Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Antropologi forensik merupakan disiplin ilmu yang terus mengalami
perkembangan. Tidak hanya peran inti anthropologi forensik yang mencakup studi
mengenai sisa-sisa kerangka manusia untuk tujuan identifikasi (misalnya
membangun profil biologis, analisis trauma & rekonstruksi wajah), tetapi
sekarang juga sering digunakan untuk mengidentifikasi seseorang dalam kondisi
hidup (misalnya memastikan apakah seseorang telah mencapai usia pertanggung
jawaban pidana). Perluasan disiplin, dikombinasikan dengan peningkatan
teknologi yang sangat cepat, mempengaruhi peningkatan yang nyata dalam
pengembangan metode-metode baru, dan penyempurnaan dari suatu metode yang
sudah ada. (Daniel Franklin, 2010)
Estimasi umur biologis merupakan bagian integral dari profil biologis
digunakan oleh antropolog forensik untuk membantu dalam mencapai identifikasi
individu dari suatu rangka yang tidak diketahui. Profil biologis terdiri dari jenis
kelamin, usia, keturunan, dan estimasi perawakannya, yang dapat dibandingkan
dengan laporan orang hilang. Bahkan jika identifikasi tentatif tidak dibuat, profil
ini menyempit pencarian dan membatasi jumlah tes DNA diperlukan untuk
identifikasi positif, menghemat sumber daya untuk lembaga penegak hukum.
(Alexandra, 2010)
Permasalah utamanya adalah terkadang usia kronologis tidak selaras
dengan kematangan biologis (usia biologis) yang dimiliki oleh seseorang.
Permasalah ini tentu menjadi penyulit dalam proses identifikasi estimasi usia. Hal
ini sebabkan banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi struktur maupun
morfologi tulang dan rangka sehingga menyulitkan ahli forensik maupun
antropolog. Faktor-faktor tersebut di antaranya seperti genetik, environment,
nutrisi, aktivitas, penyakit dan faktor degeneratif lainnya. Evaluasi proses
degeneratif pada orang dewasa didasarkan pada penggunaan dan keausan normal
tubuh dari waktu ke waktu. Proses ini rentan terhadap perilaku manusia dan
berbagai faktor lingkungan. Proses renovasi sangat bervariasi dari satu orang ke
lainnya dan perubahan yang dihasilkan sering halus dan sulit untuk menafsirkan.
Selain itu, ada kemungkinan bahwa perubahan-perubahan degeneratif akan
berbeda dalam waktu dan cara mereka di antara berbagai populasi. Telah
dilaporkan bahwa penentuan usia untuk individu yang lebih muda, yang
ditemukan memiliki rentang usia sempit; sedangkan untuk orang yang lebih tua,
usia diperkirakan memiliki rentang usia yang lebih luas. Hal ini dapat dikaitkan
dengan fakta bahwa bagi individu yang lebih muda ada banyak perubahan
biologis yang terjadi secara berkala dan tingkat. Setelah individu mencapai
kematangan biologis, jumlah dan laju perubahan perkembangan dikurangi.
(Anderson et al. 2010)
Dalam estimasi usia dewasa, usia pertengahan mungkin yang paling sulit
untuk menilai karena selama periode ini hidup, transisi sangat bervariasi karena
perubahan hormonal dan metabolisme. Namun, tahun kemudian usia memiliki
bagian mereka sendiri komplikasi dan kesulitan yang meliputi pasti terjadi tingkat
yang lebih tinggi dari kondisi patologis dan efek dan keausan dalam kehidupan
seseorang. Usia akurat pada perkiraan kematian adalah penting untuk analisis
sisa-sisa kerangka oleh antropolog forensik, terutama dalam pengaturan hukum
medicolegal. Maka dari itu, adalah penting untuk memahami akurasi metode
penilaian usia tulang yang ada dan juga jika perlu, memodifikasi metode ini ada
untuk melakukan estimasi usia yang lebih tepat dan dapat diandalkan untuk
berbagai populasi global. (Daniel Franklin, 2010)
Perkiraan usia dapat dicapai dalam beberapa cara, termasuk pemeriksaan
makroskopik perkembangan gigi dan erupsi, serikat epifisis tulang panjang,
degenerasi permukaan artikular panggul, sternum rusuk berakhir, dan jahitan
tengkorak, serta pemeriksaan mikroskopis tulang dalam analisis histologis
(Buikstra dan Ubelaker 1994, Komar dan Buikstra 2008).
Oleh karena berbagai masalah di atas, maka perlu diidentifikasi berbagai
persoalan yang dapat mempengaruhi dalam penentuan estimasi usia biologis suatu
rangka serta menentukan metode yang tepat sebagai solusi yang dapat di gunakan
dalam penentuan estimasi umur biologis temuan rangka.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini secara umum adalah “apa sajakah
persoalan-persoalan yang ditemukan dalam penentuan estimasi umur biologis”.
Secara rinci, rumusan masalah dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Apakah perbedaan umur biologis dan umur kronologis dari aspek
