Anda di halaman 1dari 29

CASE REPORT

PENYAKIT JANTUNG REMATIK

Disusun Oleh:
Prayzilia Olivia Marampe
1261050267

Dokter Pembimbing
dr. Tri Yanti Rahayuningsih, Sp.A(K)

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 7 MEI – 21 JULI 2018
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan Judul


“PENYAKIT JANTUNG REMATIK”
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk
menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak
Periode 7 Mei – 21 Juli 2018

Bekasi, Juni 2018


Pembimbing

dr. Tri Yanti Rahayuningsih, SpA(K)

2
BAB I

PENDAHULUAN

Demam reumatik merupakan penyakit inflamasi dan bersifat sistemik yang


disebabkan oleh infeksi pada tenggorokan oleh kuman beta Streptococcus grup A.
Manifestasi klinis yang berat yaitu pada jantung yang terutama mengenai katup mitral
dan aorta, yang dapat berlangsung kronis dan menimbulkan kesakitan dan kematian. 1,2

Demam reumatik ialah sindrom klinis sebagai akibat dari infeksi beta
Streptococcus hemolyticus grup A, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis
migrans akut, karditis, korea minor, nodul subkutan dan eritema marginatum. 3Diseluruh
dunia, terdapat 15 juta kasus penyakit jantung reumatik, dengan 282000 kasus baru dan
233000 kasus kematian akibat penyakit ini. 4

Dasar kelainan patologi demam reumatik ialah reaksi inflamasi eksudatif dan
proliferatif jaringan mesenkim. Kelainan menetap hanya pada jantung. Sedangkan organ
lain seperti sendi, paru, pembuluh darah, jaringan otak dan lain-lain dapat terkena namun
selalu reversibel.3

3
BAB II
LAPORAN KASUS

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
RS PENDIDIKAN : RSUD KOTA BEKASI

STATUS PASIEN
Nama Mahasiswa : Prayzilia Olivia M Pembimbing : dr. Tri Yanti, Sp.A(K)
NIM : 1261050267 Tanda tangan :

2.1 IDENTITAS
Data Pasien Ayah Ibu
Nama An. D Tn. B Ny. A
Umur 3 tahun Tahun tahun
Jenis Kelamin Laki-laki Laki laki Perempuan
Alamat
Agama Islam Islam Islam
Suku bangsa Indonesia
Pendidikan TK SLTA SLTP
Pekerjaan - Pegawai Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk RS 24 Mei 2018 - -
(IGD)

2.2. ANAMNESIS
Dilakukan secara auto dan alloanamnesis di ruang rawat inap Melati.
2.2.1 KELUHAN UTAMA
Pasien datang dengan keluhan sesak sejak 3 hari SMRS.
2.2.2 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Seorang anak perempuan berumur 12 tahun datang ke IGD RSUD Kota Bekasi
diantar oleh keluarganya dengan keluhan sesak sejak 3 hari SMRS. Sesak dirasakan terus
menerus dan dirasakan semakin parah sampai mengganggu tidur pasien. Keluhan disertai
dengan nyeri pada dada kiri (+), keringat dingin (+), mual(+). Muntah (-), demam(-), dan

4
nafsu makan menurun (+). Pasien sudah pernah control ke poli anak RSUD Bekasi dan
disarankan untuk melakukan pemeriksaan echocardiography namun pasien belum
melakukan pemeriksaan tersebut.
2.2.3 RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.
2.2.4 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan serupa.

2.2.5 RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN


Morbiditas kehamilan Tidak ada
KEHAMILAN Perawatan antenatal Rutin periksa kehamilan ke
bidan
KELAHIRAN Tempat persalinan Bidan
Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Partus Normal
Masa gestasi Cukup bulan
Keadaan bayi Berat Lahir 3000 gram
Panjang badan 46 cm

Nilai APGAR : Tidak ada data

Kesimpulan riwayat kehamilan/kelahiran: Pasien lahir secara spontan normal, dengan


usia gestasi cukup bulan, berat badan lahir 3000 gram, dan panjang badan 46 cm. Tidak
ada kelainan atau penyakit yang membutuhkan perawatan di Rumah Sakit.

2.2.6 RIWAYAT IMUNISASI


Vaksin Dasar ( umur )
BCG 2 bulan X X
DPT / PT 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Campak 9 bulan X X
Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan

5
Kesimpulan riwayat imunisasi : imunisasi dasar lengkap.
2.2.7 RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi I : umur 7 bulan (Normal: 5-9 bulan)
Gangguan perkembangan mental :-
Psikomotor
Tengkurap : 3 bulan (Normal: 3-4 bulan)
Duduk : 7 bulan (Normal: 7-9 bulan)
Berdiri : 10 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan : 13 bulan (Normal: 12-18 bulan)
Bicara : 11 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Sekarang pasien tidak ada masalah dalam interaksi sosial.
Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan: Tidak ada tanda-tanda
perlambatan dari perkembangan pasien.

