Anda di halaman 1dari 54

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. SEKSIO SESARIA
1. DEFINISI
Istilah sectio caesarea berasal dari bahasa latin caedere yang artinya memotong. Sedangkan
definisi sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina (Rustam M, 1998).
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh
serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 1991).
Jenis – jenis operasi sectio caesarea
a. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
1) Sectio caesarea transperitonealis
a) SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
 Mengeluarkan janin dengan cepat
 Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
 Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
 Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang baik
 Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan
b) SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim)
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low
servical transversal) kira-kira 10 cm
Kelebihan :
 Penjahitan luka lebih mudah
 Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
 Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke
rongga peritoneum
 Perdarahan tidak begitu banyak
 Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
Kekurangan :
 Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan uteri uterine pecah
sehingga mengakibatkan perdarahan banyak
 Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
2) SC ektra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak
membuka cavum abdominal
b. Vagina (section caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :
1) Sayatan memanjang ( longitudinal )
2) Sayatan melintang ( Transversal )
3) Sayatan huruf T ( T insicion )
2. ETIOLOGI
Pada persalinan normal bayi akan keluar melalui vagina, baik dengan alat maupun dengan
kekuatan ibu sendiri. Dalam keadaan patologi kemungkinan dilakukan operasi sectio
caesarea. Adapun penyebab dilakukan operasi sectio caesarea adalah :
a. Kelainan dalam bentuk janin
1) Bayi terlalu besar
Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi sulit keluar dari
jalan lahir.
2) Ancaman gawat janin
Keadaan gawat janin pada tahap persalinan, memungkinkan dokter memutuskan untuk segera
melakukan operasi. Apalagi jika ditunjang oleh kondisi ibu yang kurang menguntungkan.
3) Janin abnormal
Janin sakit atau abnormal, misalnya gangguan Rh, kerusakan genetic, dan hidrosephalus
(kepala besar karena otak berisi cairan), dapat menyebabkan diputuskannya dilakukan
operasi.
4) Bayi kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar
memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu,
bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk
dilahirkan secara normal.
b. Kelainan panggul
Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis dapat menyebabkan
kesulitan dalam proses persalinan. Terjadinya kelainan panggul ini dapat disebabkan oleh
terjadinya gangguan pertumbuhan dalam rahim (sejak dalam kandungan), mengalami
penyakit tulang (terutama tulang belakang), penyakit polio atau mengalami kecelakaan
sehingga terjadi kerusakan atau patah panggul.
c. Faktor hambatan jalan lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya
pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu
sulit bernafas (Dini Kasdu, 2003).

3. PATOFISIOLOGI
WOC Terlampir

4. KOMPLIKASI SEKSIO SESARIA

 Pada ibu: infeksi puerperal, perdarahan, luka kandung kemih, embolisme paru, resiko
rupture uteri pada kehamilan selanjutnya
 Pada janin: komplikasi pada janin tergantung pada indikasi dilakukan seksio.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemantauan janin yaitu terhadap kesehatan janin
 Pemantauan EKG
 JDL dengan diferensial
 Elektrolit
 Hemoglobin/Hematokrit
 Golongan dan pencocokan silang darah
 Urinalisis
 Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
 Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi.
 Ultrasound sesuai pesanan
 (Tucker, Susan Martin, 1998)
 Periksa tekanan darah, frekuensi nadi dan pernafasan, ukur jumlah urin yang tertampung
dikantong urin, periksa/kultur jumlah perdarahan selama operasi.
 Buat laporan operasi dan cantumkan hasil pemeriksaan diatas pada lembar laporan. Catat lama
operasi, jenis kelamin, nilai APGAR dan kondisi bayi saat lahir, lembar operasi
ditandatangani oleh operator.
B. DISPROPORSI SEPALOPELVIK
Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian
antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina.
Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun
kombinasi keduanya.
Panggul dengan ukuran normal tidak akan mengalami kesukaran kelahiran
pervaginam pada janin dengan berat badan yang normal. Ukuran panggul dapat menjadi lebih
kecil karena pengaruh gizi, lingkungan atau hal lain sehingga menimbulkan kesulitan pada
persalinan pervaginam. Panggul sempit yang penting pada obstetric bukan sempit secara
anatomis namun panggul sempit secara fungsional artinya perbandingan antara kepala dan
panggul. Selain panggul sempit dengan ukuran yang kurang dari normal, juga terdapat
panggul sempit lainnya. Disproporsi sefalopelvik digolongkan menjadi empat, yaitu:
 Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterine: panggul Naegele, panggul Robert, split
pelvis, panggul asimilasi.
 Kelainan karena kelainan tulang dan/ sendi: rakitis, osteomalasia, neoplasma, fraktur, atrofi,
nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea.
 Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang: kifosis, skoliosis, spondilolistesis.
 Kelainan panggul karena kelainan pada kaki: koksitis, luksasio koksa, atrofi atau kelumpuhan
satu kaki.
Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul dapat
menyebabkan distosia saat persalinan. penyempitan dapat terjadi pada pintu atas panggul,
pintu tengah panggul, pintu bawah panggul, atau panggul yang menyempit seluruhnya.
1. Penyempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila diameter anterioposterior terpendeknya
(konjugata vera) kurang dari 10 cm atau apabila diameter transversal terbesarnya kurang dari
12 cm. Diameter anteroposterior pintu atas panggul sering diperkirakan dengan mengukur
konjugata diagonal secara manual yang biasanya lebih panjang 1,5 cm. Dengan demikian,
penyempitan pintu atas panggul biasanya didefinisikan sebagai konjugata diagonal yang
kurang dari 11,5 cm.3 Mengert (1948) dan Kaltreider (1952) membuktikan bahwa kesulitan
persalinan meningkat pada diameter anteroposterior kurang dari 10 cm atau diameter
transversal kurang dari 12 cm. Dari penelitian Thoms pada 362 nullipara diperoleh rerata
berat badan anak lebih rendah (280 gram) pada wanita dengan panggul sempit dibandingkan
wanita dengan panggul sedang atau luas.
Pada panggul sempit ada kemungkinan kepala tertahan oleh pintu atas panggul, sehingga
gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus secara langsung menekan bagian selaput
ketuban yang menutupi serviks. Akibatnya ketuban dapat pecah pada pembukaan kecil dan
terdapat resiko prolapsus funikuli. Setelah selaput ketuban pecah, tidak terdapat tekanan
kepala terhadap serviks dan segmen bawah rahim sehingga kontraksi menjadi inefektif dan
pembukaan berjalan lambat atau tidak sama sekali. Jadi, pembukaan yang berlangsung
lambat dapat menjadi prognosa buruk pada wanita dengan pintu atas panggul sempit.
Pada nulipara normal aterm, bagian terbawah janin biasanya sudah masuk dalam rongga
panggul sebelum persalinan. Adanya penyempitan pintu atas panggul menyebabkan kepala
janin megapung bebas di atas pintu panggul sehingga dapat menyebabkan presentasi janin
berubah. Pada wanita dengan panggul sempit terdapat presentasi wajah dan bahu tiga kali
lebih sering dan prolaps tali pusat empat sampai enam kali lebih sering dibandingkan wanita
dengan panggul normal atau luas.

2. Penyempitan panggul tengah


Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak berkonvergensi,
foramen isciadikum cukup luas, dan spina isciadika tidak menonjol ke dalam, dapat
diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala
janin. Penyempitan pintu tengah panggul lebih sering dibandingkan pintu atas panggul.Hal
ini menyebabkan terhentunya kepala janin pada bidang transversal sehingga perlu tindakan
forceps tengah atau seksio sesarea.3,4
Penyempitan pintu tengah panggul belum dapat didefinisikan secara pasti seperti
penyempitan pada pintu atas panggul. Kemungkinan penyempitan pintu tengah panggul
apabila diameter interspinarum ditambah diameter sagitalis posterior panggul tangah adalah
13,5 cm atau kurang.

3. Penyempitan Pintu Bawah Panggul


Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan dua segitiga dengan diameter
intertuberosum sebagai dasar keduanya. Penyempitan pintu bawah panggul terjadi bila
diameter distantia intertuberosum berjarak 8 cm atau kurang. Penyempitan pintu bawah
panggul biasanya disertai oleh penyempitan pintu tengah panggul.3
Disproporsi kepala janin dengan pintu bawah panggul tidak terlalu besar dalam menimbulkan
distosia berat. Hal ini berperan penting dalam menimbulkan robekan perineum. Hal ini
disebabkan arkus pubis yang sempit, kurang dari 900 sehingga oksiput tidak dapat keluar
tepat di bawah simfisis pubis, melainkan menuju ramus iskiopubik sehingga perineum
teregang dan mudah terjadi robekan.