antropologi forensik ?
2. Apa sajakah metode yang digunakan dalam identifikasi karakteristik umur
biologis?
3. Bagaimanakah cara identifikasi umur biologis?
4. Jelaskan berbagai persoalan-persoalan yang ditemukan dalam penentuan
umur biologis?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan disusunnya Makalah ini, yaitu:
1. Untuk memahami berbagai karakteristik umur biologis.
2. Untuk mengetahui berbagai metode yang digunakan dalam identifikasi
karakteristik umur biologis.
3. Untuk mengetahui cara identifikasi umur biologis
4. Mengetahui berbagai persoalan-persoalan yang ditemukan dalam
penentuan umur biologis.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari penyusunan makalah ini yaitu
1. Secara teoritis menambah wawasan penyusun dan pembaca mengenai
Apa saja karakteristik umur biologis serta berbagai persoalan-persoalan
yang ditemukan dalam penentuan umur biologis.
2. Sebagai media maupun sumber informasi yang dapat digunakan dalam
proses belajar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Identifikasi
Identifikasi merupakan proses pengenalan jati diri yang pertama kali
diperkenalkan oleh Alfonsus Bertillon (1853-1914), seorang dokter
berkebangsaan Perancis. Teknik identifikasi ini semakin berkembang setelah
kepolisian Perancis berhasil menemukan banyak pelaku tindakan kriminal. Saat
ini proses identifikasi telah dimanfaatkan untuk kepentingan asuransi, penentuan
keturunan, ahli waris, penyebab kecelakaan dan kematian seseorang, menemukan
orang hilang, serta menentukan apakah seseorang dapat dinyatakan bebas dari
hukuman. Proses ini juga sangat diperlukan dalam identifikasi korban bencana
massal (Disaster Victim Identification/DVI), baik yang disebabkan oleh alam
(gempa bumi, tsunami, tanah longsor, banjir) maupun ulah manusia (kecelakaan
darat, udara, laut, kebakaran hutan serta terorisme) (Singh, 2008).
Identifikasi forensik memberi pengaruh besar terhadap proses berjalannya
sistem pengadilan. Istilah forensik (for the courts) sendiri berarti “untuk
pengadilan” menunjukkan bahwa tujuan utama forensik adalah memberikan
bukti-bukti aktual dan temuan yang diperlukan dalam penegakan hukum di
pengadilan. Kedokteran forensik bersama kepolisian saat ini menggunakan sistem
identifikasi dalam merekonstruksi kejahatan, salah satunya pada kasus penemuan
mayat (Murnaghan, 2012).
Pada kasus penemuan mayat, identifikasi forensik pada sisa-sisa tubuh
manusia sangatlah penting baik untuk alasan hukum maupun kemanusiaan. Proses
identifikasi dilakukan untuk mengetahui apakah sisa-sisa tubuh berasal dari
manusia atau bukan, jati diri mayat, penyebab kematian, dan perkiraan waktu
kematian berdasarkan data sebelum seseorang meninggal/hilang (antemortem
data/AMD) untuk dibandingkan dengan temuan pada mayat (postmortem
data/PMD) (ICRC, 2013). Identifikasi akan menjadi lebih sulit jika mayat sudah
tidak dapat dikenali lagi, misalnya pada korban bencana alam, kecelakaan yang
menewaskan banyak orang serta pada kasus mutilasi, dimana potongan-potongan
yang ditemukan mungkin tidak lengkap. Pada kasus seperti ini, dokter diharapkan
dapat memberikan penjelasan kepada penyidik dalam hal perkiraan saat kematian,
usia, jenis kelamin, tinggi badan, dan ras, serta asal sisa-sisa potongan tubuh
(RSBO, 2013).
2.2 Usia
Istilah usia diartikan dengan lamanya keberadaan seseorang diukur dalam
satuan waktu di pandang dari segi kronologik, individu normal yang
memperlihatkan derajat perkembangan anatomis dan fisiologik sama (Nuswantari,
1998).
Usia kronologis adalah usia berdasarkan tanggal, bulan, dan tahun kelahiran.
Pada umumnya perkembangan somatik berhubungan dengan usia kronologis
seperti pada pengukuran maturitas somatik, misalnya usia tulang, menstruasi, dan
tinggi badan. Maturitas somatik dapat digunakan untuk memperkirakan usia
kronologis bila tidak ada data usia lain yang akurat. Usia kronologis sering tidak
cukup pada penilaian tahapan pertumbuhan dan maturitas somatik dari individu,
sehingga dibutuhkan penentuan usia biologis. (Tamher dan Noorkasiani, 2009)
Selain usia kronologis, pertumbuhan dan perkembangan manusia dinilai
berdasarkan usia biologis. Usia biologis dipakai untuk menunjukkan pertumbuhan
seseorang sudah mencapai suatu tahapan tertentu. Terdapat tiga bentuk usia
biologis yaitu berdasarkan perkembangan maturitas seksual, skeletal, dan gigi
geligi. Usia biologis adalah usia yang sebenarnya, dimana biasanya diterapkan
kondisi pematangan jaringan sebagai indeks usia biologis. (Tamher dan
Noorkasiani, 2009)
2.3 Identifikasi Umur