2.2.8 RIWAYAT MAKANAN


Umur
ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
(bulan)
0–2 ASI - - -
2–4 ASI - - -
5–6 ASI + + -
7 – 12 ASI + Susu Formula + PASI + + +
Kesimpulan riwayat makanan: pasien mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan,
tidak ada kesulitan makan dan pasien telah diberikan susu formula dan makanan
pendamping asi sejak usia 7 bulan.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 2 Juni 2018)

2.3.1 KEADAAN UMUM


Kesan Sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Kesan Gizi : Buruk
Keadaan lain : anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (-)
Data Antropometri

6
Berat Badan sekarang : 24 kg
Tinggi Badan : 147 cm
Status Gizi
- BB/U : 24/42x100% =57,14%
- TB/U : 147/151x100% = 97,35%
- BB/TB : 24/40x100% = 60%
Berdasarkan standar baku CDC gizi anak termasuk dalam gizi buruk.

2.3.2 TANDA VITAL

Tekanan Darah : 130/75 mmHg


Nadi : 116 x / menit
Nafas : 36 x /menit
Suhu : 36,4°C
2.3.3 STATUS GENERALIS:
 Kepala : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata
Mata Edema palpebra (-/-) konjungtiva anemis (+/+)
sklera ikterik (-/-) pupil bulat isokor
Hidung Nafas cuping hidung (+) septum deviasi (-)
deformitas (-) sekret (-)
Telinga Sekret (-)
Mulut Bibir simetris, jejas (-) sianosis (+) kering (-)

 Leher : Kelenjar Getah Bening tidak teraba membesar


 Thorax
o Paru
Inspeksi Gerakan dada simetris kanan dan kiri,
retraksi (+)
Palpasi Vocal fremitus sulit dinilai
Perkusi Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi Suara nafas vesikuler, rhonki (-/-)
wheezing (-/-)

o Jantung
Inspeksi Pulsasi iktus kordis terlihat

7
Palpasi Iktus kordis teraba ICS IV, 1 cm
medial dari linea midclavicularis
sinistra
Auskultasi S1-S2 reguler, murmur (+) gallop (-)

 Abdomen
Inspeksi Tampak datar
Palpasi Supel, nyeri tekan (-)
Perkusi Timpani pada 4 kuadran, shifting
dullnes (-)
Auskultasi Bising usus 4 x/menit

 Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan


 Ekstremitas
o Atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-)
o Bawah : Akral hangat (+/+), edema (-/-)

2.3.4 STATUS NEUROLOGIS

 GCS : E4M6V5
 Pupil : bulat, isokor, 3 mm/3 mm
 RCL+/+ RCTL +/+

Refleks Fisiologis Kanan Kiri


Biseps ++ ++
Triceps ++ ++
Patella ++ ++
Achiles ++ ++

Refleks Patologis Kanan Kiri


Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -

8
Rangsang meningeal
Kaku kuduk -
Kanan Kiri
Kerniq - -
Laseq >70º >70º
Bruzinski I - -
Bruzinski II - -

 Otonom : BAB dan BAK dalam batas normal


 Kekuatan Motorik : normotonus, eutrofi, gerakan abnormal (-)
5555 5555
5555 5555
 Sensorik : normoestesi

2.4 PEMERIKSAAN LABORATORIUM


 Tanggal 26 Mei 2018
Hasil Nilai Rujukan Unit
Darah Lengkap
Laju Endap Darah 10 0 – 10 Mm
Leukosit 26,8 5 – 10 ribu/uL
Eritrosit 3,17 4–5 juta/uL
Hemoglobin 7,9 11 – 14.5 g/dL
Hematokrit 24,4 40 – 54 %
Trombosit 318 150 – 400 ribu/uL
Indeks Eritrosit
MCV 76,9 82 – 92 fL
MCH 24,9 27 – 32 Pg
MCHC 32,3 31 – 37 g/dL
Kimia Klinik
Analisa Gas Darah
pH 7.539 7.35 – 7.45
PCO2 18,3 35-45 mmHg
PO2 102,7 83-108 mmHg
O2 Saturasi 98,9 95-98 %
HCO3 15,9 22-26 Mmol/L
TCO2 16,5 23-27 Mmol/L
BE ecf -7,2 -2-3 Mmol/L

9
BE blood -5,0 -2-3 Mmol/L
Std HCO3 (SBC) 20,2 22-26 Mmol/L
O2 Content 12,1 Ml/dl
O2 Cap 11,9 Ml/dl
A 179 mmHg
Suhu 76,2
Hb 7,2 g/dL
O2 2 L
FIO2 28 %

 Tanggal 27 Mei 2018


Hasil Nilai Rujukan Unit
Kimia Klinik
Fungsi Hati
Albumin 2,36 3,5 – 4,5 g/dL
SGOT 49 <37 U/L
SGPT 20 <41 U/L
Fungsi Ginjal
Ureum 71 20 – 40 Mg/dL
Kreatinin 0,66 0.5 – 1.3 Mg/dL
Elektrolit
Natrium (Na) 133 135 – 145 Mmol/L
Kalium (K) 4,0 3.5 – 5.0 Mmol/L
Clorida (Cl) 98 94 - 111 Mmol/L
Diabetes
Gula Darah Sewaktu 103 60 - 110 Mg/dL
Darah Rutin DHF
Leukosit 24,9 5 – 10 Ribu/uL
Hemoglobin 8,8 11 – 14.5 g/dL
Hematokrit 27,8 40 – 54 %
Trombosit 243 150 – 400 Ribu/uL

