Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ABSSES SEREBRI
A. Definisi.

Abses otak adalah kumpulan nanah yang terbungkus oleh suatu kapsul dalam
jaringan otak yang disebabkan karena infeksi bakteri atau jamur. Abses otak
biasanya akibat komplikasi dari suatu infeksi, trauma atau tindak pembedahan.
Keadaan-keadaan ini jarang terjadi, namun demikian insidens terjadinya abses
otak sangat tinggi pada penderita yang mengalami gangguan kekebalan tubuh
(seperti penderita HIV positif atau orang yang menerima transplantasi organ).

B. Etiologi

Berbagai mikroorganisme dapat ditemukan pada AO, yaitu bakteri, jamur dan
parasit.
Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob,
Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli dan
Baeteroides.
Abses oleh Staphylococcus biasanya berkembang dari perjalanan otitis media
atau fraktur kranii. Bila infeksi berasal dari sinus paranasalis penyebabnya adalah
Streptococcus aerob dan anaerob, Staphylococcus dan Haemophilus influenzae.
Abses oleh Streptococcus dan Pneumococcus sering merupakan komplikasi
infeksi paru. Abses pada penderita jantung bawaan sianotik umumnya oleh
Streptococcus anaerob. Penyakit jantung bawaan sianotik dengan pirau dari kanan
ke kiri. (misalnya pada Tetralogy of Fallot), terutama pada anak berusia lebih dari
2 tahun, merupakan factor predisposisi terjadinya abses otak .
a) Jamur penyebab AO antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium

trichoides dan spesies Candida dan Aspergillus. Walaupun jarang,


Entamuba histolitica, suatu parasit amuba usus dapat menimbulkan AO
secara hematogen.

Kahar musakkar, S.Kep STIKes Mega Rezky Makassar


17 3145 901 029
b) Komplikasi dari infeksi telinga (otitis media, mastoiditis )hampir setengah

dari jumlah penyebab abses otak serta Komplikasi infeksi lainnya seperti ;
paru-paru (bronkiektaksis,abses paru,empiema )jantung ( endokarditis ),
organ pelvis, gigi dan kulit.

C. Patofisiologi

Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi
leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari
atau minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi
pus. Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas
keseluruh otak dan bisa timbul meningitis.

AO dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di


sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara
langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh
penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada
pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya
berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.

AO bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada


penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan
darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia.
Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli. Umumnya lokasi abses
pada tempat yang sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis; tempat ini
menjadi rentan terhadap bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt
kanan ke kin maka bakteremi yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang
masuk langsung ke dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah infark.
Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun. Dua pertiga AO adalah soliter,

Kahar musakkar, S.Kep STIKes Mega Rezky Makassar


17 3145 901 029
hanya sepertiga AO adalah multipel. Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang
yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan
dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah
beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat
lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag
mengelilingi jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi
lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding
yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa
sentimeter.

D. Klasifikasi

Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :


1. Stadium serebritis dini (Early Cerebritis) (hari ke 1 – 3)

Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymofonuklear leukosit,


limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai
pada hari pertama dan meningkat pada hari ke 3. Sel-sel radang terdapat
pada tunika adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah
nekrosis infeksi. Peradangan perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini
terjadi edema di sekita otak dan peningkatan efek massa karena
pembesaran abses.
2. Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis) (hari ke 4 – 9)

Kahar musakkar, S.Kep STIKes Mega Rezky Makassar


17 3145 901 029
Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat
nekrosis membesar oleh karena peningkatan acellular debris dan
pembentukan nanah karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Di tepi
pusat nekrosis didapati daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan
gambaran fibroblast yang terpencar. Fibroblast mulai menjadi reticulum
yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar
maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar.
3. Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation) (hari ke 10

– 14)Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris


dan fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast
membentuk anyaman reticulum mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah
ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh karena kurangnya
vaskularisasi di daerah substansi putih dibandingkan substansi abu.
Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan tengah memungkinkan
abses membesar ke dalam substansi putih. Bila abses cukup besar, dapat
robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat
daerah anyaman reticulum yang tersebar membentuk kapsul kolagen,
reaksi astrosit di sekitar otak mulai meningkat.
4. Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation) (setelah

hari ke 14
Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran
histologis sebagai berikut:
a) Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel

radang.
b) Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast.

c) Kapsul kolagen yang tebal.

d) Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang


berlanjut.
e) Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.