Usia biologis adalah perhitungan usia berdasarkan kematangan biologis yang


dimiliki oleh seseorang. Usia biologis dipakai untuk menunjukkan pertumbuhan
seseorang sudah mencapai suatu tahapan tertentu. Terdapat tiga bentuk usia
biologis yaitu berdasarkan perkembangan maturitas seksual, skeletal, dan gigi
geligi. (Tamher dan Noorkasiani, 2009)
2.3.1 Karakteristik umur biologis dengan gigi geligi
Proses pertumbuhan gigi geligi dimulai dari endapan yang berada pada
ujung-ujung kuspis dan akar gigi. Kronologis erupsi gigi diikuti dengan umur
individu sehingga ahli forensik hanya akan mengikuti dan mencocokan erupsi gigi
dan umur erupsi individu. (Koesbardiati T, 2013)
Gambar 2.1

2.3.2 Karakteristik umur biologis dengan mulai bersatunya epiphysis


dengan diaphysis
Sisa rangka dari bayi prenatal, natal dan awal post natal dapat ditentukan
berdasarkan tulang panjang mereka. Pada orang dewasa tulang panjang sangat
bervariasi berdasarkan ras dan jenis kelamin. Pada anak-anak tidak terdapat
perbedaan yang begitu mencolok karena pertumbuhan berakselerasi sejak post
natal sehingga metode ini sangat berguna dan dapat diterapkan pada anak-anak
hingga usia kurang lebih 10 tahun. (Koesbardiati T, 2013)
Seperti telah dijelaskan diatas, bahwa tulang berkembang atas endapan
material pada bagian ujung tulang (tulang panjang). Proses ini berlangsung setelah
terjadi proses penyatuan pada pusat osifikasi primer. Ada banyak epiphisis pada
rangka manusia. Semua tulang panjang minimal mempunyai 2 ephipisis dan
kadang lebih. Salah satu klasifikasi penyatuan ephipisis yang paling banyak
digunakan disusun oleh Buikstra dan Ubelaker. Informasi mengenai penyatuan
ephipisis ini sangat berguna untuk penentuan umur waktu mati, terutama
berdasarkan individu dengan rentang umur 10-25 tahun. Hal ini dikarenakan
bahwa penyatuan ephipisis sering kali lebih cepat dari semestinya. Dengan kata
lain, ada rentang umur (waktu penyatuan ephipisis). Jenis kelamin sangat
mempengaruhi pertumbuhan tulang sehingga hal ini juga diperhitungkan selain
memperhitungkan rentang umur penyatuan ephipisis ini. (Koesbardiati T, 2013)