 Tanggal 28 Mei 2018


Hasil Nilai Rujukan Unit
Hematologi
Darah Rutin DHF
Leukosit 21,2 5-10 Ribu/uL
Hemoglobin 10,2 12-16 g/dL
Hematokrit 30,8 40-54 %

10
Trombosit 155 150-400 Ribu/uL
Kimia Klinik
Fungsi Hati
Albumin 2,85 3,5 – 4,5 g/dL

 Tanggal 30 Mei 2018


Hasil Nilai Rujukan Unit
Kimia Klinik
Fungsi Hati
Albumin 3,34 3,5 – 4,5 g/dL
Fungsi Ginjal
Ureum 41 20 – 40 Mg/dL
Kreatinin 0,39 0.5 – 1.3 Mg/dL
Elektrolit
Natrium (Na) 139 135 – 145 Mmol/L
Kalium (K) 3,2 3.5 – 5.0 Mmol/L
Clorida (Cl) 97 94 - 111 Mmol/L

 Gambaran Darah Tepi

11
2.5 PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Rontgen Thorax tanggal 2 Mei 2018

2.6 PEMERIKSAAN EKG


Tanggal 26 Mei 2018

12
2.7 RESUME

Dari anamnesis didapatkan:


Seorang anak perempuan berumur 12 tahun datang ke IGD RSUD Kota Bekasi
diantar oleh keluarganya dengan keluhan sesak sejak 3 hari SMRS. Sesak dirasakan terus
menerus dan dirasakan semakin parah sampai mengganggu tidur pasien. Keluhan disertai
dengan nyeri pada dada kiri (+), keringat dingin (+), mual(+). Muntah (-), demam(-), dan
nafsu makan menurun (+). Pasien sudah pernah control ke poli anak RSUD Bekasi dan
disarankan untuk melakukan pemeriksaan echocardiography namun pasien belum
melakukan pemeriksaan tersebut.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan: Gizi buruk, compos mentis, TSS, Tekanan
Darah 130/75 mmHg, Nadi 116 x / menit, Nafas 36x /menit, Suhu 36,4°C. konjungtiva
anemis (+/+), murmur (+).

Hasil penting dari pemeriksaan penunjang:

Hasil Nilai Rujukan Unit


Darah Lengkap
Leukosit 26,8 5 – 10 ribu/uL
Eritrosit 3,17 4–5 juta/uL
Hemoglobin 7,9 11 – 14.5 g/dL
Hematokrit 24,4 40 – 54 %
Indeks Eritrosit
MCV 76,9 82 – 92 fL
MCH 24,9 27 – 32 Pg
Kimia Klinik
Analisa Gas Darah
pH 7.539 7.35 – 7.45
PCO2 18,3 35-45 mmHg
O2 Saturasi 98,9 95-98 %
HCO3 15,9 22-26 Mmol/L
TCO2 16,5 23-27 Mmol/L
BE ecf -7,2 -2-3 Mmol/L
BE blood -5,0 -2-3 Mmol/L
Std HCO3 (SBC) 20,2 22-26 Mmol/L
O2 2 L
FIO2 28 %

13
Radiologi
Rontgen Thorax PA Kesan: cardiomegaly curiga dengan edema paru DD/ infiltrate
pneumonia belum dapat disingkirkan

2.8 DIAGNOSIS KERJA


Penyakit jantung Rematik

2.9 PEMERIKSAAN ANJURAN


- Pemeriksaan ASTO
- Echocardiography

2.10 PENATALAKSANAAN
A. Non medika Mentosa
1. Komunikasi, informasi, edukasi kepada orang tua pasien mengenai keadaan
pasien.
2. Tirah baring.
B. Medika Mentosa
1. IVFD Kaen 3A  1000 cc/hari
2. Furosemide 2 x 10 mg (PO)
3. Captopril 2 x 6,25 mg (PO)
4. Inj. Cefotaxim 2 x 500 mg (IV)

2.11 PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad malam
Ad Sanationam : Dubia ad malam
Ad Functionam : Dubia ad malam

14
Follow up

Tanggal S O A P
27 – 29 Sesak (+)  KU : TSS Penyakit Jantung  IVFD Kaen 3A
Mei 201 Nyeri  Kes : CM Rematik
1000 cc/hari
dada kiri Tanda vital  Cefotaxime 2x
(+)  TD : 89/44 500 mg (IV) 
Mual (+) mmhg meropenem
Keringat  HR : 115 2x500 mg
dingin (+) x/menit  Furosemide
 RR : 42 2x10 mg (PO)
x/menit  Captopril
 S : 35,9 2x6,25 mg (PO)
 Sat : 98%  OMZ 1x10mg
Status Generalis (IV)
 Konjungtiva  Ondancentron
anemis 3x1mg (IV)
(+/+)  Inhalasi /8jam
 Murmur (+) Ventolin
Status (1):NaCl(2)
Neurologis  Transfusi PRC
 GCS 150 cc
E4M6V5  Transfuse
 Refleks albumin 100 cc
fisiologis + Lasix 20 mg
++/++ (IV)

