Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTROPI PROSTAT

1. Pengertian Hipertropi Prostat


Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian
mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim
de,1998).
2. Etiologi
Banyak teori yang menjelaskan terjadinya pembesaran kelenjar prostat, namun
sampai sekarang belum ada kesepakatan mengenai hal tersebut. Ada beberapa teori
mengemukakan mengapa kelenjar periurethral dapat mengalami hiperplasia, yaitu :
a. Teori Hormonal
Teori ini membuktikan bahwa sebelum pubertas dilakukan kastrasi maka
tidak terjadi BPH, juga terjadinya regresi BPH bila dilakukan kastrasi. Selain androgen
(testosteron/DHT), estrogen juga berperan untuk terjadinya BPH. Dengan
bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara
hormon testosteron dan hormon estrogen, karena produksi testosteron menurun dan
terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan
pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya
hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk
inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk
perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif
testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor
pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.
Dari berbagai percobaan dan penemuan klinis dapat diperoleh kesimpulan,
bahwa dalam keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan
produksi hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan
makin bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler
(spermatogenesis) yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi
androgen. Hal ini mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang
produksi hormon estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat
terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan
bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.
b. Teori Growth factor (faktor pertumbuhan )
Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar
prostat. Terdapat empat peptic growth factor yaitu; basic transforming 2, dan1,
transforming growth factor growth factor, transforming growth factor epidermal
growth factor.
c. Teori Peningkatan Lama Hidup Sel-sel Prostat karena Berkuramgnya Sel
yang Mati
d. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)
Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada
seorang dewasa berada dalam keadaan keseimbangan “steady state”, antara
pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar
testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga
dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah
sehingga terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem
sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar
periuretral prostat menjadi berlebihan.
e. Teori Dihydro Testosteron (DHT)
Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian
dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh
globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam
keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam “target
cell” yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di
dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dyhidro
testosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi “hormone
receptor complex”. Kemudian “hormone receptor complex” ini mengalami
transformasi reseptor, menjadi “nuclear receptor” yang masuk kedalam inti yang
kemudian melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini
akan menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar
prostat.
f. Teori Reawakening Mc Neal tahun 1978
menulis bahwa lesi pertama bukan pembesaran stroma pada kelenjar
periuretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme “glandular budding” kemudian
bercabang yang menyebabkan timbulnya alveoli pada zona preprostatik. Persamaan
epiteleal budding dan “glandular morphogenesis” yang terjadi pada embrio dengan
perkembangan prostat ini, menimbulkan perkiraan adanya “reawakening” yaitu
jaringan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat embriologik, sehingga
jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya, sehingga teori ini
terkenal dengan nama teori reawakening of embryonic induction potential of prostatic
stroma during adult hood.
Selain teori-teori di atas masih banyak lagi teori yang menerangkan tentang
penyebab terjadinya BPH seperti; teori tumor jinak, teori rasial dan faktor sosial, teori
infeksi dari zat-zat yang belum diketahui, teori yang berhubungan dengan aktifitas
hubungan seks, teori peningkatan kolesterol, dan Zn yang kesemuanya tersebut masih
belum jelas hubungan sebab-akibatnya.

3. Patologi Anatomi

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.
Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari
buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan
divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan
pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang
dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus.
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke
dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga
terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke
seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua
muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau
terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan
hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala
yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini
berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak
uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal)
sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang
merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan
menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen dinamik
ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung dari beratnya
obstruksi oleh komponen mekanik.

4. Patofisiologi
Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Adanya obstruksi
jalan kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi, miksi terputus,
menetes pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi melemah, dan rasa belum puas
selesai miksi. Gejala iritasi disebabkan oleh hipersentivitas otot detrusor, berarti
bertambahnya frekuensi miksi, nokturia, miksi sulit ditahan dan disuria. Gejala
obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal
berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala iritasi terjadi karena
pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat
menyebabkan rangsangan pada kandung kemih, sehingga vesica sering berkontraksi
meskipun belum penuh. Keadaan ini membuat sistem scoring untuk menentukan
beratnya keluhan klinik penderita hipertropi prostat.

