Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KUNJUNGAN PRAKTIKUM

PT. UNILEVER INDONESIA Tbk.


WALL’S FACTORY, CIKARANG

Oleh :

Rismayanti

200110140179

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2016
I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Produk pangan dikonsumsi untuk keperluan pemenuhan gizi bagi tubuh dan
untuk keperluan yang bersifat kesenangan (pleasure). Di dalam tubuh pada
dasarnya terdapat banyak sistem pertahanan, akan tetapi bilamana suatu material
berbahya terkonsumsi atau dikonsumsi akan menyebabkan timbulnya banyak
persoalan yang berhubungan dengan kesehatan. Oleh karena itu, produsen
makanan berkewajiban untuk menjamin bahwa makanan yang diproduksi adalah
makanan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi.
Es krim adalah salah satu makanan yang sangat disukai oleh berbagai
kalangan. Mulai dari anak-anak sampai orang dewasa suka mengkonsumsi es
krim. Saat ini sistem perdagangan semakin ketat dan kompetitif seiring dengan
perkembangan ilmu dan teknologi. Begitupula dengan es krim. Bahan baku es
krim diolah dengan berbagai cara untuk menciptakan varian, rasa, ataupun dengan
bentuk yang baru. Tentu dengan peningkatan kualitas produknya juga.
Peningkatan kualitas produk suatu perusahaan memegang peranan yang sangat
penting untuk bersaing dan memenangkan kompetisi dengan perusahaan lain.
Untuk memenuhi tuntutan keamanan pangan, maka suatu perusahaan perlu
menerapkan sistem keamanan mutu, salah satunya dengan menerapkan sistem
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). HACCP mengidentifikasi
bahaya spesifik yang mungkil timbul dalam mata rantai produksi makanan dan
melakukan tindakan pencegahan dari bahaya yang mungkin timbul tersebut. Oleh
karena itu, sebagai mahasiswa peternakan perlu mengetahui perusahaan yang
menerapkan sistem HACCP ini terutama perusahaan pengolah bahan baku dari
produk peternakan.
1.2 Identifikasi Masalah
1. Apa saja bahan baku es krim dan dari mana asalnya.
2. Bagaimana proses pembuatan es krim.
3. Apa yang menjadi CCP pada produksi es krim.
4. Bagaimana penerapan GMP di pabrik.
5. Kapan kalibrasi mesin dilakukan.
1.3 Maksud dan Tujuan
1. Mengetahui bahan baku es krim dan asalnya.
2. Mengetahui proses pembuatan es krim.
3. Mengetahui CCP pada produksi es krim.
4. Mengetahui penerapan GMP di pabrik.
5. Mengetahui waktu kalibrasi mesin.

1.4 Waktu Kunjungan

Hari/Tanggal : Jum’at/ 13 Mei 2016.

Waktu : Pukul 09.00-11.00 WIB.

Tempat : PT. Unilever, Wall’s Factory, Cikarang.


II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

2.1 Pengertian Es Krim

Es krim dapat didefinisikan sebagai makanan beku yang dibuat dari produk
susu (dairy) dan dikombinasikan dengan pemberi rasa (flavor) dan pemanis
(sweetener) (Marshall, 1996). Menurut Standar Nasional Indonesia, es krim
adalah sejenis makanan semi padat yang dibuat dengan cara pembekuan tepung es
krim atau campuran susu, lemak hewani maupun nabati, gula, dan dengan atau
tanpa bahan makanan lain yang diizinkan. Campuran bahan es krim diaduk ketika
didinginkan untuk mencegah pembentukan Kristal es yang besar. Secara
tradisional, penurunan temperatur campuran dilakukan dengan cara mencelupkan
campuran ke dalam campuran es dan garam.

