Anda di halaman 1dari 23

Mengenal Akuntansi Internasional

Akuntansi Internasional merupakan akuntansi yang digunakan untuk transaksi antar

negara, pembandingan prinsip-prinsip akuntansi di negara-negara yang berbeda serta

harmonisasi standar akuntansi di penjuru dunia. Saat ini perkembangan akuntansi

internsional kian pesat serta didukung dengan besarnya perhatian profesi akuntan terhadap

masalah tersebut. Secara garis besar ada tiga definisi terhadap akuntansi internasional

tersebut:

1. Konsep parent-foreign subsidiary accounting. Konsep ini memandang akuntansi

internasional hanya sebatas proses penyusuan laporan konsolidasi dari perusahaan induk

dengan perusahaan cabang yang ada di berbagai negara.

2. Konsep comperative atau international accounting yang menitikberatkan pada usaha

untuk mempelajari serta memahami perbedaan akuntansi yang ada di berbagai negara.

Konsep ini mencakup pengakuan terhadap perbedaan akuntansi dan praktik pelaporan,

pengakuan terhadap prinsip dan praktik akuntansi di masing-masing negara, serta

kemampuan untuk mengetahui dampak perbedaan tersebut dalam pelaporan keuangan.

3. Universal atau world accounting adalah konsep yang didalamnya mencakup konsep,

teori, dan prinsip akuntansi yang berlaku di semua negara.

Menurut Belkaoui (1985) adanya perbedaan tujuan, standar, kebijakan, dan teknik

akuntansi merupakan akibat dari:


 Relativisme budaya

 Relativisme bahasa

 Relativisme politik dan sipil

 Relativisme ekonomi dan penduduk

 Relativisme hukum dan pajak

Lima determinan tersebut diatas akan sangat mempengaruhi sistem pelaporan di

masing-masing negara sehingga mengakibatkan adanya perbedaan antara negara yang satu

dengan negara yang lain. Inilah yang mendasari diperlukannya akuntansi internasional.

Untuk mengatasi permasalahan ini Mueller (1976) mengemukakan tiga usulan, yaitu :

1. Setiap perusahaan menyusun laporan keuangan primer dan sekunder.

2. Single-Domicile reporting, artinya laporan keuangan disusun menurut standar dari

domisili perusahaan tersebut.

3. Laporan keuangan disusun menurut standar internasional.

Konsep akuntansi universal memiliki lingkup yang sangat luas dimana

mengarahkan akuntansi internasional menuju formula dan studi terhadap satu kumpulan

prinsip akuntansi yang dapat diterima secara luas/universal. Dengan demikian maka akan

dihasilkan satu standarisasi lengkap terhadap prinsip akuntansi secara internasional. Dasar

dari akuntansi internasional adalah mengarahkan akuntansi internasional terhadap

pemahaman atas perbedaan nasional dalam akuntansi yang mencakup:

 Kesadaran akan adanya keragaman internasional di dalam akuntansi perusahaan dan

praktik-praktik pelaporan.
 Pemahaman akan prinsip-prinsip dan praktik-praktik akuntansi dari masing-masing

negara.

 Kemampuan untuk menilai dampak dari beragamnya praktik-praktik akuntansi pada

pelaporan keuangan.

Adanya paradigma baru dalam akuntansi internasional turut memperluas kerangka

kerja dan memberikan ide-ide baru dari akuntansi internasional.

Pengertian Akuntansi Internasional secara umum

Akuntansi Internasional adalah akuntansi untuk transaksi internasional (non

domestic), perbandingan prinsip akuntansi antarnegara yang berbeda dan harmonisasi

berbagai standar akuntansi dalam bidang kewenangan pajak, auditing dan bidang akuntansi

lainnya. Akuntansi harus berkembang agar mampu memberikan informasi yang diperlukan

dalam pengambilan keputusan di perusahaan pada setiap perubahan lingkungan bisnis.

Klasifikasi akuntansi internasional dapat dilakukan dalam dua cara,yaitu:

a) Dengan Pertimbangan

Klasifikasi dengan pertimbangan bergantung pada pengetahuan, intuisi dan pengalaman.

b) Secara empiris

Klasifikasi secara empiris menggunakan metode statistic untuk mengumpulkan data prinsip

dan praktek akuntansi seluruh dunia.


