BAB I
PENDAHULUAN
Kriptokokal meningitis adalah manifestasi klinis yang paling sering
ditemukan merupakan infeksi oportunistik kedua paling umum yang terkait
dengan AIDS di Afrika dan Asia Selatan dengan kejadian kriptokokosis 15%-30%
ditemukan pada pasien dengan AIDS. Tanpa pengobatan dengan antifungal yang
spesifik, mortalitas dilaporkan 100% dalam dua minggu setelah munculan klinis
kriptokokosis dengan meningoensefalitis pada populasi terinfeksi HIV.1
Infeksi oleh kriptokokus pada populasi orang yang sehat adalah sangat
jarang, sehingga meningkatnya prevalensi penyakit ini bisa dijadikan indikator
meningkatnya penyakit dengan imunosupresi. Meningkatnya prevalensi penderita
HIV berhubungan erat dengan meningkatnya angka kejadian penyakit ini. Ada
kecenderungan predileksi pada penderita laki-laki, umur terbanyak antara 20-50
tahun dan jarang sekali terjadi pada anak-anak.2
Kriptokokosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh jamur
Cryptococcus neoformans. Infeksi ini secara luas ditemukan di dunia dan
umumnya dialami oleh penderita dengan sistem imun yang rendah, seperti
penderita human immunodeficiency virus/acquired immunodeficiency syndrome
(HIV/AIDS), pasien dengan pengobatan kortikosteroid jangka panjang,
transplantasi organ, dan keganasan limforetikuler. Infeksi oleh Cryptococcus
neoformans terutama menyebabkan meningitis dan meningoensefalitis pada orang
yang terinfeksi HIV/AIDS didiagnosis sebagai kriptokokal meningitis.
Lima sampai sepuluh persen orang yang terinfeksi HIV menderita
kriptokokosis, insidensi tahunan penyakit ini adalah 0,4-1,3 kasus perseratus ribu
orang pada populasi umum, 2-7 kasus perseribu pasien AIDS, dan 0,3-5,3 kasus
perseratus pasien yang menjalani transplantasi.1
Meningitis kriptokokus pada HIV biasanya ditemukan bila jumlah hitung
CD4 kurang dari 100 sel/µl, dan sering kali penyakit menjadi penentu diagnosa
awal penyakit HIV pada sebanyak 2% penderita HIV/AIDS seringkali
menyebabkan terjadinya meningitis kriptokokus sehingga penyakit ini menempati
urutan kedua sebagai penyebab kematian pada penderita HIV setelah tuberkulosis.
2
Meskipun HAART sudah tersedia secara luas akan tetapi meningitis kriptokokus
masih menjadi masalah terutama mengenai terapi kombinasi anti jamur yang
tepat, lama terapi, indikator yang akurat untuk respon terapi, penatalaksanaan
peningkatan tekanan intrakranial dan penggunaan terapi tambahan seperti
kortikosteroid dan obat anti inflamasi yang lain.3
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Daerah anatara arakhnoid dan piamater disebut ruang sub arakhnoid dan
terdapat arteria, vena serebral dan trabekula arakhnoid, dan cairan serebrospinal
yang membasahi SSP. Dura mater merupakan suatu jaringan liat , tidak elastik
dan mirip kulit sapi. Terdiri dua lapisan, bagian luar dinamakan dura endosteal
dan bagian dalam dinamakan dura meningeal.Sinus-sinus vena terletak diantara
kedua lapisan duramater pada tempat-tempat terpisahnya kedua lapisan
tersebut.Sinus-sinus vena merupakan bagian tak berkatup yang berfungsi
mengalirkan darah cerebral dan cairan serebrospinal.4
4
Gambar 2.2 Tempat terjadinya infeksi pada a).intracranial dan b). tulang
belakang (spina)
5
2.3 Definisi
Meningitis berasal dari bahasa latin yaitu Meninga dan Yunani Menix
yang berarti membran. Sedangkan dalam bahasa medis, akhiran -itis berati
peradangan.Selaput yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang secara
6
2.5 Etiologi
Meningitis kriptokokus disebabkan oleh jamur dari genus kriptokokus yang
terdiri dari 39 spesies. Tidak semua spesies dari genus ini bisa menyebabkan
penyakit pada manusia tetapi hanya beberapa saja. Meskipun spesies tertentu
7
2.6 Mikrobiologi
antigen dari kapsul polisakarida yaitu serotipe A, D dan AD (C. Neoformans) dan
serotipe B dan C (C. Gattii).2
HUBUNGAN KELOMPOK
SEROTI DISTRIBUSI DENGAN PENDERITA
PATOGEN
PE GEOGRAFIS LINGKUNG YANG TERKENA
AN
C. neoformans A Seluruh dunia Burung, Penderita HIV
var grubii terutama (98%)
kotoran Penderita
burung imunosupresi
merpati. Jarang pada
penderita
imunokompeten
C. neoformans B, C Tropik dan Pohon Penderita
var gratii subtropik eucalyptus Imunokompeten
yang sedang
berbunga
C. neoformans D Seluruh dunia Burung, Penderita
var terutama imunosupresi
neoformans kotoran Jarang pada
burung penderita
merpati. imunokompeten
C. neoformans AD Tidak diketahui Tidak Rare clinical isolate
var grubii/ var diketahui Imunosuppressi
neoformans
hybrid
Infeksi berawal dari inhalasi sel ragi kecil atau basidiospora yang memicu
terjadinya kolonisasi pada saluran nafas dan kemudian diikuti oleh infeksi.
Makrofag pada paru-paru sangat penting dalam sistem kontrol terhadap inokulasi
jamur. Makrofag dan sel dendritik berperan penting dalam respons terhadap
infeksi Cryptococcus. Sel ini berperan dalam pengenalan terhadap jamur, dalam
fagositosis, presentasi antigen, dan aktivasi respons pada pejamu, serta
meningkatkan efektivitas opsonisasi fagositosis terhadap jamur. Pada sel dendritik
reseptor mannose berperan penting untuk pengenalan jamur dan presentasi
9
2. Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap
Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
a. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping
itu, pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
3. Pemeriksaan Radiologis
a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin
dilakukan CT Scan.
b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus
paranasal, gigi geligi) dan foto dada.7
Prinsip pemeriksaan:
2.13 Penatalaksanaan
2.14 Komplikasi
Stroke
Ada bukti yang kuat bahwa infeksi oportunistik bisa menjadi penyebab
infark serebri dan juga adanya banyak kasus vaskulitis akibat HIV di sistim saraf
pusat. Beberapa mekanisme diduga menjadi penyebab infark serebri pada
meningitis kronis yaitu terjepitnya pembuluh darah yang melintasi eksudat yang
ada di dasar otak dan juga adanya vaskulitis disertai inflamasi, konstriksi dan
thrombosis. Eksudat yang ada di meningen bisa melibatkan lapisan adventitia
yang kemudian akan menyebar dan mengena seluruh dinding pembuluh darah dan
menyebabkan panarteritis nekrosis disertai thrombosis dan oklusi. Dilatasi
ventrikel juga akan menyebabkan penekanan pada pembuluh darah dan akan
menyebabkan infark. Eksudat di bagian basal pada kasus meningitis kronis
biasanya banyak terjadi di sirkulus Willis. Hal ini bisa menerangkan mengapa
infark sering terjadi di daerah ini. Infark serebri akibat meningitis kriptokokus
lebih sering terjadi pada penderita HIV.2
2.15 Prognosis
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Desiekawati. Efrida.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=300031&val=7288&t
itle=Kriptokokal%20meningitis:%20Aspek%20klinis%20dan%20diagnosi
s%20laboratorium. Jurnal FK-Unand. 2012.
2. Sugianto. Paulus. Jurnal Meningitis Kriptokokus. Dept. Ilmu Penyakit
Saraf FK UNAIR/ RSUD Dr. Soetomo. Surabaya. 2015.
3. Bella. https://www.scribd.com/document/255666398/Meningitis-
Kriptokokus. Jakarta. 2015.
4. Pratiwi. Mylda. https://www.scribd.com/doc/226710458/Referat-
Meningitis-Kriptokokus. Lampung. 2014.
5. Cristhina. Cyntia. https://www.scribd.com/doc/289413953/Referat-
Meningitis-Kriptokokus. 2012.
6. Israr. A.Yayan.
https://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/01/meningitis.pdf. Faculty
of Medicine – University of Riau Arifin Achmad General Hospital of
Pekanbaru. 2008.
7. Indrati. R. Agnes.
https://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/cryptococcus-neoformans-
from-the-blank3.pdf. 2008
8. Japardi. Iskandar. Infeksi Parasit dan Jamur Pada Susunan Saraf pusat.
FK-USU Bagian Bedah. Medan. 2012.