Tabel 2.1 Mulai bersatunya epiphysis dengan diaphysis


Epiphysis Umur saat mulai bersatunya epiphysis
Laki-laki Perempuan
Klavikula, Medial 18-22 17-21
Skapula: Processus acromialis 14-22 13-20
Humerus: Caput 14-21 14-20
Tuberkel Mayor 2-4 2-4
Trochlea 11-15 9-13
Epicondylus Lateralis 11-17 10-14
Radius: Caput 14-19 13-16
Distal 16-20 16-19
Ulna, distal 18-20 16-19
Ilium: Krista Iliaca 17-20 17-19
Ischium: Pubis 7-9 7-9
Tuberositas Ischium 17-22 16-20
Femur: Caput 15-18 13-17
Distal 14-19 14-17
Tibia: Proximal 15-19 14-17
Distal 14-18 14-16
Fibula: Proximal 14-20 14-18
Distal 14-18 13-16
2.3.3 Karakteristik umur biologis berdasarkan morfologi simphysis pubis
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ada empat karakter tulang yang
berubah selama masa dewasa yaitu sympisis pubis, permukaan auricular, ujung
rusuk sternal dan sutura pada tengkorak. Sympisis pubis berubah dari area yang
kasar dan ber-rugae menjadi area yang lebih halus, datar dan dengan porositas.
(Koesbardiati T, 2013)
Table 2.2 Phases of morphological changes seen in pubic symphysis described
by Todd.
Fase Age Range Description
1 18-19 Symphyseal face rugged, traversed by horizontal ridges separated by
well-marked grooves, there being no distinction in size between the
upper and lower ridges. None of the following structures are present:
nodules fusing with the surface, a delimiting margin, or definition of
extremities.

2 20-21 Symphyseal surface still rugged. Horizontal grooves are becoming


filled near their dorsal limit with new, finely textured bone. Bony
nodules may be present, fusing with upper symphyseal face. Dorsal
delimiting margin begins to develop. No delimitation of the
extremities. Ventral bevel commences.

3 22-24 Symphyseal face shows progressive obliteration of ridge and furrow


system. Commencing formation of a dorsal platform. Bony nodules
may be present. Definition of dorsal margin, with sharp lipping.
Ventral bevel more pronounced. Extremities not delimited.

4 25-26 Great increase of ventral beveled area. Corresponding diminution of


ridge and furrow formation. Complete definition of dorsal margin
through the formation of the dorsal platform. Commencing
delimitation of lower extremity

5 27-30 Little change in symphyseal face and dorsal platform. Margin more
clearly defined and more sharply lipped. Lower extremity better
defined. Upper extremity forming with or without the intervention of a
bony nodule.

6 30-35 Increasing definition of extremities. Development and practical


completion of ventral rampart. Retention of some granular appearance
of symphyseal face indicating that activity has not yet ceased. Failure
of ventral aspect of pubis adjacent to ventral rampart to become
transformed into a compact surface. The rampart may therefore be
somewhat undermined. Retention of the pectinate outline of the dorsal
margin and slight ridge and furrow system. No lipping of ventral
margin and no increased lipping of dorsal margin.

7 35-39 Face and ventral aspect change from granular to fine-grained or dense
bone. Slight changes in symphyseal face and marked changes in
ventral aspect from diminishing activity. No formation of symphyseal
rim. No ossification of tendinous and ligamentous attachments.

8 40-45 Symphyseal face and ventral aspect of pubic bone generally smooth
and inactive. Oval outline complete. Extremities clearly defined. No
distinct "rim" to symphyseal face. No marked lipping of ventral or
dorsal margin. Development of ossification in tendinous and
ligamentous attachments, especially those of sacro-tuberous ligament
and gracilis muscle.

9 45-49 Symphyseal face presents a more or less marked rim. Dorsal margin
uniformly lipped; ventral margin irregularly lipped.

10 49+ Ventral margin eroded at a greater or lesser extent of its length,


continuing somewhat onto the symphyseal face. Rarefaction of face
and irregular ossification. Disfigurement increases with age.

2.3.4 Karakteristik umur biologis berdasarkan morfologi auricularis


surface
Dasar pemikiran menilai permukaan auricular adalah bahwa tulang pada
persendian sacroiliaka juga berubah seiring dengan waktu, seperti hal nya
sympisis pubis, permukaan auricular mempunyai tahapan perubahan seiring
dengan waktu. Owen Lovejoy et al. (1985, dalam Byers, 2008) mengembangkan
metode ini untuk memperhitungkan umur mati individu. Selain bagian ini tidak
gampang rusak, permukaan auricular juga tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin.
(Koesbardiati T, 2013)
Tabel 2.3 Changes in the auricular surface by Age Range
Age Transverse Granularity Apical Retroauricular Porosity
Range Organization Activity
20-24 Billowing Very Fine None None None
25-29 Billows being Slightly None None None
replaced by striae Coarser
30-34 Less Billowing Distinctyl None Slight may be Some
more striae present micro
35-39 Marked fewer Uniformly Slight Slight to Slight
billows and striae coarse moderate micro

