Anda di halaman 1dari 21

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberhasilan usaha peningkatan produksi pangan salah satunya dipengaruhi

oleh pengetahuan yang dimiliki tentang tanaman. Tanaman tersusun dari berbagai

macam sifat. Produksi yang tinggi disebabkan oleh terintegrasinya sifat-sifat

unggul yang menyusun tanaman. Namun terdapat beberapa sifat tersebut yang

tidak mempunyai keterkaitan satu sama lain. Mengetahui sifat-sifat yang dimiliki

oleh tanaman sangatlah penting, karena berhubungan untuk menentukan sifat-sifat

yang akan dikembangkan.

Pemuliaan tanaman adalah ilmu yang mempelajari hubungan antar tanaman

yang memiliki sifat dan jenis tertentu untuk dipelajari dan diperbaiki kualitas

sifat-sifatnya. Tujuan dari pemuliaan tanaman sendiri adalah memperbaiki sifat-

sifat tanaman, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan tujuan akhir

memperoleh tanaman yang dapat memberikan hasil sebesar-besarnya persatuan

luas, dengan mutu tinggi, memiliki nilai ekonomi yang berharga serta memiliki

sifat-sifat agronomis, dan hortikulturis yang sesuai dengan kehendak manusia

yang mengusahakannya. Hal ini dapat disebut perbaikan kualitas keturunan atau

pewarisan sifat yang baik-baik dari pencampuran kedua tetuanya sehingga

menghasilkan kualitas tanaman yang unggul dari segi jenis dan karakter dimiliki.

Kegiatan seleksi di dalamnya terdapat hubungan korelasi antar karakter

tanaman memiliki arti yang sangat penting. Karakter tertentu diestimasi oleh suatu

penduga yang juga merupakan suatu karakter yang lain yang relatif mudah
diamati. Seleksi akan efektif bila terdapat hubungan erat antar karakter penduga

dengan karakter yang dituju dalam satu program seleksi. Dalam praktiknya

biasanya digunakan karakter morfologis.

Korelasi juga berperan dalam memperpendek siklus seleksi tanaman,

khususnya tanaman tahunan. Selain itu, korelasi juga sangat berguna untuk

memperkecil kekeliruan selesksi yang didasarkan pada wujud luar (fenotip)

tanaman. Menurut suatu karakter dapat dipergunakan sebagai kriteria seleksi

apabila terdapat hubungan yang nyata antara karakter tersebut dengan karakter

yang dituju. Oleh karena itu, mempelajari korelasi sangat penting dilakukan

karena korelasi berfungsi sebagai informasi dasar upaya perbaikan sifat suatu

karakter tanaman melalui seleksi dan atau kegiatan pemuliaan tanaman.

Korelasi yang sempurna jarang terjadi pada sifat-sifat kuantitatif, karena

lingkungan sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat tersebut. Contohnya, hubungan

antar tinggi tanaman dengan bobot tanaman. Tanaman yang tinggi belum tentu

bobotnya akan tinggi, sebaliknya yang pendek belum tentu bobotnya akan rendah.

Koefisien korelasi dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kemiripan

(resemblance) dalam variabilitas antara tanaman induk dengan keturunannya,

misal sifat daya hasil tinggi, jumlah anakan dan sebagainya. Analisis korelasi dari

sifat-sifat tersebut akan dapat diketahui tingkat kemiripan antara tetua dan

keturunannya.
B. Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui derajat hubungan antara dua sifat pada tanaman

2. Mengetahui bentuk hubungan yang ada diantara dua sifat yang bersangkutan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Pemuliaan tanaman yang tepat merupakan salah satu cara untuk

meningkatkan mutu/kualitas tanaman. Pemuliaan tanaman dapat dikatakan

sebagai seluruh usaha yang menuju suatu muara yaitu dihasilkannya suatu varietas

atau galur baru (Hartatik, 2007). Varietas baru yang dihasilkan harus memiliki

sifat yang lebih baik yang sesuai harapan sehingga dapat diterima oleh produsen

serta konsumen dan dapat memberikan nilai tambah ekonomi. Hal ini dapat

diusahakan dengan cara seleksi terhadap populasi tertentu dari perbendaharaan

klon yang ada dan introduksi klon yang baru atau perbaikan beberapa sifat

keturunan tanaman yang sudah diusahakan. Proses seleksi ini didasarkan pada

penampilan fenotipnya (Aryana, 2009).

