sifat-sifat agregat


2. Sebagai bahan kajian untuk mahasiswa dalam membuat tugas

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Serapan Air dan Kadar Air Agregat

Pada saat terbentuknya agregat kemungkinan terjadinya udara yang terjebak


dalam lapisan agregat atau terjadi karena dekomposisi mineral pembentuk akibat
perubahan cuaca, mak terbentuklah lubang, atau rongga kecil didalam butiran
agregat (pori). Pori dalam agregat mempunyai variasi yang cukup besardan
menyebar diseluruh tubuh butiran. Pori mungkin menjadi reservoir air bebas
didalam agregat. Presentasi berat air yang mampu diserap agregat didalam air
disebut sebagai serapan air, sedangkan benyaknya air yang terkandung dalam
agregat disebut kadar air .

2.1.1 Serapan Air

Serapan air dihitung dari banyaknya air yang mampu diserap oleh agregat
pada kondisi jenuh permukaan kering (JPK), atau saturated surface dry (SSD),
kondisi ini merupakan :
a) Keadaan kebasahan agregat yang hampir sama dengan agregat dalam beton,
sehingga agregat tidak akan menambah maupun mengurangi air dari
pastanya.
b) Kadar air di lapangan lebih banyak mendekati kondisi SSD daripada kondisi
kering tungku.

Resapan efektif dinyatakan dengan banyaknya jumlah yang diperlukan agregat


dalam kodisi kering udara (Wku) menjadi SSD (WSSD), rumusnya adalah:
𝑊𝑆𝑆𝐷 −𝑊𝐾𝑈
Ref = × 100%
𝑊𝑆𝑆𝐷

Resapan efektif (Ref) dipakai untuk menghitung berat air yang akan diserap (Wsr)
oleh agregat (Wag)dalam adukan beton, yaitu dengan rumus :

4
𝑊𝑠𝑟 = 𝑅𝑒𝑓 . 𝑊𝑎𝑔

Sehingga kelebihan air dalam campuran beton yang merupakan kontribusi dari
agregat dapat dihitung dengan rumus :

𝑊𝐵𝐻𝑆 − 𝑊𝑆𝑆𝐷
𝐴𝑘𝑒𝑙 = × 100%
𝑊𝑆𝑆𝐷

Air kelebihan ini dipakai untuk menghitung berat tambahan (Wtam) terhadap
campuran adukan beton, yaitu :

𝑊𝑡𝑎𝑚 = 𝐴𝑘𝑒𝑙 . 𝑊𝑎𝑔

Kelebihan (Wag)dan berat pada kondisi SSD (WSSD) dapat digunakan untuk
menghitung banyaknya kandungan air (Kair) dalam agregat yang dinyatakan dalam
rumus:

𝑊𝐴𝑔𝑟 − 𝑊𝑆𝑆𝐷
𝐾𝐴𝑖𝑟 = × 100%
𝑊𝑆𝑆𝐷

2.1.2 Kadar Air

Kadar air adalah banyaknya air yang terkandung dalam suatu agregat. Kadar
air agregat dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu :

1) Kadar air kering tungku, yaitu keadaan yang benar-benar tidak berair.
2) Kadar air kering udara, yaitu kondisi agregat yang permukaannya
kering tetapi megandung sedikit air dalam porinya dan masih dapat
menyerap air.
3) Jenuh kering permukaan (JPK), yaitu keadaan dimana tidak air di
permukaan agregat , tetapi masih dapat menyerap air. Dalam kondisi
ini air dalam agregat tidak akan menambah atau mengurangi air pada
campuran beton.
4) Kondisi basah, yaitu kondisi dimana butir-butir agregat banyak
mengandung air, sehngga akan menyebabkan penambahan pada kadar
air campuran beton.

5
Dari keempat kondisi tersebut hanya dua kondisi yang sering dipakai, yaitu kering
tungku dan kondisi SSD. Kadar air biasanya dinyatakan dalam presentase dan
dapat dihitung sebagai berikut :

𝑊1 − 𝑊2
𝐾𝐴 = × 100%
𝑊2

Jika agregat basah ditimbang beratnya (W1 ), kemudian dikeringkan dalam


tungku dengan suhu 1000±50 sampai beratnya konstan (biasanya selama 16-24
jam), kemudian ditimbang beratnya (W2), maka kadar airnya (KA) dapat
diketahui.

2.2 Berat Jenis dan Daya Serap Agregat

Berat jenis digunakan untuk menentukan volume yang diisi oleh agregat.
Berat jenis dari agregat pada akhirnya akan menentukan berat jenis dari beton
sehingga secara langsung menentukan banyaknya campuran agregat dalam
campuran beton. Hubungan antara berat jenias dan daya serap adalah jika semakin
tinggi nilai berat jenis agregat maka semakin kecil daya serap agregat tersebut.

