Anda di halaman 1dari 14

PENURUNAN KONDISI PESISIR AKIBAT PENAMBANGAN TIMAH

DI PESISIR PANTAI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA-BELITUNG


Oleh : Hesti Khairunisa

Daftar Isi
Abstrak...............................................................................................................1
I. Pendahuluan......................................................................................2
II. Deskripsi Masalah.............................................................................5
III. Pilhan-pilihan Kebijakan..................................................................9
IV. Kesimpulan dan Rekomendasi........................................................12
V. Lampiran.........................................................................................
VI. Daftar Pustaka.................................................................................

Abstrak
Penurunan kondisi pesisir di Kepulauan Bangka Belitung terancam
kerusakan karena semakin maraknya kegiatan penambangan timah diperairan
pesisir seperti aktivitas perusahaan tambang timah, TI(Tambang Inkovensional)
apung, kapal hisap dan kapal keruk setelah lokasi penambangan timah didarat
semakin sulit. Hal itu menyebabkan pesisir Kepulauan Bangka Belitung telah
terjadi penurunan kualitas lingkungan pesisir terutama yang merupakan akibat
dari pencemaran dan kerusakan lingkungan dari penambangan timah. Akibatnya,
terjadi degradasi lingkungan, dan perubahan bentang alam di pesisir Kepulauan
Bangka Belitung. Perusahaan tambang timah memiliki teknologi yang lebih baik,
namun tambang inkonvensional (TI) merupakan aktivitas penambangan timah
yang memanfaatkan alat mekanis sederhana. Aktivitas penambangan ini telah
lama ada di Bangka Belitung, dilakukan baik secara legal maupun ilegal oleh
masyarakat. Penambangan timah awalnya hanya dilakukan di daratan saja
namun sekarang telah merambah pesisir pantai. Akibatnya, ekosistem-ekosistem
penunjang wilayah pesisir seperti terumbu karang, biota-biota laut bahkan hutan
mangrove tidak dapat berkembang dengan baik akibat terjadi penurunan kondisi
pesisir Adanya permasalahan inilah sehingga dibuat naskah kebijakan sehingga

1
mampu untuk menentukan kebijakan apa yang akan diterapkan untuk mampu
mengurangi penurunan kondisi pesisir di Kepulauan Bangka Belitung ini.Dan
dalam hal kebijakan ini Pemerintah mampu untuk mengeluarkan peraturan yang
tegas terhadap perusahaan pertambangan di Kepulauan Bangka Belitung
Kata Kunci :Penurunan, Pesisir, Penambangan timah

I.PENDAHULUAN

Penambangan di kepulauan Bangka Belitung, telah dimulai pada tahun 1711, di


Singkep pada tahun 1812, dan di Belitung sejak 1852. Namun, aktivitas
penambangan timah lebih banyak dilakukan di Pulau Bangka, Belitung, dan
Singkep (PT Timah, 2006). Kegiatan penambangan timah di pulau-pulau ini telah
berlangsung sejak zaman kolonial Belanda hingga sekarang. Dari sejumlah pulau
penghasil timah itu, Pulau Bangka merupakan pulau penghasil timah terbesar di
Indonesia. Pulau Bangka yang luasnya mencapai 1.294.050 ha, seluas 27,56
persen daratan pulaunya merupakan area Kuasa Penambangan (KP) timah. Area
penambangan terbesar di pulau ini dikuasai oleh PT Tambang Timah, yang
merupakan anak perusahaan PT Timah Tbk. Mereka menguasai area KP seluas
321.577 ha. Sedangkan PT Kobatin, sebuah perusahaan kongsi yang sebanyak 25
persen sahamnya dikuasai PT Timah dan 75 persen lainnya milik Malaysia
Smelting Corporation, menguasai area KP seluas 35.063 ha dan dalam hal
penambangan laut di PT Timah telah menimbulkan masalah dalam pesisir lautnya
dan membuat rusaknya ekosistem didalamnya(Bappeda Bangka, 2000)