Agar kegiatan seleksi yang didasarkan pada wujud luar atau fenotipe dari

tanaman dapat berlangsung, maka perlu diperhatikan korelasi genotipik dan

fenotipik antar karakter tanaman, lingkungan yang sesuai untuk seleksi yang

diinginkan, keragaman genetik maupun cara seleksinya apakah secara langsung

atau tidak. Suatu karakter dapat dipergunakan sebagai kriteria seleksi apabila

terdapat hubungan yang nyata antara karakter tersebut dengan karakter yang

dituju. Hubungan yang nyata antar karakter X dengan karakter Y dapat diketahui

dengan menggunakan analisis korelasi (Aryana, 2009).

Korelasi merupakan analisis sifat-sifat tanaman, tetapi pada umumnya

korelasi tidak memperhatikan faktor sebab dan akibat. Korelasi hanya

memperhatikan faktor sifat tersebut mempunyai perubahan-perubahan yang


masing-masing dicari kerapatannya (Singh dan Chaudhary, 1979). Korelasi antar

sifat dapat digunakan sebagai alat untuk menentukan seleksi tidak langsung.

Seleksi tidak langsung dianggap lebih efektif dibandingkan dengan seleksi

langsung jika korelasi antar sifat-sifat buah yang diteliti tersebut sangat kuat

(Kearsey & Pooni, 1996). Seleksi pada sifat kualitas hasil melalui destruksi buah,

oleh karena itu untuk mempermudah seleksi, dilakukan melalui seleksi tidak

langsung melalui sifat-sifat komponen buah yang berkorelasi dengan kualitas hasil

yang bias diamati lebih awal dan tanpa merusak susunannya (Aziz, 2010).

Nilai korelasi antara dua sifat tanaman bervariasi, yaitu berkisar antara -1

sampai +1, sehingga dikenal dua macam koefisien korelasi yaitu koefisien

korelasi positif dan koefisien korelasi negatif. Korelasi positif bila bertambahnya

sifat yang satu bersamaan dengan bertambahnya sifat yang lain. Korelasi negatif,

bila bertambahnya sifat yang satu bersamaan dengan berkurangnya sifat yang lain.

Sedangkan apabila koefisien korelasi = 0 berarti tidak ada hubungan sama sekali

antara kedua sifat tersebut (Sudjana, 1983). Menurut Schefler (1979) korelasi

dinyatakan dengan koefisien ( r ) dan merentang dari –1 sampai +1. Koefisien 1,

dengan tanda + atau – menunjukkan korelasi sempurna antara dua peubah.

Sebaliknya, koefisien nol berarti tidak ada korelasi sama sekali. Keseragaman

dalam derajat korelasi dinyatakan oleh koefisien yang merentang dari 0 sampai 1

dan dari –1 sampai 0. (Schefler, 1979).

Korelasi yang memiliki kategori yang baik tergantung dari apa yang

dilakukan peneliti serta apa yang diharapkan dari uji kajiannya. Ketika yang

diharapkan pada uji kajiannya tidak terdapat kaitan antara dua peubah, maka akan
sangat menggembirakan jika koefisien sebesar nol yang didapat, namun

sebaliknya jika yang diharapkan akan terlihat kaitannya yang erat, maka nilai r

yang mendekati ±1 dianggap sebagai hasil yang optimum. Keragaman akan lebih

mungki terjadi daripada pengecualiaan, karena sebagaimana lazimnya sistem yang

hidup tidak membantu dengan menghasilkan bilangan bulat (Soepomo, 1968).

Korelasi dua atau lebih antar sifat positif yang dimiliki akan memudahkan

seleksi karena akan diikuti oleh peningkatan sifat yang satu diikuti dengan yang

lainnya, sehingga dapat ditentukan satu sifat atau indek seleksi (Sudarmadji et al.

