Anda di halaman 1dari 28

Paper ini disusun untuk memenuhi syarat pada mata kuliah

Teknologi Biomassa

ISOLASI SELULOSA LIMBAH KULIT DURIAN (Durio zibethinus)


SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETHANOL DENGAN
PENERAPAN METODE EKTRAKSI

Diusulkan oleh:

Fherycia Oktin Anggraini NPM. 061540411577


Zhelin Restiana NPM. 061540411592

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA


PALEMBANG
2017

i
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Sampul ....................................................................................................................... i
Daftar Isi...................................................................................................................................... ii
Daftar Gambar ........................................................................................................................... iii
Daftar Tabel ............................................................................................................................... iii
Kata Pengantar .......................................................................................................................... iv
Abstrak........................................................................................................................................ ..v
Bab I. Pendahuluan .................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................... 1
1.2Tujuan Penulisan ........................................................................................................ 2
1.3Manfaat yang Diharapkan ....................................................................................... 3
Bab II. Tinjauan Pustaka ........................................................................................................ 4
Bab III. Metodologi Penulisan ............................................................................................. 17
Bab IV. Pembahasan............................................................................................................... 18
Bab V. Penutup ........................................................................................................................ 21
5.1 Kesimpulan ................................................................................................................ 21
5.2 Saran ............................................................................................................................ 21
Daftar Pustaka .......................................................................................................................... 22

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Bioetanol dari Bahan Baku Gula,
Pati dan Lignoselulosa ………………………………………… 5
Gambar 2.1.2 Biomassa Lignoselulosa…………………................................... 6
Gambar 2.1.3 Struktur Dasar lignoselulosa ……………………………………………. 7
Gambar 2.2.1 Buah Durian …………………………………………………… 9
Gambar 2.3.1 Efek Pretreatment Bahan Lignoselulosa …………………………….10

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1.1 Syarat Mutu Etanol Nabati ……………………………………….. 8

iii
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa


atas karunia dan rahmat-Nya, kami dapat menyusun karya tulis ilmiah yang
berjudul “Isolasi Selulosa Limbah Kulit Durian (Durio zibethinus) Sebagai Bahan
Baku Pembuatan Bioethanol dengan Penerapan Metode Ekstraksi”.

Adapun maksud penyusunan karya tulis ini adalah untuk


Memenuhi syarat pada tugas mata kuliah Teknologi Biomassa semester gasal. Rasa
terima kasih kami tidak terkirakan kepada yang terhormat ibu Letty Trisnaliani,
S.T., M.T. selaku Dosen Pengampu, serta semua pihak yang telah mendukung
dalam penyusunan karya tulis ini.

Harapan kami bahwa karya tulis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang pentingnya meningkatkan
nilai guna limbah kulit durian melalui ekstraksi selulosa menjadi Bioethanol
sebagai alternatif energi terbaharukan

Kami menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kata sempurna
dengan keterbatasan yang kami miliki. Saran dan kritik yang membangun dari para
pembaca senantiasa kami harapkan.

Palembang, 08 November 2017

Penulis

iv
ABSTRAK

Krisis energi yang terus diperbincangkan, sejalan dengan semakin


meningkatnya kebutuhan manusia akan penggunaan bahan bakar minyak, sedangkan
persediaan minyak bumi sangat terbatas dan tidak dapat diperbaharui. Terbatasnya
persediaan minyak mengakibatkan kenaikan harga BBM yang turut diiringi dengan
meningkatnya harga bahan pokok lainnya. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan
sumber daya alternatif. Pendekatan yang memungkinkan dengan melakukan penelitian
untuk mendapatkan bahan bakar yang murah dan dapat diperbaharui, yaitu pembuatan
bioetanol dengan memanfaatkan bahan baku selulosa limbah kulit durian. Limbah kulit
durian merupakan sumber bahan organik berkadar selulosa tinggi dan tersedia
melimpah di Indonesia, sehingga limbah kulit durian berpotensi besar untuk
dimanfaatkan menjadi bioetanol. Sebagai energy alternative pengganti Bahan Bakar
Minyak (BBM), bioetanol memiliki kelebihan dibanding dengan BBM, diantaranya
memiliki kandungan oksigen yang lebih tinggi (35%) sehingga terbakar lebih
sempurna, bernilai oktan lebih tinggi (118) dan lebih ramah lingkungan karena
mengandung emisi gas CO lebih rendah 19– 25%. Karya ilmiah ini disusun dengan
metode studi literature dan pengumpulan data kepustakaan. Pembuatan limbah kulit
durian mengalami proses pre-treatment kemudian dilanjutkan dengan proses hidrolisis
untuk mengubah selulosa menjadi glukosa. Filtrat hasil proses hidrolisis yang
mengandung glukosa dilanjutkan dengan proses fermentasi dengan lama fermentasi
satu minggu. Kemudian hasil fermentasi dilanjutkan ke proses distilasi untuk
memisahkan alkohol (etanol) dalam cairan beer hasil fermentasi. Etanol yang telah
didapat kemudian di suling hingga kadarnya menjadi berkadar 99,6-99,8 % atau
disebut ethanol kering, karena pada kadar inilah etanol bisa digunakan sebagai bahan
bakar minyak.

Kata Kunci : Bioethanol, Isolasi Selulosa, Limbah Kulit Durian, Metode Ekstraksi

v
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Perkembangan teknologi dan pertumbuhan penduduk yang melaju pesat,


turut meningkatkan kebutuhan akan bahan bakar. Indonesia merupakan salah satu
Negara dengan pertumbuhan energi cukup tinggi di dunia, dengan pertumbuhan
konsumsi energi sebesar 7% per tahun, angka tersebut berada diatas pertumbuhan
energi dunia yaitu 2,6%. Konsumsi energi tersebut terbagi untuk sektor industri
(50%), transportasi (34%), rumah tangga (12%) dan komersial (4%) (ESDM,2012)
konsumsi energi tersebut ±95% dipenuhi dari bahan bakar fosil, dimana ± 50% nya
merupakan bahan bakar minyak (BBM) sedangkan cadangan BBM Indonesia sangat
terbatas, saat ini Indonesia hanya memiliki cadangan terbukti minyak 3,7 miliar barel
atau 0,3% dari cadangan terbukti dunia (Integrated Green Business,2013). Indonesia
saat ini memiliki cadangan batubara mencapai 21 miliar ton dengan produksi per tahun
353 juta ton, artinya cadangan batubara akan habis dalam waktu 59,8 tahun lagi,
cadangan gas mencapai 104,72 TSCF (triliun kaki kubik feet) dengan produksi per
tahun mencapai 3,4 juta MMSCF (juta kaki kubik feet), artinya cadangan gas Indonesia
akan habis dalam 30,8 tahun lagi. Bahkan untuk minyak bumi Indonesia, cadangan
yang dimiliki saat ini akan habis dalam waktu 12,8 tahun lagi.(BPTT.2013).