C. PERUBAHAN FISIOLOGIS DAN PSIKOSOSIAL PADA PERIODE POSTPARTUM


a. Perubahan Fisiologis Pada Postpartum
Masa postpartum/puerperium/trimester keempat kehamilan merupakan masa enam minggu
sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal seperti sebelum
hamil (Bobak, dkk, 2005). Pada masa ini terjadi berbagai perubahan pada organ-oragan
tubuh, yaitu:
1. Sistem reproduksi dan struktur terkait
 Uterus
Terjadi proses involusi uterus (proses kembalinya uterus ke keadaan seperti sebelum hamil).
Seteleh janin lahir lahir, uterus kira-kira setinggi umbilikus. Setelah plasenta lahir, uterus
berada 2 cm dibawah umbilikus, kemudian turun kira-kira 1-2 cm setiap 24 jam. pada hari ke
6 fundus akan berada pada pertengan umbilikus dan simfisis, dan tidak dapat dipalpasi lagi
pada abdomen pada hari ke 9 postpartum.
Uterus yang waktu hamil beratnya mencapai 1000 gr, menjadi 500 gr setelah seminggu
postpartum, 350 gr pada 2 minggu postpartum dan setelah minggu ke 6 postpartum jadi 50-60
gr (berat normal uterus 30 gr).
Setelah melahirkan kontraksi pada uterus tetap ada. Relaksasi dan kontraksi periodik yang
sering dialami ibu postpartum terutama multipara dapat mengakibatkan rasa nyeri yang
bertahan sepanjang awal masa puerperium.
Setelah melahirkan keluar rabasa dari uterus yang disebut lokia. Pada hari 1-3 disebut lokia
rubra yang bewarna merah terang, terdiri atas darah, debris desidua dan debris trofoblastik.
Setelah hari ke3, lokia berubah menjadi merah muda atau kecoklatan dan bertahan selama 10
hari, lokia ini disebut lokia serosa dan terdiri dari old blood, serum, leukosit, dan debris
jaringan. Kemudian lokia serosa berubah warna menjadi kuning sampai putih (lokia alba)
yang mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mukus, serum dan bakteri.
 Serviks
Serviks agak menganga seperti corong, disebabkan korpus berkontraksi sedangkan serviks
tidak. Warna serviks merah kehitaman karena penuh pembuluh darah, konsistensinya lunak.
Segera setelah janin lahir, tangan pemeriksa masih dapat dimasukkan pada cavum uteri.
Setelah 2 jam, dapat dimasukkn 2-3 jari dan setelah 1 minggu dapat dimasukkan 1 jari ke
dalam cavum uteri.
 Vagina dan perineum
Estrogen pasca partum yang menurun berperan dalam pengikisan mucosa vagina
dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke
ukuran sebelum hamil sampai 6-8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali terlihat
pada minggu ke empat. Pada awalnya introitus mengalami eritematosa dan udematosa
terutama pada daerah episiotomi atau jahitan laserasi. Tanda-tanda infeksi (nyeri, merah,
panas, bengkak atau rabas). Atau tepian insisi tidak saling mendekat bisa terjadi.
Penyembuhan harus berlangsung dalam 2-3 minggu. Hemoroid (varises anus) sering terjadi.
Gejala yang sering dialami adalah seperti rasa gatal, tidak Nyman dan perdarahan berwarna
merah terang pada waktu defecator. Ukuran hemoroid biasanya mengecil beberapa minggu
setelah bayi lahir. Mukosa vagina menjadi tipis dan rugae hilang. Rugae akan kembali terlihat
sekitar minggu ke 4 dengan kondisi memipih. Sekresi vagina berkurang sehingga terjadi
kekeringan lokal yang dapat menyebabkan dispareunia. Pada perineum, jika ada episiotomi
penyembuhan harus berlangsung dalam 2-3 minggu.
Lokhea: Rubra Hari 1-3 Darah dengan bekuan, bau amis, meningkat dengan
bergerak, meneteki dan peregangan Banyak bekuan, bau busuk, pembalut penuh darah,
Serosa Hari 4-9 Pink atau coklat dengan konsistensi, serosanguineus, bau amis. Bau busuk,
pembalut penuh darah, sedangkan Alba Hari 10 Kuning – putih, bau amis Bau busuk,
pembalut penuh darah, lochea serosa menetap, kembali ke pengeluaran pink atau merah,
pengeluaran lebih dari 2-3 minggu.
2. Sistem Endokrin
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hPL (human placental lactogen), estrogen,
dan kortisol serta plasental enzyme insulinase, sehingga membalik efek diabetogenik
kehamilan sehingga kadar gula darah menurun secara bermakna pada masa puerperium.
Penurunan kadar estrogen dan progesteron dan tingginya kadar prolaktin menyebabkan
terjadinya produksi susu dan ejeksi susu akibat pelepasan oksitosin oleh hipofisis posterior
yang terangsang karena isapan bayi.
3. Abdomen
Pada hari pertama postpartum abdomen masih menonjol. Diperlukan sekitar 6 minggu untuk
dinding abdomen kembali ke keadaan seperti sebelum hamil. Pada keadaan-keadaan tertentu
otot-otot dinding abdomen memisah yang disebut diastasis rectus abdominis.
4. Sistem Urinarius
- Glukosuria menghilang. Kadar BUN (blood urea nitrogen) meningkat pada masa postpartum
karena otolisis uterus yang berinvolusi. Pecahan kelebihan protein di dalam sel otot uterus
juga menyebabkan proteinuria ringan (+).
- 12 jam samapi hari ke 3 setelah melahirkan terjadi diaforesis luas terutama pada malam hari,
yang bertujuan untuk membuang kelebihan cairan yang tertimbun. Diaforesis dan
peningkatan jumlah urine dapat menyebabkan penurunan BB 2,5 Kg selama masa
postpartum.
- Trauma bisa terjadi pada uretra dan kandung kemih selama melahirkan. Kombinasi dari
trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung kemih setelah bayi lahir dan efek
konduksi anestesi menyebabkan keinginan untuk berkemih menurun sehingga menyebabkan
distensi kandung kemih yanga dapat menghambat kontraksi uterus sehingga beresiko untuk
terjadinya perdarahan post partum.
5. Sistem Pencernaan
- Segera setelah melahirkan, kebanyakan ibu merasa sangat lapar sehingga permintaan akan
makanan menignkat 2 kali.
- Motilitas dan tonus otot saluran pencernaan menurun, sehingga sering muncul penundaan
BAB secara spontan sampai hari ke tiga. Hal ini juga bisa disebabkan oleh diare sebelum
persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan atau dehidrasi.
6. Payudara
 Ibu menyusui
Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan kolostrum dapat dikeluarkan dari
payudara. Setelah laktasi dimulai, biasanya pada hari ke 2-3 setelah ada produksi ASI,
payudara akan teraba hangat dan keras ketika disentuh. Puting susu harus diperiksa untuk
dikaji erektilitasnya.
 Ibu tidak menyusui
Kadar prolaktin akan menurun dengan cepat, namun sekresi dan eksresi kolostrum menetap
selama beberapa hari pertama setelah melahirkan. Seiring dengan timbulnya produksi ASI,
dapat terjadi pembengkakan (engorgement) pada payudara pada hari ke 3-4. Payudara
teregang (bengkak), keras, nyeri bila ditekan dan teraba hangat. Jaringan yang ada disekitar
payudara juga dapat terlibat. Pembengkakan dapat hilang dengan sendirinya dalam 24-36
jam. Apabila bayi belum menghisap/dihentikan, laktasi berhenti dalam beberapa hari sampai
satu minggu.
7. Sistem Kardiovaskuler
 Volume darah
Pada minggu ketiga dan keempat setelah bayi lahir, volume darah biasanya menurun sampai
mencapai volume sebelum hamil, hipervolemia yang diakibatkan kehamilan ( peningkatan ±
40 % lebih dari volume tidak hamil dan menyebabkan kebanyakan ibu bisa menoleransi
kehilangan darah saat melahirkan, banyk ibu yang kehilangan 300 – 400 ml darah sewaktu
melahirkan bayi tunggal pervaginam atau sekitar dua kali lipat pada saat operasi cesarea
 Curah jantung
Denyut jantung, volume sekuncup dan curah jantung meningkat selama masa hamil, stelah
melahirkan keadaan ini meningkat lebih tinggi selama 30 – 60 menit karena darah biasanya
melintasi uteroplasenta tiba – tiba kembali ke sirkulasi umum.
 Varises
Varises Bahkan varises vulva akan mengecil dengan cepat setelah bayi lahir
 Tanda-tanda vital
Selama 24 jam pertama suhu dapat meningkat sampai 380 C sebagai akibat efek dehidrasi.
Setelah 24 jam wanita harus tidak demam. Denyut nadi tetap tinggi selam jam pertama
setelah bayi lahir. Kemudian mulai menurun dengan frekuensi yang tidak diketahuinya pada
minggu kedelapan dan kesepuluh denyut nadi kembali ke frekuens sebelum hamil.pernapasan
harus berada dalam rentang normal sebelum melahirkan, tekanan darah sedikit berubah atau
menetap, hipotensi ortostatik dapat timbul dalam 48 jam pertama akibat pembengkakan limpa
yang terjadi. Terjadi peningkatan kecil tekanan darah sampai hari ke empat setelah
melahirkan. Fungsi pernapasan biasanya kembali normal setelah wanita melahirkan. Suhu
tubuh dapat naik 0,5 0C dari normal, tapi tidak melebihi 380C. sesudah 12 jam pertama post
partum, umumnya suhu kembali normal. Bila suhu > 380C, maka mungkin ada infeksi.
Segera setelah partus terjadi bradikardi. Bila terdapat takikardi sedangkan badan tidak panas,
mungkin ada perdarahan berlebihan atau ada vitium kardis. Pada masa nifas umumnya
denyut nadi lebih labil dibandingkan dengan suhu badan.
 Komponen darah
Selama 72 jam sampai 7 hari setelah bayi lahir terjadi peningkatan hemoglobin dan
hematokrit karena kehilangan plasma yang lebih besar dibanding kehilangan darah. Terjadi
leukositosis selama 10-12 hari postpartum, dimana nilai leukosit 20000-25000 masih
merupakan hal yang umum. Faktor-faktor pembekuan dan fibrinogen tetap meningkat dari
kehamilan sampai awal puerperium. Kombinasi keadaan hiperkoagulasi, kerusakan pembuluh
darah dan imobilitas mengakibatkan penigkatan resiko tromboembolisme, terutama setelah
melahirkan sesaria.
8. Sistem Neurologi
Rasa tidak nyaman yang diinduksi oleh kehamilan akan menghilang segera setelah bayi
dilahirkan. Sindrom carpal turner dan rasa baal serta kesemutan biasanya menghilang karena
hilangnya kompresi pada saraf median.
9. Sistem Integumen
Kloasma yang muncul pada saat hamil biasanya menghilang. Hiperpigmentasi pada
areola dan linea nigra tidak hilang seluruhnya setelah bayi lahir, pada beberapa wanita
menetap.
Rambut halus yang lebat pada kehamilan biasanya menghilang, rambut kasar yang
timbul akan menetap.

