Anda di halaman 1dari 12

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 27 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Alamat : Pasu Kayu
Pekerjaan : Petani
No rujukan :-

II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : mual dan muntah
2. Keluhan Tambahan : mual disertai muntah cair berwarna hitam
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien diantar suami datang ke igd Puskesmas Samalantan dengan keluhan
mual dan muntah sejak 4 hari yang lalu. Mual dirasakan semakin sering
disertai muntah lebih dari 3 kali sehari. Muntah yang sering keluar
terkadang berisi makanan dan lebih sering cair tidak berisi makanan
berwarna hitam seperti kopi serta tercium bau asam. Muntah cairan
berwarna hitam lebih dari 3 kali sehari dengan volume 20-50 cc sehari.
Nyeri ulu hati masih dirasakan sejak 2 hari yang lalu. Nafsu makan dan
minum berkurang serta belum berobat semenjak awal keluhan. Tampak
lemah dan pucat. Pasien dalam kehamilan G2P1A0 35 minggu. Pasien
memiliki riwayat nyeri ulu hati sebelum kehamilan, sering makan tidak
teratur, sering minum jamu, dan minum obat penghilang nyeri sebelum
kehamilan. Keluhan semakin sering muncul mendekati akhir usia kehamilan
dengan atau tanpa pemberian asupan makanan. Sebelumnya memiliki
keluhan yang sama namun tidak memberat seperti saat ini. Keluhan tidak
disertai batuk berdahak, demam, sakit kepala, pandangan kabur, penurunan
kesadaran, dan kejang. BAB belum dan BAK dalam batas normal.

1
4. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat penyakit seperti ini : disangkal
b. Riwayat hipertensi : disangkal
c. Riwayat diabetes melitus : disangkal
d. Riwayat penyakit jantung : disangkal
e. Riwayat penyakit gastrointerstinal : disangkal
f. Riwayat alergi : disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama.
6. Anamnesis Sistem :
 Keluhan utama : mual dan muntah
 Kulit : pucat (+), kuning (-), luka (-), gatal (-)
 Kepala : nyeri kepala (-), kepala terasa berat (-)
 Mata : pandangan kabur (-), mata kuning (-/-),
gatal (-), bengkak (-), bola mata menonjol (-)
 Hidung : tersumbat (-), keluar darah (-), berlendir (-),
gatal (-)
 Telinga : pendengaran berkurang (-), keluar cairan atau
darah (-), pendengaran berdenging (-)
 Mulut : bibir kering (-), gusi mudah berdarah (-),
gigi mudah goyah (-), sulit berbicara (-),
 Tenggorokan : rasa kering dan gatal (-), nyeri menelan (-),
sakit tenggorokan (-), suara serak (-)
 Sistem respirasi : sesak nafas (-), batuk (-), darah (-), mengi (-)
 Sistem kardiovaskuler : nyeri dada (-), terasa ada yang menekan (-),
berdebar-debar (-), keringat dingin (-),
 Sistem gastrointestinal: mual (+), muntah (+), nyeri ulu hati (+),
nafsu makan menurun (+), kembung (-),
BAB warna hitam (-), BAB berdarah (-)
 Sistem musculoskeletal: lemas (+), pegal-pegal (-), kaku sendi (-),
kejang (-), nyeri otot (-), bengkak sendi (-)
 Sistem genitourinaria : BAK warna kuning tua (-), nyeri saat BAK (-),

2
panas saat BAK (-), sering BAK (-), rasa gatal
saluran kencing (-), rasa gatal alat kelamin (-),
keputihan (-)
 Ekstremitas :
a. Atas : luka (-/-), kesemutan (-/-), bergetar (-/-), ujung jari
terasa dingin (-/-), bengkak (-/-), lemah (-/-)
b. Bawah : luka (-/-), kesemutan (-/-), bergetar (-/-), ujung jari
terasa dingin (-/-), bengkak (-/-), lemah (-/-)

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : Lemah, pucat, tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis (E4M6V5)
Tanda vital :
 TD : 90/60 mmHg
 Nadi : 100 x/menit, tidak kuat angkat, ireguler, cepat
 Respirasi : 20 x/menit
 Suhu : 36,7 °C
 Saturasi : 99%
1. Pemeriksaan Kepala
a. Bentuk Kepala : tidak dilakukan
b. Wajah : Oedem (-)
c. Mata : CA (+/+) SI (-/-), Reflek pupil (+/+)
d. Hidung : Discharge (-/-)
e. Telinga : tidak dilakukan
f. Mulut : Bibir sianosis (-), bibir kering (-), mukosa faring (+),
T1-T1, hiperemis faring (-), lidah kotor (-)
2. Pemeriksaan Leher
Pembesaran kelenjar thyroid dan limfonodi (-), JVP ↑(-)
3. Pemeriksaan Thorax
 Pulmo
- Inspeksi : dada simetris, deformitas (-/-) retraksi intercostal (-/-)
- Palpasi : nyeri tekan (-/-), ketinggalan gerak (-/-)
- Perkusi : sonor (+/+)

3
- Auskultasi : vesicular (+/+), wheezing (-/-), rhonkhi (-/-)
 Cor
BJ1 BJ2 reguler cepat, murmur (-), gallop (-)
4. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : distensi (-), tampak membesar (+)
Auskultasi : peristaltik usus (+) normal
Perkusi : sulit dinilai
Palpasi : supel, nyeri tekan sulit dinilai, hepar lien sulit dinilai
5. Pemeriksaan Obstetri
Usia Kehamilan : 3 jari bawah prosesus xipoideus, sekitar 35 minggu
Leopold I : teraba lunak, kurang bundar, dan kurang melenting
Leopold II : teraba rata, cembung, kaku/tidak dapat digerakkan
Leopold III : teraba keras dan bulat
Leopold IV : jari-jari tangan bertemu, 5/5 belum masuk PAP
6. Pemeriksaan RT
Mukosa licin, ampula recti normal, tidak ada sisa feses, tidak tampak
perdarahan, sfingter ani menjepit kuat, tidak ada massa, tidak ada nyeri
tekan
7. Pemeriksaan Ekstremitas
 Superior : Oedem (-/-), motorik (+/+), sensorik (+/+)
 Inferior : Oedem (-/-), motorik (+/+), sensorik (+/+)

IV. DIAGNOSIS KERJA


- G2P1A0 35 minggu dengan hematemesis e.c susp. gastritis erosif

V. DIAGNOSIS BANDING
- Ulkus peptikum
- Varises esofagus e.c susp. sirosis hepatikum
- TB paru aktif disertai hemoptoe
- Epistaksis nasofaring

4
VI. PENATALAKSANAAN
- Infus RL loading 300 cc maintenance 25 tpm makro setelah nadi teraba
kuat angkat dan irama normal reguler
- O2 2 lpm kanul nasal sementara dalam ruang observasi saja
- Inj. Omeprazole 40 mg dalam NaCl 0.9 % 100 cc dengan 20 tpm setelah
maintenance infus RL, inj. Omeprazole 40 mg bolus tiap 12 jam
- Inj. Ondancentron 4 mg bolus tiap 8 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg bolus tiap 12 jam bila perlu saat nyeri ulu hati kuat
- Rujuk RSU Bathesda Serukam untuk penanganan perawatan lebih lanjut
mengenai penilaian laboratorium dan perencanaan endoskopi.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa
lambung yang dapat bersifat akut, kronis dan difus atau lokal. Gastritis erosif bila
terjadi kerusakan mukosa lambung yang tidak meluas sampai epitel. Gastritis
merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan merupakan
respon mukosa terhadap berbagai iritan lokal. Endotoksin bakteri (setelah menelan
makanan), kafein, alkohol, dan aspirin merupakan pencetus yang lazim. Infeksi
Helicobacter pylori lebih sering diangap penyebab gastritis akut. Obat-obatan seperti
obat anti inflamasi non steroid (OAINS) sulfonamid, steroid juga diketahui
menggangu sawar mukosa lambung.

II.2. Etiologi dan Patogenesis


a. Helicobater pylori
Individu sehat dibawah umur 30 tahun mempunyai angka prevalesi koloni H.
pylori pada lambung sekitar 10 %. Kolonisasi meningkat sesuai umur, pada mereka
yang berumur lebih dari 60 tahun mempunyai tingkat kolonisasi sesuai umur mereka.
H. pylori merupakan basil gram-negatif, spiral dengan flagel multipel lebih menyukai
lingkungan mikroaerofilik. H. Pylori tidak menyerang jaringan, menghuni dalam gel
lendir yang melapisi epitel. H. pylori mengeluarkan urease yang memecah urea
menjadi amnion dan CO2 sehingga milieu akan menjadi basa dan kuman terlindungi
terhadap faktor merusak dari asam lambung. Disamping itu, kuman ini membentuk
platelet ectiving faktor yang merupakan pro inflamatori sitokin. Sitokin yang
terbentuk mempunyai efek langsung pada sel epitel melalui ATP-ase dan proses
transport ion.

b. OAINS dan Alkohol


OAINS dan alkohol merupakan zat yang dapat merusak mukosa lambung
dengan mengubar permeabilitas sawar epitel, sehinga memungkinkan difus balik
asam klorida yang mengakibatkan kerusakan jaringan terutama pembuluh darah. Zat
ini menyebabkan perubahan kualitatif mukosa lambung yang dapat mempermudah
terjadinya degradasi mukus oleh pepsin. Mukosa menjadi edem, dan sejumlah besar

6
protein plasma dapat hilang. Mukosa kapiler dapat rusak mengakibatkan hemoragi
interstisial dan perdarahan. Mukosa antrum lebih rentan terhadap difusi balik
dibanding fundus sehinga erosif sering terjadi di antrum. Difus balik ion H akan
merangsang histamin untuk lebih banyak mengeluarkan asam lambung, timbul
dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung.

c. Stress ulkus
Istilah ulkus stress digunakan untuk menjelaskan erosi lambung yang terjadi
akibat stress psikologis atau fisiologis yang berlangsung lama. Bentuk stress dapat
bermacam-macam seperti syok hipotensif setelah trauma dan operasi besar, sepsis,
hipoksia, luka bakar hebat (ulkus Curling), atau trauma serebral (ulkus Cushing).
Gastritis erosif akibat stress memiliki lesi yang dangkal, ireguler, menonjol keluar,
multiple. Lesi dapat mengalami perdarahan lambat menyebabkan melena, dan
seringkali tanpa gejala. Lesi ini bersifat superficial. Ulkus stress dibagi menjadi 2.
Ulkus cushing karena cedera otak ditandai oleh hiperasiditas nyata yang diperantarai
oleh rangsang vagus, ulkus curling dan sepsis ditandai oleh hipersekresi asam
lambung. Sebagian besar peneliti setuju bila iskemia mukosa lambung adalah faktor
etiologi utama yang menyebabkan terjadinya destruksi sawar lambung dan terbentuk
ulserasi.

II.3. Gambaran Klinis


Secara umum pasien gastritis erosif mengeluh dyspepsia. Dyspepsia adalah
suatu sindrom berupa mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa terbakar,
rasa penuh ulu hati dan cepat merasa kenyang. Secara umum dyspepsia dibagi
menjadi empat yaitu: dyspepsia akibat tukak, dyspepsia akibat gangguan motilitas,
dyspepsia akibat refluks dan dyspepsia tidak spesifik. Pada dyspepsia gangguan
motilitas, keluhan yang paling menonjol adalah perasaan kembung, rasa penuh ulu
hati setelah makan, cepat merasa kenyang disertai sendawa. Pada dyspepsia akibat
refluks, keluhan yang menonjol berupa nyeri ulu hati dan rasa seperti terbakar, harus
disingkirkan adanya pasien kardiologis. Pasien tukak memberikan ciri seperti nyeri
ulu hati, rasa tidak nyaman, disertai muntah. Rasa sakit gastritis erosif timbul setelah
makan, berbeda dengan ulkus duodenum yang lebih enak setelah makan. Walaupun
demikian, rasa nyeri saja tidak cukup menegakkan gastritis erosif, selain itu dapat
terjadi juga perdarahan atau perforasi.

7
II.4. Diagnosis
Diagnosis gastritis erosif ditegakkan berdasarkan pengamatan klinis,
pemeriksaan penunjang (radiologi dan endoskopi), dan hasil biopsi untuk
pemeriksaan kuman H. pylori. Pemeriksaan endoskopi memudahkan diagnosis tepat
erosif. Dengan endoskopi memungkinkan visualisasi dan dokumentasi fotografik sifat
ulkus, ukuran, bentuk, dan lokasinya serta menjadi dasar referensi untuk penilaian
penyembuhan. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran niche atau crater.
Pemeriksaan tes CLO/PA untuk menunjukkan apakah ada infeksi H. pylori dalam
rangka eradikasi kuman.

II.5. Tatalaksana
Terapi pada gastritis erosif terdiri dari terapi non-medikamentosa,
medikamentosa dan operasi. Tujuan dari terapi adalah menghilangkan keluhan,
menyembuhkan atau memperbaiki erosi, mencegah kekambuhan, dan mencegah
komplikasi.
a. Non-medikamentosa
1. Istirahat
Stres dan kecemasan memegang peran dalam peningkata asam lambung.
Sebaiknya pasien hidup tenang dan memerima stres dengan wajar.
2. Diet
Makanan lunak apalagi bubur saring, makanan yang mengandung susu tidak
lebih baik dari makanan biasa, karena makanan halus dapat merangsang
pengeluaran asam lambung. Cabai, makanan merangsang, makanan
mengandung asam dapat menimbulkan rasa sakit.

b. Medikamentosa
1. Antasida
Pada saat ini sudah jarang digunakan, sering untuk menghilangkan rasa sakit.
Dosis 3x1 tablet.
2. Koloid Bismuth
Mekanisme kerja belum jelas, kemungkinan membentuk lapisan penangkal
bersama protein pada dasar ulkus dan melindunginya terhadap pengaruh asam
dan pepsin. Dosis 2x2 sehari. Efek samping tinja kehitaman sehingga

8
menimbulkan keraguan dengan perdarahan.
3. Sukralfat
Mekanisme kerja kemungkinan melalui pelepasan kutup alumunium
hidroksida yang berkaitan dengan kutub positif molekul protein membentuk
lapisan fisikokemikal pada dasar ulkus, yang melindungi dari asam dan
pepsin. Efek lain membantu sintesis prostglandin dan menambah sekresi
bikarbonat dan mukus , meningkatkan daya pertahanan dan perbaikan mukosa.
4. Prostaglandin
Mekanisme kerja dengan mengurangi sekresi asam lambung, menambah
sekresi mukus, bikarbonat dan menambah aliran darah mukosa serta
pertahanan dan perbaikan mukosa. Biasanya digunakan sebagai penangkal
ulkus gaster pada pasien yang menggunakan OAINS.
5. Antagonis Reseptor H2/ARH2
Struktur homolg dengan histamin. Mekanisme kerjanya memblokir efek
histamin pada sel parietal untuk tidak memproduksi asam lambung. Dosis:
Simetidin (2x400 mg), Ranitidin 300 mg/hari, Nizatidin 1x300 mg, Famotidin
(1x40 mg), Roksatidin (2x75 mg).
6. Proton Pump Inhibitor/PPI
Mekanisme kerja memblokir enzim K+H+- ATP ase yang akan memecah
K+H+- ATP menjadi energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam
lambung. Penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kenaikan gastrin
darah. PPI mencegah pengeluaran asam lambun, menyebabkan pengurangan
rasa sakit, mengurangi faktor agresif pepsin dengan PH>4.
- Omeprazol 2x20 mg
- Lanzoprazol/Pantoprazol 2x40 mg
7. Penatalaksanaan Infeksi H. Pylori
Terapi tripel
- PPI 2x1 + Amoksisislin 2x1000 + Klaritromisin 2x500
- PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Klaritromisin 2x500
- PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Amoksisilin 2x1000
- PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Tetrasiklin 4x500

Terapi Kuadrupel, jika gagal dengan terapi tripel. Regimen terapinya, yaitu :
- PPI 2x1, Bismuth 4x2, metronidazol 4x250, tetrasiklin 4x500

9
c. Tindakan operasi
Tindakan operasi saat ini frekuensinya menurun akibat keberhasilan terapi
medikamentosa. Prosedur operasi yang dilakukan pada ulkus gaster pada ulkus
refrakter, darurat karena komplikasi perdarahan dan perforasi, dan sangkaan
keganasan.

10
BAB III
PEMBAHASAN

Ny. S, 27 tahun mengeluhkan mual dan muntah sejak 4 hari yang lalu.
Mual disertai muntah lebih dari 3 kali sehari. Muntah terkadang berisi makanan
dan lebih sering cair tidak berisi makanan berwarna hitam seperti kopi serta
tercium bau asam. Tampak lemah dan pucat. Pasien dalam kehamilan G2P1A0
35 minggu. Pasien memiliki riwayat nyeri ulu hati sebelum kehamilan, sering
makan tidak teratur, sering minum jamu, dan minum obat penghilang nyeri
sebelum kehamilan. Keluhan tidak disertai batuk berdahak, demam, sakit
kepala, pandangan kabur, penurunan kesadaran, dan kejang.
Dari pemeriksaan umum tampak sakit sedang, lemah, dan pucat dengan
hemodinamik sudah mulai terganggu. Selain itu, hasil pemeriksaan fisik
mengarahkan terhadap diagnosis kerja. Penatalaksanaan sementara merupakan
suatu cara untuk mengurangi keluhan pasien sebelum merujuk ke rumah sakit.
Pemberian resusitasi cairan adalah suatu cara untuk menstabilkan hemodinamik
yang sebelumnya mengalami ketidakstabilan dalam mencegah terjadinya
manifestasi klinik syok. Kemudian pemberian terapi injeksi omeprazole 40 mg
merupakan alasan utama sebagai terapi yang tepat karena berdasarkan hasil
penelitian terkait dengan perdarahan saluran cerna bagian atas bahwa pemberian
injeksi omeprazole 40 mg memberikan efektifitas dalam menurunkan asam
lambung sehingga pH > 6 tetap terjaga. Apabila tetap terjadi peningkatan asam
lambung maka proses stabilitas pembekuan darah dengan menganggu formasi
pembekuan darah, meningkatkan disagregasi platelet, dan fibrinolisis sehingga
proses pendarahan masih tetap terjadi. Pemberian terapi jenis PPI sangat
disarankan dengan pemberian secara injeksi intravena bolus dan infus kontinyu.
Pada pemberian injeksi ondansetron memang sangat tidak dianjurkan
dengan pasien kehamilan terutama di trimester pertama. Namun karena
pertimbangan keselamatan pasien maka pemberian injeksi ondansetron 4 mg
selama proses mual dan muntah tetap berlangsung. Perencanaan merujuk pasien
ke rumah sakit merupakan salah satu memberikan suatu pemeriksaan penunjang
dan tatalaksana yang lebih optimal.

11
DAFTAR PUSTAKA

Arif M, Kuspuji T, Rakhmi S, Wahyu I W, Wiwiek S, 2007, Kapita Selekta


Kedokteran, Ed. 3, Cet. 7, Jakarta: Media Aesculapius FK UI.
Hirlan, 2009, Gastritis, dalam: Ari WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S,
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed.V, Cet.1, Jakarta: Interna Publishing Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.
Lindes, G., 2006. Gangguan Lambung dan Duodenum, dalam Patofisiologi. Jakarta:
EGC.
McGuigan, J., 2000. Ulkus Peptikum dan Gastritis, dalam Prinsip-Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam. Jakata: EGC.
Gralneck, I.A., Barkun, A.N., Bardou, N. 2008. Management of acute bleeding from
peptic ulcer.N Eng J Med.
Cerulli, M.A., Iqbal, S. 2008. Upper Gastrointestinal Bleeding. eMedicine.
Barkun, A., Bardou, M., Marshall, J.K. 2003. Consensus recommendations for
Managing Patients with Nonvariceal Upper Gastrointestinal Bleeding. Ann
Intern Med.
Kaviani, M.J., Hashemi, M.R., Kazemifar, A.R., Merat, S., Yarmohammad. 2003.
Effect of oral omeprazol in reducing re-bleeding in bleeding peptic ulcer: a
prospective, double blind, randomized, clinical trial. Aliment Pharmacol Ther.
Astera, I W.M. & I D.N. Wibawa. 1999. Tata Laksana Perdarahan Saluran Makan
Bagian Atas : dalam Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta : EGC.
Richter, J.M. & K.J. Isselbacher. 1999. Perdarahan Saluran Makanan : dalam
Harrison (Prinsip Ilmu Penyakit Dalam) Jilid I. Jakarta : EGC.

12

Anda mungkin juga menyukai