Alternatif energi terbaharukan ramah lingkungan yang dapat dikembangkan


saat ini salah satunya adalah bioethanol. Bioethanol memiliki sifat mudah terbakar
dan memiliki kalor bakar netto yang besar, yaitu kira-kira 2/3 dari kalor bakar netto
bensin. Pada suhu 25ºC dan tekanan 1 bar, kalor bakar netto etanol adalah 21,03
MJ/liter sedangkan bensin 30 MJ/liter. Etanol murni juga dapat larut sempurna dalam
bensin dalam segala perbandingan dan merupakan komponen pencampur ber-oktan
tinggi. (Nurfiana dkk, 2009). Bioetanol sebagai bahan bakar alternatif mempunyai
banyak kelebihan daripada bahan bakar fosil. Selain sebagai bahan bakar alternatif,
bioetanol juga dapat digunakan sebagai pencampur bensin dengan kadar etanol
sebesar 10% yang sering disebut gasohol E-10. Bioetanol juga digunakan didalam
dunia kesehatan sebagai antiseptik, sebagai bahan bakar roket, dan sebagai pelarut
untuk parfum ataupun industri cat. Gas buang bioethanol lebih sedikit polusinya
karena lebih banyak melepas CO2 daripada CO.

©copyright_Fherycia Oktin Anggraini dkk


Bioetanol dapat dibuat dari bahan-bahan bergula, berpati (karbohidrat),
ataupun berserat seperti singkong atau ubi kayu, tebu, nira, ubi jalar, jagung,
ganyong dan lain-lain. Hampir semua tanaman yang disebutkan diatas merupakan
tanaman yang sudah tidak asing lagi, karena mudah ditemukan dan beberapa
tanaman tersebut digunakan sebagai bahan pangan (Assegaf, 2009).
Durian ( Durio zibethinus ), merupakan salah satu jenis buah-buahan yang
produksinya melimpah. Buah durian disebut juga “The King of Fruit” sangat digemari
oleh berbagai kalangan masyarakat karena rasanya yang khas. Bagian buah yang dapat
dimakan (persentase bobot daging buah) tergolong rendah yaitu hanya 20,52%. Hal ini
berarti ada sekitar 79,48% yang merupakan bagian yang tidak termanfaatkan untuk
dikonsumsi seperti kulit dan biji durian. (Setiadi, 2007 ). Pada saat puncaknya limbah
kulit durian mencapai 100 ton per hari.
Limbah kulit durian menjadi penyebab pencemaran lingkungan terbesar pada
masa panen. Di desa Bayau kecamatan Pendopo kabupaten Empat Lawang, Sumatera
Selatan, Limbah kulit durian dibuang ke sungai “Ayek Sebalang” yang menyebabkan
berkurangnya luas sungai, mendangkalnya air sungai dan mengganggu ekosistem air
sungai, sementara sungai masih terus digunakan warga untuk kebutuhan air bersih
pada musim kemarau. Dengan teknologi saat ini, pemanfaatan limbah kulit durian
menjadi bioethanol tidak hanya menjawab krisis energi Indonesia namun juga
menyelamatkan lingkungan dari pencemaran.

1.2 Tujuan
1. Memanfaatkan limbah kulit durian sebagai bahan baku pembuatan bioethanol
yang ramah lingkungan.
2. Menambah pengetahuan pembaca mengenai proses – proses fermentasi dan
ekstraksi selulosa dari kulit durian.
3. Mengurangi ketergantungan akan pemakaian bahan bakar fosil.
4. Mengurangi emisi gas buang melalui penggunaan bioethanol yang biodegradable.

1.3 Manfaat
Bioethanol dari selulosa limbah kulit durian diharapkan dapat digunakan
sebagai salah satu penyelesaian masalah bahan bakar minyak dan pencemaran
lingkungan, untuk menambah sumber dari variasi energi terbaharukan, memperluas
2
informasi mengenai teknologi biofuel khususnya bioethanol, dan menambah informasi
bahwa limbah kulit durian masih mempunyai nilai guna sebagai bahan baku pembuatan
energi alternative yang bermutu tinggi

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BIOETHANOL

Bioethanol merupakan etanol atau alcohol yang diproduksi melalui


proses fermentasi bahan biomassa (yang mengandung gula, pati atau selulosa)
dengan bantuan mikroorganisme. Hal ini berbeda dengan etanol sintetik yang
dihasilkan dari sumber petrokimia. Etanol atau etil alcohol merupakan cairan
jernih tidak berwarna, berbau khas, mudah menguap, mempunyai titik didih
78oC dan titik beku -117oC, dan mempunyai bilangan oktan yang relative tinggi.
Adapun beberapa tanaman yang dapat dijadikan bahan baku pembuatan
bioetanol adalah :
1. Bahan bergula, substrat yang umum digunakan untuk pembuatan bioetanol
berasal dari biomassa yang mengandung gula. Kelebihan dari bahan baku
sumber gula ini yaitu dapat langsung dilakukan proses fermentasi gula
menjadi etanol, sehingga proses menjadi lebih sederhana. Bahan bergula
yang sering digunakan seperti molase (tetes tebu), nira tebu, nira kelapa,
nira aren (enau).
2. Bahan berpati, pembuatan bioetanol dengan bahan baku sumber pati
mempunyai proses yang lebih panjang dibanding dengan yang berbahan
baku sumber gula. Pati diubah dulu menjadi glukosa melalui hidrolisis asam
ataupun enzimatis untuk menghasilkan glukosa, kemudian gula
difermentasi untuk menghasilkan etanol. Tanaman yang dapat digunakan
sebagai bahan baku bioetanol dari sumber pati antara lain, ubi kayu atau
singkong, tepung sagu, biji jagung, biji shorgum, kentang, ganyong, garut
dan umbi dahlia.
3. Bahan berlignoselulosa (berserat), bahan baku sumber serat kebanyakan
berasal dari limbah pertanian. Lignoselulosa terdiri atas tiga komponen
fraksi serat, yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa inilah yang
dijadikan sumber bahan baku bioetanol dengan merubahnya terlebih dahulu
menjadi gula. Adapun yang berpotensi menjadi bahan baku sumber serat
seperti limbah logging, limbah pertanian (jerami padi, ampas tebu,tongkol
jagung, onggok), batang pisang, dan serbuk gergaji.