Ironisnya, perusahaan tambang yang telah memiliki dokumen AMDAL terkesan


dapat bebas berbuat “suka-suka”. Semua menjadi seakan “legal” dan “halal”.
Padahal jelas dalam dokumen AMDAL, penambangan timah laut memiliki
beberapa catatan sebelum menambang. Sebagai contoh, Operasi
KK/KI/KIP/BWD dan Mitra seminimal mungkin mengakibatkan dampak penting
negatif terhadap : Daerah Asuh, Habitat Khusus, Terumbu Karang, Daerah

2
Penangkapan Ikan (Fishing Ground), dan Lokasi Wisata Bahari (Dokumen
Rencana pengelolaan Lingkungan (RKL) PT TIMAH Tbk, 2009, halaman III-
34).

Sejumlah penelitian yang telah dilakukan meyatakan bahwa ekosistem-ekosistem


penunjang wilayah pesisir terumbu karang semakin terancam kehidupannya
karena ulah pelaku tambang. Indra Ambalika, Ketua Tim Eksplorasi Terumbu
Karang Fakultas Pertanian Perikanan dan Biologi Universitas Bangka Belitung,
megatakan bahwa sejak tahun 2006 ekosistem laut di Bangka Belitung semakin
parah daripada di daratan. Kehancuran terumbu karang yang mencapai 40 persen
di perariran Bangka disebabkan oleh PT. Timah yang melakukan penambangan
timah selama puluhan tahun sehingga habitat ikan-ikan terganggu, bahkan para
nelayan sudah sangat sulit untuk mendapatkan ikan. PT. Timah memang telah
melakukan perbaikan lingkungan laut, tetapi sistem rehabilitasi lingkungan yang
diterapkan dianggap belum memadai. Pihak PT. Timah hanya menaruh rumpon
tanpa penanganan yang berlanjut. Tercatat sedikitnya telah terjadi 26 konflik
antara nelayan dengan perusahaan yang melakukan aktivitas pertambangan di
pesisir laut di sebanyak tujuh kabupaten/kota kepulauan Bangka Belitung. [Harian
KOMPAS, Senin, 17 Mei 2010, hlm. 1 dan 15]

Saat ini, TI Apung dan modifikasinya mulai marak memenuhi lautan Pulau
Bangka. Jumlah Kapal isap di laut terus bertambah yang sebelumnya dikuasai
oleh kapal keruk. Sistem penambangan timah di Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung menjadi sangat rakus, berorientasi keuntungan jangka pendek dan
berdampak pada kerusakan lingkungan yang parah (Erman, 2010).

"Sebagian besar masyarakat di kawasan pesisir pantai hidup dengan mata


pencarian sebagai nelayan, namun sebagian kini menjadi penambang bijih timah
untuk menghidupi keluarganya," ujarnya, di Pangkalpinang, Rabu. Ia
menjelaskan, "Ada sekitar 61 unit kapal isap yang beroperasi di wilayah tangkap
nelayan dan memperparah kerusakan serta mengancam kepunahan ekosistem

3
laut."Beroperasinya kapal isap telah berdampak hasil tangkapan ikan nelayan
semakin menurun sementara tuntutan kebutuhan hidup semakin tinggi, maka
pilihan untuk mengais rejeki dengan ikut menambang bijih timah," .(Antara
News,2011)

Ekosistem-ekosistem penunjang wilayah pesisir yang berupan produksi ikan laut


di Kabupaten Bangka pada tahun 2011 cenderung mengalami penurunan
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, Saat ini produksi ikan laut sebanyak
23.793,07 Ton. Sementara tahun 2010 sebanyak 20.515,323 Ton. Sementara itu
produksi ikan air tawar pada tahun 2011 tercatat sebanyak 90,4419 Ton.
Sementara itu sarana dan prasarana penangkap ikan dilaut berupa perahu/kapal
mengalami penurunan. Tahun 2011 jumlah kapal motor sebanyak 1.059 unit
sedangkan tahun sebelumnya sebanyak 1.798 unit. "Saat ini, sebanyak 30 titik
tambang beroperasi di wilayah perairan Pulau Bangka dan Belitung dan
diperparah pengeboman ikan di perairan kedua pulau tersebut, sehingga tingkat
kerusakan terumbu karang dan pencemaran di laut tersebut semakin tinggi,"
ujarnya. Menurut dia, apapun jenis penambangan yang dilakukan segelintir orang,
tidak akan menjadi jawaban untuk mensejahterakan masyarakat.(Antara
News,2013)