2007). Sebaliknya bila korelasi negatif, maka sulit untuk memperoleh sifat yang

diharapkan. Bila tidak ada korelasi di antara sifat yang diharapkan, maka seleksi

menjadi tidak efektif (Sudarmadji et al. 2007). Kategori korelasi yang baik

tergantung pada apa yang dilakukan peneliti atau apa yang diharapkannya dari uji

kajinya. Jika ia berharap uji kajinya menunjukkan tidak terdapat kaitan antara dua

peubah, maka koefisien sebesar nol akan sangat menggembirakan. Jika sebaliknya

ia mengharapkan akan terlihat kaitan yang erat, maka harga r yang mendekati ±1

akan dipandang sebagai hasil yang optimum. Sebagaimana lazimnya, sistem yang

hidup tidak membantu dengan menghasilkan bilangan bulat, keragaman lebih

mungkin terjadi daripada perkecualian. (Soepomo, 1968).

Korelasi antara dua karakter dapat dibagi dalam korelasi fenotipik dan

korelasi genotipik. Korelasi fenotipik dapat dipisahkan menjadi korelasi genotipik

dan korelasi lingkungan. Oleh sebab itu, korelasi fenotipik ini selanjutnya

diharapkan dapat menunjukkan korelasi genotipik yang lebih berati dalam

program pemuliaan tanaman. Korelasi ini dapat diartikan sebagai korelasi nilai
pemuliaan dari dua karakter yang diamati. Selanjutnya korelasi lingkungan

merupakan sisaan galat yang juga memberikan konstribusi terhadap fenotip

(Nasir, 2001).

Sugiarto (1992) menyatakan, dari sifat-sifat yang berhubungan korelasi

dibagi menjadi tiga macam antara lain : korelasi sederhana, partial dan berganda.

Korelasi sederhana adalah bila satu sifat akan dipengaruhi sifat yang lain,

contohnya panjang malai dengan banyaknya gabah per malai pada tanaman padi.

Korelasi partial adalah dua sifat yang dipengaruhi oleh sifat-sifat yang lain

contohnya tinggi produksi dan tinggi sterilitas dipengaruhi oleh bobot malai serta

serangan penyakit. Korelasi berganda adalah jika satu sifat dipengaruhi oleh

banyak sifat yanglainnya, contohnya daya hasil dipengaruhi oleh banyak sifat lain,

misalnya daya hasil dipengaruhi oleh sifa banyak anakan, ketahanan rebah,

ketahanan terhadap hama penyakit, serta respon terhadap pemupukan.


III. METODE PRAKTIKUM

A. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah bahan-bahan yang hendak

dicari koefisien korelasinya. Alat yang digunakan meliputi penggaris, timbangan,

dan counter.

B. Prosedur Kerja

Praktikum acara 2 memiliki prosedur kerja sebagai berikut :

1. Bahan-bahan dan sifat-sifat yang hendak dicari koefisien korelasinya

dicari dengan cara diukur, dihitung, ditimbang dan sebagainya.

2. Hasil pengamatan, pengukuran, penimbangan dan perhitungan ditulis dengan

baik pada tabel yang telah disiapkan sebelumnya.

3. Data hasil pengamatan dimasukkan dalam tabel frekuensi.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1. Pengamatan Korelasi Panjang Malai dengan Bobot Biji


Keterangan : Panjang Malai (X) dan Jumlah Biji (Y)
No. X Y ̅ ) (Xi-𝑿
(Xi-𝑿 ̅ )2 (Yi-𝒀
̅ ) (Yi-𝒀̅ )2 XY ̅ ) (Yi-𝒀
(Xi-𝑿 ̅)
1. 24 4,20 1,8 1,346 -15,4 237,16 3905,5 17,864