4
Secara umum, tahapan dalam pembuatan bioetanol memerlukan langkah
fermentasi mengubah gula menjadi etanol, serta proses distilasi untuk
memisahkan alkohol dari air. Perbedaan proses pembuatan bioetanol dari bahan baku
gula, pati dan lignoselulosa dapat dilihat pada gambar 2.1. Diagram Alir Proses
Pembuatan Bioetanol dari Bahan Baku Gula, Pati dan Lignoselulosa

Bahan
Gula Pati
Lignoselulosa

Penanakan Pengolahan
Awal

Sakarifikasi Sakarifikasi
(Hidrolisis (Hidrolisis
ringan) berat)

Fermentasi Bioetanol
alkoholik dan
Pemisahan

Stillage

5
Pemanfaatan tanaman ekonomis seperti jagung, gandum, dan tebu memiliki banyak
masalah karena persaingannya sebagai sumber bahan makanan untuk manusia, yang
mempengaruhi kelangsungan proses. Oleh karena itu, penelitian yang lebih mendalam dan
perkembangan dalam beberapa dekade terakhir lignoselulosa akan lebih banyak dijadikan
bahan baku penting dalam pembuatan etanol di masa depan. Gambar 2.1 menunjukkan bahan
lignoselulosa tersusun atas 3 polimer utama: selulosa yang disusun oleh unit-unit glukosa,
hemiselulosa disusun beberapa gula (xilosa dan arabinosa), dan lignin yang tersusun unit
fenilpropan yang terhubung dengan ikatan yang kuat.

Gambar 1.1 Biomassa Lignoselulosa

Selulosa adalah polimer glukosa rantai lurus yang berhubungan dengan rantai β (1→4)-
glikosidik, membentuk selulosa berulang dalam rantai. Fraksi selulosa dapat diubah menjadi
glukosa dengan hidrolisis enzimatik, menggunakan selulase, atau cara kimia, menggunakan
asam seperti asam sulfat, yang selanjutnya dapat difermentasikan menjadi etanol. Hemiselulosa
adalah heterosakarida yang tersusun atas heksosa (D-glukosa, D-galaktosa, dan D-mannosa),
pentosa (D-xilosa dan D-arabinosa, asam asetat, asam D-glucuronic, dan unit asam and 4-O-
methyl-D-glucuronic. Hemiselulosa umumnya diklasifikasikan sesuai gula yang hadir dalam
rantai utama polimer: xylan, glucomannan, dan galactan. Hemiselulosa pada hakekatnya
berbeda dari selulosa kelarutan yang membuatnya mudah untuk dihidrolisis daripada selulosa.
Fraksi hemiselulosa dapat dihilangkan dari lignoselulosa dengan beberapa pretreatment, seperti
hidrolisis asam dan hidrotermal, dan pembebasan gula yang sebagian besar xilosa, yang
selanjutnya dapat difermentasikan menjadi etanol .

Biomassa lignoselulosa sangat sulit untuk di biotransformasi, baik dengan mikroba


maupun enzim. Hal ini yang membatasi penggunaannya dan menghambat konversinya menjadi
produk bernilai tambah. Pada limbah lignoselulosa terdapat lignin yang berperan sebagai

6
pelindung selulosa terhadap serangan enzim pemecah selulosa. Lignin adalah makromolekul
aromatik kompleks yang terbentuk dari polimerisasi radikal tiga fenil-propan alkohol yaitu p-
coumarilic, coniferilic, dan synapilic. Komposisi kimia dan struktur yang demikian membuat
bahan yang mengandung selulosa bersifat kuat dan keras, sedangkan adanya ikatan hidrogen
menyebabkan selulosa tidak larut dalam air. Gambar 2.2 memperlihatkan struktur dasar
komponen lignoselulosa.

a.Selulosa b.Hemiselulosa

c. Lignin
Gambar 1.2 Struktur dasar lignoselulosa a.Selulosa, b.Hemiselulosa, c.Lignin

7
Melalui proses sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana),
fermentasi, dan distilasi, bahan-bahan tersebut dapat dikonversi menjadi bahan bakar bioetanol.
Berikut ini Standar Nasional Indonesia untuk etanol nabati diperlihatkan dalam tabel
2.1

Tabel 2.1 Syarat Mutu Etanol Nabati [13]


No. Uraian PersyaratanMutu
Satuan Mutu 1 Mutu 2 Mutu 3
o
1. Kadar etanol pada 15 C % v/v Min. 96,3 Min. 96,1 Min. 95,0
% b/b Min. 94,4 Min. 94,1 Min. 92,5
2. Bahan yang dioksidasikan menit Min. 30 Min. 15 -
pada 15oC (waktu uji
permanganat)
3. Minyak fusel mg/L Maks. 4 Maks. 15 -
4. Aldehid (sebagai mg/L Maks. 4 Maks. 10 -
asetaldehid)
5. Keasaman (sebagaiasam mg/L Maks. 20 Maks. 30 Maks. 60
asetat)
6. Sisa penguapan maksimum mg/L Maks. 25 Maks. 25 Maks. 50
7. Metanol mg/L Maks. 10 Maks. 30 Maks. 100