40-44 No billows vague Transition Slight Slight to Micro,


striae from granular moderate maybe
to dense macro
45-49 None Dense Bone Slight to Moderate Little or
moderate no macro
50-60 None (Surface Dense bone Marked Moderate to Macro
irregular) marked Present
60+ None Destruction Marked Marked with Macro
of bone osteophytes
Summarized from data in Lovejoy et.al (1985)

2.3.5 Karakteristik umur biologis berdasarkan Rusuk bagian sternal


Pengalaman penelitian M.Yasar dkk (dalam Byers, 2008) menunjukan
bahwa ujung dari rusuk yang bergabung dengan sternum dapat digunakan sebagai
petunjuk umur karena ujung dari rusuk ini juga mengalami perubahan seiring
dengan waktu atau masa hidup seseorang. Empat kondisi yang dapat digunakan
sebagai penentu umur pada ujung rusuk adalah permukaan tulang, permukaan
kontur, pinggiran tulang dan pinggiran kontur. (Koesbardiati T, 2013)
Tabel 2.3 Estimasi umur berdasar pada rusuk
Age Surface Bone Surface Contour Rim Edge Rim Countur
Range
<19 Smooth Flat/intended with Rounted Regular to
billows slightly
20-29 Smooth Intended:U- to V- Rounted Wavy to
shaped regular
30-39 More porous V – to U shaped Sharp Iregular
40-49 More porous U shaped Sharp Iregular with
projection
50-59 Light and U-Shaped and Sharp Iregular with
porous deeper projection
70> More porous U Shaped Sharp with Same but with
deterioting thin walls “windows”
Sumber: Byers, 2008

2.3.6 Karakteristik umur biologis dengan penutupan sutura dan krania


Selama bertahun tahun penutupan sutura tengkorak dianggap metode yang
paling akurat. Adalah merupakan pengetahuan umum bahwa sebagian besar orang
dewasa mengalami sedikitnya sebagian sutura mereka tertutup dan ini cendrung
menyebar lebih luas ketika usia mereka bertambah. Penutupan berurut dari
berbagai sutura tengkorak memberikan informasi penting mengenai usia dari
orang tersebut. Selama usia 25 tahun dan khususnya dalam usia 25 – 40 tahun,
estimasi usia menjadi lebih sulit. Tidak adanya tanda penutupan dari tengkorak
menunjukkan probabilitas kuat bahwa usia tidak melebihi 30 tahun.
Site Description
1. Midlambdoid Midpoint of left lambdoid suture
2. Lambda Intersection of sagittal and lambdoidal lambda
3. Obelion At obelion
4. Anterior sagital One-third the distance from bregma to lambda
5. Bregma At bregma
6. Midcoronal Midpoint of left coronal suture
7. Pterion Usually where the parietosphenoid sute meets the frontal
8. Spenofrontal Midpoint of left sphenofrontal suture
9. Inferior Spenotemporal Intersection between left sphenotemporal suture and line
between articular
10. Superior sphenotemporal One left sphenotemporal suture 2 cm below junction with
parietal
11. Incisive suture Incisive suture separating maxilla and premaxilla
12. Anterior median palatine Score entire lenght on paired maxillae between incisive
foramen and palatine bone
13. Posterior median palatine Score entire lenght
14. Transverse palatine Score entire lenght
15. Sagital (endocr.) Entire sagital suture endocranially
16. Left Lambdoidal (endocr.) Score indicated portion
17. Left coronal (endocr.) Score indicated portion
Meindl and Lovejoy (1985) “vault” sutural ages (add scores for site 1-7)
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Karakteristik umur biologis dan persoalannya