Kahar musakkar, S.Kep STIKes Mega Rezky Makassar


17 3145 901 029
Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke
arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.
Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi
meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang
berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan
AO lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi
secara hematogen.
E. Tanda Dan Gejala Klinis

Pada stadium awal gambaran klinik AO tidak khas, terdapat gejala-gejala


infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejalagejala peninggian tekanan
intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin besarnya
AO gejala menjadi khas berupa
trias abses otak yang terdiri dari gejala infeksi, peninggian te-kanan intrakranial
dan gejala neurologik fokal
1. Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala

neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim


disertai kesadaran yang menurun me-nunjukkan prognosis yang kurang
baik karena biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke dalam kavum
ventrikel
2. Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan

mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran alas kontralateral


dan hem ianopsi komplit. Gangguan motorik terutama wajah dan anggota
gerak atas dapat terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif
asimptomatik, berlokasi terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal
adalah gejala sensorimotorik
3. Abses serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan menyebabkan

gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri dan nistagmus.

Kahar musakkar, S.Kep STIKes Mega Rezky Makassar


17 3145 901 029
4. Abses batang otak jarang sekali terjadi, biasanya berasal hematogen dan

berakibat fatal.

F. Pemeriksaan Dan Diagnosis

1. Anamnesis:

Sakit kepala merupakan keluhan dini yang paling sering dijumpai (70
– 90%). Terkadang juga didapatkan mual, muntah dan kaku kuduk
(25%).
2. Pemeriksaan fisik:

Panas tidak terlalu tinggi. Defisit neurologis fokal menunjukkan


adanya edema di sekitar abses. Kejang biasanya bersifat fokal.
Gangguan kesadaran mulai dari perubahan kepribadian, apatis sampai

Kahar musakkar, S.Kep STIKes Mega Rezky Makassar


17 3145 901 029
koma. Apabila dijumpai papil edema menunjukkan bahwa proses
sudah berjalan lanjut. Dapat dijumpai hemiparese dan disfagia.
3. Pemeriksaan laboratorium:

a) Darah: jarang dapat memastikan diagnosis. Biasanya lekosit

sedikit meningkat dan laju endap darah meningkat pada 60%


kasus
b) Cairan Serebro Spinal (CSS): dilakukan bila tidak ada tanda-

tanda peningkatan tekanan intra kranial (TIK) oleh karena


dikhawatirkan terjadi herniasi
c) Pemeriksaan radiologi:

CT Scan: CT scan kepala dengan kontras dapat dipakai untuk


memastikan diagnosis. Pada stadium awal (1 dan 2) hanya
didapatkan daerah hipodens dan daerah irreguler yang tidak
menyerap kontras. Pada stadium lanjut (3 dan 4) didapatkan
daerah hipodens dikelilingi cincin yang menyerap kontras.

G. Diagnosa

Gejala awal abses otak tidak jelas karena tidak spesifik. Pada beberapa
kasus, penderita yang berobat dalam keadaan distress, terus menerus sakit kepala
dan semakin parah, kejang atau defisit neurologik (misalnya otot pada salah satu
sisi bagian tubuh melemah). Dokter harus mengumpulkan riwayat medis dan
perjalanan penyakit penderita serta keluhan-keluhan yang diderita oleh pasien.
Harus diketahui kapan keluhan pertama kali timbul, perjalanan penyakit dan
apakah baru-baru ini pernah mengalami infeksi. Untuk mendiagnosis abses otak
dilakukan pemeriksaan CT sken (computed tomography) atau MRI sken
(magnetic resonance imaging) yang secara mendetil memperlihatkan gambaran
potongan tiap inci jaringan otak. Abses terlihat sebagai bercak/noktah pada
jaringan otak. Kultur darah dan cairan tubuh lainnya akan menemukan sumber
infeksi tersebut. Jika diagnosis masih belum dapat ditegakkan, maka sampel dari

Kahar musakkar, S.Kep STIKes Mega Rezky Makassar


17 3145 901 029
bercak/noktah tersebut diambil dengan jarum halus yang dilakukan oleh ahli
bedah saraf.