30 – 31 Lemas (+)  KU : TSS Penyakit Jantung  IVFD Kaen 3A


Mei Sesak (+)  Kes : CM Rematik
800 cc/hari
2018 perbaikan Tanda vital  Meropenem
 TD : 127/48 2x500 mg
mmhg  Furosemide
 HR : 114 2x10 mg (PO)
x/menit  Captopril
 RR : 34 2x6,25 mg (PO)
x/menit  OMZ 1x10mg
 S : 36,6 (IV)
 Sat : 98%  Ondancentron
Status Generalis 3x1mg (IV)
 Murmur (+)  Inhalasi /8jam
Status Ventolin
Neurologis (1):NaCl(2)
 GCS  Aldacton
E4M6V5 2x12,5 mg

15
1 Juni Lemas (+)  KU : TSS Penyakit Jantung  IVFD Kaen 3A
2018 Sesak (+)  Kes : CM Rematik
800 cc/hari
Tanda vital  Meropenem
 TD : 136/77 2x500 mg
mmhg  Furosemide
 HR : 98 2x10 mg (PO)
x/menit  Captopril
 RR : 32 2x6,25 mg (PO)
x/menit  OMZ 1x10mg
 S : 35,8 (IV)
 Sat : 98%  Ondancentron
Status Generalis 3x1mg (IV)
 Murmur (+)  Inhalasi /8jam
Status Ventolin
Neurologis (1):NaCl(2)
 GCS  Aldacton
E4M6V5 2x12,5 mg
2 Juni Lemas (+)  KU : TSS Penyakit Jantung  IVFD Kaen 3A
2018 Sesak (+)  Kes : CM Rematik
1000 cc/hari
Mual (+) Tanda vital  Meropenem
 TD : 136/77 2x500 mg
mmhg  Furosemide
 HR : 98 2x10 mg (PO)
x/menit  Captopril
 RR : 32 2x6,25 mg (PO)
x/menit  OMZ 1x10mg
 S : 35,8 (IV)
 Sat : 98%  Ondancentron
Status Generalis 3x1mg (IV)
 Murmur (+)  Inhalasi /8jam
Status Ventolin
Neurologis (1):NaCl(2)
 GCS
E4M6V5

16
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Demam reumatik ialah sindrom klinis sebagai akibat dari infeksi beta
Streptococcus hemolyticus grup A, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis
migrans akut, karditis, korea minor, nodul subkutan dan eritema marginatum. 3

3.2 Epidemiologi

Berdasarkan data di Amerika Serikat, prevalensi penyakit demam reumatik dan


penyakit jantung reumatik kurang dari 0,05 per 1000 penduduk. Sedangkan menurut data
internasional, hal tersebut berbanding terbalik di negara berkembang.

Diseluruh dunia, terdapat 15 juta kasus penyakit jantung reumatik, dengan 282000
kasus baru dan 233000 kasus kematian akibat penyakit ini. 4

3.3 Faktor resiko

Demam reumatik merupakan interaksi antara individu, penyebab penyakit dan


faktor lingkungan. Penyakit ini berhubungan sangat erat dengan infeksi saluran nafas
bagian atas yang disebabkan oleh infeksi beta Streptococcus hemolyticus golongan A.
Berbeda dengan glomerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi Streptococcus di
kulit mapun di saluran nafas, demam reumatik nampaknya tidak berhubungan dengan
infeksi Streptococcus di kulit.3,4
Faktor resiko yang berpengaruh diantaranya adalah:
1. Faktor genetik
Banyak demam reumatik/penyakit jantung reumatik yang terjadi pada satu
keluarga maupun pada anak-anak kembar. Meskipun pengetahuan tentang faktor
genetik ini tidak lengkap,namun pada umumnya disetujui bahwa ada faktor
keturunan pada demam reumatik ini walaupun cara penurunannya belum dapat
dipastikan

17
2. Jenis kelamin
Pada demam reumatik, tidak ditemukan perbedaan jenis kelamin dimana laki-laki
maupun perempuan sama-sama terkena, meskipun manifestasi tertentu mungkin
sering ditemukan pada salah satu jenis kelamin. Misalnya korea jauh lebih sering
ditemukan pada wanita daripada laki-laki. Untuk penyakit jantung reumatik,
terdapat perbedaan jenis kelamin dimana pada orang dewasa gejala sisa berupa
stenosis mitral lebih sering ditemukan pada perempuan sedangkan insufisiensi
aorta lebih sering ditemukan pada laki-laki.
3. Umur
Penyakit demam reumatik/penyakit jantung reumatik mengenai anak paling
sering pada usia 5-15 tahun, dengan puncak pada usia 10 tahun dan jarang
ditemukan pada usia dibawah 5 tahun.
4. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi seperti keadaan sosial ekonomi yang
buruk seperti sanitasi lingkungan yang buruk, lingkungan padat penduduk,
pendidikan yang rendah serta pendapatan yang rendah.
Iklim juga dapat mempengaruhi seperti iklim tropis serta perubahan cuaca yang
mendadak dapat menyebabkan tingginya insiden infeksi saluran nafas bagian atas
sehingga dapat menimbulkan penyakit demam reumatik/jantung reumatik.