Disamping umur kronologis, pada pertumbuhan dan perkembangan ditandai
adanya umur fisiologis atau disebut umur biologis. Umur fisiologis dipakai untuk
menunjukkan pertumbuhan seseorang sudah mencapai suatu taraf, disamping
umur seseorang yang ditunjukkan dengan tahun. Terdapat tiga bentuk umur
fisiologis yaitu: berdasarkan pertumbuhan tulang (skeletal age), berdasarkan
pertumbuhan gigi (dental age) & berdasarkan perkembangan sistem genetalia
dengan sifat seksual sekunder.
Permasalah utamanya adalah terkadang usia kronologis tidak selaras dengan
kematangan biologis (usia biologis) yang dimiliki oleh seseorang. Permasalah ini
tentu menjadi penyulit dalam proses identifikasi estimasi usia. Dimana dalam
beberapa kasus, data Ante mortem terkait usia kronologis individu sudah
ditemukan akan tetapi ketika di cocokan dengan data post mortem didapatkan
hasil yang tidak matching.
Umur skeletal ditentukan dengan cara membuat gambaran radiografi daerah
yang terdapat banyak tulang-tulang dan discus epiphyseal seperti tulang
pergelangan tangan. Gambar radiografi tulang pergelangan tangan dari tiap-tiap
umur yang spesifik normal, dipakai sebagai standar untuk membandingkan kasus
seseorang yang diperiksa. Gambaran standar yang dipakai sebagai gambaran baku
tersebut disebut indeks karpal.
3.1.1 Persoalan yang mempengaruhi umur biologis
Proses assessment penuaan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor internal
dan eksternal seperti jenis kelamin, keturunan, penyakit kronis, kondisi gizi, gaya
hidup dan genetik dari individu. Faktor-faktor ini bisa menjadi potensi sumber
bias dalam estimasi umur. Lebih lanjut, baik di dalam dan antara individu dan
populasi variasi yang besar terlihat yang dapat mempengaruhi penuaan biologis
dan selanjutnya mempengaruhi hasil estimasi umur. Masalah utama yang dihadapi
adalah penuaan manusia. Ini ditentukan oleh gangguan metabolisme dicirikan
pada individu. Interaksi yang terus menerus antara gen-budaya lingkungan
berkontribusi terhadap individu penuaan. Hal ini sering menunjukkan bahwa
metode estimasi umur digunakan terbukti tidak akurat dan kurang dapat
diandalkan bila diterapkan pada populasi selain hasil yang diperoleh dari populasi
sampel penelitian asli. Oleh karena itu, dianjurkan untuk menggunakan data
spesifik penduduk untuk estimasi usia lebih dapat diandalkan (E.Priya, 2017)
Pada faktor genetik orang tua dengan kecenderungan memiliki DMT
(Densitas mineral tulang) tidak normal dapat diturunkan dari keluarga ibu atau
ayah, hal ini akan berpengaruh pada struktur, ukuran maupun bentuk tulang
(Cosman, 2009)
Untuk orang dewasa, usia dapat diperkirakan dengan menggunakan
indikator yang terlibat dalam proses resorpsi tulang, deposisi dan renovasi.
Evaluasi proses degeneratif pada orang dewasa didasarkan pada penggunaan dan
keausan normal tubuh dari waktu ke waktu. Proses ini rentan terhadap perilaku
manusia dan berbagai faktor lingkungan. Proses perubahan sangat bervariasi dari
satu orang ke lainnya dan perubahan yang dihasilkan sering halus dan sulit untuk
menafsirkan. Selain itu, ada kemungkinan bahwa perubahan-perubahan
degeneratif akan berbeda dalam waktu dan cara mereka di antara berbagai
populasi (D.Franklin, 2010)
Telah dilaporkan bahwa penentuan usia untuk individu yang lebih muda,
yang ditemukan memiliki rentang usia sempit; sedangkan untuk orang yang lebih
tua, usia diperkirakan memiliki rentang usia yang lebih luas. Hal ini dapat
dikaitkan dengan fakta bahwa bagi individu yang lebih muda ada banyak
perubahan biologis yang terjadi secara berkala dan tingkat. Setelah individu
mencapai kematangan biologis, jumlah dan laju perubahan perkembangan
dikurangi (Anderson et al. 2010). Dalam estimasi usia dewasa, usia pertengahan
mungkin yang paling sulit untuk menilai karena selama periode ini hidup, transisi
sangat bervariasi karena perubahan hormonal dan metabolisme. Namun, tahun
kemudian usia memiliki bagian mereka sendiri komplikasi dan kesulitan yang
meliputi pasti terjadi tingkat yang lebih tinggi dari kondisi patologis dan efek dan
keausan dalam kehidupan seseorang. Maka dari itu, adalah penting untuk
memahami akurasi metode penilaian usia tulang yang ada dan juga jika perlu,
memodifikasi metode yang ada untuk melakukan estimasi usia yang lebih tepat
dan dapat diandalkan untuk berbagai populasi global (D.Franklin, 2010)
3.1.2 Karakteristik Umur Biologis
1. Estimasi umur – remaja
Estimasi umur remaja didokumentasikan dengan baik bahwa perkiraan
usia biasanya paling akurat pada individu yang masih dalam proses pertumbuhan
& perkembangan. Pada individu dewasa, kebanyakan standar umumnya
bergantung pada kemunduran penanda morfologi yang sangat bervariasi
(misalnya simfisis pubis; sendi sakro-iliaka; ujung tulang rusuk sternal) yang lebih
dipengaruhi oleh faktor lingkungan, berlawanan dengan penanda perkembangan
yang lebih mudah diprediksi dan terdokumentasi dengan baik. Karakteristik
kerangka remaja (misalnya pengembangan gigi, pertumbuhan rangka dan
pematangan). Variabilitas yang melekat pada fitur morfologi yang digunakan
untuk menilai usia biologis sehingga semakin meningkat dari kehidupan janin
sampai usia lanjut (D.Franklin, 2010). Berikut ini adalah metode untuk
memperkirakan umur pada kerangka belum matang yaitu:
1) Pertumbuhan gigi,
Estimasi umur dari gigi dapat dilakukan dengan menggunakan
evaluasi radiografi perkembangan akar dan mineralisasi (pilihan) dan