2. 20,5 3,65 -1,7 0,130 -0,4 0,16 4550,6 0,144

3. 23 3,20 1,34 1,710 6,6 43,56 5031 8,844

4. 20 3,40 -1,66 2,756 -16,4 268,96 3816 27,224

5. 23,5 3,70 1,84 3,386 25,6 655,36 5846 47,104

∑ 111 18,15 0 9,328 0 1205,2 23149,1 101,18

𝑋̅ 22,2 3,63

2
2 ∑𝑛
𝑖= ∑(Xi – 𝑋)
Ragam X : Sx = 𝑛−1

9,328
= = 2,332
5−1

∑𝑛
𝑖= ∑(Yi − 𝑌)
2
Ragam Y : Sy2 = 𝑛−1

1205,2
= = 301,3
5−1

∑𝑛
𝑖= ∑(Xi − 𝑋)(Yi − 𝑌)
Ragam XY : Sxy = 𝑛−1

101,18
= = 25,295
5−1
𝑆𝑋𝑌
Koefisien korelasi: r =
√𝑆𝑋2 𝑆𝑌2

25,295 25,295 25,295


= = = 26,507 = 0,954
√2,332 𝑥 301,3 √702,63

Koefisien determinasi: r2 = 0,9542 = 0,910

1−𝑟 2
Standar eror : Sr =√ 𝑛−2

1−0,910 0,09
=√ =√ = 0,173
5−2 3

𝑟 0,954
t hitung = 𝑆𝑟 = 0,173 = 5,514

t tabel 5% = 3,182

Kesimpulan : t hitung (5,514) > t tabel (3,182), maka koefisien korelasi berbeda
nyata.

Tabel 2. Pengamatan Panjang Malai dengan Bobot Biji

Keterangan : Panjang Malai (X) dan Bobot Biji (Y)

No. X Y ̅)
(Xi-𝑿 ̅ )2
(Xi-𝑿 ̅)
(Yi-𝒀 ̅ )2
(Yi-𝒀 XY ̅ ) (Yi-𝒀
(Xi-𝑿 ̅)
1. 36,5 3,00 -1,16 1,346 -0,09 0,0081 109,5 0,104

2. 37,3 2,85 -0,31 0,130 -0,24 0,0576 106,305 0,086

3. 39 3,50 1,34 1,710 0,41 0,1681 136,5 0,549

4. 36 2,90 -1,66 2,756 -0,19 0,0361 104,4 0,315

5. 39,5 3,20 1,84 3,386 0,11 0,0121 126,4 0,202

∑ 188,3 15,45 0 9,328 0 0,282 583,105 1,256

𝑋̅ 37,66 3,09

2
∑𝑛
𝑖= ∑(Xi – 𝑋)
Ragam X : Sx2 = 𝑛−1

9,328
= 5−1
= 2,332
∑𝑛
𝑖= ∑(Yi − 𝑌)
2
Ragam Y : Sy2 = 𝑛−1

0,282
= = 0,071
5−1

∑𝑛
𝑖= ∑(Xi − 𝑋)(Yi − 𝑌)
Ragam XY : Sxy = 𝑛−1

1,256
= = 0,314
5−1

𝑆𝑋𝑌
Koefisien korelasi: r =
√𝑆𝑋2 𝑆𝑌2

0,314 0,314 0,314


= = = 0,407 = 0,771
√2,332 𝑥 0,071 √0,166

Koefisien determinasi: r2 = 0,7712 = 0,594

1−𝑟 2
Standar eror : Sr =√ 𝑛−2

1−0,594 0,406
=√ =√ = 0,367
5−2 3

𝑟 0,771
t hitung = 𝑆𝑟 = 0,367 = 2,101

t tabel 5% = 3,182

Kesimpulan : t hitung (2,101) < t tabel (3,182), maka koefisien korelasi tidak

berbeda nyata.

Tabel 3. Pengamatan Jumlah Biji dengan Bobot Biji

Keterangan : Jumlah Biji (X) dan Bobot Biji (Y)

No. X Y ̅)
(Xi-𝑿 ̅ )2
(Xi-𝑿 ̅)
(Yi-𝒀 ̅ )2
(Yi-𝒀 XY ̅ ) (Yi-𝒀
(Xi-𝑿 ̅)
1. 107 3,00 -15,4 237,16 -0,09 0,0081 321 1,386