3.4 Patogenesis
Demam reumatik merupakan penyakit autoimun. Sreptococcus diketahui
menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel; yang terpenting streptolisin O,
streptolisin S dan hialuronidase, streptokinase, difosforidin nukleotidase,
deoksiribonuklease (DNA-ase) serta streptococcal erytrogenic toxin. Produk-produk
tersebut merangsang timbulnya antibodi. Demam reumatik diduga merupakan akibat
kepekaan tubuh yang berlebihan terhadap produk-produk tersebut diatas. Kaplan
mengemukakan hipotesis mengenai adanya reaksi silang antara antibodi terhadap
Streptococcus dengan otot jantung yang mempunyai susunan antigen mirip antigen
Streptococcus; hal tersebutlah yang menyebabkan reaksi autoimun.
Pada penderita yang sembuh dari infeksi Streptococcus, terdapat kira-kira 20
sistem antigen antibodi; beberapa diantaranya menetap lebih lama daripada yang lain.

18
Anti DNA-ase misalnya, dapat menetap beberapa bulan dan berguna untuk penelitian
terhadap penderita yang menunjukkan gejala korea sebagai manifestasi tunggal demam
reumatik saat antibodi lainnya sudah normal.
ASTO (anti-streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan paling
sering digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi Streptococcus. Lebih kurang 80%
penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik akut menunjukkan kenaikan kadar
ASTO ini.3

3.5 Patologi anatomi


Dasar kelainan patologi demam reumatik ialah reaksi inflamasi eksudatif dan
proliferatif jaringan mesenkim. Kelainan menetap hanya pada jantung. Sedangkan organ
lain seperti sendi, paru, pembuluh darah, jaringan otak dan lain-lain dapat terkena namun
selalu reversibel.3
1. Jantung
Baik perikardium, miokardium dan endokardium dapat terkena. Miokarditis dapat
ringan berupa infiltrasi sel-sel radang, tetapi dapat berat sehingga terjadi dilatasi
jantung. Bila peradangan berlanjut, timbullah badan-badan Aschoff yang kelak
meninggalkan jaringan parut di antara otot jantung. Perikarditis dapat mengenai
lapisan visceral maupun parietal perikardium dengan eksudasi fibrinosa. Jumlah
efusi perikard dapat bervariasi tetapi tidak banyak, bisa keruh namun tidak pernah
purulen. Bila berlangsung lama maka akan terjadi adesi perikardium viseral dan
parietal. Endokarditis merupakan kelainan terpenting, terutama peradangan pada
katub-katub jantung. Katub jantung kiri yaitu mitral hampir 100% terkena, disusul
oleh katub aorta 20%-30%, katub trikuspid 15%-40%. Sedangkan katub pulmonal
hampir tidak pernah terkena. Mula-mula terjadi edema dan reaksi seluler akut
yang mengenai katub dan korda tendinae. Kemudian terjadi vegetasi mirip veruka
di tepi daun-daun katub. Secara mikroskopis vegetasi ini berisi massa hialin yang
bila sembuh akan terjadi penebalan dan kerusakan daun katub yang dapat menetap
serta dapat menyebabkan kebocoran katub. Perubahan-perubahan pada katub ini
dapat terus berlanjut walaupun stadium akut sudah berlalu. Stenosis katub, hampir
selalu mengenai katub mitral dapat terjadi berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun
setelah stadium akut.

19
2. Organ-organ lain
a. Sendi-sendi paling sering terkena. Terjadi peradangan eksudatif dengan
degenerasi fibrinoid sinovium.
b. Nodul subkutan secara histologis mirip dari jaringan nekrotik fibrinoid yang
dikelilingi oleh sel-sel jaringan ikat mirip badan Aschoff.
c. Pada jaringan otak dapat terjadi infiltrasi sel bulat disekitar pembuluh darah
kecil. Kelainan tersebut letaknya tersebar di korteks, serebelum dan ganglia
basal.
d. Pada paru, dapat terjadi pneumonia dengan tanda-tanda perdarahan. Kelainan
pembuluh darah dapat terjadi dimana mana, terutama pembuluh darah kecil
yang menunjukkan pembengkakan dan proliferasi endotel.
e. Pada ginjal, dapat terjadi glomerulonefritis ringan akibat reuma.

3.6 Gambaran klinis


Perjalanan klinis demam reumatik/penyakit jantung reumatik dapat dibagi
menjadi 4 stadium: 2-5
I. Stadium I
Stadium ini berupa infeksi saluran nafas bagian atas oleh infeksi kuman beta-
Streptococcus hemolyticus grup A. Keluhan seperti demam, batuk, sakit
menelan dan diare. Infeksi ini berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri
tanpa medikasi.
II. Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten yaitu masa diantara infeksi
Streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik. Periode ini
biasanya berlangsung 1-3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu
atau bahkan berbulan-bulan kemudian.
III. Stadium III
Stadium ini merupakan fase akut demam reumatik dimana timbulnya pelbagai
manifestasi klinis demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Manifestasi ini
dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan spesifik demam
reumatik/penyakit jantung reumatik.