Aktifitas penambangan pasir timah yang merupakan ekosistem-ekosistem


penunjang wilayah pesisir di pulau Bangka provinsi kepulauan Bangka Belitung
(Babel) tak saja marak di wilayah darat, tetapi di wilayah perairan atau di laut pun
terjadi penambangan timah. Kondisi tersebut ternyata berpengaruh terhadap
terumbu karang di wilayah perairan pulau Bangka. Saat ini kondisi terumbu
karang mengalami kerusakan mencapai angka sekitar 70 % (persen) serta ikan laut
pun sulit untuk dicari dan tumbuhan-tumbuhan lain pun mengalami kerusakan.
"Sekitar 70 persen kondisi terumbu karang di perairan pulau Bangka saat ini
mengalami kerusakan akibat maraknya aktifitas tambang di perairan (Offshore
mining--red) Bangka," kata perwakilan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia
(WALHI) Bangka Belitung, Irhash Ahmady.(Bangka Pos,2016)

4
Penurunan kondisi pesisir laut di Kepulauan Bangka terancam kerusakan karena
semakin maraknya kegiatan penambangan timah diperairan pesisir seperti
aktivitas perusahaan-perusahaan tambang timah, TI (Tambang Inkovensional)
apung, kapal hisap dan kapal keruk setelah lokasi penambangan timah didarat
semakin sulit. Hal itu menyebabkan pesisir Kepulauan Bangka Belitung telah
terjadi penurunan kualitas lingkungan pesisir terutama yang merupakan akibat
dari pencemaran dan kerusakan lingkungan dari penambangan timah. Akibatnya,
terjadi degradasi lingkungan, dan perubahan bentang alam di pesisir Kepulauan
Bangka Belitung. Tambang Inkonvensional (TI) merupakan aktivitas
penambangan timah yang memanfaatkan alat mekanis sederhana. Aktivitas
penambangan ini telah lama ada di Bangka Belitung, dilakukan baik secara legal
maupun ilegal oleh masyarakat. Penambangan timah awalnya hanya dilakukan di
daratan saja namun sekarang telah merambah pesisir pantai. Akibatnya,
ekosistem-ekosistem penunjang wilayah pesisir seperti terumbu karang, rumput
laut, lamun, biota-biota laut bahkan hutan mangrove tidak dapat berkembang
dengan baik akibat terjadi penurunan kondisi wilayah pesisir.

Dari data diatas, dalam penambangan di pesisir laut pulau Bangka tersebut telah
banyak terjadi dampak yang negatif terjadi yang terdapat pada penunjang
ekosistem –ekosistem pesisir yang terdapat di laut terutama dari ikan laut,
terumbu karang, tanaman laut lainnya. Hal ini dapat berdampak pula dengan
penghasilan masyarakat yang profesi sebagai nelayan didaerah pesisir pantai
tersebut, sehingga harus ada penanggulangan dari pihak perusahaan dan
pemerintah Pulau Bangka.

II.DESKRIPSI MASALAH

Meningkatnya aktivitas penambangan di pesisir menyebabkan peningkatan


kekeruhan air laut dan terjadinya sedimentasi. Hal tersebut disebabkan tailing sisa
pencucian di atas kapal penambang dibuang langsung dari atas kapal ke
permukaan laut. Akibatnya sedimen terutama fraksi halus seperti debu dan liat

5
yang tercampur dengan air laut akan tersebar luas karena terbawa arus.
Berdasarkan perhitungan kekeruhan di sekitar aktivitas penambangan oleh KIP.

Maraknya tambang inkonvensional, tidak hanya terjadi didaratan tetapi terjadi


juga di wilayah perairan laut. Hal ini menjadi sangat memprihatinkan, karena
dampak dari tambang ilegal tersebut secara langsung merusak ekosistem laut.
Akibat langsung dari aktivitas penambangan lepas pantai (TI Apung, kapal hisap,
dan kapal keruk) adalah semakin keruhnya air laut dan rusaknya ekosistem
terumbu karang (coral reef). Seperti yang terjadi di kawasan terumbu karang
(coral reef) di perairan Laut sekitar Kepulauan Bangka Belitung.