2.2 HACCP

Konsep sistem HACCP sebagai penjamin keamanan pangan pertama kali


dikembangkan oleh tiga institusi, yaitu perusahaan pengolah pangan Pillsbury
Company bekerjasama dengan NASA (The National Aeronaties and Space
Administration) dan US Arm’s Research, Development and Engineering Center
pada dekade tahun 1960-an dalam rangka menjamin suplai persediaan makanan
untuk para astronotnya (Adams dan Motarjemi ddk, 2003). Konsep ini pada
permulaannya dikembangkan dengan misi untuk menghasilkan produk pangan
dengan kriteria yang bebas dari bakteri pathogen yang bisa menyebabkan adanya
keracunan maupun bebas dari bakteri-bakteri lain serta dikenal pula dengan
program zero-defects. Program zero-defects ini esensinya mencakup tiga hal,
yaitu pengendalian bahan baku, pengendalian seluruh proses dan pengendalian
pada lingkungan produksinya serta tidak hanya mengandalkan pemeriksaan pada
produk akhir (finished products) saja. Oleh karena hal tersebut, maka diperlukan
sistem/metode pendekatan lain yang bisa menjamin bahwa faktor-faktor yang
merugikan harus benar-benar dapat diawasi dan dikendalikan.
Kemudian atas inisiatif perusahaan industri pengolah pangan Pillbury
Company, konsep sistem manajemen HACCP tersebut lalu dipresentasikan dan
dipublikasikan pada tahun 1971 dalam Konfrensi Perlindungan Pangan Nasional
di Amerika Serikat. Disamping itu, konsep ini menjadi dasar bagi peraturan untuk
menjamin keamanan mikrobiologis bagi produk makanan berasam rendah yang
dikalengkan dan makanan yang diasamkan dan diproses dengan menggunakan
suhu tinggi.
HACCP merupakan suatu sistem manajemen pengawasan dan pengendalian
keamanan pangan secara preventif yang bersifat ilmiah, rasional dan sistematis
dengan tujuan untuk mengidentifikasi, memonitor dan mengendalikan bahaya
(hazard) mulai dari bahan baku, selama proses produksi/pengolahan,
manufakturing, penanganan dan penggunaan bahan pangan untuk menjamin
bahwa bahan pangan tersebut aman bila dikonsumsi (Stevenson, 1999).
Sistem HACCP didefinisikan sebagai suatu manajemen untuk menjamin
keamanan produk pangan dalam industri pengolahan pangan dengan
menggunakan konsep pendekatan yang bersifat logis (rasional), sistematis,
kontinyu dan menyeluruh (komprehensif) dan bertujuan untuk mengidentifikasi,
memonitor dan mengendalikan bahaya yang beresiko tinggi terhadap mutu dan
keamanan produk pangan.
Konsep HACCP ini disebut rasional karena pendekatannya didasarkan pada
data historis tentang penyebab suatu penyakit yang timbul (illness) dan kerusakan
pangannya (spoilage). HACCP bersifat sistematis karena konsep HACCP
merupakan rencana yang teliti dan cermat serta meliputi kegiatan operasi tahap
demi tahap, tatacara (prosedur) dan ukuran kriteria pengendaliannya. Konsep
HACCP juga bersifat kontinyu karena apabila ditemukan terjadi suatu masalah
maka dapat segera dilaksanakan tindakan untuk memperbaikinya. Disamping itu,
sistem HACCP dikatakan bersifat komprehensif karena sistem HACCP sendiri
berhubungan erat dengan ramuan (ingredient), pengolah/proses dan tujuan
penggunaan/pemakaian produk pangan selanjutnya.
III

PEMBAHASAN

3.1 Bahan Baku Es Krim

Hampir semua es krim diproduksi dari campuran produk susu (dairy); berupa
susu, krim, maupun padatan lemaknya; minyak sayur atau mentega, pemanis,
penstabil, dan pengemulsi, pemberi/penguat rasa (flavor), pewarna (color), dan
bahan lain dapat ditambahkan pada tahap akhir proses produksi. (Person, 1980).
Pada umumnya, campuran tersebut hanya membentuk 50% dari volume akhir es
krim, sisanya merupakan udara yang dicampurkan pada proses whipping. (Person,
1980).

Menurut bu Renita, seorang manufacturing excellent sebagai narasumber, asal


bahan baku untuk produk es krim ini sangat bervariatif. Kebanyakan disuplai dari
luar, contohnya dari Australia, Brazil, dan Swiss. Coklat didatangkan langsung
dari Belgia dan susu didatangkan dari Australia dan New Zealand. Namun,
produk local ada juga yang dipakai, contohnya gula, minyak, dan saus. Semuanya
bergantung pada kualitas, harga, dan resource material. Wall’s ingin membuat
produk es krim yang memang berkualitas baik, tentu saja bahan bakunya juga
harus baik. Menurut bu Renita, jika kualitas bahan baku baik dan harga juga
bersaing, maka bahan baku tersebut akan didatangkan dari luar. Bergantung juga
pada sumber bahan bakunya, contohnya kiwi yang diambil langsung dari negeri
yang menghasilkannya.

Ada berbagai tipe dari es krim yang diproduksi di Wall’s. Es krim bertipe
water ice (w/o overrun) adalah tipe es krim yang tidak sitambahkan susu sama
sekali, contohnya es krim rasa buah-buahan. Ada juga tipe milk ice with overrun
yang ditambahkan susu. Overrun (OR) adalah jumlah udara yang ditambahkan ke
dalam mix, yang membuat struktur es krim menjadi lembut. OR=100%; artinya
dalam 100 ml es krim, terdapat 50 ml udara. Semakin banyak udara yang
ditambahkan, semakin lembut es krim yang didapat. Akan tetapi terlalu banyak
udara akan membuat es krim menjadi cepat mencair. Banyaknya udara yang
ditambahkan tergantung produk es krim yang akan dibuat.

Secara umum, bahan baku es krim terdiri dari:

1. Air
Air merupakan komponen terbesar dalam campuran es krim, berfungsi
sebagai pelarut bahan‐bahan lain dalam campuran. Komposisi air dalam
campuran bahan es krim umumnya berkisar 55‐64%. (Person, 1980).
2. Milk Solid Non Fat (MSNF)
MSNF merupakan bahan baku es krim yang mengandung laktosa, kasein,
whey protein, dan mineral. MSNF merupakan bahan penting dalam
pembuatan es krim. Fungsi MSNF dalam es krim adalah sebagai berikut:
1) Kehadiran protein dalam MSNF dapat meningkatkan tekstur es krim
dan mampu mempertahankan tekstur es krim agar tidak snowy dan
flaky pada overrun tinggi.
2) Memberi bentuk dan membuat tidak kenyal pada produk akhir.
Walaupun memiliki banyak kegunaan, penggunaan MSNF harus dibatasi
karena dapat menghilangkan aroma dari beberapa campuran bahan es krim
dan MSNF memiliki kandungan laktosa yang tinggi. Kelebihan laktosa pada
campuran es krim dapat menyebabkan cacat tekstur es krim menjadi kasar
akibat dari adanya kristal laktosa yang terbentuk ke luar campuran. Selain itu,
kelebihan laktosa juga dapat menurunkan titik beku produk akhir. Penggunaan
MSNF secara umum berkisar antara 9‐12%, bergantung pada jenis produk.
Sumber MSNF untuk kualitas produk yang tinggi berasal dari susu skim
konsentrat dan bubuk susu skim pemanasan rendah proses spray (spray
process low heat skim milk powder). Sumber lain yang digunakan adalah susu
skim, susu skim terkondensasi beku (frozen condensed skimmed milk), bubuk
buttermilk atau buttermilk terkondensasi, susu terkondensasi, dan whey kering
atau whey terkondensasi.
Saat ini penggunaan susu skim bubuk atau skim terkondensasi telah
banyak digantikan dengan berbagai jenis susu bubuk pengganti yang
merupakan campuran dari konsentrat whey protein, kasein, dan bubuk whey.
Kandungan protein dalam bubuk pengganti ini lebih kecil dibandingkan
dengan bubuk skim, berkisar antara 20‐25% sehingga memilki harga yang
lebih murah. Campuran ini juga memiliki komposisi whey protein dan kasein
yang tepat untuk menghasilkan kinerja yang baik dalam membuat campuran
es krim.
3. Susu (milk fat)
Lemak susu dalam campuran es krim memiliki fungsi sebagai berikut:
1) Meningkatkan cita rasa pada es krim.
2) Menghasilkan tekstur lembut pada eskrim.
3) Membantu dalam memberikan bentuk pada es krim.
4) Membantu dalam pemberian sifat leleh yang baik pada es krim.
5) Membantu dalam melumasi freezer barrel pada saat produksi
(campuran non‐fat sangat kasar untuk peralatan pendinginan)
Seperti halnya MSNF, penggunaan lemak susu juga harus dibatasi karena
dapat menghalangi kemampuan whipping dari campuran es krim. Selain itu,
lemak susu yang berlebihan dapat menghasilkan rasa gurih yang berlebihan
pada es krim sehingga dapat menurunkan konsumsi. Harga lemak susu relatif
tinggi sehingga dapat meningkatkan biaya produksi apabila penggunaannya
berlebihan. Kelemahan lain pada penggunaan lemak susu berlebih adalah nilai
kalori campuran es krim yang meningkat. Sumber lemak susu untuk
menghasilkan produk es krim dengan cita rasa dan kelezatan tinggi adalah
susu segar. Sumber lain yang biasa digunakan adalah mentega dan lemak susu
anhidrat.
Lima hal yang perlu diperhatikan dalam memilih sumber lemak susu
adalah struktur kristal lemaknya, laju kristalisasi lemak pada temperatur yang
berubah‐ubah, profil pelelehan lemak (terutama temperatur pendinginan dan
pembekuan), kandungan trigliserida yang mudah meleleh, dan rasa dan
kemurnian minyaknya. Kandungan lemak susu pada es krim pada umumnya
berkisar antara 10‐16%.
4. Pemanis (Sweetener)
Es krim yang manis pada umumnya didambakan oleh setiap orang yang
memakannya. Oleh karena itu, pemanis biasanya ditambahkan pada campuran
es krim sebanyak 12‐16%. Pemanis akan melembutkan tekstur, meningkatkan
kecocokan pada es krim, memperkaya rasa, dan biasanya merupakan sumber
termurah dari padatan es krim. Kegunaan lain dari pemanis adalah berperan
pada penurunan titik beku sehingga pada temperatur yang sangat rendah,
masih terdapat air yang tidak membeku. Tanpaadanya air yang tidak beku
tersebut, maka es krim akan menjadi sangat keras dan sangat sulit untuk
disendok.
Sukrosa merupakan sumber pemanis yang paling banyak digunakan
karena memberi rasa yang kuat. Penggunaan sukrosa telah banyak digantikan
dengan gula jagung (corn syrup) karena dapat lebih memperkokoh bentuk es
krim dan meningkatkan shelf‐life.
5. Pemantap (stabilizer)
Penstabil merupakan senyawa, biasanya getah polisakarida makanan, yang
ditambahkan untuk menambah viskositas campuran dan fasa tak beku es krim.
Tanpa adanya penstabil, es krim akan menjadi kasar dan proses pembentukan
kristal es akan menjadi sangat cepat. Selain itu, penstabil juga berfungsi untuk
mencegah terjadinya proses heat shock, yaitu proses pelelehan dan pembekuan
pada es krim yang terjadi selama distribusi sehingga menyebabkan es krim
menjadi bersifat es. Disebabkan oleh karena berfungsi sebagai menaikkan
viskositas, penggunaan penstabil harus dibatasi agar tidak memberikan
viskositas yang terlalu tinngi pada campuran es krim. Jumlahpenstabil yang
ditambahkan biasanya berkisar 0,2%‐0,5%.
6. Pengemulsi (Emulsifier)
Pengemulsi adalah senyawa yang ditambahkan pada campuran es krim
untuk menghasilkan struktur lemak dan kebutuhan distribusi udara yang tepat
sehingga menghasilkan karakteristik leleh yang baik dan lembut. Pengemulsi
terdiri dari bagian hidrofil dan lipofil yang terpisah pada permukaan
pertemuan antara minyak dan air yang menyebabkan turunnya tegangan
permukaan antara minyak dan air dalam emulsi sehingga disperse lemak dapat
berlangsung dengan baik.
Pengemulsi asli pada es krim adalah kuning telur, namun yang paling
banyak digunakan sekarang ini adalah mono‐ dan digliserida yang berasal dari
hidrolisis parsial lemak hewani maupun minyak nabati. Pengemulsi lain yang
banyak digunakan adalah polisorbat 80 yang merupakan sorbitan ester yang
mengandung glukosa alcohol (sorbitol) yang terikat pada asam lemak dan
asam oleat dan ditambahkan dengan oksietilen untuk meningkatkan kelarutan
dalam air (Person, 1980).
Pengemulsi lain yang dapat digunakan adalah mentega susu dan gliserol
ester. Jumlah penstabil dan pengemulsi kurang dari 1,5%‐berat campuran es
krim. Keduanya harus telah diteliti secara mendalam dan mendapat keterangan
Generally Recognized as Safe (GRAS) sebelum digunakan sebagai bahan
campuran es krim.
7. Pewarna
Merupakan senyawa yang ditambahkan pada campuran es krim untuk
memberikan warna tertentu dan membuat penampilan lebih menarik. Jenis
yang banyak digunakan adalah Tartazine, Sunset Yellow, Brilliant Blue, dan
Carmoisine).
8. Pemberi rasa (flavor)
Pemberi rasa ditambahkan pada campuran es krim untuk memberikan rasa
tertentu. Bahan pemberi rasa yang banyak digunakan adalah vanilla, coklat,
perasa buatan, sari buah, kacang, dan lain‐lain.
9. Bahan Pelengkap
Bahan‐bahan pelengkap ditambahkan untuk menambah penampilan luar
dan memperkaya rasa. Bahan pelengkap yang banyak digunakan adalah
cokelat, permen, biskuit, kacang, dan buah.

