PENDAHULUAN
2.1 Identifikasi
Identifikasi merupakan proses pengenalan jati diri yang pertama kali
diperkenalkan oleh Alfonsus Bertillon (1853-1914), seorang dokter
berkebangsaan Perancis. Teknik identifikasi ini semakin berkembang setelah
kepolisian Perancis berhasil menemukan banyak pelaku tindakan kriminal. Saat
ini proses identifikasi telah dimanfaatkan untuk kepentingan asuransi, penentuan
keturunan, ahli waris, penyebab kecelakaan dan kematian seseorang, menemukan
orang hilang, serta menentukan apakah seseorang dapat dinyatakan bebas dari
hukuman. Proses ini juga sangat diperlukan dalam identifikasi korban bencana
massal (Disaster Victim Identification/DVI), baik yang disebabkan oleh alam
(gempa bumi, tsunami, tanah longsor, banjir) maupun ulah manusia (kecelakaan
darat, udara, laut, kebakaran hutan serta terorisme) (Singh, 2008).
Identifikasi forensik memberi pengaruh besar terhadap proses berjalannya
sistem pengadilan. Istilah forensik (for the courts) sendiri berarti “untuk
pengadilan” menunjukkan bahwa tujuan utama forensik adalah memberikan
bukti-bukti aktual dan temuan yang diperlukan dalam penegakan hukum di
pengadilan. Kedokteran forensik bersama kepolisian saat ini menggunakan sistem
identifikasi dalam merekonstruksi kejahatan, salah satunya pada kasus penemuan
mayat (Murnaghan, 2012).
Pada kasus penemuan mayat, identifikasi forensik pada sisa-sisa tubuh
manusia sangatlah penting baik untuk alasan hukum maupun kemanusiaan. Proses
identifikasi dilakukan untuk mengetahui apakah sisa-sisa tubuh berasal dari
manusia atau bukan, jati diri mayat, penyebab kematian, dan perkiraan waktu
kematian berdasarkan data sebelum seseorang meninggal/hilang (antemortem
data/AMD) untuk dibandingkan dengan temuan pada mayat (postmortem
data/PMD) (ICRC, 2013). Identifikasi akan menjadi lebih sulit jika mayat sudah
tidak dapat dikenali lagi, misalnya pada korban bencana alam, kecelakaan yang
menewaskan banyak orang serta pada kasus mutilasi, dimana potongan-potongan
yang ditemukan mungkin tidak lengkap. Pada kasus seperti ini, dokter diharapkan
dapat memberikan penjelasan kepada penyidik dalam hal perkiraan saat kematian,
usia, jenis kelamin, tinggi badan, dan ras, serta asal sisa-sisa potongan tubuh
(RSBO, 2013).
2.2 Usia
Istilah usia diartikan dengan lamanya keberadaan seseorang diukur dalam
satuan waktu di pandang dari segi kronologik, individu normal yang
memperlihatkan derajat perkembangan anatomis dan fisiologik sama (Nuswantari,
1998).
Usia kronologis adalah usia berdasarkan tanggal, bulan, dan tahun kelahiran.
Pada umumnya perkembangan somatik berhubungan dengan usia kronologis
seperti pada pengukuran maturitas somatik, misalnya usia tulang, menstruasi, dan
tinggi badan. Maturitas somatik dapat digunakan untuk memperkirakan usia
kronologis bila tidak ada data usia lain yang akurat. Usia kronologis sering tidak
cukup pada penilaian tahapan pertumbuhan dan maturitas somatik dari individu,
sehingga dibutuhkan penentuan usia biologis. (Tamher dan Noorkasiani, 2009)
Selain usia kronologis, pertumbuhan dan perkembangan manusia dinilai
berdasarkan usia biologis. Usia biologis dipakai untuk menunjukkan pertumbuhan
seseorang sudah mencapai suatu tahapan tertentu. Terdapat tiga bentuk usia
biologis yaitu berdasarkan perkembangan maturitas seksual, skeletal, dan gigi
geligi. Usia biologis adalah usia yang sebenarnya, dimana biasanya diterapkan
kondisi pematangan jaringan sebagai indeks usia biologis. (Tamher dan
Noorkasiani, 2009)
2.3 Identifikasi Umur
5 27-30 Little change in symphyseal face and dorsal platform. Margin more
clearly defined and more sharply lipped. Lower extremity better
defined. Upper extremity forming with or without the intervention of a
bony nodule.