20
a. Gejala peradangan umum
Biasanya penderita mengalami demam yang tidak tinggi tanpa pola
tertentu, lesu, anoreksia, berat badan menurun. Anak terlihat pucat karena
anemia akibat tertekannya eritopoesis atau karena epistaksis yang
berkepanjangan. Selain itu, manifestasi artralgia yaitu rasa di sekitar sendi
beberapa hari/minggu sering didapatkan pada gejala ini. Rasa sakit akan
semakin bertambah jika anak melakukan kegiatan fisik. Gejala lain yaitu
sakit perut yang terkadang bisa sangat hebat sehingga menyerupai
appendisitis. Sakit perut ini akan memberikan respon cepat jika diberikan
analgetik.
Pada pemeriksaan laboratorium akan ditemukan tanda-tanda reaksi
peradangan akut berupa terdapatnya C-reactive protein dan leukositosis
serta LED yang meningkat. Titer ASTO meningkat pada 80% kasus. Pada
pemeriksaan EKG dapat dijumpai interval P-R memanjang (AV blok
derajat 1).
b. Gejala spesifik
 Artritis
Khas untuk demam reumatik ialah poliartritis migrans akut. Biasanya
mengenai sendi-sendi besar seperti lutut, pergelangan kaki, siku dan
pergelangan tangan serta dapat terjadi bersamaan tetapi lebih sering
berpindah-pindah/bergantian. Sendi yang terkena menunjukkan gejala
radang yang jelas seperti bengkak, merah, panas, nyeri serta gangguan
fungsi. Yang mencolok adalah rasa nyeri. Harus dibedakan antara
artritis pada demam reuma dengan growing pain yang sering
didapatkan pada anak pra sekolah. Pada growing pain, anak akan
senang dipijat, sedangkan pada artritis disentuh saja anak akan
kesakitan. Kelainan pada tiap sendi akan menghilang sendiri tanpa
pengobatan dalam beberapa hari sampai 1 minggu dan seluruh gejala
sendi akan menghilang dalam waktu 5 minggu tanpa gejala sisa apapun.
Derajat beratnya artritis tidak berhubungan dengan gejala karditis.
Kira-kira 15% penderita karditis reuma tidak disertai artritis. Gambaran
klinis yang khas dari artritis adalah cepat membaiknya dengan

21
pemberian analgetik/NSAID. Bila dengan pemberian NSAID atau
steroid dalam waktu 48 jam tidak memberikan respon, maka dapat
dipertimbangkan artritis sebagai gejala dari demam reumatik. Bila
ditemukan monoatritis, maka dapat menimbulkan keraguan dalam
diagnosis demam reuma, sehingga perlu observasi beberapa hari
sebelum memberikan NSAID untuk memastikan artritis disebabkan
oleh demam reuma atau bukan, oleh karena masih mungkinnya
monoartritis disebabkan oleh masalah sendi yang lain.
 Karditis
Karditis reuma merupakan proses peradangan akut yang dapat
mengenai lapisan jantung baik salah satu atau ketiga lapisan jantung.
Bila mengenai seluruh lapisan jantung maka disebut dengan
pankarditis. Untuk mengetahui adanya karditis, maka perlu diketahui
keadaan jantung sebelum sakit.
Karditis merupakan gejala mayor terpenting karena hanya karditislah
yang dapat meninggalkan gejala sisa. Karditis dapat menimbulkan
kematian pada stadium akut. Kelainan jantung yang menetap biasanya
terjadi. Perlu diingat, bahwa bising Carey-Coombs pada karditis reuma
akut bukanlah disebabkan oleh stenosis mitral organik. Bising tersebut
dapat menghilang pada fase penyembuhan. Stenosis mitral yang
sebenarnya terjadi pada beberapa bulan bahkan beberapa tahun setelah
fase akut.
Yang paling sering ditemukan adalah bising sistolik apikal yang
menjalar ke aksila. Seorang penderita demam reumatik dikatakan
menderita karditis bila ditemukan satu atau lebih tanda berikut:
1. Bising jantung patologis yang sering dijumpai meliputi:
a. Bising pansistolik apical yang bernada tinggi oleh karena
regurgitasi katub mitral yang menjalar sampai aksila kiri.
Murmur ini tidak dipengaruhi oleh pernafasan atau perubahan
posisi.
b. Bising diastolic apical atau Carey-Coombs murmur oleh karena
insufisiensi katub mitral yang berat. Murmur ini dapat didengar

22
dengan posisi pasien berbaring ke kiri (left lateral decubitus)
dan menahan nafas pada fase ekspirasi.
c. Bising diastolik basal yang merupakan awal dari bising diastolic
oleh karena regurgitasi aorta yang bernada tinggi, terdengar
paling baik di atas kanan garis sternal, garis mid sternal dan kiri
sternal setelah ekspirasi dalam dengan posisi pasien bersandar.
2. Kardiomegali pada pemeriksaan foto rontgen dapat ditemukan pada
penderita tanpa demam reuma sebelumnya atau yang sudah
mengalami penyakit jantung reuma sebelumnya. Kardiomegali,
terutama pembesaran ventrikel kiri dan berbentuk seperti vas akibat
perikarditis dengan efusi perikard serta denyut jantung yang
melemah pada pemeriksaan fluoroskopi dapat ditemukan pada
pemeriksaan radiologis.
Selain foto rontgen, pemeriksaan ekokardiografi perlu dilakukan
pada penderita demam reuma untuk mengetahui kerusakan katup
jantung dan fungsi jantung.
3. Perikarditis
Biasanya diawali dengan nyeri sekitar daerah umbilikus akibat
penjalaran nyeri bagian tengah diafragma. Tanda-tanda lainnya
ialah adanya friction rub, efusi perikardium dan kelainan EKG.
Perikarditis jarang ditemukan secara tersendiri, biasanya
merupakan bagian dari pankarditis.
4. Gagal jantung kongestif tanpa sebab yang lain dengan gejala sesak
nafas, nyeri dada, orthopneu, paroksismal nocturnal dispnoe,
syncope, edema ekstremitas, irama gallop dan peningkatan JVP
 Korea
Korea adalah gerakan cepat, bilateral dan tanpa tujuan serta sukar
dikendalikan. Seringkali disertai kelemahan otot. Korea dapat terjadi
pada stadium akut maupun stadium inaktif dan pada 5% kasus demam
reumatik, korea merupakan gejala tunggal. Sering terdapat pada usia
anak perempuan 8 tahun dan jarang setelah masa pubertas. Korea dapat
terjadi pada banyak keadaan klinis lain seperti cerebral palsy. Namun

