PENDAHULUAN
A. Definisi
B. Penyebab
C. Patofisiologi
D. Manifestasi klinis
PK : Infeksi
kerusakan epitel
penyumbatan bronkhus
kerusakan alveolus
F. Klasifikasi
I. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Leukosit, umumnya pneumonia bakteri didapatkan
leukositosis dengan predominan polimorfonuklear.
Leukopenia menunjukkan prognosis yang buruk.
b. Cairan pleura, eksudat dengan sel polimorfonuklear
300-100.000/mm. Protein di atas 2,5 g/dl dan
glukosa relatif lebih rendah dari glukosa darah.
c. Titer antistreptolisin serum, pada infeksi
streptokokus meningkat dan dapat menyokong
diagnosa.
d. Kadang ditemukan anemia ringan atau berat.
2. Pemeriksaan mikrobiologik
a. Spesimen: usap tenggorok, sekresi nasofaring,
bilasan bronkus atau sputum darah, aspirasi
trachea fungsi pleura, aspirasi paru.
b. Diagnosa definitif jika kuman ditemukan dari
darah, cairan pleura atau aspirasi paru.
3. Pemeriksaan imunologis
a. Sebagai upaya untuk mendiagnosis dengan cepat
b. Mendeteksi baik antigen maupun antigen spesifik
terhadap kuman penyebab.
c. Spesimen: darah atau urin.
d. Tekniknya antara lain: Conunter Immunoe
Lectrophorosis, ELISA, latex agglutination, atau
latex coagulation.
4. Pemeriksaan radiologis, gambaran radiologis berbeda-
beda untuk tiap mikroorganisme penyebab pneumonia.
a. Pneumonia pneumokokus: gambaran radiologiknya
bervariasi dari infiltrasi ringan sampai bercak-
bercak konsolidasi merata (bronkopneumonia) kedua
lapangan paru atau konsolidasi pada satu lobus
(pneumonia lobaris). Bayi dan anak-anak gambaran
konsolidasi lobus jarang ditemukan.
b. Pneumonia streptokokus, gambagan radiologik
menunjukkan bronkopneumonia difus atau infiltrate
interstisialis. Sering disertai efudi pleura yang
berat, kadang terdapat adenopati hilus.
c. Pneumonia stapilokokus, gambaran radiologiknya
tidak khas pada permulaan penyakit. Infiltrat
mula=mula berupa bercak-bercak, kemudian memadat
dan mengenai keseluruhan lobus atau hemithoraks.
Perpadatan hemithoraks umumnya penekanan (65%), <
20% mengenai kedua paru.
J. Terapi
1. Perhatikan hidrasi.
2. Berikan cairan i.v sekaligus antibiotika bila oral
tidak memungkinkan.
3. Perhatikan volume cairan agar tidak ada kelebihan
cairan karena seleksi ADH juga akan berlebihan.
4. Setelah hidrasi cukup, turunkan ccairan i.v 50-60%
sesuai kebutuhan.
5. Disstres respirasi diatasi dengan oksidasi, konsentrasi
tergantung dengan keadaan klinis pengukuran pulse
oksimetri.
6. Pengobatan antibiotik:
a. Penisillin dan derivatnya. Biasanya penisilin S IV
50.000 unit/kg/hari atau penisilil prokain i.m
600.000 V/kali/hari atau amphisilin 1000
mg/kgBB/hari . Lama terapi 7 – 10 hari untuk kasus
yang tidak terjadi komplikasi.
b. Amoksisillin atau amoksisillin plus ampisillin.
Untuk yang resisten terhadap ampisillin.
c. Kombinasi flukosasillin dan gentamisin atau
sefalospirin generasi ketiga, misal sefatoksim.
d. Kloramfenikol atau sefalosporin. H. Influensa,
Klebsiella, P. Aeruginosa umumnya resisten terhadap
ampisillin dan derivatnya. Dapat diberi
kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari aatu sefalosporin.
e. Golongan makrolit seperti eritromisin atau
roksittromisin. Untuk pneumonia karena M.
Pneumoniae. Roksitromisin mempenetrasi jaringan
lebih baik dengan rasio konsentrasi antibiotik di
jaringan dibanding plasma lebih tinggi. Dosis 2 kali
sehari meningkatkan compliance dan efficacy.
f. Klaritromisin. Punya aktivitas 10 kali erirtomisin
terhadap C. pneumonie in vitro dan mempenetrasi
jaringan lebih baik.
K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat pasien: Panas, batuk, nasal discharge,
perubahan pola makan, kelemahan, Penyakit
respirasi sebelumnya,perawatan dirumah, penyakit
lain yangdiderita anggota keluarga di rumah
b. Pemeriksaan Fisik: Demam, dispneu, takipneu,
sianosis, penggunaan otot pernapasn tambahan,
suara nafas tambahan, rales, menaikan sel darah
putih (bakteri pneumonia), arterial blood gas, X-
Ray dada
c. Psikososial dan faktor perkembangan: Usia, tingkat
perkembangan, kemampuan memahami rasionalisasi
intervensi, pengalaman berpisah denganm orang tua,
mekanisme koping yang diapkai sebelumnya,
kebiasaan (pengalaman yang tidak menyenangkan,
waktu tidur/rutinitas pemberian pola makan, obyek
favorit)
d. Pengetahuan pasien dan keluarga: Pengalaman dengan
penyakit pernafasan, pemahaman akan kebutuhan
intervensi pada distress pernafasan, tingkat
pengetahuan kesiapan dan keinginan untuk belajar.