2. 122 2,85 -0,4 0,16 -0,24 0,0576 347,7 0,096

3. 129 3,50 6,6 43,56 0,41 0,1681 451,5 2,706

4. 106 2,90 -16,4 268,96 -0,19 0,0361 307,4 3,116


5. 148 3,20 25,6 655,36 0,11 0,0121 473,6 2,816

∑ 612 15,45 0 1205,2 0 0,282 1901,2 10,12

𝑋̅ 122,4 3,09

2
∑𝑛
𝑖= ∑(Xi – 𝑋)
Ragam X : Sx2 = 𝑛−1

1205,2
= 301,3
5−1

∑𝑛
𝑖= ∑(Yi − 𝑌)
2
Ragam Y : Sy2 = 𝑛−1

0,282
= = 0,0705
5−1

∑𝑛
𝑖= ∑(Xi − 𝑋)(Yi − 𝑌)
Ragam XY : Sxy = 𝑛−1

10,12
= = 2,53
5−1

𝑆𝑋𝑌
Koefisien korelasi: r =
√𝑆𝑋2 𝑆𝑌2

2,53 2,53 2,53


= = = 4,609 = 0,549
√301,3 𝑥 0,0705 √21,242

Koefisien determinasi: r2 = 0,5492 = 0,301

1−𝑟 2
Standar eror : Sr =√ 𝑛−2

1−0,301 0,699
=√ =√ = 0,483
5−2 3

𝑟 0,549
t hitung = 𝑆𝑟 = 0,483 = 1,137

t tabel 5% = 3,182

Kesimpulan : t hitung (1,137) < t tabel (3,182), maka koefisien korelasi tidak

berbeda nyata.
B. Pembahasan

Menurut Qosim, dkk., (2000), korelasi antar sifat merupakan fenomena

umum yang terjadi pada tanaman. Korelasi merupakan suatu keterkaitan atau

hubungan antara dua variabel (Susanto, dkk., 2003 dalam Susanti, dkk., 2011). Di

bidang pertanian korelasi merupakan analisis untuk mengukur kerapatan

hubungan yang terjadi antara sifat tanaman yang satu dengan yang lainnya. Tetapi

pada umumnya korelasi tidak memperhatikan faktor sebab dan akibat. Korelasi

hanya memperhatikan faktor sifat tersebut mempunyai perubahan-perubahan yang

masing-masing dicari kerapatannya (Singh dan Chaudhary, 1979). Salah satu

karakter yang ada pada tanaman merupakan hasil dari pengaruh antar karakter

yang satu dengan yang lainnya. Nilai korelasi yang tinggi dan signifikan

menunjukkan bahwa kedua sifat tersebut akan selalu bersama-sama (Susanti, dkk.,

2011).

Menurut Sugiarto (1992), berdasarkan sifat-sifat yang berhubungan korelasi

dibagi menjadi tiga jenis antara lain :

1. Korelasi sederhana adalah bila satu sifat akan dipengaruhi sifat yang lain,

contohnya panjang malai dengan banyaknya gabah per malai pada tanaman

padi.

2. Korelasi partial adalah dua sifat yang dipengaruhi oleh sifat-sifat yang lain

contohnya tinggi produksi dan tinggi sterilitas dipengaruhi oleh bobot malai

serta serangan penyakit.

3. Korelasi berganda adalah jika satu sifat dipengaruhi oleh banyak sifat

yanglainnya, contohnya daya hasil dipengaruhi oleh banyak sifat lain,


misalnya daya hasil dipengaruhi oleh sifa banyak anakan, ketahanan rebah,

ketahanan terhadap hama penyakit, serta respon terhadap pemupukan.

Koefisien korelasi (KK) merupakan indeks atau bilangan yang digunakan

untuk mengukur keeratan (kuat, lemah, atau tidak ada) hubungan antarvariabel

(Hasan, 2003 dalam Haryanto, 2012). Nilai koefisien ini berada antara -1 sampai

dengan +1, dengan nilai ekstrim menunjukkan hubungan linier yang sempurna

(Gomez dan Gomez, 1984). Nilai koefisien korelasi negatif (-) menunjukkan

hubungan linier yang berlawanan sedangkan nilai koefisien korelasi positif (+)

menunjukkan adanya hubungan linier yang searah. Nilai koefisien nol (0)

menunjukkan bahwa kedua karakter tersebut tidak terdapat hubuungan (Susanti,

dkk., 2011).

Menurut Sadimantara, dkk. (2013), ada dua macam koefisien korelasi yaitu:

1. Koefisien korelasi positif

Koefisien positif berarti bahwa peningkatan suatu sifat akan meningkatkan

sifat lain yang dituju.

2. Koefisien negatif

Korelasi negatif berarti bahwa suatu sifat akan menurunkan nilai sifat yang

lain.