3.2 Proses Pembuatan Es Krim

Proses pembuatan es krim terbagi menjadi beberapa tahapan proses, yaitu


pencampuran (mixing), pasteurisasi (pasteurization) dan homogenisasi
(homogenization), penuaan (ageing), pembekuan (freezing), pengisian (filling),
pengerasan (hardening), pencetakan, pembungkusan, dan penyimpanan, serta
distribusi.

1. Pencampuran (Mixing)
Pada tahap ini, semua bahan dasar dicampur di dalam tangki berpengaduk.
Tangki yang digunakan biasanya berbahan baja tahan karat (stainless steel).
Pada proses pencampuran ini, bahan baku cairan dimasukkan langsung ke
dalam tangki melalui pipa yang terhubung langsung dengan tangki, sedangkan
bahan baku padatan dimasukkan ke dalam tangki melalui mulut tangki.
Pencampuran memerlukan agitasi yang keras agar semua bahan dapat
bercampur dengan baik, oleh karena itu biasanya digunakan pengaduk dengan
kecepatan tinggi.
Proses pencampuran pada pabrik es krim dilakukan secara partaian. Pada
tahap ini, seluruh bahan baku dimasukkan ke dalam tangki pencampur
kemudian diaduk. Terdapat dua buah tangki pengaduk berkapasitas dua ton
terbuat dari bahan baja anti karat (stainless steel) dan memiliki pengaduk
berjenis propeller.
Semakin lama pengadukan pada proses pencampuran, campuran yang
dihasilkan menjadi semakin homogen namun temperatur dan viskositas
menjadi semakin menurun sehingga sulit untuk dipompakan menuju proses
pasteurisasi. Oleh karena itu, waktu pengadukan pada proses pencampuran
dibatasi.
Proses pencampuran dari mulai memasukkan bahan baku hingga
pemompaan ke proses pasteurisasi menggunakan waktu selama 20 menit.
Tangki pencampur harus dibersihkan terlebih dahulu untuk penggunaan
memproduksi campuran yang berbeda jenis dan warna. Proses memasukkan
bahan baku ke dalam tangki pencampur terdiri dari dua cara yaitu secara
manual dan secara otomatis. Bahan baku yang dimasukkan secara manual
biasanya berupa bahan baku padat, sedangkan yang dimasukkan secara
otomatis berupa cair yang terhubungkan langsung melalui pipa ke dalam
tangki pencampur. Memasukkan bahan baku ke dalam tangki pengaduk secara
berurutan sesuai deng an urutan tertentu. Urutan bahan baku yang dimasukkan
ke dalam tangki pencampur adalah air, gula pasir, bahan susu, racikan, gula
sirup, minyak nabati, dan terakhir adalah rework. Fungsi dari adanya urutan
bahan baku dijelaskan pada uraian berikut ini yang diurutkan dari bahan yang
dimasukkan lebih dahulu:
1) Air
Air dimasukkan pertama kali ke dalam tangki pencampur. Air digunakan
untuk melarutkan semua bahan baku. Temperatur air yang masuk ke
dalam tangki berkisar antara 80‐85 C untuk memudahakan pelarutan
bahan baku. Air dimasukkan ke dalam tangki secara otomatis melalui pipa
yang terhubung langsung ke dalam tangki. Mula‐mula, air yang
dikeluarkan tidak merupakan seluruh jumlah air yang digunakan untuk
melarutkan bahan baku, tapi disisakan sebagian untuk membersihkan
campuran yang masih tersisa setelah campuran dipompakan menuju proses
pasteurisasi.
2) Gula pasir
Setelah jumlah air yang dimasukkan ke dalam tangki pengaduk mencapai
jumlah yang diinginkan, bahan yang kemudian dimasukkan ke dalam
tangki pengaduk adalah gula pasir. Penambahan gula pasir sebelum
penambahan bahan susu adalah untuk menurunkan temperatur air sehingga
tidak terjadi kerusakan nutrien pada susu berupa pemecahan protein.
Akibat penambahan gula tersebut, temperatur air turun hingga mencapai
75‐80 C.
3) Bahan susu
Yang termasuk bahan susu adalah susu skim dan bubuk whey.
Penambahan susu pada temperatur air 75‐80 C bertujuan agar tidak terjadi
penggumpalan, lebih mudah larut, dan dapat membunuh sebagian bakteri
yang terdapat pada susu (jika ada).
4) Racikan
Racikan terdiri dari bahan‐bahan pengemulsi dan pemantap. Racikan
dimasukkan secara sedikit dmi sedikit agar terjadi pencampuran yang baik
dan mencegah terjadinya penggumpalan.
5) Gula sirup
Gula sirup merupakan bahan cair sehingga penambahannya ke dalam
tangki dilakukan secara otomatis melalui pipa. Gula sirup yang masuk ke
dalam tangki bertemperatur 45‐50 C.
6) Minyak nabati
Seperti halnya gula sirup dan air, minyak nabati juga ditambahkan ke
dalam tangki secara otomatik. Minyak nabati yang ditambahkan
bertemperatur 40‐45 C. Selain dengan cara otomatis, penambahan minyak
nabati juga dilakukan secara manual pada pembuatan campuran tertentu
sebagai pelarut bahan tambahan seperti kalsium.
7) Rework
Rework adalah material yang dihasilkan dari beberapa tahapan pada
proses. Penggunaan rework dibatasi hanya 10%‐berat untuk jenis ice
cream dan 15% untuk jenis water ice.
2. Pateurisasi (Pasteurization) dan Homogenisasi (Homogenization)

