ABSSES SEREBRI
A. Definisi.
Abses otak adalah kumpulan nanah yang terbungkus oleh suatu kapsul dalam
jaringan otak yang disebabkan karena infeksi bakteri atau jamur. Abses otak
biasanya akibat komplikasi dari suatu infeksi, trauma atau tindak pembedahan.
Keadaan-keadaan ini jarang terjadi, namun demikian insidens terjadinya abses
otak sangat tinggi pada penderita yang mengalami gangguan kekebalan tubuh
(seperti penderita HIV positif atau orang yang menerima transplantasi organ).
B. Etiologi
Berbagai mikroorganisme dapat ditemukan pada AO, yaitu bakteri, jamur dan
parasit.
Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob,
Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli dan
Baeteroides.
Abses oleh Staphylococcus biasanya berkembang dari perjalanan otitis media
atau fraktur kranii. Bila infeksi berasal dari sinus paranasalis penyebabnya adalah
Streptococcus aerob dan anaerob, Staphylococcus dan Haemophilus influenzae.
Abses oleh Streptococcus dan Pneumococcus sering merupakan komplikasi
infeksi paru. Abses pada penderita jantung bawaan sianotik umumnya oleh
Streptococcus anaerob. Penyakit jantung bawaan sianotik dengan pirau dari kanan
ke kiri. (misalnya pada Tetralogy of Fallot), terutama pada anak berusia lebih dari
2 tahun, merupakan factor predisposisi terjadinya abses otak .
a) Jamur penyebab AO antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium
dari jumlah penyebab abses otak serta Komplikasi infeksi lainnya seperti ;
paru-paru (bronkiektaksis,abses paru,empiema )jantung ( endokarditis ),
organ pelvis, gigi dan kulit.
C. Patofisiologi
Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi
leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari
atau minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi
pus. Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas
keseluruh otak dan bisa timbul meningitis.
D. Klasifikasi
hari ke 14
Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran
histologis sebagai berikut:
a) Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel
radang.
b) Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast.
berakibat fatal.
1. Anamnesis:
Sakit kepala merupakan keluhan dini yang paling sering dijumpai (70
– 90%). Terkadang juga didapatkan mual, muntah dan kaku kuduk
(25%).
2. Pemeriksaan fisik:
G. Diagnosa
Gejala awal abses otak tidak jelas karena tidak spesifik. Pada beberapa
kasus, penderita yang berobat dalam keadaan distress, terus menerus sakit kepala
dan semakin parah, kejang atau defisit neurologik (misalnya otot pada salah satu
sisi bagian tubuh melemah). Dokter harus mengumpulkan riwayat medis dan
perjalanan penyakit penderita serta keluhan-keluhan yang diderita oleh pasien.
Harus diketahui kapan keluhan pertama kali timbul, perjalanan penyakit dan
apakah baru-baru ini pernah mengalami infeksi. Untuk mendiagnosis abses otak
dilakukan pemeriksaan CT sken (computed tomography) atau MRI sken
(magnetic resonance imaging) yang secara mendetil memperlihatkan gambaran
potongan tiap inci jaringan otak. Abses terlihat sebagai bercak/noktah pada
jaringan otak. Kultur darah dan cairan tubuh lainnya akan menemukan sumber
infeksi tersebut. Jika diagnosis masih belum dapat ditegakkan, maka sampel dari
H. Penatalaksanaan
kontraindikasi operasi.
b) Besar abses.
diangkat atau cairan nanah dialirkan keluar tergantung pada ukuran dan lokasi
abses tersebut. Jika lokasi abses mudah dicapai dan kerusakkan saraf yang
ditimbulkan tidak terlalu membahayakan maka abses diangkat dengan
tindakan pembedahan. Pada kasus lainnya, abses dialirkan keluar baik dengan
insisi (irisan) langsung atau dengan pembedahan yaitu memasukkan jarum ke
lokasi abses dan cairan nanah diaspirasi (disedot) keluar. Jarum ditempatkan
pada daerah abses oleh ahli bedah saraf dengan bantuan neurografi
stereotaktik, yaitu suatu tehnik pencitraan radiologi untuk melihat jarum yang
disuntikkan ke dalam jaringan abses melalui suatu monitor. Keberhasilan
pengobatan dilakukan dengan menggunakan MRI sken atau CT sken untuk
menilai keadaan otak dan abses tersebut. Antikonvulsan diberikan untuk
mengatasi kejang dan penggunaanya dapat diteruskan hingga abses telah
berhasil diobati.
Hubungi dokter bila mengalami sakit kepala yang kontinu dan
keadaannnya makin memburuk dalam beberapa hari atau minggu. Jika sakit
kepala disertai mual, muntah, kejang, gangguan kepribadian atau kelemahan otot,
segeralah mencari pertolongan.
I. Komplikasi
1. Herniasi unkal atau tonsiler karena kenaikan TIK
Ventrikulitis karena pecahnya abses di ventrikel
2. Perdarahan abses
1. Anamnesis
B. Pemeriksaan fisik
- KU
C. Pola fungsi kesehatan :
1) Aktivitas/istirahat :
gejala ; malaise
Tanda ; ataksia,masalah berjalan,kelumpuhan,gerakan involunter.
2) Sirkulasi
D. Prosedur diagnostic
1) Pemeriksaan laboratorium
CT Scan
E. Diagnosa Keperawatan
ganti linen/pakaian yang basah tersebut tetap bersih dan bebas dari
kerutan.
( meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit dan menurunkan
terjadinya eksekoriasi kulit )
f) Pantau haluaran urin. Catat warna dan bau urine. Bantu dengan latihan
kandung kemih bila memungkinkan.
kognitif.
4. Risti terhadap penyebaran infeksi b.d diseminata hematogen dari patogen,
statis cairan.
Tujuan : Penyebaran infeks tidak terjadi
Kriteria hasil : mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tidak ada bukti
penyebaran infeksi endogen atau keterlibatan orang lain.
Intervensi :
1) berikan tindakan isolasi sebagai tindakan pencegahan
( isolasi diperlukan sampai organismenya diketahui/dosis antibiotik yang
cocok telah diberikan untuk menurunkan risiko penyebaran pada orang
lain )
2) pertahankan tehnik aseptik dan tehnik mencuci tangan yang tepat baik
asetaminofen
Deksametason : dapat menurunkan permeabilitas kapiler untuk
membatasi pembentukan edema serebral.
Klorpomasin : obat pilihan dalam mengatasi kelainan postut tubuh
atau mengigil yang dapat meningkatkan TIK.
Asetaminofen : menurunkan metabolism seluler/menurunkan
konsumsi oksigen dan resiko kejang.
2) Kurang pengetahuan tentang kondisi abses otak, prognosis dan perawatan
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi. EGC: Jakarta
Guyton. 1987. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit Edisi Revisi. EGC: Jakarta.
Harsono. 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi I. Yogyakarta : Gajah Mada University
Press.
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit Volume
1 Edisi 6. EGC: Jakarta.