Bioetanol biasanya dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat minuman


keras, untuk keperluan medis, sebagai zat pelarut, dan yang sedang popular saat ini
adalah pemanfaatan bioetanol sebagai bahan bakar alternatif. Banyak sekali
keuntungan penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar alternatif pengganti minyak
bumi. Faktor utama yang menjadi pertimbangan adalah biomassa yang menjadi
bahan baku produksi bioetanol merupakan sumber energi terbarukan (renewable
resources). Selain itu, penggunaan bahan bakar etanol dapat dikatakan tidak
memberikan tambahan netto karbondioksida pada lingkungan karena CO2 yang
dihasilkan dari pembakaran etanol diserap kembali oleh tumbuhan dan dengan
bantuan sinar matahari digunakan dalam proses fotosintesis. Pertimbangan ketiga
adalah sebagai bahan bakar, bioetanol memiliki nilai oktan yang tinggi sehingga
dapat digunakan sebagai bahan peningkat oktan (octaneenhancer), menggantikan
penggunaan senyawa eter dan logam berat seperti Pb sebagai “anti- knocking
agent” yang memiliki dampak buruk bagi lingkungan. Dengan nilai oktan yang
tinggi, proses pembakaran menjadi lebih sempurna dan emisi gas buang hasil
pembakaran dalam mesin kendaraan bermotor menjadi lebih baik [12].

8
2.2 Kulit Durian
Buah Durian (Durio zibethinus) merupakan buah tropika yang banyak tumbuh
di Asia Tenggara seperti Indonesia, Thailand, Malaysia dan lain-lain. Ciri buahnya,
bentuknya besar, bulat/oval dengan aroma rasa, baunya khas dan menjadi buah
primadona yang banyak disukai masyarakat Indonesia, tak terkecuali
masyarakat Medan dan sekitarnya. Kandungan daging buah durian merupakan 20-
35% dari berat buah, sedangkan bijinya 5-15%, sisanya berupa kulit 60-75%.
Gambar buah durian ditampilkan pada gambar 2.2 terlihat bahwa kandungan kulit
dari buah durian merupakan bagian terbesar dari buah durian.

Gambar 2.1 Buah Durian

Bagian buah yang dapat dimakan (persentase bobot daging buah) tergolong

rendah yaitu hanya 20,52%. Hal ini berarti ada sekitar 79,48% yang merupakan

bagian yang tidak termanfaatkan untuk dikonsumsi seperti kulit dan biji

durian. (Setiadi, 2007 ). Pada saat puncaknya limbah kulit durian mencapai 100 ton

per hari. Dari literatur, dapat dihitung jumlah kulit durian yang diproduksi setiap

panennya adalah sebesar 376.656,15 ton/tahun. Untuk itu diperlukan pemikiran lebih

lanjut untuk mengatasi masalah volume sampah kulit durian yang tinggi dengan

meningkatkan nilai tambah bagi sampah kulit durian sehingga dapat

termanfaatkan. Kulit durian secara proporsional mengandung unsur selulose yang

tinggi (50-60 %) dan kandungan lignin (5 persen) serta kandungan pati yang rendah

(5 persen) sehingga dapat diindikasikan bahan tersebut bisa digunakan sebagai

campuran bahan baku papan olahan serta produk lainnya yang dimampatkan. Nilai

keteguhan lengkung (Modulus of Elastisity) produk papan partikel dari limbah kulit

9
durian yang menggunakan perekat mineral (semen) adalah sebesar 360 kg/cm2

dengan nilai keteguhan patah (Modulus of Rupture) sebesar 543 kg/cm2.

2.3 PROSES PEMBUATAN BIOETHANOL

Pembuatan bioethanol pada karya tulis ini berfokus pada bahan lignoselulosa.
Dengan tujuan untuk memproduksi etanol dari bahan lignoselulosa, kita harus

a. membuka ikatan lignoselulosa untuk mengakses rantai polimer selulosa dan


hemiselulosa dengan proses pendahuluan,

b. menghidrolisis polimer untuk mencapai monomer larutan gula,

c. fermentasi gula menjadi larutan etanol (bubur) dengan mikroorganisme, dan

d. memurnikan etanol dengan distilasi

2.3.1 Proses Pendahuluan (Pretreatment)

Serat-serat selulosa melekat diantara campuran dari hemiselulosa dan


lignin, maka dari itu untuk mengurai lignoselulosa diperlukan suatu teknologi
pretreatment. Tanpa adanya metode pendahuluan, konversi selulosa menjadi
gula sangatlah lambat, karena selulosa dilindungi dengan baik oleh matriks
lignin dan hemiselulosa dalam makrofibril.

Gambar 2.3.1 Efek Pretreatment Bahan Lignoselulosa

Proses pendahuluan lignoselulosa bertujuan untuk mengacaukan struktur


kristalin dari makro dan mikrofibril, untuk membebaskan rantai polimer
selulosa dan hemiselulosa, dan/atau memodifikasi pori di material

10
10
untuk memudahkan enzim masuk kedalam serat untuk membuatnya dapat
menerima reaksi hidrolisis enzimatik. Biomassa lignoselulotik tidak mudah
diserang enzim. Metode pendahuluan yang tepat dapat meningkatkan
konsentrasi gula yang terfermentasi setelah sakarifikasi enzimatik, dengan
demikian meningkatkan efisiensi keseluruhan proses.

Idealnya, metode pendahuluan biomassa lignoselulosa harus


(1)meningkatkan akses area permukaan dan dekristalisasi selulosa,
(2)depolimerisasi parsial selulosa, (3)melarutkan hemiselulosa dan/atau lignin,
(4)memodifikasi struktur lignin, (5)memaksimalkan pencernaan enzimatik
bahan pendahuluan, (6)minimalisasi kehilangan gula, (7)minimalisasi modal
dan biaya operasi [10].