b. Perubahan Psikososial pada Ibu sehubungan dengan Penyesuaiannya terhadap Peran


sebagai Orang Tua
- Fase dependen (taking-in)
Fase ini berlangsung selama 2-3 hari. Dimana pada fase ini ketergantungan ibu menonjol
sebagai respon terhadap kebutuhan akan istirahat dan makanan, ibu memerlukan
perlindungan dan perawatan. Pada waktu ini ibu mengharapkan segala kebutuhannya
dipenuhi oleh orang lain. Fase menerima/taking-in yang kuat hanya terlihat pada 24 jam
pertama setelah ibu melahirkan.
Fase dependen ialah suatu waktu yang penuh kegembiraan dan kebanyakan orang tua
sangat suka mengkomunikasikannya. Mereka merasa perlu menyampaikan pengalaman
mereka tentang kehamilan dan kelahiran dengan kata-kata.
- Fase dependen-mandiri (taking-hold)
Berlangsung 3-4 hari post partum, ibu lebih berkonsentrasi pada kemampuannya
menerima tanggungjawab sepenuhnya terhadap perawatan bayi. Pada masa ini ibu menjadi
sangat sensitif sehingga membutuhkan bimbingan dan dorongan perawat untuk mengatasi
kritikan yang dialami ibu.
Pada fase ini, secara bergantian muncul kebutuhan untuk mendapat perawatan dan
penerimaan dari orang lain dan keinginan untuk bisa melakukan segala sesuatu secara
mandiri. Ibu berespon dengan penuh semangat untuk memperoleh kesempatan belajar dan
berlatih tentang perawatan bayi atau merawat bayinya secara langsung.
Pada fase ini tidak jarang terjadi depresi, yang mungkin timbul karena merasa kehilangan
dukungan yang pernah diterima saat hamil, jenuh dengan tanggung jawab sebagai orang tua,
ataupun keletihan. Istilah depresi pascapartum ringan (baby blues) dapat dikaitkan dengan
kadar glukokortikoid yang rendah pada awal postpartum atau terjadi hipotiroid subklinis

- Fase interdependen (letting-go)


Pada fase ini, ibu dan keluarga bergerak maju sebagai suatu sistem dengan para anggota
saling berinteraksi. Hubungan antar pasangan, walupun sudah berubah dengan adanya
seorang anak, kembali menunjukkan karakteristik seperti awal.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

Pelaksanaan asuhan keperawatan masa nifas pada post operasi sectio caesaria melalui
pendekatan proses keperawatan dengan melaksanakan
a. Pengkajian
 Identitas klien: nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, no.MR
 Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan nyeri post operasi, tidak nyaman/distensi abdomen dan kandung kemih, mulut
kering, sulit BAB dan BAK. Jika ada perdarahan banyak maka muncul keluhan nyeri, sakit
kepala, kelemahan, anemia.
 Riwayat Kesehatan Dahulu
Penyakit saluran urogenital seperti herpes virus, riwayat Seksio klasik, preeklamsi dan
eklamsia selama masa kehamilan atau kehamilan dahulu, riwyat partus abnormal atau dengan
bantuan pada kelahiran yang lalu. Riwayat tumor jalan lahir, riwayat stenosis serviks/vagina
pada persalinan dahulu. Riwayat primapara tua.
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat DM, hipertensi, jantung, ginjal, penyakit menular.
 Pemeriksaan fisik
Keadaan umum: bervariasi, baik sampai sedang
Kesadaran: bervariasai, dapat compos mentis sampai somnolen
TTV: TD dapat sedikit meningkat atau turun jika terjadi perdarahan, nadi meningkat bila
perdarahan, suhu biasanya normal, jika meningkat mengindikasikan infeksi, nafas biasanya
normal.
1. Keadaan Umum
1. Keadaan Umum : Tingkat energi, self esteem, tingkat kesadaran.
2. BB, TB, LLA, Tanda Vital normal (RR konsisten, Nadi cenderung bradi cardy, suhu 36,2-38,
Respirasi 16-24)
3. Kepala : Rambut, Wajah, Mata (conjunctiva), hidung, Mulut, Fungsi pengecapan;
pendengaran, dan leher.
a. Rambut : rambut
dapat bersih atau kotor, warna bervariasi sesuai dengan ras, rambut tidak mudah/mudah
dicabut.
b. Mata :
penglihatan baik, konjungtiva dapat anemis/tidak anemis, sklera tidak ikterik
c. Wajah : kloasma
gravidarum dapat ada/menghilang
d. Hidung : hidung
simetris, bersih, sekret (-), polip (-)
e. Mulut : lidah
bersih, mukosa dapat kring/lembab, carries bias ada atau tidak
f. Leher : tidak ada
pembengkakan kelenjer tiroid dan getah bening, hiperpigmentasi pada kulit (-)
2. Pemeriksaan Thorak
Paru : Inspeksi:
simetris kiri = kanan
Auskultasi: suara napas vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
Palpaasi: Fremitus kiri = kanan
Jantung : Inspeksi:
iktus kordis tidak terlihat
Auskultasi: bunyi jantung murni, Bising (-)
Palpasi: iktus cordis tidak teraba
3. Payudara
Pembesaran, simetris, pigmentasi, warna kulit, keadaan areola dan puting susu, stimulation
nepple erexi. Kepenuhan atau pembengkakan, benjolan, nyeri, produksi laktasi/kolostrum.
Perabaan pembesaran kelenjar getah bening diketiak. inspeksi kesimetrisan kiri = kanan,
hiperpigmentasi areola dan papila (+), papila dapat menonjol/tidak, striae dapat ada atau
tidak, kelenjer montgomery ada. dan palpasi apakah ada nyeri tekan, teraba atau tidaknya
massa, produksi ASI bervariasi, sudah sudah ada dan belum, jika sudah ada payudara teraba
padat.
4. Abdomen
Inspeksi : abdomen mungkin masih membesar, linea nigra bisa ada, bisa tidak, striae bisa ada, bisa tidak,
terdapat luka operasi tertutup perban.
Palpasi : nyeri pada luka operasi, TFU di umbilicus setelah janin lahir, turun 1-2 jari tiap 24 jam, posisi
di tengah, kontraksi baik. Terdapat diastasis rektus abdominis. Kandung kemih bisa distensi,
bisa tidak (kosong).
Auskultasi : BU bisa tidak ada/menurun
5. Genetalia
Perineum bersih, jumlah lokhea sedikit. Tidak terdapat laserasi pada perineum/jalan lahir.
6. Ekstremitas bawah
Varises ada atau tidak, edema ada atau tidak, tanda Homan dapat positif atau negative.
Refleks Patella: positif.
 Pemeriksaan Psikologis
Pada hari 1-2 Ibu berada pada fase taking-in dimana ibu mengharapkan semua kebutuhannya
dipenuhi oleh orang lain. Pada hari ke 3 ibu mulai berada pada fase taking-holk dimana ibu
mempunyai keinginan untuk merawat bayinya secara mandiri dan juga ingin kebutuhannya
dipenuhi. Keinginan tersebut muncul silih berganti.