Aktivitas keseharian bagi sebagian besar masyarakat di pesisir pantai Kepulauan


Bangka Belitung adalah praktek penambangan timah. Di daerah perairan Bangka
dan Belitung, praktek menambang timah di laut ini kian marak dilakukan secara
masal. Dalam sehari puluhan ton timah disedot dari dasar laut. Setelah pasir timah
itu diambil, limbah berupa tanah dibuang kembali ke laut dengan sembarangan.
Bagi perusahaan resmi seperti PT.Timah, penambangan dilakukan dengan
menggunakan kapal besar yang berfungsi untuk menyedot timah dari dalam tanah
di bawah laut, sementara bagi perusahaan-perusahaan swasta yang lebih kecil,
penambangan dilakukan dengan menggunakan kapal-kapal sedang.

Kegiatan menambang timah di laut ini pun mulai ramai dilakukan oleh
penambang di luar PT.Timah pada tahun 2006 sehingga mendorong masyarakat
setempat, yang awalnya berprofesi sebagai nelayan, beralih profesi menjadi
penambang timah. Hal itu dilakukan dengan alasan bahwa keuntungan yang
didapat lebih besar daripada melaut untuk mencari ikan. Hal ini pula yang
menyebabkan banyaknya para pendatang dari luar kepulauan untuk melakukan
aktivitas yang sama, yaitu mengeruk sumber daya timah yang dimiliki oleh bumi
laskar pelangi tersebut. Aksi ini kemudian mengundang para penambang ilegal
yang berusaha mencari kesempatan dalam kesempatan untuk mencari keuntungan
pribadi.

6
Munculnya masalah kerusakan laut dalam hal ini, dilakukan pengerukan tanah
yang dilakukan dalam penambangan timah di lepas pantai kepualuan Bangka
Belitung menyebabkan rusaknya topografi pantai. Pantai yang sehat adalah pantai
yang memiliki bentuk tanah yang landai. Namun, ketika dilakukan kegiatan
penambangan timah, kegiatan penambangan tersebut membuat struktur tanah di
lepas pantai menjadi lebih curam sehingga daya abrasi pantai menjadi semakin
kuat.

Akibat lain yang ditimbulkan dari pengerukan tanah di dasar laut adalah
berubahnya garis pantai yang semakin mengarah ke daratan. Pengerukan tanah
dan pembuangan sedimen juga menyebabkan air laut menjadi keruh. Dengan
makin maraknya aktivitas penambangan, intensitas kekeruhan air semakin tinggi
dan radiusnya ke kawasan lain di luar kawasan penambangan semakin luas. Hal
ini tidak menutup kemungkinan bahwa kawasan terumbu karang yang bukan
merupakan wilayah penambangan terkena imbas akibat kekeruhan air.
Sedimentasi tanah yang menjadi penyebab kekeruhan air ini dapat menutup dan
mematikan terumbu karang. Matinya terumbu karang akan merusak habitat
kehidupan laut yang indah; lingkungan laut akan berubah menjadi habitat alga
yang cenderung merugikan. Oleh karena itu, hal tersebut membuat kerusakan laut
di lepas pantai di Kepulauan Bangka Belitung menjadi semakin parah.

Sejumlah penelitian yang telah dilakukan meyatakan bahwa terumbu karang


semakin terancam kehidupannya karena ulah para pelaku tambang. Sejak tahun
2006 ekosistem laut di Bangka Belitung semakin parah daripada di daratan.
Kehancuran terumbu karang yang mencapai 40 persen di perariran Bangka
disebabkan oleh PT.Timah yang melakukan penambangan timah selama puluhan
tahun sehingga habitat ikan-ikan terganggu, bahkan para nelayan sudah sangat
sulit untuk mendapatkan ikan. PT.Timah memang telah melakukan perbaikan
lingkungan laut, tetapi sistem rehabilitasi lingkungan yang diterapkan dianggap

7
belum memadai. Pihak PT. Timah hanya menaruh rumpon tanpa penanganan
yang berlanjut.