Apabila vesica menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urine sehingga pada
akhir miksi masih ditemukan sisa urine di dalam kandung kemih dan timbul rasa tidak
tuntas pada akhir miksi.

Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi kemacetan total,
sehingga penderita tidak mampu lagi miksi karena produksi urine terus terjadi maka
pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menahan urine, sehingga tekanan vesika terus
meningakat. Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi dari pada tekanan spincter dan
obstruksi, akan terjadi Inkotinensia Paradoks Retensi kronik menyebabkan refluks
vesicoureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal
dipercepat bila ada infeksi.

Pada waktu miksi penderita harus selalu mengedan sehingga lama kelamaan
menyebabkan hernia atau haemorhoid. Karena selalu terdapat sisa urine dapat
terbentuk batu endapan di dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan
iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menyebabkan cystitis dan
bila terjadi refluks dapat terjadi pyelonefritis.

Ada 3 cara untuk mengukur besarnya hipertropi prostat, yaitu (a) rectal grading (b)
clinical grading dan (c) intra urethra grading.

a. Rectal grading
Recthal grading atau rectal toucher dilakukan dalam keadaan buli-buli kosong.
Sebab bila buli-buli penuh dapat terjadi kesalahan dalam penilaian. Dengan rectal
toucher diperkirakan dengan beberapa cm prostat menonjol ke dalam lumen dan
rectum. Menonjolnya prostat dapat ditentukan dalam grade. Pembagian grade sebagai
berikut :

0 - 1 cm……….: Grade 0

1 – 2 cm……….: Grade 1
2 - 3 cm……….: Grade 2

3 – 4 cm……….: Grade 3

Lebih 4 cm…….: Grade 4

Biasanya pada grade 3 dan 4 batas dari prostat tidak dapat diraba karena
benjolan masuk ke dalam cavum rectum. Dengan menentukan rectal grading maka
didapatkan kesan besar dan beratnya prostat dan juga penting untuk menentukan
macam tindakan operasi yang akan dilakukan. Bila kecil (grade 1), maka terapi yang
baik adalah T.U.R (Trans Urethral Resection) Bila prostat besar sekali (grade 3-4) dapat
dilakukan prostatektomy terbuka secara trans vesical.

b. Clinical grading
Pada pengukuran ini yang menjadi patokan adalah banyaknya sisa urine.
Pengukuran ini dilakukan dengan cara, pagi hari pasien bangun tidur disuruh kencing
sampai selesai, kemudian dimasukkan kateter ke dalam kandung kemih untuk
mengukur sisa urine.

Sisa urine 0 cc……………….…… Normal

Sisa urine 0 – 50 cc…………….… Grade 1

Sisa urine 50 – 150 cc……………. Grade 2

Sisa urine >150 cc……………...… Grade 3

Sama sekali tidak bisa kencing…... Grade 4

c. Intra urethra grading


Untuk melihat seberapa jauh penonjolan lobus lateral ke dalam lumen urethra.
Pengukuran ini harus dapat dilihat dengan penendoskopy dan sudah menjadi bidang
dari urology yang spesifik.
Efek yang dapat terjadi akibat hypertropi prostat:

1) Terhadap urethra
Bila lobus medius membesar, biasanya arah ke atas mengakibatkan urethra pars
prostatika bertambah panjang, dan oleh karena fiksasi ductus ejaculatorius maka
perpanjangan akan berputar dan mengakibatkan sumbatan.
2) Terhadap vesica urinaria
Pada vesica urinaria akan didapatkan hypertropi otot sebagai akibat dari proses
kompensasi, dimana muscle fibro menebal ini didapatkan bagian yang mengalami
depresi (lekukan) yang disebut potensial divertikula.

Pada proses yang lebih lama akan terjadi dekompensasi dari pada otot-otot yang
hypertropi dan akibatnya terjadi atonia (tidak ada kekuatan) dari pada otot-otot
tersebut.

Kalau pembesaran terjadi pada medial lobus, ini akan membentuk suatu post
prostatika pouch, ini adalah kantong yang terdapat pada kandung kencing dibelakang
medial lobe.

Post prostatika adalah sebagai sumber dari terbentuknya residual urine (urine
yang tersisa) dan pada post prostatika pouch ini juga selalu didapati adanya batu-batu
di kandung kemih.