Korelasi antar karakter mengukur derajat keeratan antar karakter. Contoh

korelasi antar dua sifat yaitu korelasi antara jumlah anakan produktif dengan

jumlah gabah isi per rumpun (Susanti, dkk., 2011). Contoh korelasi antar dua

sifat lainnya yaitu umur berbunga dengan umur panen, panjang daun bendera

dengan jumlah gabah total per malai, dan sebagainya (Safitri, dkk., 2011).
Pengetahuan tentang adanya korelasi antar sifat-sifat tanaman merupakan

hal yang sangat berharga dan dapat digunakan sebagai dasar program seleksi agar

lebih efisien (Chozinet, dkk., 1993 dalam Susanti, dkk., 2011). Selain itu, dengan

adanya korelasi juga bermanfaat bagi bidang pemuliaan tanaman antara lain :

1. Korelasi digunakan untuk memperoleh varietas yang unggul. Cara yang

dilakukan yaitu dengan merubah genetik suatu tanaman sehingga akan

menjadi lebih baik pada keturunan selanjutnya.

2. Nilai korelasi yang dihasilkan dari perbandingan dua sifat maka akan

diketahui bagaimana pengaruh tanaman terhadap perlakuan yang sama

maupun berbeda dan digunakan sebagai indikator seleksi tanaman oleh

pemulia.

3. Keterkaitan antara dua sifat tanaman digunakan oleh pemulia untuk

memperbaiki sifat yang satu pada tanaman sehingga akan berpengaruh baik

pada sifat tanaman yang lain. Disamping itu, korelasi bermanfaat untuk

mengetahui tingkat kemiripan dalam variabilitas antara tanaman induk

dengan keturunannya.

4. Pengujian antara dua sifat tanaman berdasarkan sifat kuantitatif dari tanaman.

Sifat kuantitatif tanaman dipegaruhi oleh lingkungan, dan nantinya akan

menghasilkan varian eror.

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan diketahui bahwa hasil

perbandingan antara panjang malai (x) dan jumlah biji (y) dari lima sampel

diperoleh nilai ragam X adalah 2,332 dan nilai ragam Y 301,3. Selanjutnya ragam

dari XY adalah 25,295 dan koefisien korelasinya 0,954. Setelah koefisien korelasi
dihitung koefisien determinasinya diketahui yaitu 0,910. Standar eror yang

dhasilkan adalah 0,173 sehingga t hitung yaitu 5,541. Nilai t tabel 5% adalah

3,182. Oleh karena itu, dapat disimpulkan t tabel < t hitung, sehingga korelasinya

berbeda nyata. Artinya antara panjang malai dan jumlah biji memiliki hubungan.

Derajat koefisien korelasi antara panjang malai dengan jumlah biji adalah positif

(> 0) yang berarti semakin bertambah panjang malai, maka jumlah bulir semakin

bertambah. Menurut Hasan (2003) dalam Haryanto (2012) koefisien korelasi

tersebut (0,954) termasuk dalam kategori korelasi sangat tinggi, kuat sekali, dapat

diandalkan.

Perbandingan antara panjang malai (x) dan bobot biji (y) dari lima sampel

diperoleh nilai ragam X adalah 2,332 dan nilai ragam Y 0,071. Selanjutnya ragam

dari XY adalah 0,314 dan koefisien korelasinya 0,771. Setelah koefisien korelasi

dihitung koefisien determinasinya diketahui yaitu 0,594. Standar eror yang

dhasilkan adalah 0,367 sehingga t hitung yaitu 2,101. Nilai t tabel 5% adalah

3,182. Oleh karena itu, dapat disimpulkan t tabel > t hitung, sehingga korelasinya

tidak berbeda nyata. Artinya antara panjang malai dan bobot biji tidak memiliki

hubungan. Namun, derajat koefisien korelasi adalah positif (> 0) yang berarti

semakin bertambah panjang malai, maka bobot biji semakin bertambah. Menurut

Hasan (2003) dalam Haryanto (2012) koefisien korelasi tersebut (0,771) termasuk

dalam korelasi yang tinggi, kuat.

