Anda di halaman 1dari 12

BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama Pasien : Sdr. Febriananda Arifin


Umur : 15 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Dr. Prof Hamka-kademangan
Tanggal Masuk IGD : 19 Desember 2016, pukul 16.30 WIB
Tanggal Masuk Ruangan : 19 Desember 2016, pukul WIB

B. Anamnesa
1. Keluhan Utama :
Nyeri pada kaki kiri
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD dr. Moh. Saleh Probolinggo pada tanggal 19
Desember 2016, pukul 16.30 WIB diantar oleh keluarga. Pasien mengalami patah
tulang pada kaki kiri karena mengikuti lomba pencak silat, kaki kiri pasien patah
akiibat ditendang oleh lawan pasien. Pasien merasa nyeri, pasien sadar dan tidak
pingsan, tidak ada mual dan muntah.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah mengalami seperti ini sebelumnya
 Riwayat Kencing Manis : (-)
 Riwayat Darah Tinggi : (-)
 Alergi Obat : (-)
 Riwayat Asma : (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang mengalami sakit seperti ini
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum: Baik
2. Kesadaran
a. Kualitatif : Compos Mentis

1
b. Kuantitatif : GCS 456
3. Tanda Vital
a. Tekanan Darah : 120/80 mmHg
b. Nadi : 80x/menit
c. Pernafasan : 18x/menit
d. Suhu : 36.6oC
4. Status Generalis
a. Kepala/Leher
Kepala : Simetris (+), Deformitas (-)
Mata : Konjungtiva anemis (-), Ikterus (-)
Hidung : Pernafasan Cuping Hidung (-)
Telinga : Dalam Batas Normal
Mulut : Sianosis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), Massa (-)
b. Thorax
Jantung
 Inspeksi : Bentuk dada simetris, retraksi (-), jejas (-)
 Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, thrill (-)
 Perkusi : Batas jantung normal
 Auskultasi : S1 dan S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru
 Inspeksi : Bentuk dada simetris, retraksi (-), gerak nafas
tertinggal (-), massa (-), jejas (+)
 Palpasi : Gerak dada simetris, Fremitus raba kanan dan kiri
simetris, Fremitus vokal kanan dan kiri simetris
 Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
 Auskultasi : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
c. Abdomen
 Inspeksi : Perut tampak datar, jejas (-), massa (-)
 Auskultasi : Bising Usus (+)
 Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), turgor baik (<2 detik), hepar,
lien dan ginjal tidak teraba
 Perkusi : Timpani

2
5. Status Lokalis (Regio pedis sinistra)
 Look : Darah (-), odem (+), deformitas (+)
 Feel : Nyeri tekan (+), Hangat (+), Nadi perifer (+), Krepitasi (+)
 Movement : Gerak Aktif (-), Gerak pasif (+), ROM terbatas
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium tanggal 4 Desember 2016, pukul 08.38 WIB
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
 Hemoglobin 13,0 g/dL
 Leukosit 19,070/mm3
Hitung Jenis
 Trombosit 535,000/mm3
KIMIA KLINIK
Fungsi Hati
 Bilirubin total 1.53 mg/dL
 Bilirubin direk 6.54 mg/dL
 Alkali Phospat 80 U/L
 SGOT 11U/L
 SGPT 16 U/L
Fungsi Ginjal
 BUN 10,0 mg/dL
 Kreatinin 0,7 mg/dL
 Asam Urat` 7.5 mg/dL
IMUNOSEROLOGI
Hepatitis Marker
 HbsAg Negatif

Pemeriksaan Radiologi tanggal 19 Desember 2016


1. Foto Rontgen

3
Gambar 1. Foto Rontgen
Interpretasi : fraktur 1/3 medial tibia dan fibula
E. Diagnosis
Close Fraktur tibia dan fibula
F. Planning
1. Saat pasien baru tiba di IGD segera dilakukan observasi
2. Pasang infus
3. Bebat dengan perban dan Imobilisasi dengan bidai pada tulang yang patah
4. Berikan antibiotik profilaksis untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder, analgesik
untuk mengurangi rasa nyeri.
Jika kondisi pasien sudah relatif stabil lakukan pemeriksaan penunjang lainnya
1. Foto rontgen untuk mengetahui lokasi, jenis dan luas fraktur
2. Cek Darah Lengkap
3. Rencanakan Operasi