3) Terhadap ureter dan ginjal


Kalau keadaan urethra vesica valve baik, maka tekanan ke ekstra vesikel tidak
diteruskan ke atas, tetapi bila valve ini rusak maka tekanan diteruskan ke atas,
akibatnya otot-otot calyces, pelvis, ureter sendiri mengalami hipertropy dan akan
mengakibatkan hidronefrosis dan akibat lanjut uremia.
4) Terhadap sex organ
Mula-mula libido meningkat, teatapi akhirnya libido menurun.

1. Gejala Klinik
Terbagi 4 grade yaitu :

a. Pada grade 1 (congestic)


1) Mula-mula pasien berbulan atau beberapa tahun susah
kencing dan mulai mengedan.
2) Kalau miksi merasa puas.
3) Urine keluar menetes dan pancaran lemah.
4) Nocturia
5) Urine keluar malam hari lebih dari normal.
6) Ereksi lebih lama dari normal dan libido lebih dari normal.
7) Pada cytoscopy kelihatan hyperemia dari orificium urethra
interna. Lambat laun terjadi varices akhirnya bisa terjadi perdarahan (blooding)
b. Pada grade 2 (residual)
1) Bila miksi terasa panas.
2) Dysuri nocturi bertambah berat.
3) Tidak bisa buang air kecil (kencing tidak puas).
4) Bisa terjadi infeksi karena sisa air kencing.
5) Terjadi panas tinggi dan bisa menggigil.
6) Nyeri pada daerah pinggang (menjalar ke ginjal).
c. Pada grade 3 (retensi urine)
1) Ischuria paradosal.
2) Incontinensia paradosal.
d. Pada grade 4
1) Kandung kemih penuh.
2) Penderita merasa kesakitan.
3) Air kencing menetes secara periodik yang disebut over flow
incontinensia.
4) Pada pemeriksaan fisik yaitu palpasi abdomen bawah untuk
meraba ada tumor, karena bendungan yang hebat.
5) Dengan adanya infeksi penderita bisa menggigil dan panas
tinggi sekitar 40 – 410 C.
6) Selanjutnya penderita bisa koma.

2. Diagnostik test
Diagnosa klinik pembesaran prostat dapat ditegakkan dengan pemeriksaan sebagai
berikut :

a. Anamnese yang baik


b. Pemeriksaan fisik
Dapat dilakukan dengan pemeriksaan rectal toucher, dimana pada pembesaran prostat
jinak akan teraba adanya massa pada dinding depan rectum yang konsistensinya
kenyal, yang kalau belum terlalu besar masih dapat dicapai batas atasnya dengan
ujung jari, sedang apabila batas atasnya sudah tidak teraba biasanya jaringan prostat
sudah lebih dari 60 gr.

c. Pemeriksaan sisa kencing


d. Pemeriksaan ultra sonografi (USG)
Dapat dilakukan dari supra pubic atau transrectal (Trans Rectal Ultra Sonografi
:TRUS). Untuk keperluan klinik supra pubic cukup untuk memperkirakan besar dan
anatomi prostat, sedangkan TRUS biasanya diperlukan untuk mendeteksi keganasan.

e. Pemeriksaan endoskopy
Bila pada pemeriksaan rectal toucher, tidak terlalu menonjol tetapi gejala prostatismus
sangat jelas atau untuk mengetahui besarnya prostat yang menonjol ke dalam lumen.

f. Pemeriksaan radiologi
Dengan pemeriksaan radiology seperti foto polos perut dan pyelografi intra vena yang
sering disebut IVP (Intra Venous Pyelografi) dan BNO (Buich Nier Oversich). Pada
pemeriksaan lain pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek irisan kontras
pada dasar kandung kemih dan ujung distal ureter membelok ke atas berbentuk seperti
mata kail/pancing (fisa hook appearance).

g. Pemeriksaan CT- Scan dan MRI


Computed Tomography Scanning (CT-Scan) dapat memberikan gambaran adanya
pembesaran prostat, sedangkan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat memberikan
gambaran prostat pada bidang transversal maupun sagital pada berbagai bidang irisan,
namun pameriksaan ini jarang dilakukan karena mahal biayanya.