Perlakuan pendahuluan dapat dilakukan secara fisika, fisiko-kimia,


kimia, biologis, maupun kombinasi dari cara –cara tersebut :

1. Perlakuan pendahuluan secara fisika antara lain berupa pencacahan secara


mekanik, penggilingan, dan penepungan untuk memperkecil ukuran bahan dan
mengurangi kristalinitas selulosa

2. Perlakuan pendahuluan secara fisikokimia antara lain steam explosion,


ammonia fiberexplosion (AFEX), dan CO2 explosion. Pada metode ini, partikel
biomassa dipaparkan pada suhu dan tekanan tinggi, kemudian tekanannya
diturunkan secara cepat sehingga bahan mengalami dekompresi eksplosif

3. Perlakuan pendahuluan secara kimia, diantaranya ozonolisis, hidrolisis asam,


hidrolsis alkali, delignifikasi oksidatif, proses organosolv.
4. Perlakuan secara biologis. Pada metode ini, digunakaan mikroorganisme
jamur pelapuk coklat, jamur pelapuk putih, dan jamur pelunak untuk
mendegradasi lignin dan hemiselulosa yang berada dalam bahan lignoselulosa.

11
11
Penggunaan metode pretreatment secara mekanis seperti penggilingan dapat
meningkatkan terhidrolisisnya lignoselulosa sebesar 5% - 25%. Pretreatment secara
kimiawi pada umumnya menggunakan asam, basa atau pelarut organik. Tujuan utama
dari pretreatment secara kimiawi adalah untuk menghilangkan lignin dari serat
komplek lignoselulosa pada dinding sel tanaman dan untuk memisahkan serat dari
bagian tengah lapisan tipis tanpa menyebabkan kerusakan mekanis pada dinding sel
tanaman. Basa yang sering digunakan untuk pretreatment secara kimiawi adalah
NaOH dan Ca(OH)2.

Sebuah metode pendahuluan yang efisien harus menawarkan sebanyak


mungkin gula dengan minimum pembentukan inhibitor. Lebih lanjut, harus dipahami
bahwa pemilihan metode pendahuluan harus sesuai dengan metode hidrolisis. Sebagai
contoh, jika digunakan hidrolisis asam, metode pendahuluan dengan alkali mungkin
tidak menguntungkan.

Dibandingkan dengan bahan lignoselulosa lain yang banyak tersedia sebagai


hasil samping industri pertanian dan perkebunan, misalnya jerami padi dan tandan
kosong kelapa sawit, Ampas tebu memiliki kelebihan, terutama dalam hal bentuk dan
ukuran bahan. Ampas tebu dari pabrik gula sudah merupakan hasil partikel kecil yang
tidak lagi memerlukan proses perlakuan pendahuluan secara berupa pencacahan atau
penggilingan untuk memperkecil ukuran bahan. Ampas tebu dapat langsung diberi
perlakuan pendahuluan lanjutan untuk mendegradasi lignin dalam bahan.

2.3.2 Proses Hidrolisis

Metode yang dapat digunakan untuk mendegradasi komponen penyusun


biomassa adalah proses hidrolisis. Sejauh ini telah dikenal beberapa jenis proses
hidrolisis, antara lain hidrolisis dengan enzim, hidrolisis ozon, hidrolisis dengan
menggunakan asam, hidrolisis dengan menggunakan basa, serta hidrolisis termal.

Pada hidrolisis termal digunakan medium pemanas berupa air. Dengan


penggunaan medium air tadi maka korosi terhadap perangkat hidrolisis lebih dapat
diminimalisasi dibandingkan dengan penggunaan asam. Jenis hidrolisis ini juga
hanya sedikit menghasilkan produk samping yang tidak diinginkan serta limbah yang

12
12
dihasilkan bersifat ramah lingkungan. Keunggulan dari hidrolisis termal
dibandingkan dengan jenis hidrolisis lain adalah proses hidrolisis dengan perlakuan
panas tidak memerlukan tahap lebih lanjut seperti tahap pemurnian, tidak perlu
dilakukan penyesuaian pH, maupun penggunaan katalis. Alasan itulah yang
mendukung penggunaan hidrolisis termal dalam upaya produksi bioethanol. Untuk

temperatur dibawah 100 oC, tidak ada pengaruh hidrolitik pada material, dimana

diatas 220 oC terjadi degradasi selulosa. Diantara 240-250 oC, reaksi pirolisis menjadi
penting. Selama hidrolisis tidak hanya gula yang terbentuk, tetapi juga inhibitor.
Contohnya : furfural, 5-hidroksimetil furfural (HMF), asam karboksilat, dan senyawa
fenol.

2.3.3 Fermentasi
Pada proses ini, gula-gula sederhana yang terbentuk difermentasi menjadi
etanol dengan bantuan khamir seperti Saccharomyces cerevisiae. Fermentasi
biasanya dilakukan pada suhu 30oC, pH 5, dan sedikit anaerobik. Pada proses
fermentasi glukosa, satu molekul glukosa menghasilkan dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida (CO2).

C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses hidrolisis dan fermentasi ini akan sangat efisien dan efektif jika
dilaksanakan secara berkelanjutan tanpa melalui tenggang waktu yang lama, hal ini
yang sering dikenal dengan istilah Simultaneous Sacharificatian dan Fermentation
(SSF). SSF pertama kali dikenalkan oleh Takagi et al, 1977, yaitu kombinasi antara
hidrolisis menggunakan enzim selulase dan yeast S. cerevisiae untuk fermentasi gula
menjadi etanol secara simultan. Proses SSF sebenarnya hampir sama dengan dengan
proses yang terpisah antara hidrolisis dengan enzim dan proses fermentasi, hanya
dalam proses SSF hidrolisis dan fermentasi dilakukan dalam satu reaktor [39].

Keuntungan dari proses ini adalah polisakarida yang terkonversi menjadi


monosakarida tidak kembali menjadi polisarida karena monosakarida langsung
difermentasi menjadi etanol. Selain itu dengan menggunakan satu reaktor dalam
prosesnya akan mengurangi biaya peralatan yang digunakan .

13
13
Perbedaaan antara proses SHF dan SFF adalah proses Separate-Hydrolysis-
Fermentation (SHF) merupakan proses pembuatan etanol dimana tahap hidrolisis dan
tahap fermentasi berlangsung terpisah. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan
pengontrolan terhadap tiap tahap, agar tercapai hasil yang diinginkan. Reaksi-reaksi
lain yang dapat diintegrasikan adalah fermentasi heksosa dan pentosa yan disebut co-
fermentation (CF), reaksi sakarifikasi, fermentsi heksosa dan pentosa yang disebut
simultaneous saccharification and co-fermentation (SSCF) serat reaksi SSCF
ditambah dengan produksi selulase yang disebut consolidated bioprocessing (CBP).
Diantara keempat proses integrasi reaksi tersebut, proses SSF adalah yang paling
banyak dilakukan.