H. Penatalaksanaan

Pada umumnya terapi AO meliputi pemberian antibiotik dan tindakan operatif


berupa eksisi (aspirasi), drainase dan ekstirpasi.
Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan pemberian antibiotik,
sebagai berikut:
1. Bila gejala klinik belum berlangsung lama (kurang dan 1
minggu) atau kapsul belum terbentuk.
2. Sifat-sifat abses:

a) Abses yang lokasinya jauh dalam jaringan otak merupakan

kontraindikasi operasi.
b) Besar abses.

c) Soliter atau multipel; pada abses multipel tidak dilakukan operasi

Pemilihan antibiotik didasarkan hasil pemeriksaan bakteriologik dan


sensitivitas. Sebelum ada hash pemeriksaan bakteriologik dapat diberikan
antibiotik secana polifragmasi ampisilin/penisilin dan kioramfenikol. Bila
penyebabnya kuman an-aerob dapat diberikan metronidasol. Golongan
sefalosporin generasi ke tiga dapat pula digunakan. Tindakan pembedahan dapat
dilakukan dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut di atas.
Ada 2 pendekatan yang dilakukan dalam terapi abses otak, yaitu :
1. Antibiotika untuk mengobati infeksi---Jika diketahui infeksi yang terjadi

disebabkan oleh bakteri yang spesifik, maka diberikan antibiotika yang


sensitif terhadap bakteri tersebut, paling tidak antibiotika berspektrum luas
untuk membunuh lebih banyak kuman penyakit. Paling sedikit antibiotika
yang diberikan selama 6 hingga 8 minggu untuk menyakinkan bahwa infeksi
telah terkontrol.

Kahar musakkar, S.Kep STIKes Mega Rezky Makassar


17 3145 901 029
2. Aspirasi atau pembedahan untuk mengangkat jaringan abses---Jaringan abses

diangkat atau cairan nanah dialirkan keluar tergantung pada ukuran dan lokasi
abses tersebut. Jika lokasi abses mudah dicapai dan kerusakkan saraf yang
ditimbulkan tidak terlalu membahayakan maka abses diangkat dengan
tindakan pembedahan. Pada kasus lainnya, abses dialirkan keluar baik dengan
insisi (irisan) langsung atau dengan pembedahan yaitu memasukkan jarum ke
lokasi abses dan cairan nanah diaspirasi (disedot) keluar. Jarum ditempatkan
pada daerah abses oleh ahli bedah saraf dengan bantuan neurografi
stereotaktik, yaitu suatu tehnik pencitraan radiologi untuk melihat jarum yang
disuntikkan ke dalam jaringan abses melalui suatu monitor. Keberhasilan
pengobatan dilakukan dengan menggunakan MRI sken atau CT sken untuk
menilai keadaan otak dan abses tersebut. Antikonvulsan diberikan untuk
mengatasi kejang dan penggunaanya dapat diteruskan hingga abses telah
berhasil diobati.
Hubungi dokter bila mengalami sakit kepala yang kontinu dan
keadaannnya makin memburuk dalam beberapa hari atau minggu. Jika sakit
kepala disertai mual, muntah, kejang, gangguan kepribadian atau kelemahan otot,
segeralah mencari pertolongan.