atau pengamatan makroskopis terhadap pola munculnya gigi. Keausan
gigi secara atritional juga digunakan, meski tekniknya kurang andal,
terutama karena keausan gigi tergantung faktor yang sangat
individualistis, terutama jenis makanan yang dikonsumsi. Di antara
standar pembentukan gigi yang lebih populer adalah Moorrees dkk.
(gigi permanen dan gigi sulung) dan Demirjian et al.
2) Pertumbuhan rangka
Kematangan kerangka adalah pengukuran perkembangan ukuran
tulang, bentuk dan tingkat pengerasan relatif terhadap kematangan
penuh dan ini juga dapat digunakan untuk mendapatkan perkiraan 'usia
skeletal'. Seiring perubahan perkembangan progresif dalam ukuran
tulang dan morfologi terjadi pada tingkat yang relatif dapat diprediksi,
ada korelasi positif antara usia skeletal dan kronologis (atau aktual).
Metode kematangan kerangka yang paling umum digunakan untuk
memperkirakan usia subadri pada saat kematian didasarkan pada
analisis metrik dan penilaian makroskopik (termasuk radiografi bila
diperlukan) morfologi dari pusat pengerasan, termasuk ukuran dan
waktu penampilan awal, sampai fusi berikutnya (D.Franklin, 2010)
2. Estimasi umur - dewasa
Estimasi usia pada orang dewasa, dengan tidak adanya penanda
perkembangan utama, bergantung pada degenerasi tulang yang sangat bervariasi.
Hal ini diperumit oleh fakta bahwa faktor individualistik (misalnya gaya hidup,
kesehatan dan gizi) dapat mempengaruhi remodeling kerangka sepanjang hidup,
memperkenalkan sumber bias tambahan ke dalam penilaian akhir. Bagian
kerangka yang berbeda dapat 'berumur' pada tingkat yang berbeda, baik antara dan
di dalam individu (D.Franklin, 2010)
1) Perkiraan umur dari coxae Os (Simfisis pubis).
Simfisis pubis mengacu ke permukaan di mana dua innominates
mengartikulasikan anterior. Standar yang berbeda diperkenalkan
berdasarkan perubahan morfologi terlihat di daerah symphysis pubis untuk
estimasi umur. Salah satu faktor rumit yang dihadapi pada wanita adalah
bahwa kelahiran anak menyebabkan keausan yang tidak teratur di daerah
symphysis pubis. Dua implikasi yang perlu dicatat, pertama, tidak
dianjurkan untuk menggunakan standar laki-laki untuk estimasi usia
simfisis perempuan, dan sebaliknya; dan kedua, penyimpangan pada pubis
perempuan disebabkan karena melahirkan atau tidak setelah melahirkan
diproduksi variabilitas yang lebih besar. Telah dilaporkan dalam literatur
bahwa morfologi bentuk simfisis pubis bervariasi dengan usia dan
merupakan salah satu parameter yang paling banyak digunakan untuk
tujuan estimasi umur. Todd pada tahun 1920 mengusulkan metode sepuluh
fase untuk menganalisis simfisis pubis untuk memperkirakan usia.
(E.Priya, 2017)
2) Permukaan Auricular
Permukaan Auricularis dari ilium memberikan perkiraan yang akurat
dari usia saat kematian sebagai perubahan usia terlihat relatif didefinisikan
dengan baik dan teratur. Keuntungan dari permukaan auricular yang
digunakan sebagai parameter untuk penilaian usia skeletal adalah bahwa ia
memiliki tingkat kelangsungan hidup lebih tinggi pada populasi arkeologi
dan perubahan diidentifikasi melampaui usia 50 bila dibandingkan dengan
simfisis pubis. Namun, menafsirkan perubahan usia di permukaan
aurikularis relatif lebih sulit bila dibandingkan dengan simfisis pubis. Hal
ini bisa jadi karena kompleksitas terlihat pada proses penuaan pada
permukaan auricular dan tahap “tertunda epiphysis” yang ditemukan
dalam simfisis pubis. (E.Priya, 2017)
3) Estimasi umur dari pola penutupan sutura
Sebagai sendi berserat di antara tulang-tulang sekering tengkorak
semakin meningkat seiring bertambahnya usia, berbagai sistem untuk
menilai tingkat penutupan jahitan ekto- dan endokranial telah
dikembangkan. Sebagian besar sistem melibatkan pemeringkatan
makroskopis tingkat penutupan jahitan menjadi satu dari beberapa
kategori, mulai dari yang benar-benar terbuka hingga menyelesaikan
penghilangan. Skor komposit kemudian dihitung dan digunakan untuk
mendapatkan perkiraan usia rata-rata, walaupun kisaran dalam kelompok
penutupan untuk sistem yang disebutkan di atas umumnya berada dalam
urutan 30+ tahun (D.Franklin, 2010)
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Umur biologis digunakan untuk menunjukkan pertumbuhan seseorang sudah
mencapai suatu taraf, disamping umur seseorang yang ditunjukkan dengan tahun
(umur kronologis). Terdapat tiga bentuk umur fisiologis yaitu: berdasarkan
pertumbuhan tulang (skeletal age), berdasarkan pertumbuhan gigi (dental age) &
berdasarkan perkembangan sistem genetalia dengan sifat seksual sekunder.
Permasalah utamanya adalah terkadang usia kronologis tidak selaras dengan
kematangan biologis (usia biologis) yang dimiliki oleh seseorang. Proses
assessment penuaan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal
seperti jenis kelamin, keturunan, penyakit kronis, kondisi gizi, gaya hidup dan
genetik dari individu. Faktor-faktor ini bisa menjadi potensi sumber bias dalam
estimasi umur. Maka dari itu perlu ketelitian dan keakuratan dalam memilih
metode yang tepat dalam mengidentifikasi usia biologis tiap-tiap individu dengan
memperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhinya.
4.2 Saran
Dengan berkembangnya teknologi dan informasi, baik di bidang antropologi
forensik, diharapkan untuk terus berimprovisasi dan memvalidasi metode,
pendekatan konvensional untuk estimasi usia pada orang anak-anak, remaja,
dewasa dan lanjut usia dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi
kondisi tulang & rangka.
DAFTAR PUSTAKA