Mata pencaharian masyarakat di Kepulauan Bangka Belitung adalah menangkap


ikan, tetapi profesi nelayan ini terganggu karena penambangan timah. Kerusakan
ekosistem laut yang terjadi menyebabkan rusaknya habitat tumbuhan dan binatang
laut. Karena semakin sulit mendapatkan ikan, keuntungan yang di dapat oleh
nelayan semakin kecil pula. Situasi seperti ini kemudian mendorong sebagian
besar nelayan untuk merubah profesi menjadi penambang timah inkonvensional
(TI) apung dengan menggunakan perahu-perahu kecil atau bagan terapung, baik
secara legal (menjalin kerja sama dengan PT. Timah atau perusahaan swasta yang
memiliki izin resmi) maupun secara ilegal dengan menjadi cukong atau bekerja
kepada cukong tambang timah ilegal.

Kegiatan menambang secara ilegal ini juga banyak menelan korban. Para
penambang harus menyelam hingga kedalaman kurang lebih 40 meter untuk
menancapkan pipa penyedot untuk menambang timah. Mereka menyelam dengan
menggunakan perlengkapan sangat sederhana, seperti masker dengan udara dari
kompresor dan alat pengisap pasir merek Dongfeng. Banyak dari mereka yang
harus mengalami pendaharahan di telinga atau hidung saat menyelam, dan
terkadang ada juga yang kehilangan nyawa karena tubuh mereka tidak mampu
dengan kedalaman 40 meter.

Selain menyebabkan berubahnya topografi tanah pada pantai, kegiatan


penambangan timah yang semakin marak ini juga menimbulkan kekhawatiran
akan menipisnya persediaan timah di perairan Bangka dan Belitung. Adanya
kebijakan yang diambil oleh Pemerintah setempat dengan membuka izin
penambangan timah dalam skala kecil dan menengah atau tambang
inkonvensional memberikan efek berupa semakin membabi butanya kegiatan
penambangan oleh masyarakat setempat dan juga oleh beberapa perusahaan
peleburan timah skala menengah di Pulau Bangka Belitung. Karena semakin

8
banyak badan usaha yang beroperasi, menyebabkan persaingan pertambangan
timah semakin tinggi. Harga yang dipatok oleh pengumpul timah swasta semakin
tinggi sehingga masyarakat berlomba-lomba untuk meningkatkan produksi timah.
Menurut banyak sumber jika kegiatan membabi buta ini tetap berlanjut, seluruh
cadangan timah yang ada di Kepulauan Bangka Belitung diperkirakan akan habis
pada tahun 2027.

III.PILIHAN-PILIHAN KEBIJAKAN

1. Melarang pembuangan serampangan limbah bekas penambangan timah


agar tidak menimbulkan sedimen yang dapat merusak terumbu karang dan
menyebabkan dangkalnya pesisir pantai. Dalam hal ini pemerintah yang
bekerjasama dengan Perusahaan pertambangan timah sebaiknya membuat
saluran limbah disuatu kolam agar limbahnya tersebut tidak langsung
dibuang ke laut. Dan setelah itu dilakukan penetralisiran air dari limbah
tersebut agar saat dikembalikan ke laut tidak merusak ekosistem di dalam
laut tersebut.

2. Melakukan penambangan timah yang terstruktur dan terencana. Dimana


dengan adanya penambangan timah terstruktur dan terencana ini maka
akan ada analisa mengenai dampak lingkungan dari penambangan timah
tersebut, harus diperhatikan sejauh mana kira-kira batas penambangan
yang dilakukan meliputi waktu penambangan, luas cakupan penambangan
timah yang akan dilakukan, tidak berlebihan dalam penambangannya dan
tidak merusak ekosistem-ekosistem penunjang wilayah pesisir yang
terdapat di dalam laut seperti ekosistem terumbu karang,tanaman laut,
ikan laut serta lainnya.
Perencanaan penambangan yang tepat agar penambangan pada timah
di Kepulauan Bangka ini tidak hanya meninggalkan sisa lain yang tidak
dapat dimanfaatkan. Apalagi melihat lokasi penambangan timah tersebut
yang dekat dengan pemukiman penduduk setempat. Mestinya