h. Pemeriksaan sistografi
Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan urine
ditemukan mikrohematuria. pemeriksaan ini dapat memberi gambaran kemungkinan
tumor di dalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas apabila darah datang
dari muara ureter atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu sistoscopi dapat juga
memberi keterangan mengenai besar prostat dengan mengukur panjang urethra pars
prostatica dan melihat penonjolan prostat ke dalam urethra.

i. Pemeriksaan lain
Secara spesifik untuk pemeriksaan pembesaran prostat jinak belum ada, yang ada ialah
pemeriksaan penanda adanya tumor untuk karsinoma prostat yaitu pemeriksaan
Prostatic Spesifik Antigen (PSA), angka penggal PSA ialah 4 nanogram/ml.

3. Diagnosa banding
Oleh karena adanya proses miksi tergantung pada kekuatan kontraksi detrusor,
elastisitas leher kandung kemih dengan tonus ototnya dan resistensi urethra yang
merupakan faktor dalam kesulitan miksi. Kelemahan detrusor disebabkan oleh kelainan
saraf (kandung kemih neurologik) misalnya : Lesi medulla spinalis, penggunaan obat
penenang. Kekakuan leher vesica disebabkan oleh proses fibrosis, sedangkan resistensi
urethra disebabkan oleh pembesaran prostat jinak atau ganas, tumor di leher kandung
kemih, batu di urethra atau striktur urethra.

5. Pengobatan
Setiap kesulitan miksi yang diakibatkan dari salah satu faktor seperti
berkurangnya kekuatan kontraksi detrusor atau menurunya elastisitas leher vesica,
maka tindakan pengobatan ditujukan untuk mengurangi volume prostat,
mengurangi tonus leher vesica atau membuka urethra pars prostatica dan
menambah kekuatan kontraksi detrusor agar proses miksi menjadi mudah.

Dalam pengobatan ini dilakukan berdasarkan pembagian besarnya prostat, yaitu


derajat 1 – 4.

a. Derajat I
Dilakukan pengobatan koservatif, misalnya dengan fazosin, prazoin dan
terazoin (untuk relaksasi otot polos).

b. Derajat II
Indikasi untuk pembedahan. Biasanya dianjurkan resekesi endoskopik melalui
urethra.

c. Derajat III
Diperkirakan prostat cukup besar dan untuk tindakan yang dilakukan yaitu
pembedahan terbuka melalui transvesical, retropubic atau perianal.

d. Derajat IV
Membebaskan penderita dari retensi urine total dengan memasang kateter,
untuk pemeriksaan lebih lanjut dalam pelaksanaan rencana pembedahan.

Pengobatan untuk hipertropy prostat ada 2 macam :

a. Konsevatif
Pengobatan konservatif ini bertujuan untuk memperlambat
pertumbuhan pembesaran prostat. Tindakan dilakukan bila terapi operasi tidak
dapat dilakukan, misalnya : menolak operasi atau adanya kontra indikasi
untuk operasi.

Tindakan terapi konservatif yaitu :


1) Mengusahakan agar prostat tidak
mendadak membesar karena adanya infeksi sekunder dengan pemberian
antibiotika.
2) Bila retensi urine dilakukan
kateterisasi.

b. Operatif
Pembedahan merupakan pengobatan utama pada hipertropi prostat benigna
(BPH), pada waktu pembedahan kelenjar prostat diangkat utuh dan jaringan
soft tissue yang mengalami pembesaran diangkat melalui 4 cara yaitu (1)
transurethral (2) suprapubic (3) retropubic dan (4) perineal.

1) Transurethral.
Dilaksanakan bila pembesaran terjadi pada lobus medial yang langsung
mengelilingi urethra. Jaringan yang direseksi hanya sedikit sehingga tidak
terjadi perdarahan dan waktu pembedahan tidak terlalu lama.

2) Suprapubic Prostatektomy.
Metode operasi terbuka, reseksi supra pubic kelenjar prostat diangkat dari
urethra lewat kandung kemih.

3) Prostatektomi Retropubic.
Pada prostatectomy retropubic dibuat insisi pada abdominal bawah tapi
kandung kemih tidak dibuka.

