Anda di halaman 1dari 6

PEMBAHASAN

3.1 Permasalahan yang bertentangan dengan Pancasila sebagai Ideologi Nasional


(Terorisme)
3.1.1 Terorisme
Terorisme secara kasar merupakan suatu istilah yang digunakan untuk penggunaan
kekerasan terhadap penduduk sipil/non kombatan untuk mencapai tujuan politik, dalam skala
lebih kecil daripada perang. Istilah terorisme pada awalnya digunakan untuk menunjuk suatu
musuh dari sengketa teritorial atau kultural melawan ideologi atau agama yang melakukan aksi
kekerasan terhadap publik. Istilah terorisme dan teroris sekarang ini memiliki arti politis dan
sering digunakan untuk mempolarisasi efek yang mana terorisme tadinya hanya untuk istilah
kekerasan yang dilakukan oleh pihak musuh, dari sudut pandang yang diserang.
Aksi terorisme dapat dilakukan oleh individu, sekelompok orang atau negara sebagai
alternatif dari pernyataan perang secara terbuka. Negara yang mendukung kekerasan terhadap
penduduk sipil menggunakan istilah positif untuk kombatan mereka, misalnya antara lain
paramiliter, pejuang kebebasan atau patriot. Kekerasan yang dilakukan oleh kombatan negara,
bagaimanapun lebih diterima daripada yang dilakukan oleh ”teroris” yang mana tidak
mematuhi hukum perang dan karenanya tidak dapat dibenarkan melakukan kekerasan. Negara
yang terlibat dalam peperangan juga sering melakukan kekerasan terhadap penduduk sipil dan
tidak diberi label sebagai teroris. Meski kemudian muncul istilah State Terorism, namun
mayoritas membedakan antara kekerasan yang dilakukan oleh negara dengan terorisme,
hanyalah sebatas bahwa aksi terorisme dilakukan secara acak, tidak mengenal kompromi,
korban bisa saja militer atau sipil, pria, wanita, tua, muda bahkan anak-anak, kaya miskin,
siapapun dapat diserang.
Kebanyakan dari definisi terorisme yang ada menjelaskan empat macam kriteria,
antara lain target, tujuan, motivasi dan legitmasi dari aksi terorisme tersebut. Pada Bulan
November 2004 , Panel PBB mendifinisikan terorisme sebagai :
“Segala aksi yang dilakukan untuk menyebabkan kematian atau kerusakan tubuh yag serius
bagi para penduduk sipil, non kombatan dimana tujuan dari aksi tersebut berdasarkan
konteksnya adalah untuk mengintimidasi suatu populasi atau memaksa pemerintah atau
organisasi internasional untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu”.
Dapat dikatakan secara sederhana bahwa aksi-aksi terorisme dilatarbelakangi oleh
motif-motif tertentu seperti motif perang suci, motif ekonomi, motif balas dendam dan motif-
motif berdasarkan aliaran kepercayaan tertentu. Namun patut disadari bahwa terorisme bukan
suatu ideologi atau nilai-nilai tertentu dalam ajaran agama. Ia sekedar strategi , instrumen atau
alat untuk mencapai tujuan . Dengan kata lain tidak ada terorisme untuk terorisme, kecuali
mungkin karena motif-motif kegilaan (madness).