2.3 Gradasi Agregat

Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa gradasi dapat dibedakan menjadi
tiga, yaitu menerus, seragam, dan sela. Untuk mendapat campuran beton yang
baik kadang-kadang kita harus mencampur beberapa jenis agregat. Untuk tu
pengetahuan mengenai gradasi ini pun menjadi penting. Dalam pengerjaan beton
yang paling banyak dipakai adalah agregat normal dengan gradasi yang ahrus
memenuhi syarat standar, namun untuk keperluanyang khusus sering dipakai
agregat ringan maupun agregat berat.

2.3.1 Gradasi Agregat Normal

SK. SNI T-15-1990-03 memberikan syarat-syarat untuk agregat halus yang


diadopsi dari British Standard di Inggris. Agregat halus dikelompokan dalam
empat daerah seperti dalam tabel berikut ini :

Lubang Persen berat butir yang lewat ayakan

6
ayakan (mm) I II III IV

10 100 100 100 100

4.8 90-100 90-100 90-100 95-100

2.4 60-95 75-100 85-100 95-100

1.2 30-70 55-90 75-100 90-100

0.6 15-34 35-39 60-79 80-100

0.3 5-20 8-30 12-40 15-50

0.15 0-10 0-10 0-10 0-15

 Keterangan : - daerah gradasi I = Pasir Kasar


- daerah gradasi II = Pasir Agak Kasar
- daerah gradasi III = Pasir Halus
- daerah gradasi IV = Pasir Agak Halus

ASTM C.33-86 dalam “Standard Specification For Concrete Aggregates”


memberikan syarat gradasi agregat halus seperti yang tercantum dalam tabel
dibawah ini, dimana agregat halus tidak boleh mengandung bagian yang lolos
pada satu set ayakan lebih besar dari 45% dan tertahan pada ayaka berikutnya.

Ukuran lubang ayakan Persen lolos kumulatif

(mm)

9.5 100

4.75 95-100

2.36 80-100

1.18 50-85

0.6 25-60

7
0.3 10-30

0.15 2-10

Menurut British Standard (B.S), gradasi agregat kadar (kerikil/batu pecah) yang
baik sebaiknya masuk dalam batas yang tercantum dalam tabel berikut :

Lubang ayakan Persen butir lewat ayakan, besar butr maks.

(mm) 40 mm 20 mm 12.5 mm

40 95-100 100 100

20 30-70 95-100 100

12.5 - - 90-100

10 10-35 25-55 40-85

4.8 0-5 0-10 0-10

2.3.2 Gradasi Agregat Campuran

Gradasi yang baik kadang sangat sulit didapatkan langsung dari suatu
tempat (quarry). Dalam praktek biasanya dlakukan pencampuran agar didapatkan
gradasi yang baik antara agregat kasar dengan agregat halus. SK SNI T-15-1990-
03:21memberikan batas gradasi yang diadopsi dari B.S, seperti yang tercamtum
dalam tabel-tabel dibawah ini :

Persen butiran yang lewat ayakan (%) untuk agregat dengan butir
maksimum 40 mm

Lubang kurva 1 kurva 2 kurva 3 kurva 4


ayakan (mm)

38 100 100 100 100

8
19 50 59 67 75

9.6 36 44 52 60

4.8 24 32 40 47

2.4 18 25 31 38

1.2 12 17 24 30

0.6 7 12 17 23

0.3 3 7 11 15

0.15 0 0 2 5

Persen butiran yang lewat ayakan (%) untuk agregat dengan butir
maksimum30 mm

Lubang kurva 1 kurva 2 kurva 3


ayakan (mm)

38 100 100 100

19 74 86 93

9.6 47 70 82

4.8 28 52 70

2.4 18 40 57

1.2 10 30 46

0.6 6 21 32

0.3 4 11 19

0.15 0 1 4

9
120

100

80
kurva 1
60
kurva 2

40 kurva 3

20

0
0.15 0.3 0.6 1.2 2.4 4.8 9.6 19 38

Persen butiran yang lewat ayakan (%) untuk agregat dengan butir
maksimum20 mm

Lubang kurva 1 kurva 2 kurva 3 kurva 4


ayakan (mm)

0.15 0 0 0 2

0.3 2 3 5 12

0.6 9 14 21 27

1.2 16 21 28 34

2.4 23 28 35 42

4.8 30 35 42 48

9.6 45 55 65 75

19 100 100 100 100

38 100 100 100 100

10
120

100

80
kurva 1

60 kurva 2
kurva 3
40 kurva 4

20

0
0.15 0.3 0.6 1.2 2.4 4.8 9.6 19 38

Persen butiran yang lewat ayakan (%) untuk agregat dengan butir
maksimum10 mm

Lubang ayakan kurva 1 kurva 2 kurva 3 kurva 4


(mm)

38 100 100 100 100

19 100 100 100 100

9.6 100 100 100 100

4.8 30 45 60 75

2.4 20 33 46 60

1.2 16 26 37 46

0.6 12 19 28 34

0.3 4 8 14 20

0.15 0 1 3 6

11
120

100

80
kurva 1

60 kurva 2
kurva 3
40 kurva 4

20

0
0.15 0.3 0.6 1.2 2.4 4.8 9.6 19 38

2.4 Modulus Halus Butir

Modulus halus butir (fines modulus) atau biasa disingkat dengan MHB ialah
suatu indek yang dipakai untuk mengukur kehalusan atau kekasaran butir-butir
agregat (Abrams, 1918). MHB di definisikan sebagai jumlah persen kumulatif
dari butir agregat yang tertinggal di atas satu set ayakan
(38,19,9.6,4.8,2.4,1.2,0.6,0.3 dan 0.15 mm), kemudian nilai tersebut dibagi
dengan seratus (ilsley, 1942:232).

Makin besar nilai MHB suatu agregat berarti semakin besar butiran
agregatnya. Umumnya agregat halus mempunyai nilai MHB 5-8. Nilai ini juga
dapat dipakai sebagai dasar untuk mencari perbandingan dari campuran agregat.
Untuk agregat campuran nilai MHB yang biasa dipakai sekitar 5.0-6.0. Hubungan
ketiga nilai MHB tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut :

W = (K-C)/(C-P)x100%

Dengan :

W = Persentase berat agregat halus (pasir) terhadap berat agregat kasar


(kerikil/ batupecah)

K = Modulus halus butir agregat kasar

12
P= Modulus halus butir agregat halus

C= Modulus halus butir agregat campuran

2.5 Ketahanan Kimia

Pada umumnya beton tidak tahan terhadap seringan kimia. Ada beberapa
bahan kimia yang bereaksi dengan beton, tetapi dua bentuk yang biasa dijumpai
yang menyerang terhadap beton yaitu serangan alkali dan serangan sulfat.

2.5.1 Ketahanan alkali

Beberapa jenis agregat ini mengandung silica reaktif sepeti cherts, batu
kapur yang mengandung silica dan beberapa jenis batuan vulkanikdapat bereaksi
dengan alkali yang berbeda dalam semen dan membentuk gel-silica yang
suasananya basa. Apabila terjadi hal yang demikian maka agregat tersebut
mengembang dan membengkak dan menyebabkan timbulnya retak-retak serta
penguraian beton yang bersangkutan.

Ca (OH)2 dalam pasta semen yang telah mengeras dapat larut dalam air,
terutama bila terdapat (CO)2. Jadi bilamana beton dalam masa pelayanan dilalui
aliran air dan menyerapnya, Ca (OH)2 dalam semen berpindah dan tersaring
keluar. Hal ini dapat merugikan beton karena keawetan beton akan berkurang.
Peristiwa ini sering di jumpai di bangunan hidrolik dimana terdapat bagian yang
retak, retak-retak dan berpori yang dapat dilalui oleh aliran air.

Pencegahan yang paling mudah yaitu dalam pemilihan agregat dan usaha
perawatan untuk mengurangi susut beton. Cara lainya yaitu dengan
membubuhkan bahan teras yang halus kedalam campuran beton yang
bersangkutan. Bahan teras ini efektif dalam mengurangi kadar alkali dalam beton.

2.5.2 Ketehanan sulfat

Hampir semua larutan sulfat beraksi dengan Ca (OH)2 dan (C3A) dari semen
yang berdehidrasi untuk membentuk senyawa kalsium sulfat dan kalsium
sulfoaluminat. Dalam hal ini kalsium sulfat dan magnesium adalah yang paling
reaktif dalam suasana basa dijumpai secara luas dalam tanah,. Tidak seperti

13
kalsium hidroksida, senyawa-senyawa kimia ini tidak dapat larut dalam air.
Meskipun demikian, voloumnya lebih besar dari pada senyawa-senyawa pasta
semen sehingga beton yang telah mengeras ini memberikan konstribusi yang tidak
sedikit bagi kehancuran struktur.

