Ileus Obstruksi Print
Ileus Obstruksi Print
BAB I
PENDAHULUAN
Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai,
merupakan 60–70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan appendicitis akuta.
Penyebab yang paling sering dari obstruksi ileus adalah adhesi/streng, sedangkan
diketahui bahwa operasi abdominalis dan operasi obstetri-ginekologik makin sering
dilaksanakan yang terutama didukung oleh kemajuan di bidang diagnostik kelainan
abdominalis. Gawat perut dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa
inflamasi, dan penyulitnya, ileus obstruktif, iskemik, dan perdarahan. Sebagian kelainan
dapat disebabkan oleh cedera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi
saluran cerna atau perdarahan. Ada 3 hal yang tetap menarik untuk diketahui/diselidiki
tentang obstruksi ileus, ialah :
Untuk dapat melaksanakan penanggulangan penderita obstruksi ileus dengan cara yang
sebaik-baiknya, diperlukan konsultasi antara disiplin yang bekerja dalam satu tim dengan
tujuan untuk mencapai 4 keuntungan :
1. Bila penderita harus dioperasi, maka operasi dijalankan pada saat keadaan
umum penderita optimal.
2. Dapat mencegah strangulasi yang terlambat.
3. Mencegah laparotomi negatif.
4. Penderita mendapat tindakan operatif yang sesuai dengan penyebab
obstruksinya
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi:
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut
yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus Obstruktif adalah kerusakan
atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh sumbatan mekanik. Ileus Paralitik
adalah hilangnya peristaltic usus sementara.
2.2 Klasifikasi:
1. Ileus Mekanik/Obstruksi
Lokasi Obstruksi
Stadium
2. Ileus Neurogenik
2
2.3 Etiologi:
Penyebab obstruksi pada usus halus dapat dibagi menjadi 3 yaitu obstruksi pada
ekstraluminal, obstruksi intrinsik dan obstruksi intraluminal. Obstruksi ekstraluminal
misalnya adhesi, hernia, karsinoma dan abses. Obstruksi intrinsik pada dinding usus
seperti tumor primer. Dan obstruksi intraluminal seperti enteroliths, gallstones dan adanya
benda asing. Penyebab tersebut dapat dilihat pada gambar dan tabel di bawah ini.
Adhesi (postoperative)
Hernia (inguinal, femoral, umbilical)
Neoplasma
Abses intraabdominal
3
Lesi intrinsic
Obstruksi intraluminal
Gallstone
Enterolith
Adhesi, hernia inkarserata dan keganasan usus besar paling sering menyebabkan
obstruksi. Pada adhesi, onsetnya terjadi secara tiba - tiba dengan keluhan perut membesar
dan nyeri perut. Dari 60% kasus ileus obstruksi di USA, penyebab terbanyak adhesi yaitu
pada operasi ginekologik, appendektomi dan reseksi kolorektal.
Ileus karena adhesi umumnya tidak disertai strangulasi. Adhesi umumnya berasal dari
rongga peritoneum akibat peritonitis setempat atau umum atau pasca operasi. Adhesi
dapat berupa perlengketan mungkin dalam bentuk tunggal atau multipel.
Terdapat juga etiologi ini di bahagikan berdasarkan klasifikasi ileus obstruksi itu sendiri.
Berdasarkan pembahagian tersebut etiologi ileus obstruksi dapat di bahagikan seperti
berikut :
1. Ileus Obstruktif
a. Hernia Inkarserata
b. Non Hernia
2) Adhesi
3) Invaginasi
4) Volvulus
5) Malformasi Usus
4
2. Ileus Paralitik
a. Pembedahan Abdomen
b. Trauma abdomen
d. Pneumonia
e. Sepsis
f. Serangan Jantung
j. Mesenteric ischemia
2.4 Patogenesis:
1. Faktor mekanis:
i. Penyebab kongenital
Oleh peradangan, trauma, gangguan vaskuler pada dinding dan ada tumor pada
dindingnya
5
c. kompresi dari luar usus (contoh tumor, dll)
2. Adhesi (perlekatan) dan adanya band (ada jaringan seperti tali). Bisa terbentuk secara
kongenital atau peradangan, traumatic, atau neoplasma.
4. Volvulus
5. Intussusepsi
3. Faktor Vaskular :
Trombosis dan embolism adalah 2 hal yang berbeda, persamaannya adalah keduanya
membuat darah membeku. Perbedaannya :
Emboli = berasal dari tempat yang jauh lalu nyangkut di pembuluh darah yg menyempit
Trombosis = darah membeku karena di tempat itu sendiri ada gangguan Iatrogenik
2.5 Patofisiologi :
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau
fungsional. Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik di mana peristaltik dihambat dari
permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian
intermitten, dan akhirnya hilang.
Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus dapat dilihat pada Gambar-2.1. Lumen
usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas
6
yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan
natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam
saluran cerna setiap hari10, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan
intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai
merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini
adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok-hipotensi, pengurangan
curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang
terus menerus mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan
sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi
dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke
dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia.
Pada obstruksi simple, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan vaskuler dan
neurologik. Makanan dan cairan yang ditelan, sekresi usus, dan udara terkumpul dalam
jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian usus proksimal distensi, dan bagian
distal kolaps. Fungsi sekresi dan absorpsi membrane mukosa usus menurun, dan dinding
usus menjadi udema dan kongesti. Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara
terus menerus dan progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa dan
meningkatkan resiko dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan kematian.
Obstruksi Strangulata.
Pada obstruksi strangulata, kematian jaringan usus umumnya dihubungkan dengan hernia
inkarserata, volvulus, intussusepsi, dan oklusi vaskuler. Strangulasi biasanya berawal dari
obstruksi vena, yang kemudian diikuti oleh oklusi arteri, menyebabkan iskemia yang cepat
pada dinding usus. Usus menjadi udema dan nekrosis, memacu usus menjadi gangrene dan
perforasi.
1. Subyektif - Anamnesis
Gejala Utama:
Ø Nyeri-Kolik
Ø Muntah
Konstipasi
Tidak ada defekasi
Tidak ada flatus
Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat kembali menandakan
adanya hernia inkarserata. Invaginasi dapat didahului oleh riwayat buang air besar berupa
lendir dan darah. Pada ileus paralitik e.c. peritonitis dapat diketahui riwayat nyeri perut
kanan bawah yang menetap. Riwayat operasi sebelumnya dapat menjurus pada adanya
adhesi usus. Onset keluhan yang berlangsung cepat dapat dicurigai sebagai ileus letak
tinggi dan onset yang lambat dapat menjurus kepada ileus letak rendah.
A. Strangulasi
Takikardia
Pireksia (demam)
Lokal tenderness dan guarding
Rebound tenderness
Nyeri local
Hilangnya suara usus local
B. Obstruksi
Inspeksi
Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio inguinal,
femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi
dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila
ada bekas luka operasi sebelumnya.
Auskultasi
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut bising
usus dan peristaltik melemah sampai hilang.
Perkusi
Hipertimpani
Palpasi
Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.
Rectal Toucher
8
Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
Radiologi
Foto Polos:
Pelebaran udara usus halus atau usus besar dengan gambaran anak tangga dan air-fluid
level. Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya perforasi-peritonitis. Barium enema
diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi disarankan pada kecurigaan volvulus.
C. Paralitik
Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silent abdomen yaitu
bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen didapatkan pelebaran udara
usus halus atau besar tanpa air-fluid level.
9
Tabel 2 : Perbandingan Klinis Bermacam- macam Ileus
3. Pemeriksaan Penunjang :
A. Laboratorium
B. Radiologik 3,7,9,10
Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid level” pada foto
polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto polos abdomen
mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas
84% pada obstruksi kolon.
Pada foto polos abdomen dapat ditemukan gambaran “step ladder dan air fluid level”
terutama pada obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak gas. Jika terjadi
10
stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya mukosa yang
reguler dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada foto thoraks tegak
menunjukkan adanya perforasi usus. Penggunaan kontras tidak dianjurkan karena dapat
menyebabkan peritonitis akibat adanya perforasi.
CT scan kadang - kadang digunakan untuk menegakkan diagnosa pada obstruksi usus halus
untuk mengidentifikasi pasien dengan obstruksi yang komplit dan pada obstruksi usus
besar yang dicurigai adanya abses maupun keganasan.
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan
syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi
usus kembali normal
Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda vital, dehidrasi
dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan gangguan
keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat.
Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda - tanda vital dan jumlah
urin yang keluar. Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga pemasangan
nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi
pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi abdomen.
Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis.
Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah sepsis
sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang
disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi. Berikut ini beberapa kondisi atau
pertimbangan untuk dilakukan operasi.
11
Tabel 3: Tindakan operasi berdasarkan situasi
Peritonitis
Pneumoperitoneum
Closed-loop obstruction
Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka tindakan
lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi intestinal sangat
diperlukan.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi
ileus.
(a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana
untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi,
jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
12
(b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang “melewati” bagian usus
yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
(c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya
pada Ca stadium lanjut.
(d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus
untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,
invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang
dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun
karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan
kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.
o Sepsis,
o Syok-dehidrasi,
o Gangguan elektrolit,
o Meninggal
13
DAFTAR PUSTAKA
1. dr. Niko M. Mana f dan dr. H. Kartadinata : Obstruksi Ileus di Cermin Dunia Kedokteran
No. 29, 1983.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/06_ObstruksiIleus.pdf/06_ObstruksiIleus.html.
2. Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003. Hal: 181-
192
6. Evers BM. Small intestine. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mttox KL,editors.
Sabiston textbook of surgery. The biological basis of modern surgical practice. 17th ed.
Philadelphia: Elsevier Saunders;2004. p.1323 - 1342.
7. Yates K. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM, Murray L, Brown AFT,
Heyworth T, editors. Textbook of adult emergency medicine. 2nd ed. New York: Churchill
Livingstone;2004. p.306-9.
9. Naude GP. Gastrointestinal failure in the ICU. In: Bongard FS, Sue DY, editors. A lange
medical book Current critical care diagnosis and treatment. 2nd ed. New York : McGraw-
Hill;2003. p. 383-88.
10. Price, S.A. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Editor: Price, S.A.,
McCarty, L., Wilson. Editor terjemahan: Wijaya, Caroline. Jakarta: EGC, 1994.
11. Wilson LM, Lester LB. Usus kecil dan usus besar. Dalam : Price SA, Wilson LM,editor.
Patofisiologi konsep klinis proses- proses penyakit. Alih bahasa: dr.Peter Anugerah.
Jakarta: EGC;1995. Hal.389 - 412.
12. Nobie BA. Obstruction, small bowel. [Online] 2007 Sept 17 [cited 2008 June 2];[6
screens]. Available from: URL:http://www.emedicine.com
13. Souba, Wiley W.; Fink, Mitchell P.; Jurkovich, Gregory J.; Kaiser, Larry R.; Pearce,
William H.; Pemberton, John H.; Soper, Nathaniel J, editors. Sigmoid volvulus successfully
14
decompressed by sigmoidoscopy. In : ACS Surgery: Principles & Practice, 2007 Edition.
[Book on CD-ROM]
14. Manif Niko, Kartadinata. Obstruksi Ileus. Cermin Dunia Kedokteran No.29 [Online].
1983 [cited 2008 May 16];[3 screens]. Available from:
URL:http://www.portalkalbe.com/files/obstruksiileus.pdf.
15