9
dipertimbangkan efek sampingnya juga terhadap kehidupan dan
kesejahteraan masyarakat sekitar. Jika memang penambangan akan
dilakukan, perlu disiapkan lahan pengganti untuk dikelola dan ditanam
oleh warga sekitar, memberikan jaminan lapangan kerja sebagai bentuk
ganti rugi atau paling tidak timbal balik bagi masyarakat yang telah
mengupayakan kesuburan tanah tersebut selama bertahun-tahun.Dan
melakukan pemeliharaan pula terhadap ekositem di dalam laut.

3. Ketegasan dari pemerintah daerah Kepulauan Bangka Belitung untuk


mengatur sumberdaya alam ini dengan bijaksana. Dalam hal ini
pemerintah daerah Kepulauan Bangka Belitung perlu membuat regulasi
dan payung hukum yang mengatur tentang perencanaan, pemanfaatan,
pengelolaan dan pengawasan wilayah pesisir dengan melakukan
harmonisasi hukum sehingga tidak terjadi tumpang tindih kewenangan dan
tumpang tindih kebijakan dengan mendudukkan semua stakeholder untuk
kemakmuran masyarakat secara umum dan dilakukan pengawasan
terhadap ketegasan pemerintah tersebut.

4. Melakukan reklamasi pantai dengan menanam kembali tanaman bakau di


areal sekitar pantai.Hal ini dilakukan dengan cara seperti berikut :

a. Pada terumbu karang,kegiatan rehabilitasi terumbu karang saat operasi


dan pasca operasi penambangan timah harus dilakukan dengan konsep
reklamasi laut yang aplikatif dengan kondisi Bangka Belitung.
Pemerintah pusat dan daerah perlu merancang dan menyiapkan
regulasi yang tegas dan jelas dalam membuat konsep reklamasi laut
untuk mengembalikan kondisi lingkungan semirip mungkin dengan
kondisi awal lingkungan sebelum dilakukan penambangan timah yang
dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan.Hal ini sesuai dengan
amanah dari UU No.4/2009 tentang Pertambangan dan Minerba, UU

10
No.32/2009 tentang PPLH dan UU No.1/2014 tentang Pengelolaan
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
b. Melakukan reklamasi pula yang dilakukan oleh pihak perusahaan
penambangan timah ialah dengan menanam bakau utuk merehalibisasi
pesisir pantai.Kegiatan rehabilitasi lingkungan pesisir tidak hanya
dilakukan Satuan Kerja Kesehatan Keselamatan Kerja dan Lingkungan
Hidup (K3LH) pada perusahaan, tetapi juga melibatkan para
pemangku kepentingan lainnya.

5. Pemberhentian Tambang di wilayah pesisir di kepulauan Bangka Belitung


karena terkait dengan semakin meningkatnya dampak buruk yang terdapat
dalam tambang wilayah pesisir timah di kepulauan Bangka Belitung, maka
Pemerintah akan melakukan penutupan . Pemerintah mengeluarkan surat
pemberhentian pertambangan yang menggunakan kapal keruk, kapal isap,
pada tiga perairan di kepulauan Bangka Belitung, maka nelayan akan
menyambut baik keputusan ini. Karena keadaan tak kondusif untuk
pertambangan di wilayah pesisir kepulauan Bangka Belitung , hingga
dihentikan .Penghentian tersebut berdasarkan harus dilakukan
perbincangan ataupun musyawarah anatara nelayan dan juga pemerintah
agar dengan ditutupnya pertambangan di wilayah peisisir itu ,maka
ekosistem-ekosistem penunjang wilayang pesisir tersebut akan di
rehabilitasi dalam hal tata ruang ataupun memperbaiki ekosistem laut di
kepulauan Bangka Belitung.

6. Penghargaan dan sanksi,dalam hal ini Pemerintah kepulauan Bangka


Belitung dapat memberikan penghargaan terhadap perusahaan
pertambangan yang telah melakukan kegiatan penutupan tambang dengan
benar dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sanksi diberikan
kepada perusahaan pertambangan yang mengabaikan kaidah dan aturan
perundang-undangan yang berlaku, termasuk terhadap pengabaian
pengelolaan lingkungan hidup.

11
IV.KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Peranan penting dan strategis diperlukan dalam suatu kebijakan


pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah di wilayah laut dan pesisir, bahwa
sinergitas hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan perlu dijaga
keseimbangannya, karena merupakan modal pembangunan dan sekaligus sebagai
penopang sistem kehidupan. Karena itu pelindungan hukum bagi lingkungan
kawasan teluk dan pesisir kepulauan Bangka Belitung perlu ada, sehingga dalam
implementasi kebijakan pengelolaan wilayah pemerintahan kepulauan Bangka
Belitung dapat dipakai sebagai dasar pengelolaan dan pembatasan aktivitas
penambangan timah legal dan ilegal di kepulauan Bangka Belitung, dengan
harapan bahwa degradasi pesisir yang lebih besar lagi di kepulauan Bangka
Belitung dapat dicegah.
Oleh karena itu disarankan dilakukan penelitian kembali pada saat ada
aktivitas penambangan di perairan kepulauan Bangka Belitung untuk
membuktikan hal-hal lain pada penelitian ini. Hasil temuan pada penelitian ini
sebaiknya dijadikan pertimbangan untuk lebih memperkuat penegakan hukum
atau peraturan yang telah dibuat. Tanpa penegakan hukum maka kerusakan
lingkungan akan terjadi dengan cepat.
Pesisir serta laut merupakan suatu ciptaan Tuhan yang sangat berharga dan
bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia di bumi, hendaknya sumberdaya
alam tersebut kita jaga dan di pergunakan sebaik mungkin tanpa merusak ataupun
mengurangi fungsi habitat aslinya, dan jangan sampai hanya untuk mendapatkan
keuntungan pribadi atau golongan semata kita merugikan banyak orang dan
kerusakan alam yang di timbulkan di masa sekarang dan di masa yang akan
datang. Pentingnya penggunaan sumberdaya alam tersebut dengan cara yang bijak
demi keberlangsungan hidup generasi kita ke depan. Tentu saja memulai untuk
menjaga keindahan alam tersebut bersama-sama di mulai dari hal yang terkecil
dari diri kita masing-masing.

12
VI.DAFTAR PUSTAKA
Augusta,Ryan.2015.Terumbu Karang Babel Rusak .(online)
.http://www.antaranews.com/berita/396700/50-persen-terumbu-karang-
babel-rusak,diakses pada tanggal 18 Juni 2016 pukul 12.30 WIB.

Hidayat Benny,2012.Kajian Hukum Wilayah Laut dan Pesisir. (online).


http://benny77jeka.blogspot.co.id/2012/01/kajian-hukum-wilayah-laut-
dan-pesisir.html, diakses pada tanggal 19 Juni 2016 pukul 13.00 WIB.

Lestari,Winda.2013.Jurnal Tambang .(online). http://


partofmylives.blogspot.co.id /2013/05/jurbal-tambang.html, diakses pada
taggal 19 Juni 2016 pukul 13.05 WIB.

Noprianza.2012.Dampak Penambangan Timah .(online).


http://kskmerawang.blogspot.co.id/2012/06/dampak-penambangan-
timah.html,diakses pada tanggal 18 Juni 2016 pukul 13.06 WIB.

Saturi Sapariah. 2016.Tambang Bangka Belitung.(online).


http://www.mongabay.co.id/tag/tambang-bangka-belitung/, diakses pada
tanggal 18 Juni 2016 pukul 12.45 WIB.

Zikri,Manshur.2010.Praktek Penambangan Timah Membawa Kerugian .Bagi


Masyarakat.(online).https://manshurzikri.wordpress.com/2010/05/26/pr
aktek-penambangan-timah-di-kepulauan-bangka-belitung-membawa-
kerugian-bagi-masyarakat/,diakses pada tanggal 18 Juni 2016 pukul
13.00 WIB.

13
14

Anda mungkin juga menyukai