PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
oleh pengetahuan yang dimiliki tentang tanaman. Tanaman tersusun dari berbagai
unggul yang menyusun tanaman. Namun terdapat beberapa sifat tersebut yang
tidak mempunyai keterkaitan satu sama lain. Mengetahui sifat-sifat yang dimiliki
yang memiliki sifat dan jenis tertentu untuk dipelajari dan diperbaiki kualitas
sifat tanaman, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan tujuan akhir
luas, dengan mutu tinggi, memiliki nilai ekonomi yang berharga serta memiliki
yang mengusahakannya. Hal ini dapat disebut perbaikan kualitas keturunan atau
menghasilkan kualitas tanaman yang unggul dari segi jenis dan karakter dimiliki.
tanaman memiliki arti yang sangat penting. Karakter tertentu diestimasi oleh suatu
penduga yang juga merupakan suatu karakter yang lain yang relatif mudah
diamati. Seleksi akan efektif bila terdapat hubungan erat antar karakter penduga
dengan karakter yang dituju dalam satu program seleksi. Dalam praktiknya
khususnya tanaman tahunan. Selain itu, korelasi juga sangat berguna untuk
apabila terdapat hubungan yang nyata antara karakter tersebut dengan karakter
yang dituju. Oleh karena itu, mempelajari korelasi sangat penting dilakukan
karena korelasi berfungsi sebagai informasi dasar upaya perbaikan sifat suatu
antar tinggi tanaman dengan bobot tanaman. Tanaman yang tinggi belum tentu
bobotnya akan tinggi, sebaliknya yang pendek belum tentu bobotnya akan rendah.
misal sifat daya hasil tinggi, jumlah anakan dan sebagainya. Analisis korelasi dari
sifat-sifat tersebut akan dapat diketahui tingkat kemiripan antara tetua dan
keturunannya.
B. Tujuan
2. Mengetahui bentuk hubungan yang ada diantara dua sifat yang bersangkutan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
sebagai seluruh usaha yang menuju suatu muara yaitu dihasilkannya suatu varietas
atau galur baru (Hartatik, 2007). Varietas baru yang dihasilkan harus memiliki
sifat yang lebih baik yang sesuai harapan sehingga dapat diterima oleh produsen
serta konsumen dan dapat memberikan nilai tambah ekonomi. Hal ini dapat
klon yang ada dan introduksi klon yang baru atau perbaikan beberapa sifat
keturunan tanaman yang sudah diusahakan. Proses seleksi ini didasarkan pada
Agar kegiatan seleksi yang didasarkan pada wujud luar atau fenotipe dari
fenotipik antar karakter tanaman, lingkungan yang sesuai untuk seleksi yang
atau tidak. Suatu karakter dapat dipergunakan sebagai kriteria seleksi apabila
terdapat hubungan yang nyata antara karakter tersebut dengan karakter yang
dituju. Hubungan yang nyata antar karakter X dengan karakter Y dapat diketahui
sifat dapat digunakan sebagai alat untuk menentukan seleksi tidak langsung.
langsung jika korelasi antar sifat-sifat buah yang diteliti tersebut sangat kuat
(Kearsey & Pooni, 1996). Seleksi pada sifat kualitas hasil melalui destruksi buah,
oleh karena itu untuk mempermudah seleksi, dilakukan melalui seleksi tidak
langsung melalui sifat-sifat komponen buah yang berkorelasi dengan kualitas hasil
yang bias diamati lebih awal dan tanpa merusak susunannya (Aziz, 2010).
Nilai korelasi antara dua sifat tanaman bervariasi, yaitu berkisar antara -1
sampai +1, sehingga dikenal dua macam koefisien korelasi yaitu koefisien
korelasi positif dan koefisien korelasi negatif. Korelasi positif bila bertambahnya
sifat yang satu bersamaan dengan bertambahnya sifat yang lain. Korelasi negatif,
bila bertambahnya sifat yang satu bersamaan dengan berkurangnya sifat yang lain.
Sedangkan apabila koefisien korelasi = 0 berarti tidak ada hubungan sama sekali
antara kedua sifat tersebut (Sudjana, 1983). Menurut Schefler (1979) korelasi
Sebaliknya, koefisien nol berarti tidak ada korelasi sama sekali. Keseragaman
dalam derajat korelasi dinyatakan oleh koefisien yang merentang dari 0 sampai 1
Korelasi yang memiliki kategori yang baik tergantung dari apa yang
dilakukan peneliti serta apa yang diharapkan dari uji kajiannya. Ketika yang
diharapkan pada uji kajiannya tidak terdapat kaitan antara dua peubah, maka akan
sangat menggembirakan jika koefisien sebesar nol yang didapat, namun
sebaliknya jika yang diharapkan akan terlihat kaitannya yang erat, maka nilai r
yang mendekati ±1 dianggap sebagai hasil yang optimum. Keragaman akan lebih
Korelasi dua atau lebih antar sifat positif yang dimiliki akan memudahkan
seleksi karena akan diikuti oleh peningkatan sifat yang satu diikuti dengan yang
lainnya, sehingga dapat ditentukan satu sifat atau indek seleksi (Sudarmadji et al.
2007). Sebaliknya bila korelasi negatif, maka sulit untuk memperoleh sifat yang
diharapkan. Bila tidak ada korelasi di antara sifat yang diharapkan, maka seleksi
menjadi tidak efektif (Sudarmadji et al. 2007). Kategori korelasi yang baik
tergantung pada apa yang dilakukan peneliti atau apa yang diharapkannya dari uji
kajinya. Jika ia berharap uji kajinya menunjukkan tidak terdapat kaitan antara dua
peubah, maka koefisien sebesar nol akan sangat menggembirakan. Jika sebaliknya
ia mengharapkan akan terlihat kaitan yang erat, maka harga r yang mendekati ±1
akan dipandang sebagai hasil yang optimum. Sebagaimana lazimnya, sistem yang
Korelasi antara dua karakter dapat dibagi dalam korelasi fenotipik dan
dan korelasi lingkungan. Oleh sebab itu, korelasi fenotipik ini selanjutnya
program pemuliaan tanaman. Korelasi ini dapat diartikan sebagai korelasi nilai
pemuliaan dari dua karakter yang diamati. Selanjutnya korelasi lingkungan
(Nasir, 2001).
dibagi menjadi tiga macam antara lain : korelasi sederhana, partial dan berganda.
Korelasi sederhana adalah bila satu sifat akan dipengaruhi sifat yang lain,
contohnya panjang malai dengan banyaknya gabah per malai pada tanaman padi.
Korelasi partial adalah dua sifat yang dipengaruhi oleh sifat-sifat yang lain
contohnya tinggi produksi dan tinggi sterilitas dipengaruhi oleh bobot malai serta
serangan penyakit. Korelasi berganda adalah jika satu sifat dipengaruhi oleh
banyak sifat yanglainnya, contohnya daya hasil dipengaruhi oleh banyak sifat lain,
misalnya daya hasil dipengaruhi oleh sifa banyak anakan, ketahanan rebah,
dan counter.
B. Prosedur Kerja
A. Hasil
𝑋̅ 22,2 3,63
2
2 ∑𝑛
𝑖= ∑(Xi – 𝑋)
Ragam X : Sx = 𝑛−1
9,328
= = 2,332
5−1
∑𝑛
𝑖= ∑(Yi − 𝑌)
2
Ragam Y : Sy2 = 𝑛−1
1205,2
= = 301,3
5−1
∑𝑛
𝑖= ∑(Xi − 𝑋)(Yi − 𝑌)
Ragam XY : Sxy = 𝑛−1
101,18
= = 25,295
5−1
𝑆𝑋𝑌
Koefisien korelasi: r =
√𝑆𝑋2 𝑆𝑌2
1−𝑟 2
Standar eror : Sr =√ 𝑛−2
1−0,910 0,09
=√ =√ = 0,173
5−2 3
𝑟 0,954
t hitung = 𝑆𝑟 = 0,173 = 5,514
t tabel 5% = 3,182
Kesimpulan : t hitung (5,514) > t tabel (3,182), maka koefisien korelasi berbeda
nyata.
No. X Y ̅)
(Xi-𝑿 ̅ )2
(Xi-𝑿 ̅)
(Yi-𝒀 ̅ )2
(Yi-𝒀 XY ̅ ) (Yi-𝒀
(Xi-𝑿 ̅)
1. 36,5 3,00 -1,16 1,346 -0,09 0,0081 109,5 0,104
𝑋̅ 37,66 3,09
2
∑𝑛
𝑖= ∑(Xi – 𝑋)
Ragam X : Sx2 = 𝑛−1
9,328
= 5−1
= 2,332
∑𝑛
𝑖= ∑(Yi − 𝑌)
2
Ragam Y : Sy2 = 𝑛−1
0,282
= = 0,071
5−1
∑𝑛
𝑖= ∑(Xi − 𝑋)(Yi − 𝑌)
Ragam XY : Sxy = 𝑛−1
1,256
= = 0,314
5−1
𝑆𝑋𝑌
Koefisien korelasi: r =
√𝑆𝑋2 𝑆𝑌2
1−𝑟 2
Standar eror : Sr =√ 𝑛−2
1−0,594 0,406
=√ =√ = 0,367
5−2 3
𝑟 0,771
t hitung = 𝑆𝑟 = 0,367 = 2,101
t tabel 5% = 3,182
Kesimpulan : t hitung (2,101) < t tabel (3,182), maka koefisien korelasi tidak
berbeda nyata.
No. X Y ̅)
(Xi-𝑿 ̅ )2
(Xi-𝑿 ̅)
(Yi-𝒀 ̅ )2
(Yi-𝒀 XY ̅ ) (Yi-𝒀
(Xi-𝑿 ̅)
1. 107 3,00 -15,4 237,16 -0,09 0,0081 321 1,386
𝑋̅ 122,4 3,09
2
∑𝑛
𝑖= ∑(Xi – 𝑋)
Ragam X : Sx2 = 𝑛−1
1205,2
= 301,3
5−1
∑𝑛
𝑖= ∑(Yi − 𝑌)
2
Ragam Y : Sy2 = 𝑛−1
0,282
= = 0,0705
5−1
∑𝑛
𝑖= ∑(Xi − 𝑋)(Yi − 𝑌)
Ragam XY : Sxy = 𝑛−1
10,12
= = 2,53
5−1
𝑆𝑋𝑌
Koefisien korelasi: r =
√𝑆𝑋2 𝑆𝑌2
1−𝑟 2
Standar eror : Sr =√ 𝑛−2
1−0,301 0,699
=√ =√ = 0,483
5−2 3
𝑟 0,549
t hitung = 𝑆𝑟 = 0,483 = 1,137
t tabel 5% = 3,182
Kesimpulan : t hitung (1,137) < t tabel (3,182), maka koefisien korelasi tidak
berbeda nyata.
B. Pembahasan
umum yang terjadi pada tanaman. Korelasi merupakan suatu keterkaitan atau
hubungan antara dua variabel (Susanto, dkk., 2003 dalam Susanti, dkk., 2011). Di
hubungan yang terjadi antara sifat tanaman yang satu dengan yang lainnya. Tetapi
pada umumnya korelasi tidak memperhatikan faktor sebab dan akibat. Korelasi
karakter yang ada pada tanaman merupakan hasil dari pengaruh antar karakter
yang satu dengan yang lainnya. Nilai korelasi yang tinggi dan signifikan
menunjukkan bahwa kedua sifat tersebut akan selalu bersama-sama (Susanti, dkk.,
2011).
1. Korelasi sederhana adalah bila satu sifat akan dipengaruhi sifat yang lain,
contohnya panjang malai dengan banyaknya gabah per malai pada tanaman
padi.
2. Korelasi partial adalah dua sifat yang dipengaruhi oleh sifat-sifat yang lain
contohnya tinggi produksi dan tinggi sterilitas dipengaruhi oleh bobot malai
3. Korelasi berganda adalah jika satu sifat dipengaruhi oleh banyak sifat
untuk mengukur keeratan (kuat, lemah, atau tidak ada) hubungan antarvariabel
(Hasan, 2003 dalam Haryanto, 2012). Nilai koefisien ini berada antara -1 sampai
dengan +1, dengan nilai ekstrim menunjukkan hubungan linier yang sempurna
(Gomez dan Gomez, 1984). Nilai koefisien korelasi negatif (-) menunjukkan
hubungan linier yang berlawanan sedangkan nilai koefisien korelasi positif (+)
menunjukkan adanya hubungan linier yang searah. Nilai koefisien nol (0)
dkk., 2011).
Menurut Sadimantara, dkk. (2013), ada dua macam koefisien korelasi yaitu:
2. Koefisien negatif
Korelasi negatif berarti bahwa suatu sifat akan menurunkan nilai sifat yang
lain.
korelasi antar dua sifat yaitu korelasi antara jumlah anakan produktif dengan
jumlah gabah isi per rumpun (Susanti, dkk., 2011). Contoh korelasi antar dua
sifat lainnya yaitu umur berbunga dengan umur panen, panjang daun bendera
dengan jumlah gabah total per malai, dan sebagainya (Safitri, dkk., 2011).
Pengetahuan tentang adanya korelasi antar sifat-sifat tanaman merupakan
hal yang sangat berharga dan dapat digunakan sebagai dasar program seleksi agar
lebih efisien (Chozinet, dkk., 1993 dalam Susanti, dkk., 2011). Selain itu, dengan
adanya korelasi juga bermanfaat bagi bidang pemuliaan tanaman antara lain :
2. Nilai korelasi yang dihasilkan dari perbandingan dua sifat maka akan
pemulia.
memperbaiki sifat yang satu pada tanaman sehingga akan berpengaruh baik
pada sifat tanaman yang lain. Disamping itu, korelasi bermanfaat untuk
dengan keturunannya.
4. Pengujian antara dua sifat tanaman berdasarkan sifat kuantitatif dari tanaman.
perbandingan antara panjang malai (x) dan jumlah biji (y) dari lima sampel
diperoleh nilai ragam X adalah 2,332 dan nilai ragam Y 301,3. Selanjutnya ragam
dari XY adalah 25,295 dan koefisien korelasinya 0,954. Setelah koefisien korelasi
dihitung koefisien determinasinya diketahui yaitu 0,910. Standar eror yang
dhasilkan adalah 0,173 sehingga t hitung yaitu 5,541. Nilai t tabel 5% adalah
3,182. Oleh karena itu, dapat disimpulkan t tabel < t hitung, sehingga korelasinya
berbeda nyata. Artinya antara panjang malai dan jumlah biji memiliki hubungan.
Derajat koefisien korelasi antara panjang malai dengan jumlah biji adalah positif
(> 0) yang berarti semakin bertambah panjang malai, maka jumlah bulir semakin
tersebut (0,954) termasuk dalam kategori korelasi sangat tinggi, kuat sekali, dapat
diandalkan.
Perbandingan antara panjang malai (x) dan bobot biji (y) dari lima sampel
diperoleh nilai ragam X adalah 2,332 dan nilai ragam Y 0,071. Selanjutnya ragam
dari XY adalah 0,314 dan koefisien korelasinya 0,771. Setelah koefisien korelasi
dhasilkan adalah 0,367 sehingga t hitung yaitu 2,101. Nilai t tabel 5% adalah
3,182. Oleh karena itu, dapat disimpulkan t tabel > t hitung, sehingga korelasinya
tidak berbeda nyata. Artinya antara panjang malai dan bobot biji tidak memiliki
hubungan. Namun, derajat koefisien korelasi adalah positif (> 0) yang berarti
semakin bertambah panjang malai, maka bobot biji semakin bertambah. Menurut
Hasan (2003) dalam Haryanto (2012) koefisien korelasi tersebut (0,771) termasuk
Hasil perbandingan antara jumlah biji (x) dan bobot biji (y) dari lima sampel
diperoleh nilai ragam X adalah 303,1 dan nilai ragam Y 0,0705. Selanjutnya
ragam dari XY adalah 2,53 dan koefisien korelasinya 0,549. Setelah koefisien
korelasi dihitung koefisien determinasinya diketahui yaitu 0,301. Standar eror
yang dihasilkan adalah 0,483 sehingga t hitung yaitu 1,137. Nilai t tabel 5%
adalah 3,182. Oleh karena itu, dapat disimpulkan t tabel > t hitung, sehingga
korelasinya tidak berbeda nyata. Artinya antara jumlah biji dan bobot biji tidak
memiliki hubungan. Namun, derajat koefisien korelasi adalah positif (> 0) yang
berarti semakin bertambah panjang malai, maka bobot biji semakin bertambah.
Menurut Hasan (2003) dalam Haryanto (2012) koefisien korelasi tersebut (0,549)
Menurut Soepomo (1968), Kategori korelasi yang baik jelas tergantung pada
apa yang dilakukan peneliti atau apa yang diharapkannya dari uji kajinya. Jika ia
berharap uji kajinya menunjukkan tidak terdapat kaitan antara dua peubah, maka
mengharapkan akan terlihat kaitan yang erat, maka harga r yang mendekati 1
akan dipandang sebagai hasil yang optimum. Sebagaimana lazimnya, sistem yang
malai dengan jumlah biji berkorelasi berbeda nyata (positif). Hal ini sesuai dengan
literatur yaitu berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Kadir, dkk (2015)
menunjukan bahwa terdapat korelasi positif antara panjang malai dengan jumlah
biji per malai, semakin panjang malai yang dihasilaan akan diikuti pula oleh
jumlah malai. Penelitian Safitri, dkk. (2011) juga menunjukan hasil yang sama.
Riyanto, dkk. (2012) menambahkan bahwa jumlah gabah per malai yang banyak
bobot biji berkorelasi tidak nyata. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya yaitu karakter bobot 1000 butir berkorelasi nyata positif
dengan hasil namun berkorelasi tidak nyata dengan panjang malai (Yakub, dkk.,
malai tidak nyata berkorelasi dengan karakter bobot gabah per rumpun.
bobot biji berkorelasi tidak nyata. Menurut Rohaeni dan Permadi (2012), korelasi
positif dan nyata terdapat pada hubungan karakter jumlah bulir bernas/malai
dengan karakter bobot 100 biji. Semakin tinggi jumlah biji tiap malai akan diikuti
besarnya bobot biji. Berdasarkan literature tersebut, maka hasil praktikum tidak
sesuai. Keadaan ini disebabkan malai yang digunakan saat praktikum memiliki
biji hampa yang banyak. Menurut Bakhtiar, dkk. (2010) persentase gabah hampa
berkorelasi negatif dan nyata dengan bobot gabah per rumpun. Hal ini
A. Kesimpulan
1. Derajat hubungan antara dua sifat pada tanaman dapat diketahui dengan
antara panjang malai dengan jumlah biji sebesar 0,954 (korelasi sangat tinggi,
kuat sekali, dapat diandalkan); jumlah biji dengan bobot biji sebesar 0,549
(korelasi yang cukup berarti); derajat hubungan antara panjang malai dengan
membandingkan nilai t hitung dengan t tabel. Jika t hitung < t tabel maka
tidak berbeda nyata sedangkan t hitung > t tabel maka koefisien dua sifat
dan jumlah biji berkorelasi nyata, jumlah biji dan bobot biji berkorelasi tidak
B. Saran
Aryana, I.G.P.M. 2009. Korelasi Fenotipik, Genotipik, dan Sidik Lintas serta
Implikasinya pada Seleksi Beras Merah. J. Crop Agro. Vol. 2 No. 1: 1-7.
Bakhtiar, dkk. 2010. Analisis Korelasi dan Koefisien Lintas Antar Beberapa Sifat
Padi Gogo pada Media Tanah Masam. J, Floratek 5 : 86-93.
Kadir, S., dkk. 2015. Uji Adaptasi Varietas Unggul Baru (VUB) Padi di
Kabupaten Waropen, Papua. Prosiding Seminar Nasional Sains dan
Inovasi Teknologi Pertanian. Bandar Lampung.
Riyanto, A., dkk. 2012. Korelasi Antar Komponen Hasil dan Hasil pada Padi
Genotip F5 Keturunan Persilangan G39 X Ciherang. Prosiding Seminar
Nasional. Purwokerto.
Safitri, H., dkk. 2011. Korelasi dan Sidik Lintas Karakteristik Fenotipik Galur-
Galur Padi Haploid Ganda Hasil Kultur Antera. Widyariset. Vol. 14 No. 2:
295-304.
Singh Rk, Dan Chaudhary Bd. 1979. Biometrical Methods In Quantitative
Genetics Analysis. New Delhi: Kalyani Publishers
Soegiarto. 1992. Tahap Awal dan Aplikasi Analisis Regresi. Andy Offset.
Yogyakarta.
Susanti, D., dkk. 2011. Evaluasi Karakter Penduga Hasil pada Populasi Genotip
F3 Persilangan Silugonggo X Milky Rice Berdasarkan Sidik Lintas.
Agronomika. Vol. 11 No. 2: 136-143.
Yakub, S., dkk. 2012. Pendugaan Parameter Genetik Hasil dan Komponen Hasil
Galur-Galur Padi Lokal Asal Banten. J. Agrotropika. Vol. 17 No. 1: 1-6.