Pemeriksaan diagnostik
Jumlah darah lengkap, Hb/Ht: mengkaji perubahan dari kadar praoperasi dan mengevalusi efek kehilangan
darah pada pembedahan. Darah : Hemoglobin dan Hematokrit 12-24 jam post partum (jika
Hb < 10 g% dibutuhkan suplemen FE), eritrosit, leukosit, Trombosit.
Urinalisis; kultur urine, darah,vaginal dan lokea: pemeriksaan tambahan didasarkan pada kebutuhan
individual
b. Diagnosa
contoh diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada klien dengan post operasi sectio
caesaria yaitu ;
 Resiko infeksi b.d prosedur invasif
 Nyeri b.d kondisi pasca operasi.
 Konstipasi b.d kelemahan otot, penurunan motilitas traktus urinarius
 Resiko gangguan pola eliminasi urine b.d kerusakan sensorik motorik (manipulasi dan/atau
trauma sekunder terhadap sectio caesaria).
 Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan melalui rute abnornal (perdarahan), intake
tidak adekuat
 Resiko cidera b.d efek-efek anestesi, imobilisasi
 Ansietas b.d krisis situasional, ancaman konsep diri, perubahan status peran
 Kurang pengetahuan b.d kurang informasi tentang perawatan melahirkan caesar.
RENCANA ASUKHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SECTIO
CAESAREA
No Diagnosa Tujuan / Kriteria Intervensi Aktivitas
Keperawatan Hasil (NOC) Keperawatan
(NIC)
1 Resiko infeksia. Pengetahuan : 
Pengontrolan Ciptakan
b.d prosedur kontrol infeksi infeksi lingkungan (
invasif - dapat menyebutkan alat-alat,
cara masuknya berbeden dan
kuman lainnya) yang
- menyebutkan nyaman dan
faktor-faktor yang bersih terutama
mendukung setelah
terjadinya infeksi digunakan oleh
- menyebutkan tanda pasien
dan gejala infeksi  Gunakan alat-alat
- menyebutkan yang baru dan
tindakan yang dapat berbeda setiap
mengurangi akan melakukan
terjadinya infeksi tindakan
b. Kontrol resiko keperawatan ke
- Mengetahui resiko pasien
- Memonitor faktor  Isolasikan pasien
resiko lingkungan yang terkena
- Memonitor faktor penyakit
resiko dari kebiasaan menular
- Memodifikasi gaya  Tempatkan pasien
hidup untuk yang harus
menurunkan resiko diisolasi yang
sesuai dengan
kondisi pasien
 Batasi jumlah
pengunjung
sesuai kondisi
pasien
 Ajari klien untuk
mencuci tangan
sebagai gaya
hidup sehat
pribadi
 Instruksikan klien
untuk mencuci
tangan yang
 Proteksi infeksi benar sesuai
dengan yang
telah diajarkan
 Instruksikan
kepada
pengunjung
untuk selalu
mencuci tanagn
sebelum dan
sesudah
memasuki
ruangan pasien
 Gunakan sabun
antimikroba
untuk proses
cuci tangan
 Cuci tangan
sebelum dan
sesudah
melakukan
tindakan kepada
pasien
 Terapkan
kewaspadaan
universal
 Gunakan selalu
handscoon
sebagai salah
satu ketentuan
kewaspadaan
universal
 Gunakan baju
yang bersih atau
gown ketika
menangani
pasien infeksi
 Gunakan sarung
tangan yang
steril, jika
memungkinkan
 Bersihkan kulit
pasien dengan
pembersih
antibakteri
 Jaga dan lindungi
area atau
ruangan yang
diindikasikan
dan digunakan
untuk tindakan
invasive, operasi
dan gawat
darurat

 Monitor tanda-
tanda dan gejala
sistemik dan
local dari
infeksi.
 Monitor daerah
yang mudah
terinfeksi.
 Monitor jumlah
granulosit,
WBC, dan
perbedaan nilai.
 Ikuti kewaspadaan
neutropenic.
 Batasi
pengunjung.
 Lindungi semua
pengunjung dari
penyakit
menular.
 Pertahankan
teknik asepsis
untuk pasien
yang berisiko.
 Pertahankan
teknik isolasi.
 Lakukan
perawatan kulit
untuk area yang
oedem.
 Inspeksi kulit dan
membran
mukosa yang
memerah, panas,
atau kering.
 Inspeksi kondisi
dari luka operasi
 Tingkatkan intake
nutrisi yang
cukup.
 Anjurkan intake
cairan.
 Anjurkan istirahat.
 Monitor
perubahan
tingkat energi /
malaise.
 Anjurkan
peningkatan
mobilitas dan
latihan.
 Anjurkan nafas
dalam dan batuk
efektif.
 Beri agen imun.
 Instruksi pasien
untuk
mendapatkan
antibiotik sesuai
resep.
 Ajari pasien dan
keluarga tentang
tanda dan gejala
dari infeksi dan
kapan mereka
dapat
melaporkan
untuk
mendapatkan
perawatan
kesehatan.
 Ajari pasien dan
anggota
keluarga
bagaimana
menghindari
infeksi.
 Hindari buah,
sayuran, dan
lada / merica
dari diet pasien
dengan
neutropenia.
 Hindari bunga dan
tumbuhan segar
dari area tempat
pasien berada.
 Berikan ruangan
privasi jika
dibutuhkan.
 Laporkan
kemungkinan
adanya infeksi
dalam upaya
pengendalian
infeksi.
 Laporkan
kebiasaan positif
dalam
mengendalikan
infeksi.
2. Nyeri  Manajemen nyeri Lakukan penilaian
b.da. Tingkat kenyamanan
kondisi pasca- fisik baik nyeri secara
operasi. - psikologis baik komprehensif
b. Kontrol nyeri dimulai dari
Batasan - mengetahui faktor lokasi,
Karakteristik: penyebab karakteristik,
- Melaporkan- melaporkan nyeri durasi,
nyeri secara terkontrol frekuensi,
verbal danc. Tingkat nyeri kualitas,
nonverbal - Melaporkan nyeri intensitas dan
- Menunjukkan
- Perubahan frekuensi penyebab.
kerusakan napas  Kaji
- Posisi untuk
- Perubahan tekanan ketidaknyamana
mengurangi darah n secara
nyeri - Perubahan nadi nonverbal,
- Gerakan untuk terutama untuk
melindungi pasien yang
- Tingkah laku tidak bisa
berhati-hati mengkomunikas
- Muka topeng ikannya secara
- Gangguan efektif
tidur (mata  Pastikan pasien
sayu, tampak mendapatkan
capek, sulit perawatan
atau gerakan dengan
kacau, analgesic
menyeringai)  Gunakan
- Fokus pada komunikasi
diri sendiri yang terapeutik
- Fokus agar pasien
menyempit dapat
(penurunan menyatakan
persepsi pengalamannya
waktu, terhadap nyeri
kerusakan serta dukungan
proses berfikir, dalam merespon
penurunan nyeri
interaksi  Pertimbangkan
dengan orang pengaruh
dan budaya terhadap
lingkungan ) respon nyeri
- Tingkah laku  Tentukan dampak
distraksi nyeri terhadap
(jalan-jalan, kehidupan
menemui sehari-hari
orang lain, (tidur, nafsu
aktifitas makan,
berulang) aktivitas,
- Respon kesadaran,
otonom mood, hubungan
(diaporesis, sosial,
perubaha performance
tekanan darah, kerja dan
perubahan melakukan
nafas, nadi tanggung jawab
dilatasi pupil) sehari-hari)
- Perubahan  Evaluasi
otonom dalam pengalaman
tonus otot pasien atau
(dalam rentang keluarga
lemah ke kaku) terhadap nyeri
- Tingkah laku kronik atau yang
ekspresif mengakibatkan
(gelisah, cacat
merintih,  Evaluasi bersama
menangis, pasien dan
waspada, tenaga
iritabel, nafas kesehatan
panjang, lainnya dalam
mengeluh) menilai
- Perubahan efektifitas
dalam nafsu pengontrolan
makan nyeri yang
pernah
dilakukan
 Bantu pasien dan
keluarga
mencari dan
menyediakan
dukungan.
 Gunakan metoda
penilaian yang
berkembang
untuk
memonitor
perubahan nyeri
serta
mengidentifikasi
faktor aktual dan
potensial dalam
mempercepat
penyembuhan
 Tentukan tingkat
kebutuhan
pasien yang
dapat
memberikan
kenyamanan
pada pasien dan
rencana
keperawatan
 Menyediakan
informasi
tentang nyeri,
contohnya
penyebab nyeri,
bagaimana
kejadiannya,
mengantisipasi
ketidaknyamana
n terhadap
prosedur
 Kontrol faktor
lingkungan
yang dapat
menimbulkan
ketidaknyamana
n pada pasien
(suhu ruangan,
 Pemantauan TTV pencahayaan,
keributan)
 Mengurangi atau
menghapuskan
faktor-faktor
yang
mempercepat
atau
meningkatkan
nyeri
(spt:ketakutan,
fatique, sifat
membosankan,
ketiadaan
pengetahuan)