Beberapa fakor yang dapat mempengaruhi perkembangan Akuntansi Internasionai :

1.Sumber pendanaan

2. Sistem Hukum

3. Perpajakan

4. Ikatan Politik dan Ekonomi

5. Inflasi

6. Tingkat Perkembangan Ekonomi

7. Tingkat Pendidikan

8. Budaya

Pada umumnya Akuntansi Internasional mencakup bahasan sebagai berikut:

1. Akuntansi Keuangan

- Studi perbandingan standar akuntansi keuangan yang berlaku di manca negara.

- Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standards).

- Permasalahan harmonisasi standar akuntansi secara global.


2. Permasalahan Pengukuran dan Pelaporan Akuntansi MNC (Multinational Company)

- Penjabaran laporan keuangan anak perusahaan yang dilaporkan dalam mata uang asing.

- Konsolidasi laporan keuangan MNC.

- Analisis laporan keuangan untuk tujuan evaluasi kinerja MNC.

3. Akuntansi Perpajakan

- Transfer pricing

- Perpajakan Internasional

4. Akuntansi Manajemen

- Kebijakan pembelanjaan kegiatan usaha di luar negeri

- Analisis investasi di luar negeri

- Manajemen risiko valuta asing

- Evaluasi kinerja kegiatan usaha di luar negeri

5. Auditing

- Studi perbandingan standar audit di manca Negara.

- Studi perbandingan praktek profesi akuntan publik di manca negara


Ruang lingkup dari Akuntansi Internasional terdiri dari 2 aspek, yaitu :

1. Akuntansi internasional membahas gambaran standard akuntansi dan praktek akuntansi

diberbagai negara di dunia serta membandingkan standar dan praktek akuntansi tersebut

pada masing-masing negara yang dibahas.

2. Transaksi internasional membahas mengenai pelaporan keuangan, penjabaran dan

transaksi valas, sistem informasi, penganggaran, system penilaian kerja, perpajakan dan

audit internasional.

Dalam aspek ini juga termasuk pembahasan akuntansi manajemen untuk bisnis

internasional. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa Akuntansi Internasional yaitu suatu

standar sistem informasi Akuntansi Internasional dalam pelaporan keuangan untuk

kegiatan-kegiatan bisnis yang melibatkan 2 atau lebih negara serta penerapan praktek-

praktek Akuntansi di berbagai negara.

Menjelaskan isu-isu Akuntansi yang diciptakan oleh Perdagangan Internasional :

Investasi asing langsung (fdi) dapat berupa pembentukan baru operasi di negara

asing (greenfield investasi) dan investasi dalam operasi yang ada di negara asing (akuisisi).

Fdi ini terjadi pada saat perusahaan berinvestasi dalam operasi bisnis pada negara asing

sebagai alternatif untuk mengekspor dari pemasok dan ataupun mengimpor pada pelanggan

yang berada di negara asing.

Isu utama yang diciptakan fdi ini adalah mengenai kebutuhan untuk :
a. Mengkonversi dari lokal ke us gaap sejak pencatatan akuntansi yang pada biasanya

disusun dengan menggunakan gaap lokal.

b. Menerjemahkan dari mata uang lokal ke dolar as sejak catatan akuntansi padahal

biasanya disusun dengan menggunakan mata uang lokal. Selain itu secara konsep

,dimungkinkan bahwa suatu perusahaan multi nasional memiliki lebih dari satu mata uang

fungsional karena dalam prakteknya maka diperlukan seleksi mata uang fungsional.

Terdapat alasan untuk foreign Investment langsung adalah :

- Tingkatkan Sales dan Profits : Penjualan internasional mungkin saja satu sumber margin

keuntungan lebih tinggi atau laba tambahan melalui penjualan tambahan.

- Masuk Rapidly Growing atau Emerging Markets : Investasi langsung yang asing adalah

makna untuk meningkatkan suatu tumpuan/kedudukan dalam satu dengan cepat

berkembang atau muncul pasar. Objektif terakhir harus meningkatkan penjualan dan laba.

Mengurangi Costs : Sebuah perusahaan kadang- kadang bisa mengurangi biaya

menyediakan barang-barang dan layanan ke pelanggan nya melalui investasi langsung yang

asing.

- Amankan Domestic Markets : Untuk melemahkan satu kompetitor internasional potensial

dan melindungi pasar domestik nya, satu perusahaan mungkin memasuki pasar rumah

kompetitor.
- Amankan Foreign Markets : Investasi tambahan dalam suatu negara asing adalah kadang-

kadang mendorong oleh suatu kebutuhan untuk melindungi pasar itu dari kompetitor lokal.

- Peroleh Technological dan Managerial Know-how : Selain dari pada melakukan riset dan

pengembangan di rumah, cara lain untuk memperoleh ‘know-how’ teknologi dan

managerial harus menyiapkan satu operasi dekat dengan memimpin kompetitor.

Seperti yang dijelaskan diatas Investasi Asing Langsung dapat menimbulkan isu-isu

Akuntansi Internasional. Investasi Asing Langsung ini erat hubungannya dengan penjualan

internasional yang merupakan sumber margin keuntungan yang lebih tinggi atau laba

tambahan melalui penjualan tambahan. Produk Unik atau keuntungan-keuntungan

teknologi dapat menyediakan satu komparatif keuntungan bahwa satu perusahaan berharap

untuk memanfaatkan dengan cara mengembangkan penjualan di dalam mancanegara.

Contoh Kasus

1. PT Selalang(slulung) Prima Internasional

Kasus L/C bodong PT Selalang(slulung) Prima Internasional, yang dimiliki oleh mister

Misbakun, bisa berkembang menjadi kasus pembobolan Bank Century dan penggelapan

duit talangan PMS LPS (Penyertaan Modal Sementara dari Lembaga Penjaminan Kredit ).

Investigasi dari Majalah Tempo minggu ini ( Majalah Tempo Edisi :02/39,8 Maret 2010)

berhasil melacak perjalanan akal akalan PT Selalang untuk mendapatkan fasilitas

perbankan dari Bank Century. Laporan investigasi ini menurut saya berhasil menunjukan

bukan saja permainan busuk PT Selalang untuk mendapatkan LC dari Bank Century, tetapi

juga sepak terjang Misbakun cs.


Dari beberapa milis saya mendapatkan informasi yang konon berasal dari raw version audit

investigasi BPK. Berdasarkan informasi itu cukup mengagetkan karena PT Selalang tidak

saja berhasil mendapatkan fasilitas LC dari Bank Century tetapi mendapatkan juga dana

talangan PMS dari LPS. coba lihat rinciannya :

PT Selalang Prima International

Berdasarkan hasil pemeriksaan atas dokumen-dokumen yang berkaitan dengan Letter of

Credit (L/C) dan konfirmasi dengan pihak terkait diketahui hal-hal sebagai berikut :

1. PT Selalang Prima International merupakan perusahaan yang bergerak usaha

perdagangan dan didirikan pada tanggal 2 November 1999 sesuai Akte

Notaris No. 3 dengan pemilik Mukhamad Misbakhun dan Franky Ongko

Wardoyo dengan jumlah kepemilikan masing-masing 99% dan 1%.

Sedangkan pengurus PT Selalang Prima International yaitu Franky Ongko

Wardoyo sebagai Direktur dan Mukhamad Misbakhun sebagai Kornisaris.

Berdasarkan liasil pemeriksaan diketahui bahwa PT Selalang Prima lnternational

memperoleh perlakuan istimewa dalam memperoleh fasilitas L/C dari Bank Century

dimana L/C yang diberikan didasarkan kepada instruksi dari Robert Tantular (Pemegang

Saham Bank Century) dan Hermanus Hasan Muslim (Dirut Bank Century) sesuai

keterangan dari Pimpinan Kantor Pusat Operasional (KPO) Senayan yaitu Linda

Wangsadinata.
1. Fasilitas Letter of Credit (L/C) yang diberikan kepada PT Selalang Prima

lnternational adalah L/C No. 0474LC07B sebesar USD22.5 juta dengan jaminan

(margin deposit) berupa deposito sebesar USD4.5 juta (atau 20% dari plafond L/C).

Fasilitas L/C tersebut digunakan untuk transaksi impor Bentulu Condensate dari

Grains and lndustrial Products Trading PTE, Ltd. (Beneficiary) sesuai kontrak

(Sales Contract) No. GRIP S07-4955-1807 tanggal 23 November 2007 dengan

Bank Penjamin (Negotiating Bank) adalah—National Cornmercial Bank (NCB),

Jeddah dan Bank Koresponden adalah Saudi National Commercial Bank (SNCB),

Bahrain;

2. Pemberian fasintas L/C tidak didukung oleh analisa dan prosedur yang

komprehensif, khususnya kemampuan/kondisi keuangan perusahaan, namun L/C

tersebut telah rnendapat persetujuan dari Komite Kredit, baik Komite Kredit

Cabang (Kabag Operasional dan Kepala Cabang), Komite Kredit Wilayah

(Kakanwil) dan Komite Kredit Pusat yaitu Direksi (Hermanus Hasan Muslim dan

Hamidy) dan Komisaris (Poerwanto Kamsjadi dan Rusli Prakarsa). Perjanjian

Kredit telah ditandatangani secara notariat termasuk pengikatan jaminan (gadai

deposito) sebesar USD4.5 juta pada tanggal 22 November 2007. Kondisi tersebut

tidak sesuai dengan Kebijakan Perkreditan Bank dan Pedornan Pelaksanaan Kredit

Bank Century No.20/SK-DIR/Century/IV/2005 tanggal 21 April 2005.

3. Bank Century telah menempatkan jaminan (deposit) pada SNCB, Bahrain sebesar

USD50 juta berupa US Treasury Strips dengan ISIN US9l2803BD41 dalam rangka

pembukaan L/C untuk PT Selalang Prima International. Jaminan (deposit) Bank

Century kepada Bank SNCB, Bahrain tersebut tidak sebanding dengan janminan
(deposit) L/C yang diberikan oleh Debitur sebesar USD4.5 juta (atau 20% dari

plafond L/C). Jaminan sembilan debitur lainnya yang mendapat fasilitas L/C dari

Bank Century juga berkisar 5% – 20% dari plafond L/C;

4. Realisasi penggunaan L/C tersebut adalah sebesar USD22,499,964.63 yang jatuh

tempo tanggal 19 November 2008 sesuai surat konfirmasi dari The Bank of New

York Cabang Singapore tanggal 28 November 2007;

5. Pada saat jatuh tempo L/C tanggal 19 November 2008, PT Selalang Prima

International tidak mampu membayar kewajiban L/C sehingga Bank Century

melakukan eksekusi jaminan deposito sebesar USD4.5 juta. Pada tanggal 24

November 2008, Bank Century dan PT Selalang Prima International melakukan

restrukturisasi L/C tersebut dengan melakukan pembayaran sebesar USD1.5 juta

sehingga nilai outstanding L/C tersebut sebesar USD16.5 juta (USD22.5 juta –

USD4.5 juta — USD1.5 juta);

6. Jaminan Bank Century berupa US Treasury Strips sebesar USD50 juta yang

ditempatkan di SNCB, Bahrain tersebut pada akhirnya dijual dengan nilai penjualan

sehesar USD24,62l,500 atau 49,243% dan digunakan untuk pelunasan L/C PT

Selalang Prima International sebesar USD22,499,964.63 sedangkan sisanya ditransfer

ke rekening Nostro Bank Century di Standard Chartered Bank. New York.

Penjualan US Treasury Strips tersebut mengakibatkan terjadi kerugian yang harus

ditanggnng oleh Bank Century sebesar USD25,378,500 (USD50,000,000 —

USD24,62l,500) atau ekuivalen Rp275.089 juta dan pada akhirnya membebani Penyertaan

Modal Sementara (PMS) oleh LPS.


6. Bank Century juga telah melakukan penyisihan (PPAP) atas L/C PT Selalang Prima

International tersebut sebesar USDI6.5 juta atau ekuivalen sebesar Rp179.850 juta

posisi 31 Desember 2008 dan pada akhirnya membebani Penyertaan Modal

Sementara (PMS) oleh LPS.

Berdasarkan kondisi tersebut di atas, porsi PMS yang digunakan untuk menutup

kerugian Bank Century dan fasilitas L/C PT Selalang Prima International adalah sebesar

Rp454.939 juta, terdiri dari:

* Kerugian atas penjualan US Treasury Strips untuk pelunasan L/C kepada NCB, Jeddah

sebesar USD25,378,500 atau ekuivalen Rp275.089 juta;

* Penyisihan (PPAP) atas L/C PT Selalang Prima International sebesar USD 16.5 juta atau

ekuivalen Rp179.850 juta.

2. Bank BNI

3. Profil Singkat Bank BNIBank BNI didirikan pada tahun 1946. Perusahaan publik

ini mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia. Bank BNI

merupakan bank terbesar nomor 3 di Indonesia setelah Bank Mandiri dan BCA

dengan total aset pada tahun 2003 sebesar IDR. 131,49 triliun.

Visi : Menjadi Bank kebanggaan nasional yang unggul dalam layanan dan kinerja
Misi : Memaksimalkan stakeholder value dengan menyediakan solusi keuangan yang fokus

pada segmen pasar korporasi, komersial dan konsumer

Budaya Perusahaan

1. BNI adalah bank umum berstatus perusahaan publik.

2. BNI berorientasi kepada pasar dan pembangunan nasional.

3. BNI secara terus menerus membina hubungan yang saling menguntungkan dengan

nasabah dan mitra usaha.

4. BNI mengakui peranan dan menghargai kepentingan pegawai.

5. BNI mengupayakan terciptanya semangat kebersamaan agar pegawai melaksanakan

tugas dan kewajiban secara profesional.

1. Ringkasan Kasus

Awal terbongkarnya kasus menghebohkan ini tatkala BNI melakukan audit internal pada

bulan Agustus 2003. Dari audit itu diketahui bahwa ada posisi euro yang gila-gilaa

besarnya, senilai 52 juta euro. Pergerakan posisi euro dalam jumlah besar mencurigakan

karena peredaran euro di Indonesia terbatas dan kinerja euro yang sedang baik pada saat

itu. Dari audit akhirnya diketahui ada pembukaan L/C yang amat besar dan negara bakal

rugi lebih satu triliun rupiah.

Penjelasan mengenai L/C fiktif BNI tersebut adalah sebagai berikut :

– Waktu kejadian : Juli 2002 s/d Agustus 2003


– Opening Bank : Rosbank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall Street Banking

Corp, dan Middle East Bank Kenya Ltd.

– Total Nilai L/C : USD.166,79 juta & EUR 56,77 juta atau sekitar Rp. 1,7 trilyun

– Beneficiary/Penerima L/C : 11 perusahaan dibawah Gramarindo Group dan

2 perusahaan dibawah Petindo Group

– Barang Ekspor : Pasir Kuarsa dan Minyak Residu

– Tujuan Ekspor : Congo dan Kenya

– Skim : Usance L/C

1. Kronologi :

2. Bank BNI Cabang Kebayoran Baru menerima 156 buah L/C dengan Issuing Bank :

Rosbank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall Street Banking Corp, dan

Middle East Bank Kenya Ltd. Oleh karena BNI belum mempunyai hubungan

koresponden langsung dengan sebagian bank tersebut di atas, mereka memakai bank

mediator yaitu American Express Bank dan Standard Chartered Bank.

3. Beneficiary mengajukan permohonan diskonto wesel ekspor berjangka (kredit ekspor)

atas L/C-L/C tersebut di atas kepada BNI dan disetujui oleh pihak BNI. Gramarindo

Group menerima Rp 1,6 trilyun dan Petindo Group menerima Rp 105 milyar.

4. Setelah beberapa tagihan tersebut jatuh tempo, Opening Bank tidak bisa membayar

kepada BNI dan nasabahpun tidak bisa mengembalikan hasil ekspor yang sudah

dicairkan sebelumnya.
5. Setelah diusut pihak kepolisian, ternyata kegiatan ekspor tersebut tidak pernah terjadi.

6. Gramarindo Group telah mengembalikan sebesar Rp 542 milyar, sisanya (Rp 1.2

trilyun) merupakan potensi kerugian BNI.

Dalam menanggapi kasus ini manajemen Bank BNI mengatakan bahwa tidak ada

ekspor fiktif dan belum ada kerugian, tetapi yang ada hanya potensi kerugian (potential

losses). Pertanyaannya adalah apakah mungkin kerugian sebesar itu terjadi tanpa ekspor

fiktif ? Minimnya informasi mengenai sistem pembayaran perdagangan internasional

melalui letter of credit (L/C) menimbulkan semakin banyaknya pertanyaan mengenai kasus

pembobolan Bank BNI.

1. Definisi-Definisi dalam Transaksi Letter of Credit

Pada umumnya L/C digunakan untuk membiayai penjualan barang/jasa jarak jauh

antara eksportir dan importir.

Definisi L/C menurut CFG Sunaryati Hartono : ”Secara harfiah L/C dapat

diterjemahkan sebagai Surat Hutang atau Surat Piutang atau Surat Tagihan, tetapi

sebenarnya L/C lebih merupakan janji akan dilakukan pembayaran,apabila dan setelah

terpenuhi syarat-syarat”

Bank Indonesia memberikan definisi mengenai L/C sbb :

”Letter of Credit adalah janji dari issuing bank untuk membayar sejumlah uang kepada

eksportir sepanjang ia dapat memenuhi syarat dan kondisi Letter of Credit tersebut”
Sedangkan menurut Uniform Customs and Practice for Documentary Credit, ICC

Publication No. 500 tahun 1993 (UCP 500), definisi L/C adalah : ”Setiap perjanjian,

apapun namanya atau maksudnya, dimana suatu bank (Issuing Bank atau bank penerbit)

bertindak atas permintaan dan instruksi seorang nasabah (Applicant/pembuka) atau atas

namanya sendiri, untuk melakukan pembayaran kepada pihak ketiga atau kuasanya (orang

yang ditunjuk oleh beneficiary/penerima L/C) atau memberikan kuasa kepada bank lain

untuk melakukan pembayaran, atau untuk mengaksep dan membayar bill of

exchange/wesel, atau memberi kuasa kepada bank lain untuk menegosiasi atas penyerahan

dokumen-dokumen yang ditetapkan, asalkan memenuhi persyaratan dan kondisi L/C”

1. Alur Transaksi Letter of Credit

Sebelum lebih jauh membahas mengenai kasus BNI, terlebih dahulu akan diuraikan

sistematika alur transaksi dalam L/C sebagai berikut :

Dari gambar tersebut, berikut diuraikan alur L/C, barang dan uang sbb :

1. Eksportir dan Importir menandatangai kontrak jual beli barang.

2. Importir/pemohon/applicant mengajukan aplikasi pembukaan L/C kepada Bank

Pembuka

3. Bank Pembuka menerbitkan L/C dan mengirimkannya melalui korespondennya

dinegara eksportir (yang yang menerima disebut Bank Penerus/Advising Bank)

4. Bank Penerus meneruskan L/C melalui banknya beneficiary/penerima L/C.

Banknya beneficiary meneruskan L/C kepada beneficiary


5. Beneficiary menyiapkan barang untuk kemudian mengapalkannya dengan tujuan ke

negara importir sesuai kontrak yang disepakati

6. Eksportir kemudian menyerahkan dokumen ekspor, lazimnya terdiri dari Wesel/Bill

of Exchange, Bill of Lading, Commercial Invoice, Packing List dan dokumen lain

yang dipersyaratkan L/C dan Bank Penegosiasi memeriksa kelengkapan dan

kesesuian dokumen dengan L/C dan membayarkan senilai wesel yang diserahkan

7. Bank Penegosiasi mengirimkan dokumen-dokumen yang sudah dinegosiasi kepada

Bank Penerbit untuk mendapatkan pembayaran

8. Bank Penerbit membayarkan kepada Bank Penegosiasi

9. Bank Penerbit menyerahkan dokumen tersebut kepada pemohon untuk kemudian

pemohon mengambil barang dari pelabuhan.

2. Solusi

Sistem dan prosedur pengamanan transaksi L/C, khususnya di bank-bank BUMN,

termasuk Bank BNI, cukup baik karena telah dibangun dan disempurnakan selama

bertahun-tahun, antara lain berdasarkan pengalaman- pengalaman pahit masa lampau.

Akan tetapi, sistem pengamanan yang baik saja tidak cukup. Masih diperlukan sikap

dari para petugasnya. Sekalipun sistem pengamanan sudah demikian baik, tetapi apabila

para petugas bank sengaja melanggar sistem dan prosedur dengan tujuan yang tidak baik,

bank akan kebobolan juga.

Bank selalu dihadapkan pada pilihan dilematis antara pengamanan dan pelayanan

kepada nasabah. Pengamanan yang terlalu ketat akan menghasilkan pelayanan yang

mengecewakan nasabah.
Sebaliknya, pelayanan yang dirasakan sangat memuaskan nasabah akan

mengorbankan sistem pengamanan. Menghadapi dilema ini, bank harus bijak dan mampu

membangun prosedur kerja yang tetap dapat menjamin keamanan, namun pelayanan bank

memuaskan bagi nasabah.

Dari penelitian, ternyata transaksi dalam kasus Bank BNI ini merupakan transaksi

bermasalah dengan indikasi transaksi tersebut dilakukan tanpa mengikuti ketentuan intern

Bank BNI. Transaksi L/C kedua grup usaha yang menjadi beneficiary telah dinegosiasikan

oleh Bank BNI Kebayoran Baru dengan diskonto tanpa didahului adanya akseptasi dari

bank penerbit.

Di samping itu, dokumen-dokumen L/C mengandung penyimpangan dan negosiasi

L/C dilakukan tanpa kelengkapan dokumen.

Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh kantor besar Bank BNI, para

eksportir, yaitu perusahaan-perusahaan yang termasuk Gramarindo Group dan Petindo

Group ternyata telah melakukan ekspor fiktif.

Hal ini terungkap antara lain dari hasil verifikasi kepada Pejabat Bea Cukai cabang

Belitung menyangkut Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) Gramarindo Group, Pejabat

Bea Cukai cabang Belitung menyatakan bahwa PEB tersebut palsu.

Sementara itu pula, penyelesaian pembayaran hasil transaksi ekspor (proceed) dari

beberapa slip L/C tersebut yang telah dinegosiasikan dilakukan bukan oleh bank pembuka
L/C (issuing bank), melainkan dilakukan oleh para eksportir sendiri dengan cara melakukan

penyetoran atau melalui pendebetan rekening para eksportir tersebut.

Sebagaimana diketahui, atas laporan kantor besar Bank BNI pada tanggal 30

September 2003, pihak kepolisian telah menahan pegawai Bank BNI Kebayoran Baru yang

terlibat, yaitu Koesadiyuwono (mantan pemimpin cabang Bank BNI Kebayoran Baru) dan

Edi Santoso (mantan Customer Service Manager Luar Negeri cabang Bank BNI Kebayoran

Baru).

3. Konsultan Arthur Anderson.

Semua mahfum bahwa Enron tergolong pebisnis yang ”the best”, bahkan Arthur

`Anderson merupakan ”suhu” GCG yang mengajarkan ilmu ini kepada banyak sekali

klien di mancanegara. Dapat kita cermati pula bahwa Enron merupakan perusahaan

raksasa ke 7 dalam ukuran nilai pasar tebesar dibidang energi dan perdagangan energi

yang listed di NYSE; menguasai bisnis jaringan pipa didaratan Amerika sehingga 34.000

miles. Sebelum kejatuhan, bisnis mereka berkembang pesat. Penjualan Enron pernah

menembus US$ 100 Milyar dengan jumlahkaryawan mencapai 20.000. sementara

Konsultan Arthur pernah berjaya sebagai the king five konsultan yang sangat ulung,

bisnis mereka merambah ke seluruh pelosok dunia. Perusahaan ini bukan konsultan

sembarangan. Enron dan Konsultan Arthur Anderson paham betul keutamaan GCG.

Logika sederhananya adalah bagaimana mungkin Enron dapat listed di NYSE kalau tidak

melaksanakan GCG. Bukankah negeri Paman Sam merupakan negeri yang sangat ketat

mewajibkan pelaksanaan GCG? Terlebih lagi bagi perusahaan publik. Kemudian

bagaimana mungkin konsultan kalau mereka ”pikun” tidak mengerti GCG? Lalu dimana
letak kesalahannya? Mengapa kesimpulan banyak kalangan banyak menyatakan bahwa

perusahaan-perusahaan terbaik tersebut lemah didalam meneraptkan GCG?

Sesungguhnya mereka bukan lemah menerapkan GCG. Akan tetapi tidak melaksanakan

tata kelola perusahaan yang baik. Karenanya sangat cocok bila dikatakan bahwa mereka

miskin integritas. Lebih tepatnya lagi adalah karena orang-orang yang memegang kunci

tampuk kuasa perusahaan kering integritas. Terbukti dari hasil analisis Jill dan Aris

Salomon yang menyatakan bahwa penyebab utama kejatuhan Enron berawal dari watak

korup para anggota BoD. Selama masa jabatannya orang-orang dalam BoD melakukan

berbagai macam kecurangan (Fraudulents) demi kepentingan diri mereka sendiri. Chief

Financial Officier dan Cheift Executive Officier Enron menciptakan pos-pos laporan

keuangan yang tidak diungkapkan secara transparan, tidak tepat waktu dan tidak akurat.

Korupsi dan kolusi dimulai dari pucuk pimpinan. Sehingga tidak ada lagi praktik-praktik

kotor yang merambah hingga ke level bawah. BoD Enron memanipulasi pos-pos neraca

dan perkiraan laba/rugi dengan mengelembungkan keuntungan perusahaan. Sementara pada

waktu yang bersamaan Konsultan Arthur Anderson sebagai eksternal auditor dan konsultan

manajemen Enron ”tidak” berhasil melaporkan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.

Menurut Stuart L. Gillian dan John Martin hal ini disebabkan konsultan Arthur Anderson

menerima consulting fees yang sangat fantastis. Sehingga bersedia melakukan kompromi

terhadap temuan auditnya. Oleh karenanya, mudah dipahami jika putaran roda usaha

mereka berubah menjadi binal dan liar seperti tampak dari perilaku mereka yang berbisnis

secara hangky-pangky melecehkan GCG, Tidak peduli (dinegara-negara maju) GCG

merupakan sebuah imperatif lengkap dengan code of conduct dan segenap perangkatnya.
Begitu ironis, masih juga terjadi pelanggaran besar-besaran terhadap GCG. Sehingga

Djokosantoso Moeljono sampai pada premis bahwa ada sesuatau yang ’lebih dalam dari

GCG’ yang dijabarkan sebagai berikut: (a) Organisasi hidup untuk menkreasikan nilai bagi

lingkungannya. Jika organisasi tidak mampu lagi memberikan nilai tersebut, ia akan hilang

atau mati, atau pindah dan berganti menjadi organisasi lain ; (b) untuk dapat menkreasikan

nilai organisasi perlu dimanajemeni. Artinya organisasi perlu manajemen untuk

membuatnya mampu menkreasikan nilai dengan efisien. Perkembangan terbaru

membuktikan bahwa manajemen tidak cukup hanya memastikan bahwa proses pengelolaan

manajemen berjalan dengan efisien. Diperlukan instrumen baru. (c) jika diperlukan GCG

untuk memastikan bahwa manajemen berjalan dengan baik. Namun, organisasi digerakkan

manusia-manusia. GCG berjalan jikan SDM secara internal mempunyai value atau sistem

nilai yang mendorong mereka untuk menerima, mendukun dan melaksanakan GCG. Sisem

nilai yang ada pada individu-individu tumbuh didalam perusahaan dan digunakan sebagai

sistem perekat yang dikenal sebagai corporate culture. Dengan demikian good corporate

culture merupakan inti dari GCG dimana GCG berperan untuk memastikan atau menjamin

bahwa manajemem dilaksanakan dengan baik. Manajemen yang baik akan

mengembangkan organisasi. Untuk mencapai keberhasilan organisasi, diperlukan rumusan

akan tujuan perusahaan. Tujuan perusahaan sebenarnya digerakkan oleh value dari

korporasi, baik dalam bentuk muatan maupun cara.

Jadi kesimpulannya adalah ’sesuatu yang lebih dalam lagi’ itu tidak lain integritas insan-

insan perusahaan yang terlahir dari ”rahim’ good corporate culture. Contoh kasus yang

terjadi pada bisnis perbankan dan perdagangan internasional berikut membuktikan argumen
ini valid. Saul Daniel Rumeser menyatakan bahwa ada sederet resiko yang mengancam

eksportir, importir maupun bank yang berbisnis disektor perdagangan internasional dengan

memanfaatkan medium letter of credit (LC). Semua resiko tersebut dapat diimitigasi –

setidaknya bisa diemilir- kecuali melibatkan orang dalam di suatu bank atau perusahaan

maka bablas semua. Fraud niscaya terjadi, secanggih apapun GCG yang dibangun. Kasus

L/C Bank BNI yang ramai digunjingkan beberapa waktu lalu merupakan contoh nyata.

Padahal –sebagaimana diungkapkan Remy Sjahdeini- sistem dan prosedur pengamanan

transaksi L/C Bank BNI sudah baik karena telah dibangun dan disempurnakan selama

bertahun-tahun. Akan tetapi, sistem pengamanan yang baik saja tidak cukup apabila budaya

kerja SDM bank sengaja melanggar sistem dan prosedur dengan tujuan yang tidak baik.

Bank tetap bobol.


Referensi :

https://www.academia.edu/11344249/AKUNTANSI_INTERNASIONAL

https://www.academia.edu/25573812/Sejarah_Akuntansi_di_Indonesia

https://www.academia.edu/6468602/BAB_I_PENDAHULUAN_AKUNTANSI_INTERN

ASIONAL

http://www.belajarakuntansionline.com/pengertian-akuntansi-internasional-menurut-para-

ahli/

https://jessicaodiliaputri.wordpress.com/2016/04/30/akuntansi-internasional-bab-1-2/

http://vincajovany93.blogspot.co.id/2015/03/akuntansi-internasional.html

Anda mungkin juga menyukai