Hasil perbandingan antara jumlah biji (x) dan bobot biji (y) dari lima sampel

diperoleh nilai ragam X adalah 303,1 dan nilai ragam Y 0,0705. Selanjutnya

ragam dari XY adalah 2,53 dan koefisien korelasinya 0,549. Setelah koefisien
korelasi dihitung koefisien determinasinya diketahui yaitu 0,301. Standar eror

yang dihasilkan adalah 0,483 sehingga t hitung yaitu 1,137. Nilai t tabel 5%

adalah 3,182. Oleh karena itu, dapat disimpulkan t tabel > t hitung, sehingga

korelasinya tidak berbeda nyata. Artinya antara jumlah biji dan bobot biji tidak

memiliki hubungan. Namun, derajat koefisien korelasi adalah positif (> 0) yang

berarti semakin bertambah panjang malai, maka bobot biji semakin bertambah.

Menurut Hasan (2003) dalam Haryanto (2012) koefisien korelasi tersebut (0,549)

termasuk dalam korelasi yang cukup berarti.

Menurut Soepomo (1968), Kategori korelasi yang baik jelas tergantung pada

apa yang dilakukan peneliti atau apa yang diharapkannya dari uji kajinya. Jika ia

berharap uji kajinya menunjukkan tidak terdapat kaitan antara dua peubah, maka

koefisien sebesar nol akan sangat menggembirakan. Jika sebaliknya ia

mengharapkan akan terlihat kaitan yang erat, maka harga r yang mendekati 1

akan dipandang sebagai hasil yang optimum. Sebagaimana lazimnya, sistem yang

hidup tidak membantu dengan menghasilkan bilangan bulat, keragaman lebih

mungkin terjadi daripada perkecualian.

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, korelasi antara panjang

malai dengan jumlah biji berkorelasi berbeda nyata (positif). Hal ini sesuai dengan

literatur yaitu berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Kadir, dkk (2015)

menunjukan bahwa terdapat korelasi positif antara panjang malai dengan jumlah

biji per malai, semakin panjang malai yang dihasilaan akan diikuti pula oleh

jumlah malai. Penelitian Safitri, dkk. (2011) juga menunjukan hasil yang sama.
Riyanto, dkk. (2012) menambahkan bahwa jumlah gabah per malai yang banyak

diperoleh dari malai-malai yang berukuran panjang.

Hasil praktikum menunjukkan bahwa korelasi antara panjang malai dengan

bobot biji berkorelasi tidak nyata. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah

dilakukan sebelumnya yaitu karakter bobot 1000 butir berkorelasi nyata positif

dengan hasil namun berkorelasi tidak nyata dengan panjang malai (Yakub, dkk.,

2012). Riyanto, dkk. (2012) menambahkan bahwa karakter persentase panjang

malai tidak nyata berkorelasi dengan karakter bobot gabah per rumpun.

Hasil praktikum menunjukkan bahwa korelasi antara jumlah biji dengan

bobot biji berkorelasi tidak nyata. Menurut Rohaeni dan Permadi (2012), korelasi

positif dan nyata terdapat pada hubungan karakter jumlah bulir bernas/malai

dengan karakter bobot 100 biji. Semakin tinggi jumlah biji tiap malai akan diikuti

besarnya bobot biji. Berdasarkan literature tersebut, maka hasil praktikum tidak

sesuai. Keadaan ini disebabkan malai yang digunakan saat praktikum memiliki

biji hampa yang banyak. Menurut Bakhtiar, dkk. (2010) persentase gabah hampa

berkorelasi negatif dan nyata dengan bobot gabah per rumpun. Hal ini

mengindikasikan bahwa peningkatan persentase gabah hampa akan menurunkan

bobot gabah per rumpun.


V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Derajat hubungan antara dua sifat pada tanaman dapat diketahui dengan

koefisien korelasi berkisar nilanya antar -1 sampai +1. Dejarat hubungan

antara panjang malai dengan jumlah biji sebesar 0,954 (korelasi sangat tinggi,

kuat sekali, dapat diandalkan); jumlah biji dengan bobot biji sebesar 0,549

(korelasi yang cukup berarti); derajat hubungan antara panjang malai dengan

bobot biji sebesar 0,771 (korelasi yang tinggi, kuat).

2. Bentuk hubungan antara dua sifat tanaman dapat diketahui dengan

membandingkan nilai t hitung dengan t tabel. Jika t hitung < t tabel maka

tidak berbeda nyata sedangkan t hitung > t tabel maka koefisien dua sifat

yang dibandingkan berbeda nyata. Bentuk hubungan antara panjang malai

dan jumlah biji berkorelasi nyata, jumlah biji dan bobot biji berkorelasi tidak

nyata, panjang malai dan bobot biji berkorelasi tidak nyata.

B. Saran

Perhitungan koefisien korelasi hendaknya dilakukan dengan teliti dan

cermat sehingga hasilnya akurat.


DAFTAR PUSTAKA

Aryana, I.G.P.M. 2009. Korelasi Fenotipik, Genotipik, dan Sidik Lintas serta
Implikasinya pada Seleksi Beras Merah. J. Crop Agro. Vol. 2 No. 1: 1-7.

Bakhtiar, dkk. 2010. Analisis Korelasi dan Koefisien Lintas Antar Beberapa Sifat
Padi Gogo pada Media Tanah Masam. J, Floratek 5 : 86-93.

Gomez KA dan GomezbAA. 1984. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian.


Jakarta: UI Press.

Hartatik, S. 2007. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Jember University Press,


Jember.

Haryanto, A. 2012. Korelasi Antar Karakter Komponen Hasil pada Tanaman


Jambu Bol (Syzygium malaccense L.) di Kecamatan Wedarijaksa, Pati,
Jawa Tengah. Skripsi. Surakarta, Universitas Sebelas Maret.

Kadir, S., dkk. 2015. Uji Adaptasi Varietas Unggul Baru (VUB) Padi di
Kabupaten Waropen, Papua. Prosiding Seminar Nasional Sains dan
Inovasi Teknologi Pertanian. Bandar Lampung.

Karmono, dkk. 2001. Dasar-dasar Perancangan Percobaan dan Analisis Data


Hasil Percobaan dengan Metode Statistika. Universitas Jenderal
Soedirman. Purwokerto

Qosim, W., dkk. 2000. Stabilitas Parameter Genetik Mutan-Mutan Krisan


Generasi Vm3. Laporan Hasil Penelitian LembagaPenelitian Universitas
Padjajaran. Jatinangor.

Riyanto, A., dkk. 2012. Korelasi Antar Komponen Hasil dan Hasil pada Padi
Genotip F5 Keturunan Persilangan G39 X Ciherang. Prosiding Seminar
Nasional. Purwokerto.

Rohaeni, W. dan Permadi. 2012. Analisis Sidik Lintas Beberapa Karekater


Komponen Hasil terhadap Daya Hasil Padi Sawah pada Aplikasi
Agrisimba. Agrotrop. Vol. 2 No. 2: 185-190.

Sadimantara, dkk. 2013. Pendugaan Diversitas Genetik Dan Korelasi Antar


Karakter Agronomi Padi Gogo (Oryza Sativa L.) Lokal Sulawesi
Tenggara. Agriplus, Vol. 23 No. 03: 242-250.

Safitri, H., dkk. 2011. Korelasi dan Sidik Lintas Karakteristik Fenotipik Galur-
Galur Padi Haploid Ganda Hasil Kultur Antera. Widyariset. Vol. 14 No. 2:
295-304.
Singh Rk, Dan Chaudhary Bd. 1979. Biometrical Methods In Quantitative
Genetics Analysis. New Delhi: Kalyani Publishers

Soegiarto. 1992. Tahap Awal dan Aplikasi Analisis Regresi. Andy Offset.
Yogyakarta.

Soepomo. 1968. Ilmu Seleksi dan Teknik Kebun Percobaan. PT Soeraengan.


Jakarta.

Sudjana. 1983. Teknik Analisis Regresi dan Korelasi. Tarsito. Bandung.

Susanti, D., dkk. 2011. Evaluasi Karakter Penduga Hasil pada Populasi Genotip
F3 Persilangan Silugonggo X Milky Rice Berdasarkan Sidik Lintas.
Agronomika. Vol. 11 No. 2: 136-143.

Yakub, S., dkk. 2012. Pendugaan Parameter Genetik Hasil dan Komponen Hasil
Galur-Galur Padi Lokal Asal Banten. J. Agrotropika. Vol. 17 No. 1: 1-6.

Anda mungkin juga menyukai