4) Prostatektomy Perineal.
Dilakukan pada dugaan kanker prostat, insisi dibuat diantara scrotum dan
rectum.

6. Komplikasi
a. Perdarahan
b. Inkotinensia
c. Batu kandung kemih
d. Retensi urine
e. Impotensi
f. Epididimitis
g. Haemorhoid, hernia, prolaps rectum akibat mengedan
h. Infeksi saluran kencing disebabkan karena kateterisasi
i. Hydronefrosis
Hal-hal yang harus dilakukan pada pasien setelah pulang dari rumah sakit adalah

- latihan berat, mengangkat berat dan sexual intercourse dihindari selama 3


minggu setelah dirumah.
- Tidak boleh membawa kendaraan.
- Mengedan pada saat defekasi harus dihindari, faeces harus lembek kalau perlu
pemberian obat untuk melembekkan faeces.
- Menganjurkan banyak minum untuk mencegah statis dan infeksi dan membuat
feces lembek.
KONSEP KEPERAWATAN

Kasus:
Tn.A dirawat di RS.Wahidin Sudirohusodo Makassar sejak 1 bulan lalu, umur 65 tahun,
sudah menikah, beragama Islam. Klien masuk dengan keluhan susah BAK sudah kurang
lebih 3 bulan, BAK sedikit-sedikit menetes, BAK tidak puas, mengedan jika BAK, dan
sering BAK pada malam hari. Pada saat dilakukan pengkajian, klien sudah melaksanakan
operasi dan klien mengeluh nyeri pada daerah tindakan operasi (supra pubis), klien
mengeluh sulit menahan BAK dan merasa nyeri saat BAK, klien mengatakan kadang
merasa pusing, klien juga mengatakan merasa cemas dengan kondisinya saat ini dan takut
tidak mampu lagi melakukan hubungan seksual. Pemeriksaan pada klien menunjukkan:
TTV (TD = 130/70 mmHg; N = 80 x/mnt; P = 24 x/mnt; S = 37,5ºC), adanya pemasangan
kateter tetap, adanya luka tindakan operasi pada daerah prostate, perubahan frekuensi
berkemih, urine berwarna kemerahan, flatus negative, bibir kering, bising usus negative,
wajah meringis, klien tampak gelisah, berkeringat, dan banyak bertanya tentang kondisinya
pada perawat.
Asuhan Keperawatan

DATA FOKUS

Data Subjektif Data Objektif


1. Klien mengeluh nyeri pada daerah 1. TTV (TD = 130/70 mmHg; N = 80
tindakan operasi (supra pubis) x/mnt; P = 24 x/mnt; S = 37,5ºC)
2. Klien mengeluh sulit menahan BAK 2. Adanya pemasangan kateter tetap
3. Klien mengeluh merasa nyeri saat 3. Adanya luka tindakan operasi pada
BAK daerah prostate
4. Klien mengatakan kadang merasa 4. Perubahan frekuensi berkemih
pusing 5. Urine berwarna kemerahan
5. Klien merasa cemas dengan 6. Flatus negative
kondisinya saat ini 7. Bibir kering
6. Klien merasa takut tidak mampu lagi 8. Bising usus negative
melakukan hubungan seksual. 9. Wajah meringis
10. Klien tampak gelisah, berkeringat,
dan banyak bertanya tentang
kondisinya pada perawat.
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