3.1.2 Pancasila Sebagai Ideologi


Istilah ideologi berasal dari kata idea dan logos. Idea berarti gagasan, konsep,
pengertian dasar, ide-ide dasar, cita-cita. Pokok-pokok pikiran yang perlu dikemukakan
mengenai ideologi adalah sebagai berikut:
1. Bahwa ideologi merupakan sistem pemikiran yang erat kaitannya dengan perilaku
manusia. Kecuali itu, ideologi merupakan serangkaian pemikiran yang berkaitan
dengan tertib sosial dan politik yang ada dan berupaya untuk merubah atau
mempertahankan tertib sosial dan politik yang bersangkutan.
2. Bahwa ideologi, di samping mengemukakan program juga menyertakan strategi guna
merealisasikannya.
3. Bahwa ideologi dapat dipandang sebagai serangkaian pemikiran yang dapat
mempersatukan manusia, kelompok, atau masyarakat yang selanjutnya diarahkan pada
terwujudnya partisipasi secara efektif dalam kehidupan sosial politik.
4. Bahwa yang bisa mengubah suatu pemikiran menjadi ideologi adalah fungsi pemikiran
itu dalam berbagai lembaga politik dan kemasyarakatan.
Pancasila sebagai ideologi nasional berarti bahwa Pancasila merupakan gagasan dasar
yang berkenaan dengan kehidupan negara. Sebagaimana setiap ideologi memiliki konsep
mengenai wujud masyarakat yang dicita-citakan, begitu juga dengan ideologi pancasila.
Masyarakat yang dicita-citakan dalam ideologi pancasila adalah masyarakat yang dijiwai dan
mencerminkan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila, yaitu masyarakat yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan serta bertoleransi, menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, masyarakat yang bersatu dalam suasana perbedaan, berkedaulatan rakyat dengan
mengutamakan musyawarah, serta masyarakat yang berkeadilan sosial. Hal itu berarti bahwa
pancasila bukan hanya sesuatu yang bersifat statais melandasi berdirinya negara Indonesia,
akan tetapi Pancasila juga membawakan gambaran mengenai wujud masyarakat tertentu yang
diinginkan serta prinsip-prinsip dasar yang harus diperjuangkan untuk mewujudkannya.
Kalau setiap ideologi mendasarkan diri pada sistem filsafat tertentu yang berisi
pandangan mengenai apa dan siapa manusia, kebebasan pribadi serta keselarasan hidup
bermasyarakat; ideologi Pancasila mendasarkan diri pada sistem pemikiran filsafat Pancasila,
yang di dalamnya juga mengandung pemikiran mendasar mengenai hal tersebut.
Pancasila sebagai ideologi memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Memberikan struktur kognitif keseluruhan pengetahuan yang dapat merupakan
landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia dan kejadian dalam alam sekitarnya.
2. Norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk melangkah
dan bertindak.
3. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menentukan identitasnya.
4. Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami dan menghayati serta
memolakan tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan norma yang terkandung di
dalamnya.

3.1.3 Hubungan antara Terorisme dan Pancasila Sebagai Ideologi Nasional


Keberhasilan membuat perangkat hukum yang baik belum tentu memberikan dampak
positif dalam mewujudkan maksud dan tujuan hukum. Sebagus apapun produk hukum formal
yang ada tidak akan ada artinya tanpa disertai penerapan yang baik. Ironisnya, Indonesia
dipandang sebagai negara yang pandai membuat perangkat hukum namun masih lemah
penerapannya. Hal ini jika dibiarkan akan mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat
terhadap hukum itu sendiri. Kehadiran terorisme seakan menggerus Pancasila sebagai ideologi
nasional yang selama ini dijadikan landasan hidup bagi masyarakat Indonesia dalam berbangsa
dan bernegara.
Kesalahan yang sesungguhnya terletak pada penerapan Pancasila sebagai ideologi. Hal
itu terjadi karena banyaknya orang Indonesia tidak dapat menerapkan nilai-nilai Pancasila
dengan benar. Terlebih para teroris, mereka adalah orang-orang yang tidak konsisten dalam
melaksanakan isi Pancasila. Mereka mengerti dan memahami Pancasila namun tidak
menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Terorisme di Indonesia muncul di saat yang sama dengan dekade, di mana bangsa ini
melupakan Pancasila. Tidak pernah lagi Pancasila benar-benar dihayati dan diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari. Padahal para pendiri NKRI sejak awal menyatakan bahwa
penyelamat, pemersatu, dan dasar Negara adalah Pancasila.
Bung Karno tegas-tegas berkata: “Bila bangsa Indonesia melupakan Pancasila, tidak
melaksanakan dan mengamalkannya maka bangsa ini akan hancur berkeping-keping” juga
dinyatakan bahwa barang siapa, atau kelompok manapun yang hendak menentang atau
membelokkan Pancasila, niscaya akan binasa.
Terorisme di Indonesia tumbuh subur karena didukung oleh perilaku sebagian
masyarakat yang bertentangan dengan filosofi Pancasila. Setiap sila telah diselewengkan:
Ketuhanan Yang Maha Esa yang memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk memeluk
agama menurut keyakinan dan kepercayaannya, telah diracuni oleh pemikiran-pemikiran salah
yang hanya mengistimewakan agama tertentu saja.
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, berupa penghargaan akan harkat dan martabat
kemanusiaan, yang diwujudkan dengan penghargaan terhadap hak azasi manusia diabaikan.
Ideologi Pancasila menjunjung tinggi persatuan bangsa dengan menempatkan terwujudnya
persatuan bangsa itu di atas kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan. Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, kini tercabik-cabik
ditarik ke sana kemari demi kepentingan politik praktis. Dan terakhir, Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia, tinggal slogan kosong karena adanya jurang pemisah yang amat
dalam antara si-kaya dan si-miskin, yang menimbulkan kecemburuan sosial.
Namun sebagai sebuah bangsa yang besar, kita wajib menyadari bahaya ini. Jika
dibiarkan, tak ayal bangsa Indonesia akan terpecah-pecah dan akhirnya musnah. Belum
terlambat benar untuk berbenah. Kembali pada kekeramatan Pancasila.
Selanjutnya, bagaimana cara menghapuskan terorisme dari bumi Indonesia? Hal ini
nampaknya sulit untuk dilakukan karena masyarakat Indonesia belum satu hati menyikapi
terorisme. Masih ada sebagian kecil kelompok masyarakat tertentu yang justru membela dan
melindungi terorisme dengan opini-opini yang menyesatkan. Padahal, semua negara di belahan
bumi mana pun sudah mendeklarasikan bahwa terorisme adalah musuh bersama.
Dari aspek kualitas ancaman, terorisme berpotensi merusak segala-galanya, mulai dari
jiwa manusia (korban maupun pelaku), otak dan nurani (pelaku), bangunan fisik serta
bangunan ideologi bangsa kita. Mereka bekerja sangat rahasia dan radikal, dengan menolak
sebagian besar premis yang melandasi lembaga-lembaga yang sudah ada dalam masyarakat.
Bahkan pemerintah pun dianggap sebagai pemasung rakyat. Karena itu terorisme digolongkan
ke dalam jenis kejahatan luar biasa.