23
jika ditemukan pada anak usia sekolah terutama perempuan tanpa
manifestasi nerulogis lain, hampir selalu korea yang muncul
disebabkan oleh reuma.
 Eritema marginatum
Kelainan kulit ini berupa bercak-bercak merah muda dengan bagian
tengah yang pucat sedangkan tepinya berbatas tegas, berbentuk bulat
atau bergelombang tanpa indurasi serta tidak gatal. Jika ditekan, lesi
akan menjadi pucat. Tempatnya dapat berpindah-pindah namun tidak
pernah di wajah.
 Nodul subkutan
Nodul ini terletak dibawah kulit, keras, tidak nyeri, mudah digerakkan
dengan ukuran 3-10 mm. Biasanya terdapat di bagian ekstensor
persendian terutama di siku, lutut, pergelangan tangan dan kaki, daerah
oksipital dan diatas prosesus spinosus vertebra torakalis dan lumbalis.
Nodul subkutan sering dianggap sebagai tanda prognosis yang buruk
sebab seringkali disertai karditis yang berat.
IV. Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini, penderita demam reumatik
tanpa kelainan jantung atau penderita jantung reumatik tanpa gejala sisa katup
tidak menunjukkan gejala apa-apa. Pada penderita penyakit jantung reumatik
dengan gejala sisa katup jantung, gejala yang muncul sesuai beratnya
kelainan. Pada fase ini, sewaktu-waktu dapat terjadi reaktivasi penyakitnya.

3.7 Diagnosis
Dr. T. Duchett Jones (1944) menyusun kriteria sistematik untuk menegakkan
diagnosis demam reumatik yang kemudian direvisi oleh The american Heart
Association’s Council on Rheumatic Fever dan Congenital Heart Disease pada tahun
1965. Kriteria Jones mengalami revisi yang kelima pada tahun 2015.1,3

24
Dikutip tanpa izin dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4829161/

3.8 Diagnosis banding


Diagnosis banding dapat berupa kelainan katup jantung seperti kelainan
kongenital stenosis mitral, gagal jantung, glomerulonephritis, Lupus eritematosus
sistemik dan artritis rheumatoid.4

3.9 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dalam membantu menegakkan
diagnosis seperti pemeriksaan: 1
1. Darah rutin, dapat ditemukan leukositosis, anemia ringan
2. C-reactive protein/CRP yang meningkat
3. ASTO/anti-streptolysin O yang positif dengan titer diatas 320 U
4. Foto thorax untuk mencari adanya kardiomegali dan tanda infeksi paru seperti
pneumonia yang berhubungan dengan infeksi Streptococcus
5. Ekokardiografi untuk mengetahui fungsi jantung serta kerusakan katup
6. Elektrokardiogram untuk melihat kelainan irama jantung seperti AV blok derajat
1

25
3.10 Tatalaksana
Tujuan utama dari pengobatan adalah untuk eradikasi kuman beta Streptococcus
grup A dengan memakai penisilin G-benzatin secara intramuscular dengan dosis 1,2 juta
unit untuk anak dengan berat badan diatas 20 kg dan dosis 600 ribu unit untuk anak
dengan berat badan dibawah 20 kg selama 10 hari. Alternative pengobatan secara oral
memakai amoksisilin dengan dosis 50 mg/KgBB/hari, tiga kali sehari untuk 10 hari atau
eritromisin dosis 40 mg/KgBB/hari, empat kali sehari, untuk 10 hari atau azitromisin
dengan dosis 20 mg/KgBB/hari, diberikan sehari sekali selama 3 hari. 1,5
Pengobatan selanjutnya adalah sesuai manifestasi klinis yang muncul. Pada
karditis ringan atau sedang diberikan aspirin dengan dosis 80-100 mg/KgBB/hari selama
4-8 minggu dengan monitoring level obat dalam serum dibawah 25 mg/dl. Sedangkan
untuk karditis berat diberikan prednisone 2 mg/KgBB/hari selama 2-3 minggu, dengan
penurunan bertahap 2-3 minggu kemudian. Selain itu pada gagal jantung pemberian
vasodilator, digoksin dan antidiuretic direkomendasikan. Untuk artritis, dapat
dipertimbangkan pengobatan selama 7-10 hari dengan aspirin 80-100 mg/KgBB/hari atau
ibuprofen 30-40 mg/KgBB/hari atau ketoprofen 1,5 mg/KgBB/hari. Untuk khorea,
digunakan haloperidol 1 mg/hari, dinaikkan 0,5 mg sampai mencapai respon yang baik.
Dosis maksimal 5 mg/hari. Terapi dipakai selama 3 bulan. 1-5
Terapi pembedahan katup biasanya dilakukan jika pemberian medikamentosa
tidak dapat mengatasi gejala karditis yang muncul. Tujuan dari terapi pembedahan ini
sebagai life saving dan memperbaiki kualitas hidup.4
Diet yang diberikan sesuai keadaan pasien. Sebagian besar kasus cukup diberikan
makanan biasa, cukup kalori dan protein. Bila terdapat gagal jantung, diet disesuaikan
dengan diet gagal jantung. 3
Istirahat dan mobilisasi juga diperlukan pada pasien sesuai dengan manifestasi
klinis yang muncul. Pada artritis biasanya cukup selama 2 minggu sedangkan pada
karditis berat dengan gagal jantung dapat sampai 6 bulan. 3