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan
luasnya, fraktur terjadi jika tulang di kenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya (Smeltzer dan Bare, 2002).
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Tulang membentuk rangka penunjang dan perlindungan bagi tubuh dan tempat
melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Tulang panjang disusun
untuk menyangga berat badan dan gerakan, ruang di tengah tulang-tulang tertentu
berisi jaringan hematopoietik yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga
merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium. (Sjamsuhidajat,
2005)
Tulang tersusun oleh jaringan tulang kanselus/kortikal. Tulang panjang misal:
femur seperti tangkai/batang panjang dengan ujung yang membulat. Batang atau
diafisis terutama tersusun atas tulang kortikal. Ujung tulang panjang dinamakan
epifisis dan terutama tersusun oleh tulang kanselus. Tulang tersusun atas sel
matriks protein dan depositmineral. Sel-selnya terdiri atas 3 jenis dasar osteoblas,
osteosit, osteoklas. (Sjamsuhidajat, 2005)
Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mengsekresikan
matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen 2% substansi dasar
(glukosaminoglikan). Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan.
Fungsi tulang dan terletak di mosteon (unitmatriks tulang). Osteoklas adalah
sel multinukelar (berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorbsi dan
remodeling tulang. (Lewis, 2005)
Tulang diselimuti di bagian luarnya oleh periosteum, periosteum mengandung
saraf, pembuluh darah dan limfatik. Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang
menutupi rongga sumsum tulang panjangdan rongga dalam tulang kanselus. Sumsum
tulang merupakan jaringan vaskuler dalam rongga. Sumsum (batang) tulang
panjang dan tulang pipih, tulang kanselus menerima asupan darah yang sangat
banyak melalui pembuluh metafisis dan epifisis. (Lewis, 2005)

5
Tibia atau tulang kering merupakan yang utama dari tungkai bawah dan
terletak medial dari fibula atau tulang betis. Tibia adalah tulang pipa dengan sebuah
batang dan dua ujung. (Sjamsuhidajat, 2005)

 Ujung atas Melebar secara transversal dan memiliki permukaan sendi


superior pada tiap condylus medial dan lateral. Ujung atas fibula
melekat pada permukaan sendi pada condylus lateralis.
 Corpus Bagian segitiga dan batas anteriornya membentuk penonjolan
yangdapat diraba. Corpus menyempit pada sekitar pertengahannyakem
udian melebar.
 Ujung bawah
Mempunyai 3 bagian: :
a.Malleolus medialis, penonjolan tajam pada aspek bagian dalam perge
langan kaki.
b.Permukaan sendi untuk ujung bawah fibula.
c.Permukaan sendi di bawah dan medial dari tulang.

Fibula

Fibula adalah tulang panjang kurus pada aspek lateral tungkai.Tulang ini
memiliki 2 ujung atas dan ujung bawah. Tibia dan fibula bergabung menjadi satu di
atas dan di bawah dengan sendi yang tidak dapat bergerak. Membrana interossea
melekat pada corpus kedua tulangdan mengisi ruang diantaranya: merupakan tempat
perlengketan otot. (Sjamsuhidajat, 2005)

C. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya fraktur antara lain: (Lewis, 200)
1. Benturan/trauma langsung pada tulang misalnya kecelakaan lalulintas, jatuh.
2. Kelemahan atau kerapuhan struktur tulang akibat gangguan atau penyakit
primer misalnya osteoporosis, kanker tulang metastase.
3. Olahraga/latihan yang terlalu berlebihan.
D. PATOFISIOLOGI
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur
terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena
perlukaan di kulit (Smelter dan Bare, 2002). Sewaktu tulang patah perdarahan

6
biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang
tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan
biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang
sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan
dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan darah ke
ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total
dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot.
Komplikasi ini di namakan sindrom compartment (Brunner dan Suddarth, 2002 ).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak
seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur
tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot, ligament dan
pembuluh darah ( Smeltzer dan Bare, 2001). Pasien yang harus imobilisasi setelah
patah tulang akan menderita komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena
penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian
tubuh di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri
(Carpenito, 2007).
Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen-fragmen tulang
dipertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan meningkatkan
kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada
jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan
terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price dan Wilson,
2006).
E. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstrimitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah
yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur

7
menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias di ketahui dengan
membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
4. Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang
lainya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat dari
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cedera (Smelzter dan Bare, 2002).
F. PENATALAKSANAAN
Menurut Mansjoer (2000) dan Muttaqin (2008) konsep dasar yang harus
dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu : rekognisi, reduksi, retensi, dan
rehabilitasi.
1. Rekognisi (Pengenalan ) Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas
untuk menentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat
fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata
dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka.
2. Reduksi (manipulasi/ reposisi) Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk
memanipulasi fragmen fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi
seperti letak asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan
reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka. Reduksi fraktur dilakukan sesegera
mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat
infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur
menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan
(Mansjoer, 2002).
3. Retensi (Immobilisasi) Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang
sehingga kembali seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi,
fragmen tulang harus diimobilisasi, atau di pertahankan dalam posisi kesejajaran
yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai,

8
traksi kontinu, pin, dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat di
gunakan untuk fiksasi intrerna yang brperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasi fraktur. Fiksasi eksterna adalah alat yang diletakkan diluar kulit
untuk menstabilisasikan fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin
metal perkutaneus menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari tempat
fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan
eksternal bars. Teknik ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk fraktur
pada tulang tibia, tetapi juga dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan
pelvis (Mansjoer, 2000).
Prinsip dasar dari teknik ini adalah dengan menggunakan pin yang diletakkan
pada bagian proksimal dan distal terhadap daerah atau zona trauma, kemudian
pin-pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan rangka luar atau eksternal
frame atau rigid bars yang berfungsi untuk menstabilisasikan fraktur. Alat ini
dapat digunakan sebagai temporary treatment untuk trauma muskuloskeletal atau
sebagai definitive treatment berdasarkan lokasi dan tipe trauma yang terjadi pada
tulang dan jaringan lunak (Muttaqin, 2008).
4. Rehabilitasi Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk
menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan, harus segera
dimulai melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota
tubuh dan mobilisasi (Mansjoer, 2000).
G. KOMPLIKASI
Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) dan Price (2005) antara lain:
1. Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom
kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
a. Syok Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak
kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bias
menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel ke
jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis
dan vertebra.
b. Sindrom emboli lemak Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk
kedalam pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler atau karena katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stress
pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjasinya globula
lemak pada aliran darah.

9
c. Sindroma Kompartement Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi
jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan.
Ini bisa disebabkan karena penurunan ukuran kompartement otot karena fasia
yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan yang
menjerat ataupun peningkatan isi kompatement otot karena edema atau
perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya : iskemi,dan
cidera remuk).
d. Kerusakan Arteri Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai denagan tidak
ada nadi, CRT menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
e. Infeksi Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
f. Avaskuler nekrosis Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke
tulang rusak atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di
awali dengan adanya Volkman’s Ischemia (Smeltzer dan Bare, 2001)
2. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union, delayed
union, dan non union.
a. Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupaka penyembuhan
tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk
(deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi
yang baik.
b. Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union
merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan
suplai darah ke tulang.

10
c. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion di
tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang
membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis. Ini juga disebabkan karena
aliran darah yang kurang (Price dan Wilson, 2006).

11
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung Waluyo (dkk), EGC, Jakarta.

Price, Sylvia Anderson dan Wilson, Lorraine M. C, 2006, Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Vol 2, Alih bahasa, Brahm U. Pendit, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC, Jakarta.

Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala, 2009, Asuhan Keperawatan Perioperatif: Konsep, Proses,
dan Aplikasi, Salemba Medika, Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall, 2007, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 10, Alih Bahasa
Yasmin Asih, S.Kp, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta

Sjamsuhidajat, R. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah . Edisi 2. Jakarta :EGC

Lewis, Sharon Mantik (2000). Medical Surgical Nursing: Assessment andManagement of


Clinical Problem . Fifth Edition Mosby.

12

Anda mungkin juga menyukai