2.3.4 Distilasi
Proses distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari larutan hasil
fermentasi dengan cara memanaskan larutan tersebut dengan menjaga suhu
pemanasan pada titik didih etanol yaitu 78ºC, sehingga etanol lebih dahulu menguap
dan penguapan tersebut dialirkan pada pipa, terkondensasi dan kembali lagi menjadi
etanol cair.

Terdapat dua tipe proses destilasi yang banyak diaplikasikan, yaitu


continuous-feeddistillation column system dan pot-type distillation system. Selain tipe
tersebut, dikenal juga tipe destilasi vakum yang menggunakan tekanan rendah dan
suhu yang lebih rendah untuk menghasilkan konsentrasi alkohol yang lebih tinggi.
Tekanan yang digunakan untuk destilasi adalah 42 mmHg atau 0.88 psi. Dengan
tekanan tersebut, suhu yang digunakan pada bagian bawah kolom adalah

35oC dan 20oC di bagian atas.

2.4 HAL-HAL YANG MEMPENGARUHI FERMENTASI

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi untuk menghasilkan


etanol adalah: sumber karbon, gas karbondioksida, pH substrat, nutrien, temperatur,
dan oksigen.

14
14
2.4.1 pH
pH dari media sangat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Setiap
mikroorganisme mempunyai pH minimal, maksimal, dan optimal untuk
pertumbuhannya. Untuk yeast, pH optimal untuk pertumbuhannya ialah berkisar
antara 4,0 sampai 4,5. Pada pH 3,0 atau lebih rendah lagi fermentasi alkohol akan
berjalan dengan lambat

2.4.2 Nutrien
Dalam pertumbuhannya mikroba memerlukan nutrient. Nutrien yang
dibutuhkan digolongkan menjadi dua yaitu nutrien makro dan nutrien mikro. Nutrien
makro meliputi unsur C, N, P, K. Unsur C didapat dari substrat yang mengandung
karbohidrat, unsur N didapat dari penambahan urea, sedang unsur P dan K dari pupuk
NPK. Unsur mikro meliputi vitamin dan mineral-mineral lain yang disebut trace
element seperti Ca, Mg, Na, S, Cl, Fe, Mn, Cu, Co, Bo, Zn, Mo, dan Al.

2.4.3 Temperatur
Mikroorganisme mempunyai temperatur maksimal, optimal, dan minimal
untuk pertumbuhannya. Temperatur optimal untuk yeast berkisar antara 25-30 oC dan
temperatur maksimal antara 35-47 oC. Beberapa jenis yeast dapat hidup pada suhu
0oC. Temperatur selama fermentasi perlu mendapatkan perhatian, karena di samping
temperatur mempunyai efek yang langsung terhadap pertumbuhan yeast juga
mempengaruhi komposisi produk akhir. Pada temperatur yang terlalu tinggi akan
menonaktifkan yeast. Pada temperatur yang terlalu rendah yeast akan menjadi tidak
aktif. Selama proses fermentasi akan terjadi pembebasan panas sehingga akan lebih
baik apabila pada tangki fermentasi dilengkapi dengan unit pendingin

2.4.4 Oksigen
Berdasarkan kemampuannya untuk mempergunakan oksigen bebas,
mikroorganisme dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: aerob apabila untuk
pertumbuhannya mikroorganisme memerlukan oksigen, anaerob apabila
mikroorganisme akan tumbuh dengan baik pada keadaan tanpa oksigen, dan fakultatif
apabila dapat tumbuh dengan baik pada keadaan ada oksigen bebas maupun tidak ada
oksigen bebas. Sebagian besar yeast merupakan mikroorganisme

15
15
aerob. Yeast dari kultur yang memakai aerob akan menghasilkan alkohol dalam
jumlah yang lebih besar apabila dibandingkan dengan yeast kultur yang tanpa aerasi.
Akan tetapi efek ini tergantung yeast yang dipergunakan.

2.4.5 Lama Fermentasi


Waktu yang dibutuhkan dalam proses fermentasi adalah 2 - 3 hari. Waktu
yang sesuai akan menghasilkan bioethanol yang optimum. Semakin lama fermentasi
kadar alkohol yang dihasilkan akan optimum dan akhirnya akan menurun. Hal ini
karena kadar bioethanol dipengaruhi oleh waktu fermentasi. Pada tahap awal sel
khamir mulai memasuki fase eksponensial dimana etanol sebagai metabolit primer
dihasilkan, sedangkan tahap selanjutnya sel khamir mulai memasuki fase stasioner
dan kematian sehingga alkohol yang dihasilkan menurun

2.5. RAGI
Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk
menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya. Ragi adalah
anggota dari keluarga jamur bersel satu. Ragi roti serta ragi bir termasuk species
Saccharomyces cerevisiae. Saccharomyces cerevisiae efisien mengubah glukosa dan
mannosa menjadi etanol, tetapi tidak dapat mengubah xilosa menjadi etanol.

16
16
BAB III METODOLOGI

PENULISAN

Metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah studi literatur yakni
mengumpulkan data yang diperlukan dari bahan-bahan referensi seperti jurnal, makalah dan
buku yang bersangkutan dengan topik yang akan dibahas oleh penulis serta tambahan bahan
dari internet.