7 35-39 Face and ventral aspect change from granular to fine-grained or dense
bone. Slight changes in symphyseal face and marked changes in
ventral aspect from diminishing activity. No formation of symphyseal
rim. No ossification of tendinous and ligamentous attachments.
8 40-45 Symphyseal face and ventral aspect of pubic bone generally smooth
and inactive. Oval outline complete. Extremities clearly defined. No
distinct "rim" to symphyseal face. No marked lipping of ventral or
dorsal margin. Development of ossification in tendinous and
ligamentous attachments, especially those of sacro-tuberous ligament
and gracilis muscle.
9 45-49 Symphyseal face presents a more or less marked rim. Dorsal margin
uniformly lipped; ventral margin irregularly lipped.
4.1 Kesimpulan
Umur biologis digunakan untuk menunjukkan pertumbuhan seseorang sudah
mencapai suatu taraf, disamping umur seseorang yang ditunjukkan dengan tahun
(umur kronologis). Terdapat tiga bentuk umur fisiologis yaitu: berdasarkan
pertumbuhan tulang (skeletal age), berdasarkan pertumbuhan gigi (dental age) &
berdasarkan perkembangan sistem genetalia dengan sifat seksual sekunder.
Permasalah utamanya adalah terkadang usia kronologis tidak selaras dengan
kematangan biologis (usia biologis) yang dimiliki oleh seseorang. Proses
assessment penuaan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal
seperti jenis kelamin, keturunan, penyakit kronis, kondisi gizi, gaya hidup dan
genetik dari individu. Faktor-faktor ini bisa menjadi potensi sumber bias dalam
estimasi umur. Maka dari itu perlu ketelitian dan keakuratan dalam memilih
metode yang tepat dalam mengidentifikasi usia biologis tiap-tiap individu dengan
memperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhinya.
4.2 Saran
Dengan berkembangnya teknologi dan informasi, baik di bidang antropologi
forensik, diharapkan untuk terus berimprovisasi dan memvalidasi metode,
pendekatan konvensional untuk estimasi usia pada orang anak-anak, remaja,
dewasa dan lanjut usia dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi
kondisi tulang & rangka.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson MF, Anderson DT, Wescott DJ (2010) Estimation of Adult Skeletal Age-
at-Death Using the Sugeno Fuzzy Integral. Am J Physical Anthropol
142(1)
Byers S.N. 2008. Basics of Human Osteology and Odontology. In: Introduction to
Forensic Anthropology. Third Edition. Boston. 28-59.
Franklin D (2010) Forensic age estimation in human skeletal remains: Current
concepts and future directions. Legal Med 12(1)
Indriati E (2010) Identifikasi Rangka Manusia, Aplikasi Antropologi Biologis
Dalam Konteks Hukum. Yogyakarta: UGM Press
Koesbardiati, T. 2012. Buku Ajar Antropologi Forensik. Revka: Surabaya
Lovejoy CO, Meindl, RS, Prysbeck, TR, Mensforth, RP (1985) Chronological
metamorphosis of the auricular surface of the ilium: a new method for
the determination of adult skeletal age at death. Am J Physical
Anthropol 68(1)
Meindl RS, Lovejoy CO. Ectocranial suture closure: a revised method for the
determination of skeletal age at death based on the lateral–anterior
sutures. Am J Phys Anthropol 1985;68:57–66.
Priya E (2017) Methods of Skeletal Age Estimation used by Forensic
Anthropologists in Adults : A Review. Forensic Research &
Criminology International Journal. Volume 4 Issue 2
Singh S, Gangrade KC. The sexing of adult clavicles demarking points for
Varanasi zone. J Anat Soc India 1968;17:89e100.