I. Komplikasi
1. Herniasi unkal atau tonsiler karena kenaikan TIK
Ventrikulitis karena pecahnya abses di ventrikel
2. Perdarahan abses

Kahar musakkar, S.Kep STIKes Mega Rezky Makassar


17 3145 901 029
ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Abses Otak
A. Pengkajian

1. Anamnesis

Identitas klien ;usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,


suku bangsa, tgl MRS, askes dst.
2. Keluhan utama ; nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran.

3. Riwayat penyakit sekarang ; demam, anoreksi dan malaise, peninggian

tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal .


4. Riwayat penyakit dahulu ; pernah atau tidak menderita infeksi telinga

(otitis media, mastoiditis ) atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis,abses


paru,empiema )jantung ( endokarditis ), organ pelvis, gigi dan kulit.

B. Pemeriksaan fisik

- KU
C. Pola fungsi kesehatan :

1) Aktivitas/istirahat :
gejala ; malaise
Tanda ; ataksia,masalah berjalan,kelumpuhan,gerakan involunter.
2) Sirkulasi

Gejala ; adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis


Tanda ; TD meningkat,nadi menurun (berhubungan peningkatan TIK dan
pengaruh pada vasomotor).
3) Eliminasi

Tanda;adanya inkontensia dan/atau retensi


4) Nutrisi

Gejala ; kehilangan nafsu makan,disfagia (pada periode akut )


Tanda ; anoreksia,muntah.turgor kulit jelek,membran mukosa kering.

Kahar musakkar, S.Kep STIKes Mega Rezky Makassar


17 3145 901 029
5) Higiene

Tanda ; ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri(pada


periode akut)
6) Neurosensori

Gejala ; sakit kepala,parestesia,timbul kejang, gangguan penglihatan


Tanda ; penurunan status mental dan kesadaran,kehilangan memori, sulit
dalam mengambil keputusan,afasia,mata; pupil unisokor (peningkatan
TIK),nistagmus.kejang umum lokal.
7) Nyeri /kenyamanan

Gejala ; Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh


ketegangan;leher/punggung kaku.
Tanda ; tampak terus terjaga. Menangis/mengeluh.
8) Pernapasan

Gejala ; adanya riwayat infeksi sinus atau paru


Tanda ;peningkatan kerja pernapasan ( episode awal ). Perubahan mental
(letargi sampai koma) dan gelisah.
9) Keamanan

Gejala ; adanya riwayat ISPA/infeksi lain meliputi ; mastoiditis, telinga


tengah, sinus,abses gigi; infeksi pelvis,abdomen atau kulit;fungsi lumbal,
pembedahan, fraktur pada tengkorak/cedera kepala.
Tanda ; suhu meningkat, diaforesis, menggigil. Kelemahan secara umum;
tonus otot flaksid atau spastik;paralisis atau parese. Gangguan sensasi.

D. Prosedur diagnostic

1) Pemeriksaan laboratorium

LED meningkat dan mungkin disertai leukositosis.


2) Pemeriksaan penunjang

CT Scan

Kahar musakkar, S.Kep STIKes Mega Rezky Makassar


17 3145 901 029
Mengidentifikasi dan melokalisasi abses besar dan abses kecil
disekitarnya.(price,2005;1155)
3) Arteriografi

Menunjukkan lokasi abses di lobus temporal atau abses


cerebellum.(long,1996;194)

E. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut b.d proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi

Tujuan : Nyeri teratasi atau dapat dikontrol.


Kriteria hasil : klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diatasi, dapat
mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau mengurangi nyeri, klien
tidak gelisah, skala nyeri 0-1 atau teratasi.
Intervensi :
a) berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai indikasi

(menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitivitas pada


cahaya dan meningkatkan relaksasi )
b) Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang penting.

(menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri)


Kolaborasi
c) Berikan analgetik, seperti asetaminofen, kodein.
( untuk menghilangkan nyeri )
2. Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan persepsi atau kognitif, penurunan

kekuatan,terapi pembatasan/kewaspadaan keamanan mis tirah baring,


imobilisasi.
Tujuan : klien dapat menunjukkan cara mobilisasi secara optimal
Kriteria hasil : klien dapat mempertahankan posisi tubuh yang optimal, klien
dapat mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi tubuh yang
sakit,mempertahankan integritas kulit, kandung kemih dan fungsi usus.
Intervensi :

Kahar musakkar, S.Kep STIKes Mega Rezky Makassar


17 3145 901 029
a) Periksa kembali kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional

pada kerusakan yang terjadi


(mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional dan
mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan )
b) Kaji derajat imobilisasi pasien dengan menggunakan skala
ketergantungan (0-4)
Nilai 0 : klien mampu mandiri.
Nilai 1 : memerlukan bantuan/peralatan yang minimal.
Nilai 2 :memerlukan bantuan sedang/dengan pengawasan/diajarkan
Nilai 3 : memerlukan bantuan/peralatan yang terus menerus dan alat
khusus.
Nilai 4 : tergantung secara total pada pemberi asuhan.
Seseorang dalam semua katagori sama-sama mempunyai risiko
kecelakaan namun katagori 2-4 mempunyai resiko terbesar untuk
terjadinya bahaya tersebut sehubungan dengan imobilisasi.
c) Letakkan pasien pada posisi tertentu. Ubah posisi pasien secara teratur

dan buat sedikit perubahan posisi antar waktu.


(perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran terhadap
berat badan dan menigkatkan sirkulasi seluruh bagian tubuh.
d) Berikan bantuan untuk melakukan ROM
(mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/posisi normal
ekstrimitas dan menurunkan terjadinya vena statis.
e) Berikan perawatan kulit dengan cermat, masase dengan pelembab,

ganti linen/pakaian yang basah tersebut tetap bersih dan bebas dari
kerutan.
( meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit dan menurunkan
terjadinya eksekoriasi kulit )
f) Pantau haluaran urin. Catat warna dan bau urine. Bantu dengan latihan
kandung kemih bila memungkinkan.

Kahar musakkar, S.Kep STIKes Mega Rezky Makassar


17 3145 901 029
3. Perubahan persepsi-sensori b.d defisit neurologis.

Tujuan : mengembalikan dan mempertahankan fungsi persepsi sensorik


Kriteria hasil : tingkat kesadaran normal, fungsi persepsi membaik.
Intervensi
a) Evaluasi/pantau secara teratur perubahan orientasi, kemampuan
berbicara,alam perasaan,sensorik, dan proses pikir.
b) Kaji kesadaran sensorik seperti respon sentuhan, panas/dingin,benda

tajam/tumpul dan kesadaran terhadap gerakan dan alat tubuh.


c) Bicara dengan suara yang lembut dan pelan. Gunakan kalimat yang
pendek dan sederhana. Kolaborasi
d) Rujuk pada ahli fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara, dan terapi

kognitif.
4. Risti terhadap penyebaran infeksi b.d diseminata hematogen dari patogen,

statis cairan.
Tujuan : Penyebaran infeks tidak terjadi
Kriteria hasil : mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tidak ada bukti
penyebaran infeksi endogen atau keterlibatan orang lain.
Intervensi :
1) berikan tindakan isolasi sebagai tindakan pencegahan
( isolasi diperlukan sampai organismenya diketahui/dosis antibiotik yang
cocok telah diberikan untuk menurunkan risiko penyebaran pada orang
lain )
2) pertahankan tehnik aseptik dan tehnik mencuci tangan yang tepat baik

pasien, pengunjung, maupun staf. Pantau dan batasi pengunjung/staf


sesuai kebutuhan.(menurunkan resiko pasien terkena infeksi sekunder.
Mengotrol penyebaran sumber infeksi, mencegah pemajanan pada
individu terinfeksi)
3) Teliti adanya keluhan nyeri dada, berkembangnya nadi yang tidak teratur

atau demam yang terus menerus (infeksi sekunder seperti

Kahar musakkar, S.Kep STIKes Mega Rezky Makassar


17 3145 901 029
miokarditis/perikarditis dapat berkembang dan memerlukan intervensi
lanjut)
4) Kolaborasi.