17
17
BAB IV
PEMBAHASAN
Limbah kulit durian sangat berlimpah di Indonesia, menurut hasil penelitian buah
durian terdiri dari 20-35% daging, 60-75% kulit, dan 5-15% biji yang belum termanfaatkan
secara maksimalkan, terutama kulit durian yang masih banyak menjadi sampah. Buah durian
menempati posisi ke-4 dengan produksi tertinggi setiap tahunnya di Indonesia, yaitu kurang
lebih sekitar 700 ribu ton per tahun. Jadi terdapat sekitar 420-525 ribu ton limbah kulit durian
pertahunnya. Hasil penelitian (Hatta, 2007) menunjukkan bahwa kulit durian mengandung
unsur selulosa yang tinggi (50-60%) dan kandungan lignin (5%) serta kandungan pati yang
rendah. Kandungan selulosa yang tinggi pada kulit durian dapat digunakan sebagai bahan
baku pembuatan etanol dengan cara fermentasi, sebelum dilakukan pembuatan etanol maka
perlu dilakukan isolasi untuk mendapatkan selulosa murni dari kulit durian.
ISOLASI SELULOSA DARI KULIT DURIAN
Untuk mendapatkan selulosa murni dari kulit durian, kulit durian harus dibersihkan
dan dipotong kecil-kecil dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 60oC selama 3 jam, lalu
dihaluskan dan diayak hingga terbentuk tepung kulit durian. Kemudian, tepung kulit durian
tersebut akan diproses lebih lanjut dengan proses pretreatment. Proses pretreatment ini
bertujuan untuk mengubah struktur lignoselulosa agar lebih mudah diakses oleh enzim yang
mengubah polimer karbohidrat (selulosa dan hemiselulosa) menjadi gula yang dapat
difermentasi (fermentable sugar) atau dapat disingkat juga bahwa tujuan dari pretreatment
ini adalah untuk memecah struktur lignoselulosanya, sehingga dapat dihidrolisis menjadi
monosakarida (Fitria Merina, 2012).
Proses pretreatment ini terbagi menjadi beberapa tahap yaitu, dewaxing,
delignifikasi, penghilangan kadar hemiseluosa, serta tahap bleaching. Dewaxing adalah
proses menghilangkan zat lilin yang ada pada serat selulosa. Proses dewaxing ini dilakukan
melalui pemanasan dengan menggunakan soxhlet. Prinsip dari pemanasan dengan soxhlet ini
adalah pengesktrakan suatu senyawa dengan menggunakan pelarut metil-etil keton sehingga
terjadi ekstraksi yang kontinyu. Kemudian pelarut akan bercampur dengan sampel dan
memisahkan zat lilin dari serat selulosa.

Larutan hasil dewaxing berwarna kecoklatan, hal ini dikarenakan adanya lignin yang
menyebabkan warna menjadi kecoklatan sehingga perlu adanya pemisahan melalui
pemutihan (bleaching). Proses bleaching ini dilakukan dengan menggunakan bahan kimia
Hidrogen Peroksida (H2O2), Sodium Chlorite (NaClO2), dan Hidroclouric Acid (HCl)
dengan kondisi 3% berat pada pH asam. Keadaan asam diperoleh dengan meneteskan
beberapa tetes asam asetat (asetic acid) ke dalam larutan sampel sehingga, pada proses ini
tujuannya adalah untuk melarutkan sisa senyawa lignin yang dapat menyebabkan perubahan
warna dengan cara mendegradasi rantai lignin yang panjang oleh bahan kimia pemutih
menjadi rantai-rantai lignin yang pendek, sehingga lignin dapat larut pada saat pencucian
dalam air atau alkali (Fengel, 1995).

18
18
Delignifikasi adalah proses pembebasan lignin dari suatu senyawa kompleks. Proses
ini penting dilakukan sebelum hidrolisis bahan selulotik, sebab lignin dapat menghambat
penetrasi asam atau enzim sebelum hidrolisis berlangsung. Lignin pada selulosa dihilangkan
dengan cara merendam sampel pada waterbath dengan menggunakan larutan asam. Ada
beberapa larutan yang dapat digunakan untuk proses ini yaitu larutan NaClO2, H2O2, dan
HCl. Proses delignifikasi paling baik dilakukan dengan menggunakan larutan NaClO2 dan
dilakukan pada suhu 80oC selama kurang lebih 3 jam (Rizky Dirga, 2012).
Penghilangan kadar hemiselulosa dilakukan dengan cara mencampurkan sampel yang
telah didelignifikasi dengan NaOH kemudian direndam di waterbath pada 60oC selama
4 jam. Setelah 4 jam larutan di saring menggunakan pompa vakum untuk memisahkan
suspensi dari cairan dan dibilas lagi dengan air distilasi. Lalu, larutan yang diperoleh
digunakan untuk tahap berikutnya. Proses penghilangan kadar hemiselulosa ini bertujuan
karena hemiselulosa dapat menghambat penetrasi asam atau enzim sebelum hidrolisis
berlangsung, sama seperti lignin.
HIDROLISIS SELULOSA MENJADI GLUKOSA
Selulosa yang telah didapatkan dari proses sebelumnya, kemudian dihidrolisis untuk
menghasilkan glukosa. Hidrolisis adalah proses pemecahan polisakarida di dalam biomassa
lignoselulosa. Proses hidrolisisnya yaitu secara biologi dan terdiri dari 2 tahap yaitu
likuifikasi dan sakarifikasi, dengan menggunakan mikroba jamur aspergillus niger dan
saccharomyces cerevisiae, jamur aspergillus niger ini digunakan pada tahap likuifikasi dan
saccharomyces cerevisiae ini digunakan pada tahap sakarifikasi. Jamur A. niger
menghasilkan enzim α-amilase dan glukoamilase yang mampu menghidrolisis pati. Enzim
α-amilase mampu memutus ikatan α-1,4 glikosida secara acak di bagian dalam pati. Akibat
dari aktivitas tersebut, rantai pati terputus-putus menjadi maltosa, maltotriosa, glukosa dan
dekstrin. Sedangkan enzim glukoamilase akan memecah ikatan α-1,4 maupun α-1,6 glikosida
pada molekul pati menjadi gula reduksi. Ragi S. cerevisiae juga menghasilkan enzim
glukoamilase, agar dihasilkan gula reduksi yang lebih banyak. Selain menghasilkan enzim
α-amilase dan glukoamilase, A. niger juga menghasilkan enzim selulase. Enzim ini
menghidrolisis acak dari ikatan β-1,4 glikosida dari selulosa. Proses hidrolisis merupakan
langkah selanjutnya untuk memecah struktur polisakarida menjadi monosakarida. Selulosa
merupakan komponen terbesar dari kulit durian. Rantai selulosa yang terhidrolisis akan
menghasilkan disakarida selobiosa. Selanjutnya selobiosa yang terhidrolisis lebih lanjut akan
menghasilkan glukosa. Selobiosa merupakan disakarida yang tersusun dari dua unit
monomer glukosa. Selobiosa diperoleh dari hidrolisis parsial selulosa. Hemiselulosa
merupakan heteropolimer yang tersusun dari monomer karbohidrat yang bermacam-macam.
Hemiselulosa tersusun dari galaktosa, glukosa, arabinosa, sedikit rhamnosa, asam
glukoronik, asam metil glukoronik dan asam galakturonik. Hemiselulosa mempunyai
struktur acak dan amorf sehingga lebih mudah dihidrolisis.