Mempertimbang
kan kesediaan
pasien dalam
berpartisipasi,
kemampuannya
dalam
berpartisipasi,
pilihan yang
digunakan,
dukungan lain
dalam metoda,
dan
kontraindikasi
dalam pemilihan
strategi
mengurangi
nyeri
 Pilihlah variasi
dari ukuran
pengobatan
(farmakologis,
nonfarmakologis
, dan hubungan
atar pribadi)
untuk
mengurangi
nyeri
 Pertimbangkan
tipe dan sumber
nyeri ketika
memilih metoda
mengurangi
nyeri
 Mendorong pasien
dalam
memonitor
nyerinya sendiri
 Ajari untuk
menggunakan
tehnik non-
farmakologi
(spt:
biofeddback,
TENS,
hypnosis,
relaksasi, terapi
musik, distraksi,
terapi bermain,
acupressure,
apikasi
hangat/dingin,
dan pijatan )
sebelum,
sesudah dan jika
memungkinkan,
selama puncak
nyeri , sebelum
nyeri terjadi atau
meningkat, dan
sepanjang nyeri
itu masih
terukur.
 Kolaborasikan
dengan pasien
dan tenaga
kesehatan
lainnya untuk
memilih dan
mengimplement
asikan metoda
dalam mengatasi
nyeri secara
non-
farmakologi.
 Menyediakan
analgesic yang
dibutuhkan
dalam mengatasi
nyeri
 Menggunakan
Patient-
Controlled
Analgesia
(PCA)
 Gunakan cara
mengontrol
nyeri sebelum
menjadi
menyakitkan
(puncak nyeri)
 Pengobatan
sebelum
beraktivitas
untuk
meningkatkan
partisipasi , tapi
evaluasi resiko
pemberian obat
penenang
 Pastikan
pretreatmen
strategi analgesi
dan/ non-
farmakologi
sebelum
prosedur nyeri
hebat
 Kaji tingkat
ketidaknyamana
n bersama
pasien, catat
perubahan
dalam catatan
medis dan
informasikan
kepada tenaga
kesehatan yang
lain
 Evaluasi
efektifitas
metoda yang
digunakan
dalam
mengontrol
nyeri secara
berkelanjutan
 Modifikasi
metode kontrol
nyeri sesuai
dengan respon
pasien
 Anjurkan untuk
istirahat/tidur
yang adekuat
untuk
mengurangi
nyeri
 Dorong pasien
untuk
mendiskusikan
pengalamannya
terhadap nyeri
 Beritahu dokter
jika metoda
yang digunakan
tidak berhasil
atau jika ada
komplain dari
pasien mengenai
metoda yang
diberikan
 Informasikan
kepada tenaga
kesehatan yang
lain/anggota
keluarga tentang
penggunaan
terapi non-
farmakologi
yang akan
digunakan oleh
pasien
 Gunakan
pendekatan dari
berbagai disiplin
ilmu dalam
manajemen
nyeri

Mempertimbang
kan pasien,
keluarga, dan
hal lain yang
mendukung
dalam proses
manajemen
nyeri
 Menyediakan
informasi yang
akurat untuk
meningkatkan
pengetahuan
keluarga
terhadap respon
nyeri
 Menyertakan
keluarga dalam
mengembangka
n metoda
mengatasi nyeri
 Monitor kepuasan
pasien terhadap
manajemen
nyeri ynag
diberikan dalam
interval yang
ditetapkan.

 Pantau tekanan
darah, nada,
suhu dan status
pernapasan
 Pantau tanda
hipotermi atau
hipertermi
 Pantau ada
tidaknya nadi
dan kualitasnya
 Pantau warna suhu
dan kelembaban
kulit

3 Resiko a. Pemantauan urine  


Manajemen Monitor
gangguan pola- Mengetahui eliminasi urine pengeluaran
eliminasi urine keinginan untuk urine termasuk
b.d kerusakan BAK frekuensi,
sensorik - Volume urine > 150 konsistensi, bau,
motorik cc/BAK volume, dan
(manipulasi - Pengosongan warna
dan/atau kandung kemih  Monitor tanda dan
trauma komplit gejala retensi
sekunder - Intake cairan dbn urine
terhadap sectiob. Eliminasi urine  Ajarkan klien
caesaria). - Pola eliminasi dbn tanda dan gejala
Batasan - Bau urine dbn infeksi saluran
karakteristik: - Jumlah urine dbn kemih
- Inkontinensia- Warna urine dbn  Catat waktu
- Tidak dapat
- Partikel urine (-) terakhir
ditahan - Ureum dbn eliminasi urine
- Nokturia - Disuria (-)  Instruksikan klien
- Keraguan
- Elektrolit urine dbn dan keluarga
berkemih untuk
- Sering melaporkan
berkemih pengeluaran
- Disuria urine
- Retensi  Dapatkan
spesimen urine
tengah untuk
urinalisis
 Laporkan pada
dokter jika
terjadi tanda dan
gejalan infeksi
saluran kemih
 Ajarkan klien
untuk
mengambil
spesimen urine
tengah saat
tanda infeksi
terlihat
 Ajarkan klien
untuk minum 8
gelas cairan
dengan
makanan, antara
makanan dan
sore hari
 Instruksikan klien
untuk
mengosongkan
kandung kemih
sebelum
tindakan

BAB IV
LAPORAN KASUS

A. Identitas Klien
Nama : Ny. L
Umur : 30 Tahun
No.MR : 88.57.74
Tanggal Masuk : 20 Oktober 2014
Tanggal Pengkajian: 21 Oktober 2014
Alamat : Jl. Berok Nipah No 18 Padang
Diagnosa Medis : Post SC

B. Data Umum Kesehatan


1. Riwayat Kesehatan Sekarang
a. Alasan masuk
Klien masuk RSUP Dr M Djamil Padang pada tanggal 20 Oktober 2014 dengan keluhan
nyeri pinggang menjalar ke ari-ari sejak 3 jam yang lalu. Keluar air yang banyak dari
kemaluan sejak 1 jam yang lalu. Nyeri dirasakan semakin kuat dengan skala nyeri 6.
b. Keluhan
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 21 Oktober 2014, klien mengeluhkan nyeri pada
bekas luka operasi SC, pusing. Klien mengatakan belum mampu untuk berjalan. Klien
mengeluhkan tidak ada selera makan, makanan habis hanya ¼ dari porsi yang diberikan.
c. Faktor Pencetus
Ny.L dengan Grand Aterm (G3P2A0H2)
d. Lama Keluhan
Nyeri dirasakan 1hari semenjak operasi SC.
Masalah Keperawatan :
- Nyeri akut
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Sebelumnya klien tidak pernah dirawat di rumah sakit dan klien juga tidak
mempunyai penyakit keturunan seperti DM, Hipertensi, dan TBC.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan.
4. Riwayat menstruasi
Klien menerche umur 12 tahun, siklus menstruasi teratur, lamanya 5-6 hari, saat haid
ganti 2-3x ganti/hari, tidak ada nyeri haid (-).
5. Riwayat Perkawinan
Klien menikah 1 kali pada tahun 2008.
C. Status Obstetri
1. Nifas hari ke 2 (dua)
2. Riwayat persalinan yang lalu
- 2009, anak perempuan, bbl 3100gr, cukup bulan, lahir spontan di tolong bidan, hidup
dan sehat.
- 2011, anak laki-laki, bbl 2900gr, cukup bulan, lahir spontan ditolong bidan, hidup dan
sehat
3. Komplikasi nifas yang lalu : tidak ada komplikasi nifas yang lalu.
Masalah keperawatan : -
D. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda Vital : TD : 120/80 mmHg
N : 86 x/i
P : 22 x/i
S : 36,8 oc
2. Keadaan Umum
- Kepala
Rambut lurus, hitam, tidak ada ketombe, agak berkeringat, dan tidak mudah dicabut. Tidak
ada pembengkakan di kepala.
- Wajah
Terdapat Cloasma Gravidarum
- Mata
Mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva anemis, dan sklera tidak ikterik.
- Hidung
Hidung bersih, tidak terdapat polip.
- Mulut dan gigi
Mukosa mulut lembab, terdapat caries gigi, lidah bersih.
- Telinga
Simetri kiri dan kanan, telinga bersih, tidak ada cairan yang keluar dari telinga.
- Leher
Tidak teraba pembesaran Tiroid dan pembesaran kelenjar getah bening.
3. Pemeriksaan Thorak
1) Paru
I : Dada simetris kiri dan kanan, normo chest.
Pa : Fremitus kiri dan kanan.
Pe : Sonor,
Au : bunyi nafas vesikuler, wheezing (-) Ronki (-)
2) Jantung
I : Ictus cordis tidak terlihat
Pa : Ictus cordis teraba 1 jari medial linea Mid Clavicula RIC V.
Au : Irama jantung teratur, bising tidak ada.
3) Payudara
I : Simetris kiri dan kanan, tidak ada bekas luka operasi, hiperpigmentasi pada areola
mamae, terdapat kelenjar Mongomeri, papila mamae menonjol.
Pa : Tidak teraba massa, terdapat colostrum (+)
Masalah keperawatan : tidak ada
4. Abdomen
I : Simetris kiri dan kanan, terdapat Linea Nigra, terdapat Strie Albican, terdapat insisi
vertikal.
Pa : TFU 2 jari dibawah Umbilikus, posisi Fundus Medial,
Pe : Tympani
Au : Bising Usus normal
5. Perineum
Tidak ada varises, Lochea Rubra (merah)
6. Ekstremitas
Atas : Tidak terdapat luka, kekuatan otot 5, capila refil <3 dtk="" span="">
Bawah : Kaki oedem. Varises (-), reflek patella (+), tidak ada tromboflebitis.
E. Aktivitas/ Istirahat
Klien sulit tidur, dan sering terbangun. Klien belum bisa berjalan, dan hanya bisa duduk.
F. Integritas Ego / Psikososial
Klien mengatakan sangat senag dengan kelahiran anak kembarnya.
G. Eliminas
BAB : Klien belum BAB semenjak Post Op.
BAK : 1-2 kali.
H. Neurosensori
Klien mengatakan belum mampu berjalan, dan aktivitas dibantu oleh keluarga dan perawat.
I. Nyeri/ketidaknyamanan
Klien mengatakan nyeri pada daerah luka Operasi SC di abdomen, skala nyeri 6. Nyeri
dirasakan bertambah saat bergerak/ pindah posisi.
Masalah Keperawatan : Nyeri Akut
J. Pemeriksaan diagnostik
Tanggal 20 Oktober 2014
Hb : 10,8 g/dl (12-14)
Leukosit : 12.100 /mm3 (5000 – 10000)
Trombosit : 280.000 /mm3 (150000 – 400000)
Hematokrit : 26 % (37 – 43)