a) Berikan terapi antibiotik sesuai indikasi


(obat yang dipilih tergantung pada tipe infeksi dan sensitivitas
individu.
b) Siapkan untuk intervensi pembedahan sesuai indikasi.
( mungkin memerlukan drainase dari adanya abses otak atau
penglepasan pirau ventrikel” mencegah ruptur/mengontrol
penyebaran infeksi )
5. Risti perubahan perfusi jaringan serebral b.d edema serebral
Tujuan : Pasien kembali pada,keadaan status neurologis sebelum sakit,
Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris.
Kriteria hasil : Tanda-tanda vital dalam batas normal, Rasa sakit kepala
berkurang, Kesadaran meningkat, adanya peningkatan kognitif dan tidak ada
atau hilangnya tanda-tanda tekanan intrakranial yang meningkat.
Intervensi :
a) pantau status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan

keadaan normalnya, seperti GCS ( pengkajian kecenderungan adanya


perubahan tingkat kesadaran dan potensial penigkatan tekanan
intrakranial adalah sangat berguna dalam menentukan lokasi,dan
perkembangan dari kerusakan cerebral )
b) pantau pernapasan, catat pola dan irama pernapasan.
( tipe dari pola pernapasan merupakan tanda yang berat dari adanya
peningkatan TIK/daerah serebral yang terkena dan mungkin
merupakan indikasi perlunya untuk melakukan intubasi disertai
pemasangan ventilator mekanik.
c) pantau intake dan output. Catat karakteristik urine, turgor kulit dan

keadaan membran mukosa. (hipertermi menigkatkan kehilangan air

Kahar musakkar, S.Kep STIKes Mega Rezky Makassar


17 3145 901 029
tak kasat mata dan menigkatkan resiko dehidrasi, terutama jika
kesadaran menurun.
1) Kolaborasi

a) tinggikan kepala tempat tidur sekitar 15-45 derajat sesuai toleransi

dan indikasi. Jaga kepala tetap pada posisi netral.


(peningkatan aliran vena dari kepala akan menurunkan TIK.)
b) berikan obat sesuai indikasi seperti ; deksametason, klorpomasin,

asetaminofen
Deksametason : dapat menurunkan permeabilitas kapiler untuk
membatasi pembentukan edema serebral.
Klorpomasin : obat pilihan dalam mengatasi kelainan postut tubuh
atau mengigil yang dapat meningkatkan TIK.
Asetaminofen : menurunkan metabolism seluler/menurunkan
konsumsi oksigen dan resiko kejang.
2) Kurang pengetahuan tentang kondisi abses otak, prognosis dan perawatan

abses otak b.d kurangnya informs


Tujuan : Klien mengetahui tentang kondisi abses otak, prognosis dan
perawatan abses otak
Kriteria Hasil : Klien terlihat tenang, Klien mengerti tentang kondisinya
Intervensi :
3) Berikan informasi dalam bentuk-bentuk dan segmen yang sederhana.

( menurunnya rentang perhatian pasien dapat menurunkan kemampuan


untuk menerima,mengingat,menyimpan informasi yang diberikan,)
4) Beri kesempatan pada klien dan keluarga untuk bertanyaa mengenai hal-

hal yang tidak diketahuinya.

Kahar musakkar, S.Kep STIKes Mega Rezky Makassar


17 3145 901 029
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi. EGC: Jakarta

Guyton. 1987. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit Edisi Revisi. EGC: Jakarta.

Harsono. 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi I. Yogyakarta : Gajah Mada University
Press.

Jukarnain. 2011. Keperawatan Medikal – Bedah gangguan Sistem Persarafan.

Long, Barbara C. 1996. Keperawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan. Bandung : yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan.

Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit Volume
1 Edisi 6. EGC: Jakarta.

Kahar musakkar, S.Kep STIKes Mega Rezky Makassar


17 3145 901 029

Anda mungkin juga menyukai