Setelah terbentuk campuran es krim (mix), campuran es krim kemudian


dipasteurisasi. Pasteurisasi merupakan titik kontrol biologik (biological
control point) pada sistem yang bertujuan untuk menghancurkan bakteri‐
bakteri patogen pada campuran. Selain itu, pasteurisasi juga dapat mengurangi
jumlah spoilage bacteria. Pasteurisasi memerlukan pemanasan dan
pendinginan. Temperatur minimal untuk melaksanakan pasteurisasi
bergantung pada waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pasteurisasi.
Pasteurisasi terbagi menjadi dua metode, yaitu metode partaian dan
kontinu. Pada metode partaian, campuran dipanaskan dalam sebuah tangki
hingga mencapai temperatur minimal 69 C dan dipertahankan selama 30 menit
(Marshall, 2003). Setelah dipanaskan dan dipertahankan temperaturnya,
campuran kemudian didinginkan hingga temperatur 4 C atau kurang. Metode
partaian biasa disebut low‐temperatur long‐time (LTLT).
Proses pasteurisasi dan homogenisasi dilakukan dengan menggunakan
rangkaian alat balance tank, plate heat exchanger (PHE), homogenizer, dan
holding tube. Keluaran campuran dari tangki pencampur dipompakan menuju
balance tank yang berfungsi untuk menjaga laju alir campuran konstan.
Temperatur campuran keluar dari balance tank sama dengan temperatur
campuran keluaran tangki pencampur. PHE terdiri dari bagian regenerasi,
pemanasan, dan pendinginan. Mula‐mula campuran masuk ke dalam bagian
regenerasi. Pada bagian ini, terjadi perpindahan panas antara campuran dari
balance tank dengan campuran dari homogenizer yang memiliki temperatur
lebih tinggi. Adanya bagian regenrasi ini dapat menghemat kebutuhan energi
hingga 90%.
Campuran kemudian dialirkan ke bagian pemanasan. pemanasan
dilakukan oleh air bertemperatur 90‐95 C yang sebelumnya dipanaskan oleh
kukus. Temperatur keluaran campuran setelah pemanasan adalah berkisar
antara 80‐85 C. Setelah dipanaskan, campuran kemudian dialirkan ke luar
PHE menuju homogenizer.
Proses homogenisasi dilaksanakan pada homogenizer. Campuran diberi
tekanan tinggi mecapai 100‐150 bar untuk ice cream dan 50‐75 bar untuk
water ice untuk memecah butiran lemak hingga berdiameter 1μm sehingga
terbentuk campuran bertekstur halus dan homogen. Setelah homogenisasi,
campuran memasuki tahap pasteurisasi di dalam holding tube. Waktu tempuh
campuran melewati holding tube adalah 80 C dan temperatur campuran dijaga
tetap 80‐85 C. Pasteurisasi berlangsung saat campuran melewati holding tube
secara turbulen dan temperatur yang dijaga selama 20 detik sepanjang jarak
tempuhnya di dalam holding tube. Dari holding tube, campuran masuk
kembali ke PHE ke bagian regenerasi. Regenerasi dapat menghemat hingga
90% energi yang dibutuhkan untuk memansakan dan mendinginkan
campuran. Setelah melepaskan panasnya kepada campuran yang lebih dingin,
campuran kemudian masuk ke dalam bagian pendinginan.
Pendinginan pada PHE ini terdiri dari dua tahap. Pertama pendinginan
dengan air kemudian dilanjutkan dengan pendinginan menggunakan glikol.
Temperatur akhir setelah pendinginan dengan glikol diharapkan mencapai 4 C
sebelum dipompakan menuju tangki penuaan. Metode pasteurisasi yang paling
banyak digunakan pada industri es krim adalah secara kontinu atau yang biasa
disebut high‐temperatur short‐time (HTST). HTST dilaksanakan pada sebuah
alat penukar panas yang disebut plate heat exchanger (PHE). PHE terdiri dari
bagian pemanasan (heating), regenerasi (regeneration), dan pendinginan
(cooling). Adanya bagian regenerasi dapat menghemat kebutuhan pemanas
dan pendingin hingga 90%. Temperatur dan waktu minimum yang dibutuhkan
pada metode HTST adalah 80 C selama 25 detik
Homogenisasi bertujuan untuk menurunkan ukuran partikel lemak dari
susu atau krim hingga mencapai ukuran kurang dari 1μm sehingga
memperbesar luas area permukaan. Sebelum homogenisasi, campuran harus
telah dipanaskan terlebih dahulu agar berada dalam fasa cair ketika
homogenisasi karena pada fasa cair, efisiensi homogenisasi akan lebih besar
dan penghancuran gumpalan lemaknya menjadi lebih mudah.

3. Penuaan (Aging)

Setelah mengalami proses pasteurisasi dan homogenisasi, campuran


kemudian dimasukkan ke dalam tangki penuaan. Temperatur campuran pada
saat keluar dari PHE adalah 4 C, yang diharapkan, kemudian langsung
dimasukkan ke dalam tangki penuaan dan dijaga temperaturnya tetap pada 4 C
atau kurang selama minimal 2 jam. Beberapa tujuan dari proses penuaan ini
adalah:

1) Meningkatkan kualitas whip dan tekstur lembut dari campuran.


2) Membuat protein dan pemantap terhidrasi.
3) Mengkristalkan lemak sehingga lemak dapat menyatu.
4) Mengurangi jumlah panas yang dibutuhkan untuk dibuang pada saat
pembekuan

Campuran es krim yang keluar dari freezer setelah pembekuan memiliki


temperatur ‐5 C s.d. ‐7 C dan masih sedikit lunak. Setelah keluar dari freezer,
campuran es krim diberi isian (topping) berupa buah, coklat, atau kacang
sebelum kemudian dikemas.
4. Pengerasan (Hardening)
Setelah bahan‐bahan tambahan telah diisikan ke dalam campuran es krim,
campuran kemudian dikeraskan pada temperatur ‐30 C s.d. ‐40 C. Pada
tahapan ini, hampir seluruh sisa air pada campuran membeku. Pengerasan
terdiri dari pembekuan diam dengan membekukan campuran di dalam sebuah
freezer, pembekuan temperatur rendah hingga ‐40 C secara konveksi
menggunakan terowongan beku dan secara konduksi menggunakan pelat‐pelat
pembeku (plate freezers).
5. Pencetakan dan Pengerasan
1) Moulded Stick Machine
Campuran dari freezer yang masuk ke mesin jenis ini ditampung di
dalam sebuah hopper campuran. Dari hopper, campuran kemudian
dituangkan ke dalam cetakan yang direndam di dalam larutan air
garam, disebut dengan larutan Brine (CaCl ), bertemperatur ‐25 C s.d.
‐30 C yang didinginkan memakai amoniak. Kemudian cetakan tersebut
berputar dan selama perputaran tersebut, campuran di dalam cetakan
diberi stik menggunakan stick inserter dan terjadi pengerasan pada
campuran. Setelah keras, kemudian cetakan direndam di dalam larutan
Brine hangat, bertemperatur 25‐30 C, dan diangkat untuk dilepaskan
dari cetakan. Setelah lepas dari cetakan, beberapa jenis es krim diberi
lapisan tambahan berupa saus coklat atau bahan lainnya. Setelah itu, es
krim dilepaskan di atas kemasan plastic untuk dikemas. Contohnya
produk Paddle Pop. Saat ini, mesinnya berjumlah 9 mesin.
2) Extrusion Machine
Es krim setengah beku dari freezer dicetak di dalam extruder nozzle
kemudian diberi stik dan dipotong menggunakan kawat panas
berbahan baja tahan karat. Potongan es krim ditampung pada pelat‐
pelat yang berjalan di atas conveyor dan dapat menampung potongan
es sebanyak tiga buah tiap pelat. Pelat‐pelat tersebut kemudian berjalan
masuk ke dalam terowongan pengerasan (hardening tunnel) yang
bertemperatur ‐40 C s.d. ‐45 C. Es krim yang keluar dari terowongan
bertemperatur ‐20 C, telah mengeras, dan menempel pada pelat. Untuk
melepaskan es krim dari pelat, pelat dipukul menggunakan pemukul
sejenis palu. Setelah lepas, potongan es krim kemudian diangkat dan
dicelupkan ke dalam larutan cokelat, untuk es krim tertentu. Setelah itu
dilepaskan di atas pembungkus plastik. Mesin ini berfungsi untuk
produk yang bentuknya dekoratif. Contohnya produk Magnum. Saat
ini, mesinnya berjumlah 10 mesin.
3) Direct Filling Machine
Campuran yang keluar dari freezer kemudian ditampung dalam filler
kemudian campuran tersebut langsung diisikan kepada tempat es krim
berupa cup atau cone yang berjalan di atas conveyor belt. Setelah terisi
dengan campuran es krim, cup dan cone tersebut diberi tutup dengan
menggunakan lid inserter kemudian dijalankan menuju terowongan
pengerasan. Setelah keluar dari terowongan, es krim dimasukkan ke
dalam kemasan kardus untuk dipak contohnya produk Cornetto. Saat
ini, mesinnya berjumlah 5 mesin.
6. Pembungkusan dan Palletizing
Setelah dicetak pada tiap mesin, kemudian es krim dibungkus dengan
bungkus plastik dan dipak dalam kemasan karton. Setelah dipak dalam
kemasan karton, es krim diletakkan di atas conveyor belt dan dijalankan
menuju ruang palletizing untuk mengelompokkan pak‐pak es krim atau
mengepak ulang es krim.
7. Penyimpanan
Dari ruang palletizing, kemudian es krim dibawa ke ruang penyimpanan
dingin yang bertemperatur ‐18 C dan disimpan untuk kemudian
didistribusikan. Es krim yang disimpan di dalam ruang penyimpanan dingin
dapat bertahan hingga satu tahun.
8. Distribusi
Distribusi produk es krim ini dengan menggunakan truk dengan kapasitas
50 trip/day. Saat ini terdapat 102 general trip, 418 supermarket langganan ke
Wall’s. Es krim didistribusikan ke seluruh wilayah untuk memenuhi
kebutuhan pasar dan sampai kepada pelanggan.
3.3 Penentuan CCP (Critical Control Point)

CCP merupakan titik spesifik dalam sistem pangan dimana hilangnya kendali
dapat menyebabkan resiko kesehatan terhadap manusia. CCP decision tree
merupakan urutan pertanyaan untuk menentukan apakah suatu titik kendali
merupakan CCP atau bukan. Kriteria CCP ditentukan jika dalam proses produksi
es krim mengandung bahaya tanpa adanya proses yang dapat menghilangkan
bahaya tersebut atau ada proses yang dirancang spesifik untuk menghilangkan
bahaya tersebut.

Pada produksi es krim CCP ditemukan pada tahap sebelum proses produksi,
saat proses produksi dan setelah proses selesai. CCP sebelum proses produksi
terdapat pada tahap penerimaan dan penyimpanan high risk ingredients dan
penyimpanan packaging. High risk ingredients mencakup bahan-bahan yang
ditambahkan setelah proses pasteurisasi dan kondisi bahan tersebut mudah terkena
bahaya, misalnya coating coklat. Ketiga tahap tersebut termasuk CCP karena
tahap tersebut rentan terhadap bahaya. Apabila bahaya sudah terjadi, tidak ada
tahap selanjutnya yang dapat menghilangkan bahaya tersebut. Misalnya jika
coating terkontaminasi maka produk akhir juga terkontaminasi karena produk
bercoating merupakan produk jadi yang siap dikonsumsi tanpa pengolahan lagi.

Pada proses produksi CCP terdapat di dalam proses mixing (pemanasan,


pendinginan dan aging) penerimaan dan penyimpanan rework, pembekuan di
freezer, tahapan yang terkait dengan pencetakan, pemberian kode (coding), dan
metal detecting. Tahap pasteurisasi merupakan tahap yang penting dalam proses
produksi es, karena dengan tahap ini maka bakteri pathogen dihilangkan sehingga
produk aman untuk dikonsumsi. Tahapan pencetakan berkaitan dengan keamanan
produk karena pada tahap ini produk bersentuhan langsung dengan peralatan
sehingga peralatan yang digunakan harus dalam keadaan bersih. Karena itu
pencucian peralatan produksi termasuk proses yang harus diperhatikan sebab
pencucian termasuk tahap yang menghilangkan bahaya. Tahapan lainnya seperti
pemberian kode penting untuk informasi kepada konsumen (melalui tanggal
kadaluarsa yang tertera) dan juga penting bagi perusahaan karena kode
memudahkan penelusuran produk, terlebih jika ada produk yang harus ditarik.

CCP juga terdapat pada tahap setelah proses yakni pada saat penyimpanan dan
distribusi produk jadi. Hal ini berkaitan dengan suhu lingkungan yang dapat
mempengaruhi keadaan produk. Produk es krim harus disimpan dingin untuk
menjaga kondisi dan keamanan produk. Jika suhu dibiarkan melebihi batas maka
bakteri dapat tumbuh pada produk.

3.4 Penerapan GMP (Good Manufacturing Product)

Good manufacturing practices (GMP) merupakan suatu pedoman untuk


memproduksi pangan yang baik. Tujuan dari pelaksanaan GMP adalah untuk
menghasilkan produk yang bermutu dan aman dikonsumsi. GMP merupakan
prasyarat yang harus dipenuhi oleh suatu industri pangan untuk mendapat
sertifikat Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Penerapan GMP di
industri pangan mencakup beberapa hal, yaitu:

1. Kebersihan Peralatan

Peralatan yang dimaksud disini mencakup mesin, pipa, storage tank,


pompa dan lain-lain. Peralatan tersebut harus dibersihkan dan disanitasi secara
periodik. Proses pembersihan dan sanitasi di industri pangan dapat dibagi
menjadi dua jenis, yaitu cleaning in place (CIP) dan cleaning out place (COP).

CIP merupakan proses pembersihan jalur-jalur produksi dalam sirkuit


tertutup tanpa membuka instalasi. CIP banyak diterapkan untuk proses
pembersihan pipa dan storage tank. Ada lima prinsip dalam proses CIP, yaitu
time (waktu total yang dibutuhkan untuk CIP), temperature (suhu), titration
(konsentrasi larutan asam dan basa), turbulence (kecepatan aliran) dan
technology (teknologi).
COP (cleaning out place) merupakan proses pembersihan dengan
membongkar peralatan bagian per bagian. COP banyak diterapkan untuk
peralatan yang dapat dilepas dan merupakan titik pengendapan dari produk
(contoh sambungan pipa, plate dari mesin pasteurize dan lain-lain). Ada dua
tahap dalam COP, yaitu tahap pembersihan dan tahap sanitasi.

CIP adalah kegiatan rutin yang harus selalu dilakukan untuk menjaga
kebersihan dan keamanan pangan. Lamanya CIP bergantung pada jenis mesin
yang dibersihkan, ada yang selesai selama satu jam da nada yang selesai
sampai satu shift kerja. Pada saat kami melakukan kunjungan, rata-rata semua
pekerja sedang melakukan sanitasi dan hygiene. Mesin yang berfungsi hanya
bagian akhir dari urutan produksi.

2. Kebersihan Personil

Pengertian personil disini adalah orang-orang yang terlibat langsung dalam


proses produksi produk. Di industri pangan yang sudah maju, jumlah personil
yang terlibat dalam proses produksi sangat sedikit karena proses produksi
dilakukan secara otomatis dengan menggunakan robotic system.

Kebersihan personil harus diperhatikan karena sangat berpotensi menjadi


sumber kontaminasi (atau rekontaminasi) produk. Kebersihan personil
mencakup beberapa hal, yaitu kebersihan seragam kerja, kebersihan badan,
rambut dan kuku.

Di Wall’s terdapat beberapa peraturan sebelum memasuki tempat


produksi, misalnya kuku tidak boleh panjang dan rambut tidak boleh panjang.
Semua pekerja pada saat akan masuk ke tempat produksi harus melakukan
sanitasi terlebih dahulu dengan membersihkan badan dengan cairan
desinfektan dan mengganti pakaian. Menurut pak Asep Setiawan, di Wall’s
terdapat pintu otomatis terbuka jika pekerja yang akan masuk ke tempat
produksi sudah terbebas dari bakteri dan kuman.
3. Kebersihan Pabrik

Faktor yang juga berkontribusi terhadap kualitas produk yang dihasilkan


adalah kondisi pabrik. Kondisi pabrik harus bersih dan dapat meminimalkan
terjadinya rekontaminasi produk. Kondisi pabrik meliputi kondisi lantai, atap,
jendela dan lain-lain.

Lantai pabrik pada ruang produksi harus mempunyai struktur yang halus,
tidak licin, sistem drainase yang teratur dan mudah dibersihkan. Lantai
tersebut harus dibersihkan dan disanitasi secara periodik dengan menggunakan
sanitizer tertentu.

3.5 Kalibrasi Mesin

Kegiatan kalibrasi mesin merupakan kegitan rutin yang dilakukan di Wall’s.


kegiatan ini bertujuan untuk menjaga keakuratan mesin yang berdampak pada
produk yang dihasilkan. Mesin-mesin yang dikalibrasi bergantung pada jenis
mesin itu sendiri. Ada yang dikalibrasi setahun sekali ada juga yang dikalibrasi 6
bulan sekali sesuai jadwal yang ditetapkan. Pengkalibrasi biasanya adalah orang
yang menghandel mesin tersebut ataupun mendatangkan pengkalibrasi dari luar.
IV

KESIMPULAN

1. Pada umumnya bahan baku es krim terdiri atas susu, air, perasa, gula,
dextrose, corn syrup, emulsi, stabilizer, dan flavorings. Asal bahan baku
tegantung dari kualitas, harga, dan resource material.
2. Proses pembuatan es krim terbagi menjadi beberapa tahapan proses, yaitu
pencampuran (mixing), pasteurisasi (pasteurization) dan homogenisasi
(homogenization), penuaan (ageing), pembekuan (freezing), pengisian
(filling), pengerasan (hardening), pencetakan, pembungkusan, dan
penyimpanan, serta distribusi.
3. Pada produksi es krim CCP ditemukan pada tahap sebelum proses produksi,
saat proses produksi dan setelah proses selesai.
4. Penerapan GMP di industry pangan meliputi kebersihan peralatan, kebersihan
personil, dan kebersihan pabrik.
5. Kegiatan kalibrasi mesin merupakakn kegiatan rutin sesuai jadwal yang telah
ditetapkan untuk masing-masing mesin.
DAFTAR PUSTAKA

Adams, M dan Motarjemi, Y. 2003. Dasar-dasar Keamanan Makanan Untuk

Petugas Kesehatan. Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

Marshall, R.R. dan W.S. Arbuckl. 1996. Ice Cream (fifth edition). Champman and

Hall Publ. New York.

Pearson. 1980. HACCP: Principles and Applications. Champman and Hall Publ.

New York.

Stevenson KE and Bernand DT. 1999. A Systematic Approach to Food Safety,


third edition. Washington, DC : The Food Processors Institute.

Anda mungkin juga menyukai