ANALISA DATA

NO Data Etiologi Masalah


1. DS agen cedara fisik Nyeri akut
 Klien menyaakan nyeri (insisi, sectio caesaria)
pada luka bekas operasi
 Klien mengatakan sakitnya
operasi
Tertusuk-tusuk
Klien mengatakan nyeri
timbul dan bertambah
ketika bergerak
DO
 Skla nyeri 6
 Tampak luka insisi bekas
operasi post sc tertutup
perban dengan panjang 12
cm
 Tampak wajah klien
meringis menahan nyeri
 Klien tampak bergerak hati-
hati saat berubah posisi
2. DS kelemahan umum Fatigue
 Klien mengatakan
kebutuhannya dibantu
keluarga, perawat dan
bidan
 Klien mengatakan belum
mampu berjalan aktivitas
ditempat tidur
 Pasien mengatakan tidak
ada selera makan dan porsi
makan hanya habis ¼ porsi
DO
 Hb:10,2 g/dl
 Klien tampak berbaring
ditempat tidur
3. DO post op sc Resiko infeksi
 Terdapat luka insisi bekas
operasi post ,sc tertutup
perban dengan panjang 12
cm
 Pasien belum bisa banyak
bergerak dan malas miring
kanan/kiri setelah operasi
 Leukosit 12.000/mm3

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


No NANDA NOC NIC
1. Nyeri nyeri akut b.d Kontrol nyeri Manajemen jeri
agen cedera fisik(insisi  Nyeri tes kontrol  Lakukan penilaian nyeri secara
cectio caesaria  Tingkat kenyamanan komprehensif dimulai dari
baik lokasi ,
 Tingkat nyeri menurun krakteristik,durasi,frekwensi,
kualitas intensitas dan penyebab
 Ajarkan posisi yang baik saat
istirahat /senyaman mungkin
 Tentukan dapak nyeri terhadp
kehidupan sehari hari
 Kontrol faktor ligkungan yang
dapat menimbulkan
ketidaknyamanan
 Anjurkan kliens istirahat
 Kolaborasi pemberian analgetik
2. Fatique b.d kelemahan  Intoleransi aktivitas Manajemen energi
umum batas normal  Kaji batas kekuatan fisik klien
 Tingkat kelemahan Kaji penyebab
berkurang kelemahanmenurut klien
 Status perawatan diri Monitori intake makanan untuk
meningkat sumber energi
 Monitori pola tidur pasien
3. Resiko infeksi b.d post Penyembuhan luka Pengontrolan infeksi
operasi primer  Pantau tanda dan gejala infeksi
 Tidak ada kemerahan Perhatikan kulit disekitar area
sekitar luka yang berresiko
 Drainase pus  Pertahankan teknik aseptik
 Posisikan pasien miring kanan
dan miring kiri untuk drainase
cairan luka
 Membatasi jumlah kunjungan
 Kolaborasi pemberian antibiotik
 Menganti balutan sesuai indikasi

CATATAN PERKEMBANGAN

(Selasa 21 Oktober 2014)


No Diagnosa Implememtasi Evaluasi
1 Nyeri nyeri akut  Melakukan penilaian S
b.d agen cedera nyeri secar - Klien mengatakan nyeri pada bekas
fisik(insisi cectio komprehensif oprasi
caesaria Memberikan posisi - Klien mengtakan sakitnya seperti
yang nyaman untuk tertusuk-tusuk
istirahat - Klien mengatakan nyeri hilang
Memberikan analgetik timbul dan meningkat jika klien
asam mepenamat berpindah posisi
500mg/oral O
Ajarkan teknik napas - Skla nyeri = 6
dalam - Tampak lika oprasi insesi sectio
caesaria tertutup perban dengan
panjang ±12 cm
- Tampak wajah klien meringis
menahan nyeri
- Klien nampak sangat berhati-hati
saat perubahan posisi
A
- Nyeri akut belum teratasi
P
- Intervensi dilanjutkan

2 Fatique b.d Mengkaji kekuatan S


kelemahan umum fisik klien - Klien mengatakan belum bisa
Mengkaji penyebab beraktivitas karena badannya terasa
kelemahan fisik klien lemah
Monitori intake - Kebutuhan klien dibantu oleh
makanan perawat, bidan dan keluarga
Memonitori pola tidur - Klien mengatakan tidak ada napsu
pasien makan
O
- Klien hanya menghabiskan makanan
¼ porsi
- Klien nampak lemah
A
- Masalah belum teratasi
P
Intervensi dilanjutkan
3 Resiko infeksi b.d Memantau tanda- S:
post operasi tanda infeksi - Pasien mengtakan oprasi sudah 2
memantau keadaaan hari
kulit - Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
Memantau keadaaan - Pengunjung telah dibatasi
kulit diantara luka - Pasien nampak sudah miring kiri
Membatasi jumlah kanan
kunjungan A
Mempertahankan Sebagian masalah teratasi
teknik aseptik ketika P
melakukan tindakan Intervensi dilanjutkan

(Rabu, 22 Oktober 2014)


No Implementasi Evaluasi
1 Nyeri nyeri  Melakukan penilaian S
akut b.d nyeri secar - Klien mengatakan nyeri pada
agen cedera komprehensif bekas oprasi sudah berkurang
fisik(insisi Memberikan posisi - Klien mengatakan nyeri
cectio yang nyaman untuk masih terasa jika berpindah
caesaria istirahat posisi
Memberikan analgetik O
asam mepenamat - Skla nyeri = 5
500mg/oral - Tampak luka oprasi insesi
Ajarkan teknik napas sectio caesaria tertutup perban
dalam dengan panjang ±12 cm
- Luka bekas oprasi kering
tidak ada pus
A
- Nyeri akut teratasi sebagian
P
- Intervensi dilanjutkan

2 Fatique b.d Mengkaji kekuatan S


kelemahan fisik klien - Klien mengatakan sudah
umum Mengkaji penyebab mulai duduk dan miring kiri
kelemahan fisik klien kananKebutuhan
Monitori intake - klien dibantu oleh perawat,
makanan bidan dan keluarga
Memonitori pola tidur - Klien mengatakan napsu
pasien makan mulai meningkat
O
- Klien hanya menghabiskan
makanan ½ porsi
- Klien nampak mulai ada
tenaga
A
Patique teratasi sebagian
P
Intervensi dilanjutkan
3 Resiko Memantau tanda- S: -
infeksi b.d tanda infeksi O:
post operasi memantau keadaaan - Tidak terdapat tanda-tanda
kulit infeksi
Memantau keadaaan - Kunjungan keluarga di batasi
kulit diantara luka - Pasien sudah memulai
Membatasi jumlah melakukan gerakan
kunjungan A:
Mempertahankan Sebagian Masalah teratasi
teknik aseptik ketika P:
melakukan tindakan Intervensi dilanjutkan

(Kamis, 23 Oktober 2014)


No Implementasi Evaluasi
1 Nyeri nyeri  Melakukan penilaian S
akut b.d agen nyeri secar - Klien mengatakan nyeri
cedera komprehensif pada bekas oprasi sudah
fisik(insisi Memberikan posisi berkurang
cectio caesaria yang nyaman untuk O
istirahat - Skla nyeri = 4
Memberikan analgetik - Tampak luka oprasi insesi
asam mepenamat sectio caesaria tertutup
500mg/oral perban dengan panjang ±12
Ajarkan teknik napas cm
dalam - Luka bekas oprasi kering
tidak ada pus
A
- Nyeri akut teratasi
P
- Pasien diperbolehkan pulang

2 Fatique b.d Mengkaji kekuatan S


kelemahan fisik klien - Klien mengatakan sudah
umum Mengkaji penyebab mulai berjalan di sekitar
kelemahan fisik klien tempat tidur, dan ke kamar
Monitori intake mandi
makanan - Klien mengatakan napsu
Memonitori pola tidur makan tidak ada masalah
pasien lagi
O
- Klien hanya menghabiskan
makanan ¾ porsi
- Klien nampak mulai
beraktivitas tampa bantuan
A
Patique teratasi
P
Pasien diperbolehkan pulang
3 Resiko infeksi Memantau tanda- S: -
b.d post tanda infeksi O:
operasi memantau keadaaan - Tidak terdapat tanda-tanda
kulit infeksi
Memantau keadaaan - Luka bagus, tidak ada
kulit diantara luka pus,kulit sekitar tidak
Membatasi jumlah menunjukkan tanda
kunjungan peradangan
Mempertahankan A:
teknik aseptik ketika Masalah teratasi
melakukan tindakan P:
Pasien diperbolehkan pulang
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Asuhan keperawatan pada Ny. L dengan post sestio caesaria hari ke 2, dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:

1. Keluhan yang dirasakan klien saat pengkajian adalah masih terasa nyeri pada luka
operasi, nyeri bertambah saat banyak gerak; klien belum mampu menyusui secara
efektif. Selain itu klien juga butuh informasi tentang perawatan diri bayi.
2. Diagnosa keperawatan yang muncul adalah:
a. Nyeri b.d luka post SC
b. Menyusui tidak efektif b.d kurang pengatahuan ibu
c. Kurang pengetahuan (tentang perawatan diri dan bayi) b.d keterbatasan paparan informasi.
d. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual dan intake kurang.
e. Gangguan pola tidur b.d nyeri dan asing dengan lingkungan
f. Resiko infesi b.d personal hygiene yang kurang

3. Intervensi keperawatan yang dilakukan disesuaikan dengan prioritas masalah yang


muncul pada klien.
4. Tindakan yang dilakukan diaplikasikan secara mandiri dan kolaborasi sesuai dengan
prioritas masalah klien.
5. Selama 3 hari dilakukan intervensi keperawatan, dari 6 masalah yang muncul pada
klien, masalah nyeri teratasi, masalah menyusui tidak efektif teratasi, masalah
gangguan pola tidur teratasi, masalah resiko infeksi teratasi sebagian, masalah kurang
pengetahuan teratasi sebagian dan masalah nutrisi tidak teratasi.

B. Saran

1. Bagi Perawat
Diharapkan kepada perawat untuk mengajarkan dan mendorong pasien dengan post sectio
caesaria untuk melakukan mobilisasi dini, selain itu pasien juga diinformasikan tentang
nutrisi setelah operasi karena masih ada mispersepsi tentang nutrisi setelah operasi.
Diharapkan kepada perawat untuk tetap mempertahankan pengajaran perawatan bayi pada
pasien.

2. Bagi Mahasiswa
Bagi mahasiswa keperawatan khususnya yang sedang atau akan melakukan praktek di rumah
sakit agar mampu melakukan asuhan keperawatan secara holistik dengan melakukan
pengkajian secara jeli dan mendalam terkait kasus yang ditemui, mampu menentukan
masalah keperawatan sesuai prioritas berdasarkan data yang diperoleh pada pengkajian,
mampu menyusun rencana keperawatan terkait masalah yang ditemui dan mampu melakukan
implementasi sesuai dengan rencana yang telah disusun serta mampu melakukan evaluasi
terhadap masalah berdasarkan implementasi yang telah dilakukan

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, dkk. (2005). Buku ajar keperawatan maternitas edisi 4. Jakarta: EGC.
McCloskey dan Bulecheck. (2006). Nursing intervention classification (NIC). Mosby: United State
of America.
Hamilton, P. M. (2006). Dasar-dasar keperawatan maternitas. Jakarta: EGC.
Johnson, M. dan Moorhead. (2000). Nursing outcomes classification (NOC). Mosby: United State
of America.
Wilkinson, M, W. (2007). Buku saku diagnosis keperawatan dengan intervensi NIC dan kriteria
hasil NOC. Jakarta: EGC.
Sarwono P. (2005). Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
ASUHAN KEPERAWATAN POST OP SECTIO CAESARIA TERHADAP
NY. S DI POLI KEBIDANAN RSU BANYUMAS JAWA TENGAH
APLIKASI NANDA, NOC, NIC

I. Pengertian
Sectio Saesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut
dan dinding rahim.

II. Jenis
1. Bedah Caesar klasik /corporal.
2. Bedah Caesar transperitoneal profunda
3. Bedah Caesar ekstraperitoneal
Yang paling banyak dilakukan saat ini adalah SC transperitoneal profunda dengan insisi dari
segmen bawah uterus.
Keunggulan dari SC transperitoneal profunda :
1. Perdarahan luka insisi tidak terlalu banyak
2. Bahaya peritonitis tidak terlalu besar
3. Parut pada uterus umumnya kuat sehingga bahaya terjadi ruptur uteri di kemudian hari
tidak besar karena dalam masa nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami
kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.

III. Indikasi

1. Indikasi Ibu :
a. Panggul sempit
b. Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
c. Stenosis serviks uteri atau vagina
d. Plassenta praevia
e. Disproporsi janin panggul
f. Rupture uteri membakat
g. Partus tak maju
h. Incordinate uterine action
2. Indikasi Janin
a) Kelainan Letak :
- Letak lintang
- Letak sungsang ( janin besar,kepala defleksi)
- Latak dahi dan letak muka dengan dagu dibelakang
- Presentasi ganda
- Kelainan letak pada gemelli anak pertama
b) Gawat Janin
3. Indikasi Kontra(relative)
a. Infeksi intrauterine
b. Janin Mati
c. Syok/anemia berat yang belum diatasi
d. Kelainan kongenital berat

IV. Tekhnik Pelaksanaan


1. Bedah Caesar klasik /corporal.
a. Buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah korpus uteri diatas
segmen bawah rahim. Perlebar insisi dengan gunting sampai sepanjang kurang lebih 12 cm
saat menggunting lindungi janin dengan dua jari operator.
b. Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan dengan meluncurkan
kepala janin keluar melalui irisan tersebut.
c. Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan dipotong diantara kedua
klem tersebut.
d. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika kedalam
miometrium dan intravena.
e. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
 Lapisan I : Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan menggunakan benang
chromic catgut no.1 dan 2
 Lapisan II : lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal ( lambert) dengan benang yang
sama.
 Lapisan III : Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit secara jelujur menggunakan
benang plain catgut no.1 dan 2
f. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air ketuban
g. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

2. Bedah Caesar transperitoneal profunda


a. Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara melintang, kemudian
secar tumpul disisihkan kearah bawah dan samping.
b. Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim kurang lebih 1 cm
dibawah irisan plika vesikouterina. Irisan kemudian diperlebar dengan gunting sampai kurang
lebih sepanjang 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua jari operator.
c. Stetlah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin dilahirkan dengan cara
meluncurkan kepala janin melalui irisan tersebut.
d. Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.
e. Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan dipotong diantara
kedua klem tersebut.
f. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika kedalam
miometrium dan intravena.
g. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
 Lapisan I : Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan menggunakan
benang chromic catgut no.1 dan 2
 Lapisan II : lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert) dengan benang yang
sama.
 Lapisan III : Peritoneum plika vesikouterina dijahit secara jelujur menggunakan benang plain
catgut no.1 dan 2
h. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air ketuban
i. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

3. Bedah Caesar ekstraperitoneal


a. Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum kemudia digeser kekranial
agar terbebas dari dinding cranial vesika urinaria.
b. Segmen bawah rahim diris melintang seperti pada bedah Caesar transperitoneal profunda
demikian juga cara menutupnya.

4. Histerektomi Caersarian ( Caesarian hysterectomy)


a. Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/corporal demikian juga cara
melahirkan janinnya.
b. Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan menggunakan klem
secukupnya.
c. Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari uterus.
d. Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di klem (2) pada tepi segmen
bawah rahim. Satu klem juga ditempatkan diatas kedua klem tersebut.
e. Uterus kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama. Perdarahan pada tunggul
serviks uteri diatasi.
f. Jahit cabang arteria uterine yang diklem dengan menggunakan benang sutera no. 2.
g. Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan ( menggunakan chromic catgut ( no.1 atau 2 )
dengan sebelumnya diberi cairan antiseptic.
h. Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tunggul serviks uteri.
i. Dilakukan reperitonealisasi sertya eksplorasi daerah panggul dan visera abdominis.
j. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis

V. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN PADA SC

1. SC elektif : pembedahan direncanakan terlebih dahulu , karena segala persiapan dapat


dilakukan dengan baik.
2. Anestesia : anestesia umum akan mempengaruhi defensif pada pusat pernafasan janin,
anestesi spinal aman buat janin tetapi ada kemungkinan tekanan darah ibu menurun yang bisa
berakibat bagi ibu dan janin sehingga cara yang paling aman adalah anestesi local, tetapi
sering tidak dilakukan karena mengingat sikap mental penderita.
3. Transfusi darah : pada umumnya SC perdarahannya lebih banyak disbanding persalinan
pervaginam, sehingga perlu dipersiapkan.
4. Pemberioan antibiotik : pemberian antibiotik sangat dianjurkan mengingat adanya resiko
infeksi pada ibu.

VI. Komplikasi

Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :


1. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas (ringan), atau
sedang, yang berat bisa berupa peritonitis, sepsis.
2. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-cabang
arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencinmg, embolisme paru yang
sangat jarang terjadi.
4. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
ruptur uteri.