2.6 Kekekalan

Kekekalan agregat dapat diuji dengan menggunakan larutan kimia untuk


memeriksa reaksinya pada agregat (PB 89,1990). Agregat harus memenuhi syarat
seperti yang tercantum dalam SII.0052-80 “Mutu dan Cara Uji agregat beton”
untuk beton normal atau yang memenuhi syarat ASTM C.33-86, “Standard
Specification for Concrete Aggregates” . Syarat mutu untuk agregat normal
adalah sebagai berikut :

1) Agregat halus jika di uji dengan larutan garam sulfat ( natrium


sulfat,NaSO4), bagiannya yang hancur maksimum 10% dan jika diuji
dengan magnesium sulfat (MgSO4) bagiannya yang hancur maksimum
15%.
2) Agregat kasar jika diuji dengan larutan garam sulfat (natrium sulfat,
NaSO4), bagiannya yang hancur maksimum 12% dan jika diuji magnesium
sulfat (MgSO4) bagiannya yang hancur maksimum 18%.

2.7 Perubahan Volume

Faktor utama yang menyebabkan terjadinya perubahan - perubahan dalam


volume adalah kombinasi reaksi kimia antar semen dengan air, seiring dengan
mengeringnya beton. Jika agregat mengandung senyawa kimia yang dapat
mengganggu proses hidrasi dari semen, maka beton yang terbentuk akan
mengalami keretakan. ASTM C.330, “Specification for lightweight Aggregates
for Structural Concrete” memberikan ketentuan bahwa susut-kering untuk
agregat ringan tidak boleh melebihi 0,10%.

14
2.8 Karakteristik Panas (Sifat thermal Agregat)

Pada Agregat karakteristik panas akan sangat mempengaruhi keawetan dan


kualitas dari beton. Sifat utamanya adalah koefisien muai, panas jenis dan
pengahantar panas.

2.8.1 Koefisien muai

Koefisien muai tergantung pada jenis bahan agregatnya. Koefisien muai


berkisar antara 5,4 x 10-6 sampai 12,6 x 10-6 per derajat celcius, adapun koefisien
muai pasta semen sekitar 10.8 x 10-6 sampai 16.2 x 10-6 per derajat Celsius. Jika
koefisien besar, maka perubahan suhu dapat mengakibatkan perbedaan gerakan
sehingga saat melepaskan lekatan antara agregat dan pasta semen. Jika koefisien
muai dari keduanya berbeda lebih dari 5,4 x 10-6 , beton akan retak , jika
mengalami panas dan dingin atau jika terjadi kebakaran.

2.8.2 Panas Jenis dan pengantar panas

Panas jenis dihitung jika beton digunakan untuk pekerjaan masa dan juga
untuk pekerjaan khusus.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan Pembahasan data dan fakta yang telah dijabarkan di atas maka
kami selaku penyunting dapat menyimpulkan bahwa sifat-sifat campuran pada
beton sangat berpengaruh pada mutu beton.Dimana agregat suatu beton harus
memenuhi syarat dan standar yang diberikan oleh ASTM C-33-82.
Untuk mengetahui sifat dari agregat kita bisa lihat dari kadar air pada
agregat, daya serap air, berat jenis dan daya serap agregat, gradasi agregat, tahan
terhadap alkali dan sulfat, kekekalan, modulus halus butir, perubahan volume,
karakteristik panas.
Dalam penerapannya penggunaan agregat harus sangat diperhatikan baik
dalam proses pemilihan maupun proses pencampuran yang juga sifat-sifat agregat
menjadi tolak ukur dalam proses perhitungan mutu beton.

3.2 Saran

Dari hasil tulisan tentang topik di atas mengenai pengaruh sifat agregat,
kami menyarankan sebagai berikut :

1. Kita dapat mempelajari dan memahami mengenai pengaruh serapan air


dan kadar air terhadap sifat agregat, pengaruh berat jenis dan daya serap
terhadap sifat agregat, pengaruh gradasi agregat terhadap sifat agregat,
pengaruh modulus halus butir terhadap sifat agregat, pengaruh
ketahanan kimia terhadap sifat agregat, pengaruh kekekalan terhadap
sifat agregat, pengaruh perubahan volume terhadap sifat agregat, dan
pengaruh karakteristik panas terhadap sifat agregat.
2. Kita dapat menambah wawasan mengenai sifat-sifat agregat.

16
Adapun saran yang diberikan khusus kepada kami, sebagai penulis makalah ini
adalah:

1. Sebelum mengerjakan, pelajari dan pahami terlebih dahulu topik yang


diberikan.
2. Lebih saling berdiskusi antar anggota kelompok mengenai topik
pembahasan.
3. Dalam mengerjakannya harus lebih focus dan disiapkan matang-matang,
supaya menghasilkan makalah yang lebih baik.

Membagi tugas kepada setiap anggota kelompok, supaya lebih ringan dalam
mengerjakannya.

17

Anda mungkin juga menyukai