19
19
FERMENTASI GLUKOSA MENJADI ETANOL
Glukosa dari hasil proses hidrolisis, selanjutnya di fermentasi. Fermentasi merupakan
proses produksi energi dari mikroorganisme dalam kondisi anaerobik (tanpa udara). Glukosa
tersebut difermentasi dengan mikroorganisme yaitu, Saccharomyces cerevisiae. Suhu yang
baik untuk proses fermentasi berkisar antara 25-30°C. Derajat keasaman (pH) optimum untuk
proses fermentasi sama dengan pH optimum untuk proses pertumbuhan mikroorganisme
yaitu pH 4,0-4,5. (Rizani, 2000). Fardiaz (1992), fermentasi etanol meliputi dua tahap yaitu:
1. Pemecahan rantai karbon dari glukosa dan pelepasan paling sedikit dua pasang atom
hidrogen melalui jalur EMP (Embden-Meyerhoff-Parnas), menghasilkan senyawa
karbon lainnya yang lebih teroksidasi daripada glukosa.
2. Senyawa yang teroksidasi tersebut direduksi kembali oleh atom hidrogen yang
dilepaskan dalam tahap pertama, membentuk senyawa-senyawa hasil fermentasi
yaitu etanol.
Selama proses fermentasi terjadi konsumsi glukosa oleh Saccharomyces cerevisiae
sehingga kemungkinan kadar glukosa berkurang sesuai dengan bertambahnya waktu
fermentasi. Akibat bertambahnya waktu fermentasi maka aktivitas mikroorganisme menurun
sesuai dengan berkurangnya substrat dan nutrien yang tersedia. Penurunan aktivitas
mikroorganisme ini akan mengurangi jumlah asam organik yang terbentuk sebagai hasil
samping dalam pembuatan bioetanol. Reaksi kimia dan enzimatis yang terjadi selama proses
fermentasi adalah sebaga berikut:
1. Gula (C6H12O6) → asam piruvat (glikolisis)
2. Dekarboksilasi asam piruvat : Asam piruvat → asetaldehid + CO2 + piruvat
dehidrogenase (CH3CHO)
3. Asetaldehid diubah menjadi alkohol (ethanol)
2CH3CHO + 2NADH → 2C2H5OH (ethanol) + 2NAD
Persamaan reaksi tersebut dapat disingkat menjadi:
C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2NADH + Energi

DISTILASI
Hasil dari fermentasi yang berupa cairan beer kemudian dilakukan proses distilasi
untuk memisahkan etanol dari cairan beer hasil fermentasi. Proses distilasi menggunakan air,
dan suhu yang dipakai adalah 78oC (setara dengan titik didih etanol), maka etanol akan
menguap lebih dulu daripada air yang memiliki titik didih 95oC. Distilat dari proses tersebut
yang merupakan etanol.

20
20
BAB V
PENUTUP

KESIMPULAN

- Pemanfaatan limbah kulit durian menjadi bahan baku pembuatan bioetanol


sebagai sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan dapat diperbaharui.
- Pembuatan bioetanol dari limbah kulit durian melalui metode ekstraksi,
hidrolisis, fermentasi, dan distilasi.
- Solusi dari krisisnya sumber energi (bahan bakar fosil) saat ini, adalah dengan
menggunakan bahan bakar alternatif, contohnya pemanfaatan bioetanol dari
limbah kulit durian.
- Penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar dapat mengurangi penggunaan bahan
bakar fosil dan juga mengurangi polusi udara (global warming), karena emisi gas
dari etanol lebih ramah lingkungan dibanding bahan bakar fosil, karena CO2 yang
dihasilkan dari pembakaran etanol diserap kembali oleh tumbuhan dan dengan
bantuan sinar matahari digunakan dalam proses fotosintesis.
- Bioethanol sebagai bahan bakar memiliki nilai oktan yang tinggi sehingga dapat
digunakan sebagai bahan peningkat oktan (octaneenhancer), menggantikan
penggunaan senyawa eter dan logam berat seperti Pb sebagai “anti- knocking
agent” yang memiliki dampak buruk bagi lingkungan.

SARAN
- Pemanfaatan limbah secara maksimal untuk menjadikannya produk energi non-
konvensional.
- Meningkatkan mutu limbah untuk mengurangi pencemaran lingkungan melalui
pengolahan secara fisika dan kimia.

21
21
DAFTAR PUSTAKA
Harya Putera, R.D. (2012). “Ekstraksi Serat Selulosa dari Tanaman Eceng Gondok
(Eichornia Crassipes) dengan Variasi Pelarut”. 13,21,29.
Merina, F. (2011). “Produksi Bioethanol dari Eceng Gondok (Eichornia Crassipes) dengan
Zymomonas Mobilis dan Saccharomyces cerevisae”. 2-4.
Wayan Gunam, I.B. (2010). “Pengaruh Perlakuan Delignifikasi dengan Larutan NaOH dan
Konsentrasi Substrat Jerami Padi terhadap Produksi Enzim Selulase dari Aspergillus
niger”. 57.
Fengel, W.G, (1995). Kayu. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
Azizah, N. (2011). “Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Kadar Alkohol, pH, dan Produksi
Gas pada Proses Fermentasi Bioethanol dari Whey dengan Substitusi Kulit Nanas. 75.

22
22
23
23

Anda mungkin juga menyukai