3.1.4 Cara Penyelesaian yang Tepat untuk Memberantas Terorisme


Berikut ini penulis mencoba memberikan gambaran umum tentang penyelesaian yang
tepat untuk memberantas terorisme di Indonesia:
a. Revitalisasi Pancasila
Akar permasalahan dari terorisme adalah benturan filsafat universal yang saling
bertolak belakang dan Pancasila dapat digunakan sebagai sarana terapi atas kondisi masyarakat
Indonesia saat ini. Revitalisasi Pancasila dalam kehidupan masyarakat dibutuhkan untuk
menyatukan bangsa sekaligus membendung masuknya ideologi transnasional ke benak
masyarakat Indonesia. Penerapan pancasila secara tepat dan bertanggungjawab harus
ditingkatkan dari waktu ke waktu. Dengan demikian ancaman dari luar maupun dari dalam
negeri bisa dibendung dan diatasi bersama dengan persatuan dan kesatuan Indonesia untuk
kepentingan bersama.
Dalam terorisme, membela ideologi adalah lebih utama daripada membela faktor
kepentingan. Dengan mengutamakan ideologi, seseorang bisa dengan rela melakukan bunuh
diri, jika hanya mengandalkan faktor kepentingan, maka hal itu sangat tidak mungkin terjadi.
Bangsa Indonesia harus memiliki ideologi sendiri yaitu Pancasila yang benar-benar
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dengan baik. Dengan demikian, ideologi Pancasila
dapat menjadi tameng untu melawan terorisme. Seluruh elemen masyarakat harus
meningkatkan kewaspadaan dan pengetahuan karena bentuk terorisme juga semakin
berkembang sesuai dengan perkembangan peradaban dan teknologi, sehingga akan semakin
mematikan. Semula, senjata yang digunakan adalah pistol, tetapi kemudian berkembang
menjadi bom dan tidak menutup kemungkinan akan menggunakan nuklir.
Terorisme juga akan memiliki bentuk-bentuk lain yang lebih canggih dan berbahaya
seperti eco-terorism (terorisme terhadap lingkungan), bio-terorism, dan juga cyber-terorism.
Operasional teroris juga sudah menggunakan teknologi informasi, jika tidak ada informan yang
paham mengenai teknologi informasi, maka yang jelas aparat akan tertinggal.
Selain revitalisasi juga diperlukan reaktualisasi dan rejuvenasi nilai-nilai Pancasila
karena fenomena terorisme yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh ketidakfahaman
seseorang atas nilai-nilai kebenaran.
Dengan memperkuat kembali dan merevitalisasi ideologi serta filosofi pemersatu
bangsa. Pancasila bisa menjadi filter terhadap nilai dan filosofi yang tidak sesuai dengan kultur
serta identitas bangsa Indonesia. Dengan demikian, segala hal yang tidak sesuai dan
berlawanan dengan Pancasila, termasuk terorisme, dapat dicegah dan dimusnahkan.

b. Pendekatan Sosio-Kultural sebagai alternatif penyelesaian.


Memerangi terorisme tidaklah cukup dan tidak akan pernah berhasil hanya dengan
menindak pelaku teror dan peledakan bom dengan kekerasan. Kita melihat bagaimana Amerika
Serikat dan sekutunya dalam menjalankan kampanye ”Perang Terhadap Terorisme”. Justru
kampanye tersebut telah menimbulkan masalah tersendiri yang telah memakan korban warga
negara mereka itu sendiri dan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk menindak para
pelaku teror Para pelaku teror tersebut akan terus meningkatkan perlawanannya seiring
semakin hebatnya USA dan sekutunya untuk memerangi pelaku teroris.
Fakta telah menunjukkan bahwa membunuh pelaku teror, mengisolasinya dan
memenjarakan para pemimpin organisasi teroris tidak mampu menghentikan tindakan
terorisme dalam waktu lama. Seperti yang terjadi di Indonesia sendiri, evakuasi terhadap
pelaku bom Bali dengan cara penembakan secara membabi buta, dikecam oleh barbagai pihak
dan dianggap sebagai hukuman yang tidak manusiawi. Bahkan, para keluarga dan kerabat
jelas-jelas memprotes prosesi tersebut. Dikhawatirkan dari pihak tertentu akan timbul dendam
untuk membalas dan memunculkan suatu tindakan terorisme baru yang mungkin lebih parah
dari yang sebelumnya.
Di Indonesia, munculnya tindakan terorisme menandakan adanya yang salah dalam
sistem sosial, politik dan ekonomi. Para pelaku teroris menjadi sedemikian radikal disebabkan
mereka merasa termarginalisasi dan terasing dari kehidupan sosial, politik dan ekonomi
masyarakat. Keterasingan tersebut pada umumnya bersifat struktural yang termanifestasi
dalam kebijakan pemerintah yang kurang akomodatif atau merugikan dalam waktu panjang.
Hal ini akan mengakibatkan perasaaan tidak puas dan benci pada pemerintah dan kelompok
masyarakat tertentu seperti orang kaya, penguasa dan orang asing yang dianggap telah
melangkahi kepentingan mereka. Namun upaya untuk mengatasi rasa keterasingan tersebut
secara normal mengalami hambatan karena tidak ada ruang bagi mereka untuk berpartisipasi
dan menyalurkan harapan serta kepentingan mereka sehingga timbullah aksi radikal seperti
terorisme.
Amatlah penting untuk menerapkan cara-cara lain yang lebih persuasif dan akomodatif
terhadap kepentingan terhadap kelompok yang berpotensi melakukan tindakan terorisme
Misalnya dengan menerapkan kebijakan yang lebih sensitif terhadap kepentingan berbagai
kelompok yang merasa termarginalisasi atau dirugikan dengan berbagai kebijakan yang telah
diterapkan selama ini. Termasuk kemungkinan penerapan tindakan yang bersifat dan
mengandung unsur konsesi dan rekonsiliasi antara pemerintah dan masyarakat serta unsur-
unsur dalam masyarakat itu sendiri. Sehingga memperkecil pilihan penggunaan kekerasan
untuk mencapai tujuannya.
Selain itu pula dalam rangka mengelimintir perekrutan pelaku terorisme pemerintah
dapat bersinergi dengan para tokoh setiap agama yang ada di Indonesia untuk melepaskan label
atau stigma dari suatu kelompok tertentu terhadap kelompok lainnya yang dicurigai sebagai
pelaku terorisme. Sehingga perlunya lebih merekatkan kerjasama di dalam kelompok
masyarakat Indonesia dan menjalin komunikasi untuk menyamakan persamaan pandangan dari
dalam seluruh kelompok masyarakat bahwa terorisme bukanlah nilai/ajaran suatu kelompok
tertentu.

Anda mungkin juga menyukai