Anderson MF, Anderson DT, Wescott DJ (2010) Estimation of Adult Skeletal Age-
at-Death Using the Sugeno Fuzzy Integral. Am J Physical Anthropol
142(1)
Byers S.N. 2008. Basics of Human Osteology and Odontology. In: Introduction to
Forensic Anthropology. Third Edition. Boston. 28-59.
Franklin D (2010) Forensic age estimation in human skeletal remains: Current
concepts and future directions. Legal Med 12(1)
Indriati E (2010) Identifikasi Rangka Manusia, Aplikasi Antropologi Biologis
Dalam Konteks Hukum. Yogyakarta: UGM Press
Koesbardiati, T. 2012. Buku Ajar Antropologi Forensik. Revka: Surabaya
Lovejoy CO, Meindl, RS, Prysbeck, TR, Mensforth, RP (1985) Chronological
metamorphosis of the auricular surface of the ilium: a new method for
the determination of adult skeletal age at death. Am J Physical
Anthropol 68(1)
Meindl RS, Lovejoy CO. Ectocranial suture closure: a revised method for the
determination of skeletal age at death based on the lateral–anterior
sutures. Am J Phys Anthropol 1985;68:57–66.
Priya E (2017) Methods of Skeletal Age Estimation used by Forensic
Anthropologists in Adults : A Review. Forensic Research &
Criminology International Journal. Volume 4 Issue 2
Singh S, Gangrade KC. The sexing of adult clavicles demarking points for
Varanasi zone. J Anat Soc India 1968;17:89e100.

Anda mungkin juga menyukai