26
3.11 Profilaksis
Dalam tindakan pencegahan, dikenal dua macam profilaksis yaitu primer dan
sekunder.5
1. Profilaksis primer
Yang dimaksud dengan profilaksis ini adalah pengobatan yang adekuat terhadap
infeksi saluran nafas yang disebabkan oleh beta Streptococcus grup A. Obat yang
digunakan sama dengan pengobatan eradikasi fase akut.
2. Profilaksis sekunder
Yang dimaksud dengan profilaksis ini adalah untuk mencegah terjadinya infeksi
ulangan Streptococcus pada penderita demam reumatik/penyakit jantung
reumatik. Profilaksis ini berlangsung lama walaupun masih dalam perdebatan.
Terapi yang digunakan meliputi penisilin G-benzatin, intramuscular, dengan dosis
1,2 juta unit untuk anak diatas sama dengan 6 tahun atau 600 ribu unit untuk anak
dibawah 6 tahun. Pemberiannya diberikan sekali setiap 21 hari. Jika alergi
penisilin, maka dapat diberikan eritromisin 2x250 mg.
Untuk durasi profilaksis disesuaikan dengan kondisi penderita, yaitu:
a. Demam reumatik tanpa karditis, profilaksis diberikan minimal 5 tahun
b. Demam reumatik dengan karditis ringan namun tanpa kerusakan katup,
profilaksis diberikan minimal 10 tahun
c. Demam reumatik dengan karditis dan kerusakan katup, profilaksis diberikan
minimal 10 tahun.

27
BAB IV
KESIMPULAN

Demam reumatik ialah sindrom klinis sebagai akibat dari infeksi beta
Streptococcus hemolyticus grup A, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis
migrans akut, karditis, korea minor, nodul subkutan dan eritema marginatum.
Demam reumatik merupakan interaksi antara individu, penyebab penyakit dan
faktor lingkungan. Penyakit ini berhubungan sangat erat dengan infeksi saluran nafas
bagian atas yang disebabkan oleh infeksi beta Streptococcus hemolyticus golongan A.
Berbeda dengan glomerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi Streptococcus di
kulit mapun di saluran nafas, demam reumatik nampaknya tidak berhubungan dengan
infeksi Streptococcus di kulit.
Dasar kelainan patologi demam reumatik ialah reaksi inflamasi eksudatif dan
proliferatif jaringan mesenkim. Kelainan menetap hanya pada jantung. Sedangkan organ
lain seperti sendi, paru, pembuluh darah, jaringan otak dan lain-lain dapat terkena namun
selalu reversibel. Perjalanan klinis demam reumatik/penyakit jantung reumatik dapat
dibagi menjadi 4 stadium.
Tujuan utama dari pengobatan adalah untuk eradikasi kuman beta Streptococcus
grup A. Pengobatan selanjutnya adalah sesuai manifestasi klinis yang muncul. Dalam
tindakan pencegahan, dikenal dua macam profilaksis yaitu primer dan sekunder.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Pereira F, Belo Ra, Da Silva AN. Rheumatic fever: update on the jones criteria
according to the American Heart Association review-2015. rev bras reumatol.
2017;5 7(4):364–368.
2. Sika-Paotonu D, Beaton A, Raghu A, et al. Acute Rheumatic Fever and
Rheumatic Heart Disease. 2017 Mar 10 [Updated 2017 Apr 3]. In: Ferretti JJ,
Stevens DL, Fischetti VA, editors. Streptococcus pyogenes : Basic Biology to
Clinical Manifestations [Internet]. Oklahoma City (OK): University of Oklahoma
Health Sciences Center; 2016-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK425394/
3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Kelainan jantung didapat: Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik.
Dalam: Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak jilid ke-2. Cetakan kesepuluh.
Jakarta: Infomedika; 2002; h.734-749
4. Chin KT, Chin ME. Pediatric Rheumatic Heart Disease. Diunduh dari:
https://emedicine.medscape.com/article/891897-overview
5. Rosa DG, Pardeo M, Stabile A, Rigante D. Rheumatic heart disease in children:
from clinical assessment to therapeutical management. Eur Rev Med Pharmacol
Sci. 2006; 10: 107-110.

29

Anda mungkin juga menyukai