VII. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ibu tentang cara
menyusui yang bernar.
2. Nyeri akut berhubungan dengan injury fisik jalan lahir.
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal atau familiar dengan
sumber informasi tentang cara perawatan bayi.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelelahan sehabis bersalin
5. Retensi urine berhubungan dengan spinkter yang kuat dan kaku
6. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


NO DIAGNOSA PERENCANAAN
KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI
1. Nyeri akut b.d agen NOC: Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
injuri fisik (luka asuhan keperawatan- Kaji secara komphrehensif
insisi operasi) selama 3x24 jam pasien tentang nyeri, meliputi: lokasi,
mampu untuk karakteristik dan onset, durasi,
Mengontrol nyeri frekuensi, kualitas,
dengan indikator: intensitas/beratnya nyeri, dan
 Mengenal factor-faktor faktor-faktor presipitasi
penyebab nyeri - observasi isyarat-isyarat non
 Mengenal onset nyeri verbal dari ketidaknyamanan,
 Melakukan tindakan khususnya dalam
pertolongan non-analgetik ketidakmampuan untuk
 Menggunakan analgetik komunikasi secara efektif
 Melaporkan gejala-gejala - Berikan analgetik sesuai
kepada tim kesehatan dengan anjuran
 Mengontrol nyeri - Gunakan komunikiasi
terapeutik agar pasien dapat
Keterangan: mengekspresikan nyeri
1 = tidak pernah dilakukan- Kaji latar belakang budaya
2 = jarang dilakukan pasien
3 =kadang-kadang - Tentukan dampak dari
dilakukan ekspresi nyeri terhadap kualitas
4 =sering dilakukan hidup: pola tidur, nafsu makan,
5 = selalu dilakukan aktifitas kognisi, mood,
pasien relationship, pekerjaan,
tanggungjawab peran
- Kaji pengalaman individu
Menunjukan tingkat terhadap nyeri, keluarga dengan
nyeri nyeri kronis
Indikator: - Evaluasi tentang keefektifan
 Melaporkan nyeri dari tindakan mengontrol nyeri
 Melaporkan frekuensi yang telah digunakan
nyeri - Berikan dukungan terhadap
 Melaporkan lamanya pasien dan keluarga
episode nyeri - Berikan informasi tentang
 Mengekspresi nyeri: nyeri, seperti: penyebab, berapa
wajah lama terjadi, dan tindakan
 Menunjukan posisi pencegahan
melindungi tubuh - kontrol faktor-faktor
 kegelisahan lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon pasien
 perubahan respirasi rate
terhadap ketidaknyamanan
 perubahan Heart Rate
(seperti: temperatur ruangan,
 Perubahan tekanan Darah penyinaran, dll)
 Perubahan ukuran Pupil - Anjurkan pasien untuk
 Perspirasi memonitor sendiri nyeri
 Kehilangan nafsu makan - Ajarkan penggunaan teknik
non-farmakologi (seperti:
Keterangan: relaksasi, guided imagery, terapi
1 : Berat musik, distraksi, aplikasi panas-
2 : Agak berat dingin, massase)
3 : Sedang - Evaluasi keefektifan dari
4 : Sedikit tindakan mengontrol nyeri
5 : Tidak ada - Modifikasi tindakan
mengontrol nyeri berdasarkan
respon pasien
- Tingkatkan tidur/istirahat
yang cukup
- Anjurkan pasien untuk
berdiskusi tentang pengalaman
nyeri secara tepat
- Beritahu dokter jika tindakan
tidak berhasil atau terjadi keluhan
- Informasikan kepada tim
kesehatan lainnya/anggota
keluarga saat tindakan
nonfarmakologi dilakukan, untuk
pendekatan preventif
- Monitor kenyamanan pasien
terhadap manajemen nyeri

Pemberian Analgetik

- Tentukan lokasi nyeri,


karakteristik, kualitas,dan
keparahan sebelum pengobatan
- Berikan obat dengan prinsip 5
benar
- Cek riwayat alergi obat
- Libatkan pasien dalam
pemilhan analgetik yang akan
digunakan
- Pilih analgetik secara tepat
/kombinasi lebih dari satu
analgetik jika telah diresepkan
- Tentukan pilihan analgetik
(narkotik, non narkotik, NSAID)
berdasarkan tipe dan keparahan
nyeri
- Monitor tanda-tanda vital,
sebelum dan sesuadah pemberian
analgetik
- Monitor reaksi obat dan
efeksamping obat
- Dokumentasikan respon
setelah pemberian analgetik dan
efek sampingnya
- Lakukan tindakan-tindakan
untuk menurunkan efek analgetik
(konstipasi/iritasi lambung)

2. Risiko infeksi b.d Setelah dilakuakan asuhan Kontrol Infeksi


tindakan invasif, keperawatan selama 2x24 Bersikan lingkungan setelah
paparan lingkungan jam pasien dapat digunakan oleh pasien
patogen memperoleh  Ganti peralatan pasien setiap
1.Pengetahuan:Kontrol selesai tindakan
infeksi  Batasi jumlah pengunjung
Indikator:  Ajarkan cuci tangan untuk
- Menerangkan cara-cara menjaga kesehatan individu
penyebaran infeksi  Anjurkan pasien untuk cuci
- Menerangkan factor- tangan dengan tepat
faktor yang berkontribusi Gunakan sabun antimikrobial
dengan penyebaran untuk cuci tangan
- Menjelaskan tanda-tanda
 Anjurkan pengunjung untuk
dan gejala
mencuci tangan sebelum dan
- Menjelaskan aktivitas
setelah meninggalkan ruangan
yang dapat meningkatkan
pasien
resistensi terhadap infeksi
 Cuci tangan sebelum dan
Keterangan:
sesudah kontak dengan pasien
1 : tidak pernah
2 : terbatas  Lakukan universal precautions
3 : sedang  Gunakan sarung tangan steril
4 : sering  Lakukan perawatan aseptic
5 : selalu pada semua jalur IV
2.Status Nutrisi  Lakukan teknik perawatan
- Asupan nutrisi luka yang tepat
- Asupan makanan dan cairan Ajarkan pasien untuk
- Energi pengambilan urin porsi tengah
- Masa tubuh  Tingkatkan asupan nutrisi
- Berat badan  Anjurkan asupan cairan yang
Keterangan: cukup
1 : sangat bermasalah  Anjurkan istirahat
2 : bermasalah  Berikan terapi antibiotik
3 : sedang
 Ajarkan pasien dan keluarga
4 : sedikit bermasalah
tentang tanda-tanda dan gejala
5 : tidak bemasalah
dari infeksi
 Ajarkan pasien dan anggota
keluarga bagaimana mencegah
infeksi

3. Kurang 1. Pengetahuan : proses 1. Pembelajaran : proses penyakit


pengetahuan penyakit - Kaji tingkat pengetahuan
tentang perawatan - Mengenal nama penyakit klien tentang penyakit
ibu nifas dan - Deskripsi proses penyakit - Jelaskan patofisiologi
perawatan post - Deskripsi faktor penyebab penyakit dan bagaimana
operasi b/d atau faktor pencetus kaitannya dengan anatomi dan
kurangnya sumber - Deskripsi tanda dan gejala fisiologi tubuh
informasi - Deskripsi cara
- Deskripsikan tanda dan
meminimalkan gejala umum penyakit
perkembangan penyakit - Identifikasi kemingkinan
- Deskripsi komplikasi penyebab
penyakit - Berikan informasi tentang
- Deskripsi tanda dan gejala kondisi klien
komplikasi penyakit - Berikan informasi tentang
- Deskripsi cara mencegah hasil pemeriksaan diagnostik
komplikasi - Diskusikan tentang pilihan
Skala : terapi
1 : tidak ada - Instruksikan klien untuk
2 : sedikit melaporkan tanda dan gejala
3 : sedang kepada petugas
4 : luas
5 : lengkap 2. Pembelajaran :
2. Pengetahuan : prosedur prosedur/perawatan
perawatan - Informasikan klien waktu
- Deskripsi prosedur pelaksanaan prosedur/perawatan
perawatan - Informasikan klien lama
- Penjelasan tujuan waktu pelaksanaan
perawatan prosedur/perawatan
- Deskripsi langkah-
- Kaji pengalaman klien dan
langkah prosedur tingkat pengetahuan klien tentang
- Deskripsi adanya prosedur yang akan dilakukan
pembatasan sehubungan- Jelaskan tujuan
dengan prosedur prosedur/perawatan
- Deskripsi alat-alat
- Instruksikan klien untuk
perawatan berpartisipasi selama
Skala : prosedur/perawatan
1 : tidak ada - Jelaskan hal-hal yang perlu
2 : sedikit dilakukan setelah
3 : sedang prosedur/perawatan
4 : luas
5 : lengkap

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Bari Saifuddin,, 2001 , Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal, Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta
Abdul Bari Saifuddin,, 2002 , Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal, Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta
Hacher/Moore, 2001, Esensial Obstetric Dan Ginekologi, Hypokrates , Jakarta
Iowa Outcome Project, 2000, Nursing Outcome Classification (NOC), Mosby-Year Book

Iowa Intervention Project, 1996, Nursing Intervention Classification (NOC), Mosby-Year Book
Manuaba,Ida Bagus Gede, 1998, Ilmu Kebidanan,Penyakit Kandungan Dan Keluarga Berencana,
EGC, Jakarta
Marlyn Doenges,Dkk, 2001,Rencana Perawatan Maternal/Bayi, EGC , Jakarta
Sarwono, 1989, Ilmu Bedah Kebidanan, Yayasan Sarwono, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai