Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I
PENDAHULUAN
Kriptokokal meningitis adalah manifestasi klinis yang paling sering
ditemukan merupakan infeksi oportunistik kedua paling umum yang terkait
dengan AIDS di Afrika dan Asia Selatan dengan kejadian kriptokokosis 15%-30%
ditemukan pada pasien dengan AIDS. Tanpa pengobatan dengan antifungal yang
spesifik, mortalitas dilaporkan 100% dalam dua minggu setelah munculan klinis
kriptokokosis dengan meningoensefalitis pada populasi terinfeksi HIV.1
Infeksi oleh kriptokokus pada populasi orang yang sehat adalah sangat
jarang, sehingga meningkatnya prevalensi penyakit ini bisa dijadikan indikator
meningkatnya penyakit dengan imunosupresi. Meningkatnya prevalensi penderita
HIV berhubungan erat dengan meningkatnya angka kejadian penyakit ini. Ada
kecenderungan predileksi pada penderita laki-laki, umur terbanyak antara 20-50
tahun dan jarang sekali terjadi pada anak-anak.2
Kriptokokosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh jamur
Cryptococcus neoformans. Infeksi ini secara luas ditemukan di dunia dan
umumnya dialami oleh penderita dengan sistem imun yang rendah, seperti
penderita human immunodeficiency virus/acquired immunodeficiency syndrome
(HIV/AIDS), pasien dengan pengobatan kortikosteroid jangka panjang,
transplantasi organ, dan keganasan limforetikuler. Infeksi oleh Cryptococcus
neoformans terutama menyebabkan meningitis dan meningoensefalitis pada orang
yang terinfeksi HIV/AIDS didiagnosis sebagai kriptokokal meningitis.
Lima sampai sepuluh persen orang yang terinfeksi HIV menderita
kriptokokosis, insidensi tahunan penyakit ini adalah 0,4-1,3 kasus perseratus ribu
orang pada populasi umum, 2-7 kasus perseribu pasien AIDS, dan 0,3-5,3 kasus
perseratus pasien yang menjalani transplantasi.1
Meningitis kriptokokus pada HIV biasanya ditemukan bila jumlah hitung
CD4 kurang dari 100 sel/µl, dan sering kali penyakit menjadi penentu diagnosa
awal penyakit HIV pada sebanyak 2% penderita HIV/AIDS seringkali
menyebabkan terjadinya meningitis kriptokokus sehingga penyakit ini menempati
urutan kedua sebagai penyebab kematian pada penderita HIV setelah tuberkulosis.
2

Meskipun HAART sudah tersedia secara luas akan tetapi meningitis kriptokokus
masih menjadi masalah terutama mengenai terapi kombinasi anti jamur yang
tepat, lama terapi, indikator yang akurat untuk respon terapi, penatalaksanaan
peningkatan tekanan intrakranial dan penggunaan terapi tambahan seperti
kortikosteroid dan obat anti inflamasi yang lain.3
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi

Meningitis merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan adanya


proses infalamasi dari menings, yaitu 3 lapisan membran yang melapisi otak dan
tulang belakang. Jaringan gelatinosa otak dan medulla spinalis dilindungi oleh
tulang tengkorak, tulang belakang, dan tiga lapis jaringan penyambung; pia mater,
araknoid, dan duramater.Masing-masing merupakan suatu lapisan yang terpisah
dan kontinu.Pia mater langsung berhubungan dengan otak dan jaringan spinal, dan
mengikuti kontur struktur eksternal.Piamater merupakan lapisan vaskuler yang
pembuluh-pembuluh darahnya jaln menuju struktur dalam SSP utuk member
nutrisi pada jaringan saraf.Pia mater meluas ke bagian bawah medulla spinalis
yang berakhir kira-kira setinggi bagian bawah L1.Arakhnoid merupakan suatu
membrane fibrosa yang tipis halus dan avaskular. Arakhnoid meliputi otak dan
medulla spinalis.

Daerah anatara arakhnoid dan piamater disebut ruang sub arakhnoid dan
terdapat arteria, vena serebral dan trabekula arakhnoid, dan cairan serebrospinal
yang membasahi SSP. Dura mater merupakan suatu jaringan liat , tidak elastik
dan mirip kulit sapi. Terdiri dua lapisan, bagian luar dinamakan dura endosteal
dan bagian dalam dinamakan dura meningeal.Sinus-sinus vena terletak diantara
kedua lapisan duramater pada tempat-tempat terpisahnya kedua lapisan
tersebut.Sinus-sinus vena merupakan bagian tak berkatup yang berfungsi
mengalirkan darah cerebral dan cairan serebrospinal.4
4

Gambar 1 Perbandingan meningen normal dan infeksi

Gambar 2.2 Tempat terjadinya infeksi pada a).intracranial dan b). tulang
belakang (spina)
5

2.2. Fisiologi Selaput Otak


Otak dan sum-sum tulang belakang diselimuti meningea yang melindungi
struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan
serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:
2.2.1. Lapisan Luar (Durameter)
Durameter merupakan tempat yang tidak kenyal yang membungkus otak,
sumsum tulang belakang, cairan serebrospinal dan pembuluh darah. Durameter
terbagi lagi atas durameter bagian luar yang disebut selaput tulang tengkorak
(periosteum) dan durameter bagian dalam (meningeal) meliputi permukaan
tengkorak untuk membentuk falks serebrum, tentorium serebelum dan diafragma
sella.
2.2.2. Lapisan Tengah (Arakhnoid)
Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan
durameter dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi cairan
otak yang meliputi seluruh susunan saraf pusat. Ruangan diantara durameter dan
arakhnoid disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih menyerupai
getah bening. Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah arteri dan vena yang
menghubungkan sistem otak dengan meningen serta dipenuhi oleh cairan
serebrospinal.
2.2.3. Lapisan Dalam (Piameter)
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah
kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini
melekat erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan
diantara arakhnoid dan piameter disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang
ruangan ini berisi sel radang. Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke
sumsum tulang belakang.

2.3 Definisi
Meningitis berasal dari bahasa latin yaitu Meninga dan Yunani Menix
yang berarti membran. Sedangkan dalam bahasa medis, akhiran -itis berati
peradangan.Selaput yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang secara
6

kolektif disebut menings.Sehingga, meningitis adalah peradangan pada


menings.Meningitis atau radang selaput otak adalah infeksi pada cairan
sebrosipinal (CSS) disertai radang pada pia dan araknoid, ruang subaraknoid,
jaringan superfisial otak dan medulla spinalis.Meningitis cryptococcus adalah
infeksijamur yang disebabkan oleh Cryptococcus spp, biasanya ditemukan pada
tanah yang telah terkontaminasi dengan kotoran burung. Jamur tersebut bisanya
dihirup melalui paru-paru dan menetap (dorman) di dalam tubuh dalam beberapa
tahun. Reaktivasi yang terjadi terutama pada individu dengan daya tahan tubuh
menurun, seperti orang dengan HIV/AIDS.4
Kriptokokal meningitis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur
berkapsul genus Cryptococcus yaitu Cryptococcus neoformans yang mengenai
sistem saraf pusat dengan gejala meningitis dan meningoensefalitis . Penyakit ini
muncul sebagai kasus sporadis yang tersebar di seluruh dunia, merupakan infeksi
oportunistik terutama terjadi pada individu immunocompromised (umumnya pada
penderita HIV/AIDS), tetapi kasus dapat juga terjadi pada individu yang
imunokompeten.1

2.4 Tranmisi Penyakit


Transmisi penyakit ini terjadi secara inhalasi. Basidiospora terhirup bersama
debu lingkungan, biasanya terdapat di sekitar tempat tenggeran merpati, pada
kayu yang lapuk, dan tanah yang terkontaminasi kotoran burung. Penyakit ini
tidak ditularkan langsung dari orang ke orang melalui jalur respirasi atau dari
binatang ke manusia. C. neoformans banyak terdapat pada lingkungan yang
tercemar kotoran burung atau kelelawar, tetapi burung tersebut tidak terinfeksi.
Transmisi terjadi melalui jalur pulmonal dan menyebar secara hematogen sampai
ke target utamanya pada sistem saraf pusat.1

2.5 Etiologi
Meningitis kriptokokus disebabkan oleh jamur dari genus kriptokokus yang
terdiri dari 39 spesies. Tidak semua spesies dari genus ini bisa menyebabkan
penyakit pada manusia tetapi hanya beberapa saja. Meskipun spesies tertentu
7

menyebabkan penyakit pada manusia, tetapi pada awalnya spesies tersebut


bukanlah bersifat patogen, perubahan menjadi patogen lebih disebabkan oleh
adaptasi terhadap lingkungannya. Sebagian besar penyabab pada penyakit
manusia adalah dari spesies Cryptococcus Neoformans, sedangkan spesies lain
yang sangat jarang tetapi bisa bersifat patogen adalah Cryptococcus Flavescenc.5

2.6 Mikrobiologi

Cryptococcus Neoformans adalah jamur berkapsul, pertama kali diketahui


bersifat patogen terhadap manusia adalah pada tahun 1894 pada saat spesies
tersebut bisa diisolasi pada tibia. Isolasi pada meningitis pertama kali diketahui
oleh Zenker pada tahun 1861. Cryptococcus Neoformans mempunyai bentuk
ganda, yang pertama dalam betuk ragi yang bersifat aseksual, bentuknya oval atau
spherikal dan kapsul polisakarida. Bentuk yang bersifat seksual ditentukan oleh
terbentuknya basidiospore. Bentuk ini hanya terjadi saat terjadinya perkawinan
dan hanya terdeteksi secara invitro pada laboratorium. Bentuk aseksual
berkembang biak melalui pembentukan budding. Bentuk inilah yang sering
ditemukan pada spesimen yang diambil dari penderita, beberapa strain lain
membetuk pseudohypha yang bisa terlihat pada irisan jaringan yang terinfeksi.
Kultur jamur akan menghasilkan koloni yang mukoid dalam waktu 36-72 jam dan
pertumbuhannya akan dihambat pada suhu 37C. Koloni berwarna putih
kecoklatan, bila dibiakkan di agar birdseed maka koloni akan berwarna coklat tua.
Faktor virulensi pada jamur ini terletak pada kapsulnya yang bersifat anti
fagositik, menurunkan jumlah komplemen dan bisa mengganggu sekresi sitokin
sels sel radang dan kemampuannya untuk hidup pada suhu 37C.

Ada 3 bentuk varietas yaitu C Neoformans var grubii, C Neoformans var


grattii dan C Neoformans var neoformans. Ketiganya bisa dibedakan serotypnya
dengan menggunakan antiserum kelinci dan dengan teknik DNA Finger Printing
seperti Amplified Fragment Length Polymorphism Analysis. Ketiganya hidup
pada lingkungan yang berbeda, distribusi geografis yang berbeda serta mengenai
kelompok penderita yang berbeda pula. Ada 5 serotype berdasarkan spesifitas
8

antigen dari kapsul polisakarida yaitu serotipe A, D dan AD (C. Neoformans) dan
serotipe B dan C (C. Gattii).2

Tabel 2.1 Berbagai varietas Cryptococcus neoformans

HUBUNGAN KELOMPOK
SEROTI DISTRIBUSI DENGAN PENDERITA
PATOGEN
PE GEOGRAFIS LINGKUNG YANG TERKENA
AN
C. neoformans A Seluruh dunia Burung, Penderita HIV
var grubii terutama (98%)
kotoran Penderita
burung imunosupresi
merpati. Jarang pada
penderita
imunokompeten
C. neoformans B, C Tropik dan Pohon Penderita
var gratii subtropik eucalyptus Imunokompeten
yang sedang
berbunga
C. neoformans D Seluruh dunia Burung, Penderita
var terutama imunosupresi
neoformans kotoran Jarang pada
burung penderita
merpati. imunokompeten
C. neoformans AD Tidak diketahui Tidak Rare clinical isolate
var grubii/ var diketahui Imunosuppressi
neoformans
hybrid

2.7 Patogenesis dan patofisiologi

Infeksi berawal dari inhalasi sel ragi kecil atau basidiospora yang memicu
terjadinya kolonisasi pada saluran nafas dan kemudian diikuti oleh infeksi.
Makrofag pada paru-paru sangat penting dalam sistem kontrol terhadap inokulasi
jamur. Makrofag dan sel dendritik berperan penting dalam respons terhadap
infeksi Cryptococcus. Sel ini berperan dalam pengenalan terhadap jamur, dalam
fagositosis, presentasi antigen, dan aktivasi respons pada pejamu, serta
meningkatkan efektivitas opsonisasi fagositosis terhadap jamur. Pada sel dendritik
reseptor mannose berperan penting untuk pengenalan jamur dan presentasi
9

antigen terhadap sel T, sel ini bereaksi dengan C. neoformans dan


mengekspresikannya ke limfosit kemudian bermigrasi ke jaringan limfoid.

Makrofag memberikan respons terhadap C. neoformans dengan


melepaskan sitokin proinflamasi yaitu IL-1. Sekresi IL-1 mengatur proliferasi dan
aktivasi limfosit T yang penting dalam memediasi pembersihan paru. Imunitas
yang dimediasi oleh sel memiliki peranan penting dalam pertahanan terhadap
Cryptococcus. Pada banyak kasus penyebaran kriptokokosis terjadi pada keadaan
defisiensi sel T CD4+ (HIV/AIDS), imunitas dihubungkan dengan respons sel
Th1 yang aktif menghancurkan C. neoformans. Sel CD4+ dan CD8+ berperan
pada jaringan yang terinfeksi. Limfosit T CD4+ dan CD8+ secara langsung
menghambat pertumbuhan jamur melalui perlekatan terhadap permukaan sel
Cryptococcus. Kurangnya atau tidak adanya respons imun yang baik untuk
menginaktifkan dan menghancurkan organisme yang masuk menyebabkan
perluasan dan peningkatan kerusakan sel/jaringan akibat infeksi.1

Pada kasus yang berat biasanya menyerang penderita dengan kelainan


pada fungsi sel T akibat keganasan, obat imunosupresif, penyakit autoimun seperti
sarkoidosis. Jamur ini bisa menyerang hampir semua sistem tubuh dan otak
merupakan organ yang amat beresiko terinfeksi. Penularan yang didapat pada
penderita HIV masuk melalui inhalasi saluran nafas. Organisme ini menyerang
SSP setelah menyebar melalui hematogen. Tempat predileksi pada otak adalah
korteks perivaskuler substansia grisea, basal ganglia dan cairan serebrospinal. Di
otak jamur mrmbentuk lesi massa fokal bisa soliter atau multiple yang disebut
criptococcoma yang sebenarnya meupakan kumpulan dari jamur yang tumbuh
berdekatan. Karena lesi bisa membesar sehingga membentuk massa maka bisa
menyebabkan kejang dan hemiparese. Pada beberapa kasus cryptococcoma bisa
disertai edema serebri dan peningkatan TIK yang menyebabkan hernia serebri.3
10

2.8 Manifestasi Klinis

Paru merupakan gerbang utama tempat masuknya Cryptococcus


neoformans. Infeksi primer pada paru sering asimptomatik, namun gejala
bervariasi tergantung pada faktor pejamu, inokulum, dan virulensi organisme
sehingga penyakit dapat menyebar secara sistemik dengan tempat predileksi
utamanya adalah pada otak. Gejala penyakit ini bisa asimptomatis sampai yang
berat yaitu meningitis. Secara umum kriptokokosis pada paru dapat menimbulkan
gejala seperti batuk, nyeri dada, pleuritis, demam, sesak nafas, dan sindrom distres
pernafasan aku (terutama pada pasien immunocompromised).1
Pada meningitis keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat
menjalar ke tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk
disebabkan oleh mengejangny otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi
opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung
dalam sikap hiperekstensi Kesadaran menurun. Tanda Kernig’s dan Brudzinky
positif. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairan serebrospinal
(CSS) melalui pungsi lumbal.6
Pada pasien HIV, penyakit ini dikaitkan dengan adanya imunosupresi,
biasanya pada keadaan jumlah CD4 <100 sel/μL dan kurangnya respons inflamas
yang dilihat dari jumlah leukosit <20/μL dengan titer antigen Cryptococcus serum
yang tinggi.1

2.9 Pemeriksaan Rangsangan Meningeal


2.9.1. Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi
dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan
tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu
tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi
dan rotasi kepala.
11

2.9.2. Pemeriksaan Tanda Kernig


Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada
sendi panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin
tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai
sudut 135° (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha
biasanya diikuti rasa nyeri.
2.9.3. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya
dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi
kepala dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+)
bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.
2.9.4. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral
Tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi
panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila
pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut
kontralateral.7

2.10 Pemeriksaan Penunjang Meningitis


1. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan
protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan
tekanan intrakranial.
a. Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel
darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).
b. Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh,
jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+)
beberapa jenis bakteri.
12

2. Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap
Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
a. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping
itu, pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
3. Pemeriksaan Radiologis
a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin
dilakukan CT Scan.
b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus
paranasal, gigi geligi) dan foto dada.7

2.11 Pemeriksaan Laboratorium Crytococcus Neoformans


Pemeriksaan C. neoformans yang akan dibahas pada tinjauan ini adalah
pemeriksaan mikroskopis langsung menggunakan tinta India, deteksi antigen,
metode enzyme immunoassay, kultur, dan metode molekular.
Praanalitik Pemeriksaan
Syarat pengumpulan sampel untuk pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan mikroskopis langsung, pemeriksaan kultur, dan serologi adalah
sebagai berikut:
a. Sampel diambil secara aseptis sebelum pemberian antifungal,
dikumpulkan pada wadah yang steril dan segera dibawa ke laboratorium.
b. Sampel diambil sesegera mungkin setelah timbulnya gejala yang
mendukung ke arah diagnosis.
c. Jumlah sampel yang dianjurkan untuk cairan serebrospinal (CSS) adalah
>2 mL. Sampel darah 10-20 mL untuk dewasa dan 4-10 mL untuk anak-
anak
Pengiriman, penyimpanan, dan pemrosesan sampel adalah sebagai berikut:
13

a. Sampel harus dikirim sesegera mungkin ke laboratorium, waktu


maksimum yang dibolehkan untuk transpor adalah sampai 24 jam pada
suhu kamar untuk sampel yang diambil pada tempat yang steril
b. Sesampai di laboratorium sampel harus diproses sesegera mungkin,
sampel diproses dalam waktu kurang dari empat jam, untuk isolasi
Cryptococcus sampel tidak boleh disimpan di refrigerator. Untuk
pemeriksaan serologi dan molekular, spesimen yang tidak langsung
diperiksa dapat disimpan pada refrigerator selama dua minggu dan dapat
disimpan beku selama satu bulan.
c. Sampel cairan serebrospinal disentrifus pada tabung sentrifus yang steril
selama 10 menit pada 2000-2500 rpm, supernatan kemudian dituangkan ke
wadah lain dan disimpan untuk deteksi antigen. Pelet digunakan untuk
membuat sediaan hapus dan basah serta untuk kultur.
1. Pemeriksaan Mikroskopis Langsung
Metode yang digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis langsung adalah
pewarnaan dengan tinta India dan dibaca dengan mikroskop cahaya, merupakan
pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi kapsul sel jamur C. neoformans.
Pewarnaan dengan Tinta India
Persiapan pewarnaan C. neoformans dengan Tinta India adalah:
a. Disiapkan kaca objek yang bersih dan tidak berminyak
b. Diteteskan 1 tetes tinta India pada bagian tengah kaca objek
c. Diambil spesimen (CSS) satu loop, lebih baik sedimen hasil sentrifus
dengan loop yang sudah dipijarkan dan didinginkan terlebih dahulu.
d. Kedua tetesan dicampurkan dengan loop atau jarum steril, kemudian
tetesan tersebut ditutup dengan kaca penutup
e. Sediaan diperiksa dengan mikroskop cahaya. Pada pembesaran 400x
Cryptococcus neoformans terlihat sebagai titik-titik bercahaya pada latar
belakang gelap sedangkan dengan pembesaran 1000x sel terlihat
mengandung badan refraktil yang dikelilingi oleh kapsul tebal,
karakteristik adalah adanya budding yang menegaskan untuk diagnosis.
14

2. Deteksi Antigen C. neoformans dengan Aglutinasi Lateks


Prinsip Pemeriksaan
Partikel lateks yang dilapisi dengan anticryptococcal globulin reagent
(ACGR) akan bereaksi dengan antigen cryptococcus dalam serum atau cairan
serebrospinal pasien. Apabila terdapat antigen cryptococcus dalam sampel yang
diperiksa maka akan terbentuk/terlihat aglutinasi.
3. Pemeriksaan Berdasarkan Metode Enzyme Immunoassay
Penelitian klinis menunjukkan bahwa enzyme immunoassay digunakan
sebagai metode pendukung untuk pengukuran antibodi IgG pada kriptokokosis.
Literatur menyatakan metode untuk mendeteksi antibodi Cryptococcus yang ada
sekarang kurang spesifik dan kurang sensitif. Tes aglutinasi tabung mendeteksi
hanya 30% pasien dengan Cryptococcus, immunofluorescence assay (IFA)
mendeteksi kira-kira 38% kasus dengan Cryptococcus. Gabungan kedua
pemeriksaan tersebut direkomendasikan dengan kemampuan mendeteksi kira-kira
50% kasus kriptokokosis.
4. Kultur Cryptococcus
Diagnosis kriptokokosis dikonfirmasi dengan melakukan kultur organisme
yang merupakan baku emas dalam diagnosis laboratorium. Media yang paling
umum digunakan untuk kultur jamur adalah Sabouraud’s Dextrose Agar (SDA).
Sabouraud’s Dextrose Agar digunakan untuk isolasi dan penanaman jamur.
a. Kultur pada Sabouraud’s Dextrose Agar
Prinsip Pemeriksaan:
Sabouraud’s Dextrose Agar merupakan media yang mengandung pepton,
glukosa, dan dengan pH rendah yang optimal bagi jamur. Pepton merupakan
sumber nitrogen sedangkan glukosa merupakan sumber energi untuk pertumbuhan
jamur. Glukosa dalam konsentrasi tinggi memberikan suatu keuntungan dalam
pertumbuhan jamur.
b. Kultur pada Birdseed (NIGER) Agar
Birdseed agar merupakan media selektif, media diferensial yang digunakan
untuk isolasi dan identifikasi C. neoformans dari jamur lainnya termasuk dari
spesies cryptococcus yang lain.
15

Prinsip pemeriksaan:

Cryptococcus neoformans mempunyai aktivitas phenoloksidase, terdapat di


dalam dinding sel yang mampu memetabolisme asam caffeic. Guizotia abysinics
seeds berfungsi sebagai substrat phenoloksidase. C. neoformans menghasilkan
enzim dalam substrat yang akan dikonversi menjadi melanin atau pigmen seperti
melanin menghasilkan warna coklat gelap, sedangkan jamur lain menghasilkan
sangat sedikit atau bahkan tidak menghasilkan enzim sehingga tidak terjadi
perubahan warna.

5. Metode Secara Molekular

Pendekatan diagnostik secara molekular yaitu deteksi DNA dengan


amplifikasi secara Polymerase chain reaction (PCR) dan amplifikasi hasil PCR
dideteksi secara elektroforesis.1

2.12 Diagnosis Banding

Bacterial meningitis, disebabkan oleh bakteri tertentu dan merupakan


penyakit yang serius. Salah satu bakterinya adalah meningococcal bacteria.
Gejalanya seperti timbul bercak kemerahan atau kecoklatan pada kulit. Bercak ini
akan berkembang menjadi memar yang mengurangi suplai darah ke organ-organ
lain dalam tubuh dapat berakibat fatal dan menyebabkan kematian.6
Toksoplasmosis, suatu penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii,
merupakan penyakit parasit pada hewan yang dapat ditularkan ke manusia
(Hiswani, 2005). Parasit ini merupakan golongan Protozoa yang bersifat parasit
obligat intraseseluler. Menurut Wiknjosastro (2007), toksoplasmosis menjadi
sangat penting karena infeksi yang terjadi pada saat kehamilan dapat
menyebabkan abortus spontan atau kelahiran anak yang dalam kondisi abnormal
atau disebut sebagai kelainan kongenital seperti hidrosefalus, mikrosefalus,
iridosiklisis dan retardasi mental.2
16

2.13 Penatalaksanaan

Amphotericin B masih merupakan pilihan utama, diberikan secara


intravena. Angka kekebalan masih rendah tetapi obat ini bersifat nefrotoksik,
meskipun bisa bersifat reversivel bila dosis total tidak melebihi 4 g. Fungsi ginjal
bisa lebih memburuk bila diikuti dengan penurunan kadar natrium sehingga
dianjurkan untuk memberikan infuse salin sebelum dilakukan terapi. Pemberian
secara intratekal hanya dilakukan pada penderita yang mengalami kekambuhan.
Dosis bisa diberikan sampai 10 mg/kg/hari. Kombinasi terapi amphotericin B
dengan flucytosine menghasilkan efek fungisida yang amat bagus, terutama pada
fase akut, eliminasi kriptokokus dari CSS lebih cepat bila dibandingkan dengan
pemberian amphotericin secara monoterapi. Efek samping berupa panas,
menggigil, mual, muntah, diare, nyeri kepala dan nyeri otot.2

2.14 Komplikasi

Peningkatan tekanan intrakranial

Komplikasi yang paling sering dari meningitis kriptokokkus ini adalah


meningkatnya tekanan intrakranial yang bisa terjadi pada lebih dari 50%
penderita. Hal ini disebabkan karena gangguan aliran CSS oleh kapsul
polisakarida. Pada penderita HIV bisa terjadi peningkatan tekanan intrakranial
setelah 2 minggu pengobatan bisa diartikan adanya respon yang kurang baik
terhadap pengobatan. Peningkatan tekanan intrakranial merupakan masalah utama
pada meningitis kriptokokkus dengan lebih dari setengah penderita mempunyai
tekanan lebih besar dari 25 cm H20 dan lebih dari sepertiga penderita tekanannya
lebih besar dari 35 cm H20. Peningkatan tekanan intrakranial ini erat kaitannya
dengan gangguan kognitif, lesi saraf kranial dan meningkatnya angka kematian.
Peningkatan tekanan intrakranial jangka panjang berhubungan dengan nyeri
kepala yang hebat, edema papil dan kehilangan penglihatan yang progresif,
gangguan pendengaran dan penurunan kesadaran. Penyebab terjadinya
peningkatan bukanlah akibat peningkatan reaksi inflamasi karena sebagian
penderita HIV tidak menunjukkan reaksi tersebut tetapi lebih disebabkan
17

berkurangnya reabsorpsi dari villi arachnoida akibat pembuntuan oleh organisme


tersebut atau oleh lapisan polisakarida, ukuran ventrikel biasanya normal.

Stroke

Ada bukti yang kuat bahwa infeksi oportunistik bisa menjadi penyebab
infark serebri dan juga adanya banyak kasus vaskulitis akibat HIV di sistim saraf
pusat. Beberapa mekanisme diduga menjadi penyebab infark serebri pada
meningitis kronis yaitu terjepitnya pembuluh darah yang melintasi eksudat yang
ada di dasar otak dan juga adanya vaskulitis disertai inflamasi, konstriksi dan
thrombosis. Eksudat yang ada di meningen bisa melibatkan lapisan adventitia
yang kemudian akan menyebar dan mengena seluruh dinding pembuluh darah dan
menyebabkan panarteritis nekrosis disertai thrombosis dan oklusi. Dilatasi
ventrikel juga akan menyebabkan penekanan pada pembuluh darah dan akan
menyebabkan infark. Eksudat di bagian basal pada kasus meningitis kronis
biasanya banyak terjadi di sirkulus Willis. Hal ini bisa menerangkan mengapa
infark sering terjadi di daerah ini. Infark serebri akibat meningitis kriptokokus
lebih sering terjadi pada penderita HIV.2

2.15 Prognosis

Meningitis kriptokokkus merupakan penyebab kematian dan kecatatan


yang signifikan pada penderita HIV/AIDS.Cryptococcus spp menginfeksi sekitar
1.000.000 orang pertahun dan tingkat mortalitas sekitar 625.000 setiap tahun.
Prognosis akan sangat bergantung pada ketepatan waktu mendiagnosis, memberi
penatalaksanaan, dan pengobatan yang tepat.4
18

BAB III

KESIMPULAN

Kriptokokosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh jamur


berkapsul genus Cryptococcus yaitu Cryptococcus neoformans. Infeksi ini
secara luas ditemukan di dunia, merupakan infeksi oportunistik terutama
terjadi pada individu immunocompromised (umumnya penderita HIV/AIDS)
dengan manifestasi klinis yang utama adalah kriptokokal meningitis.
Kriptokokal meningitis dapat mengenai penderita dengan sistem imun rendah
lainnya seperti pasien dengan pengobatan kortikosteroid jangka panjang,
transplantasi organ, dan keganasan limforetikular.1 2

Transmisi penyakit ini terjadi secara inhalasi melalui basidiospora yang


terhirup bersama udara dan debu lingkungan yang terkontaminasi, kemudian
masuk ke paru. Infeksi primer pada paru sering asimptomatik, namun gejala
bervariasi tergantung pada faktor pejamu, inokulum, virulensi organisme
sehingga penyakit dapat menyebar secara sistemik dengan tempat predileksi
utamanya adalah pada otak. Gejala penyakit ini bisa asimptomatis sampai yang
berat yaitu meningitis/meningoensefalitis.5

Pemeriksaan laboratorium dalam menegakkan kriptokokal meningitis


adalah pemeriksaan mikroskopis langsung dengan tinta India, pemeriksaan
antigen dengan aglutinasi lateks, pemeriksaan enzyme immunoassay untuk deteksi
antibodi, kultur jamur, dan pemeriksaan biomolekular.1
19

DAFTAR PUSTAKA

1. Desiekawati. Efrida.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=300031&val=7288&t
itle=Kriptokokal%20meningitis:%20Aspek%20klinis%20dan%20diagnosi
s%20laboratorium. Jurnal FK-Unand. 2012.
2. Sugianto. Paulus. Jurnal Meningitis Kriptokokus. Dept. Ilmu Penyakit
Saraf FK UNAIR/ RSUD Dr. Soetomo. Surabaya. 2015.
3. Bella. https://www.scribd.com/document/255666398/Meningitis-
Kriptokokus. Jakarta. 2015.
4. Pratiwi. Mylda. https://www.scribd.com/doc/226710458/Referat-
Meningitis-Kriptokokus. Lampung. 2014.
5. Cristhina. Cyntia. https://www.scribd.com/doc/289413953/Referat-
Meningitis-Kriptokokus. 2012.
6. Israr. A.Yayan.
https://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/01/meningitis.pdf. Faculty
of Medicine – University of Riau Arifin Achmad General Hospital of
Pekanbaru. 2008.
7. Indrati. R. Agnes.
https://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/cryptococcus-neoformans-
from-the-blank3.pdf. 2008
8. Japardi. Iskandar. Infeksi Parasit dan Jamur Pada Susunan Saraf pusat.
FK-USU Bagian Bedah. Medan. 2012.

Anda mungkin juga menyukai