N Hari/ Diagnosa Rencana Keperawatan


Tujuan Intervensi Rasional
o. Tanggal Keperawatan
1. Sabtu, Retensi urin b.d Klien MANDIRI
03/04/08 obstruksi mekanikal: mengatakan 1.Kaji haluaran urine 1.Retensi dapat terjadi karena erema area
bekuan darah, prosedur tidak ada dan system bedah, bekuan darah dan spasme kandung
bedah, tekanan dan keluhan, dengan kateter/drainase, kemih
irigasi kateter/balon, kriteria: khususnya selama
ditandai dengan: -kateter tetap irigasi kandung kemih.
paten pada
DS tempatnya 2.Perhatikan waktu, 2.Kateter biasanya dilepas 2-5 hari setelah
-Klien mengeluh sulit -tidak ada jumlah berkemih dan bedah, tetapi berkemih dapat berlanjut
menahan BAK sumbatan aliran ukuran aliran setelah menjadi masalah untuk beberapa waktu
-Klien mengeluh darah melalui kateter dilepas. karena edema urethral dan kehilangan tonus.
merasa nyeri saat BAK kateter
-berkemih tanpa 3.Dorong klien untuk 3.Berkemih dengan dorongan dapat mencegah
DO aliran berkemih bila terasa retensi, urine. Keterbatasan berkemih untuk
-Perubahan frekuensi berlebihan dorongan tetapi tidak tiap 4 jam (bila ditoleransi) meningkatkan
berkemih -tidak terjadi lebih dari 2-4 jam. tonus kandung kemih dan membantu latihan
-Pemasangan kateter retensi pada ulang kandung kemih.
tetap saat irigasi
-Adanya luka tindakan 4.Ukuran volume 4.Mengawasi keefektifan kandung kemih
operasi pada daerah residu bila ada keteter untuk kosong. Residu lebih dari 50 ml
prostate supra pubic. menunjukkan perlunya kontinuitas kateter
-Urine berwarna sampai tonus otot kandung kemih membaik.
kemerahan
5.Dorong pemasukan 5.Mempertahankan hidrasi adekuat dan
cairan 3000 ml sesuai perfusi ginjal untuk aliran urine.
toleransi.

KOLABORASI
-Irigasi kandung kemih -Mempertahankan hidrasi adekuat dan perfusi
sesuai indikasi pada ginjal untuk aliran urine.
periode pasca operasi
dini.

2. Sabtu, Nyeri b.d iritasi Klien akan: MANDIRI


03/04/08 mukosa kandung -menyatakan 1.Kaji tingkat nyeri. 1. Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan
kemih: refleks spasme nyeri hilang/ klien dan memudahkan kita dalam
otot b.d prosedur bedah terkontrol memberikan tindakan.
dan tekanan dari balon -menunjukkan
kandung kemih, nyeri hilang, 2.Pertahankan posisi 2. Mempertahankan fungsi kateter dan sistem
ditandai dengan: mampu tidur/ kateter dan system drainase, menurunkan risiko distensi/spasme
istirahat dengan drainase. kandung kemih.
DS tepat
Klien mengeluh nyeri -menunjukkan 3.Ajarkan teknik 3. Merileksasikan otot-otot sehingga suplai
pada daerah tindakan penggunaan relaksasi. darah ke jaringan terpenuhi/adekuat, sehingga
operasi (supra pubis) keterampilan nyeri berkurang.
relaksasi dan
DO kenyamanan 4.Berikan rendam 4. Meningkatkan perfusi jaringan dan
-Adanya luka tindakan umum sesuai duduk bila perbaikan edema dan meningkatkan
operasi pada daerah indikasi diindikasikan. penyembuhan.
prostate -tampak rileks .
-Adanya pemasangan
kateter tetap KOLABORASI
-Wajah klien tampak -Pemberian anti -Golongan obat anti spasmodic dapat
meringis spasmodic dan merilekskan otot polos, untuk
analgetika. memberikan/menurunkan spasme dan nyeri.
Golongan obat analgetik dapat menghambat
reseptor nyeri sehingga tidak diteruskan ke
otak dan nyeri tidak dirasakan.
3. Sabtu, Risiko terjadi Tidak terjadi MANDIRI
03/04/08 kekurangan volume kekurangan 1.Benamkan kateter, 1.Penarikan/gerakan kateter dapat
cairan b.d area bedah volume cairan, hindari manipulasi menyebabkan perdarahan atau pembentukan
vaskuler: kesulitan dengan kriteria: berlebihan. bekuan darah.
mengontrol perdarahan, -TTV normal
ditandai dengan: -nadi perifer 2.Awasi pemasukan 2.Indikator keseimbangan cairan dan
teraba dan pengeluaran cairan. kebutuhan penggantian. Pada irigasi kandung
DS -pengisian kemih, awasi perkiraan kehilangan darah dan
Klien mengatakan kapiler baik secara akurat mengkaji haluaran urine.
kadang merasa pusing -membran
mukosa lembab 3.Evaluasi warna, 3.Untuk mengindikasikan adanya perdarahan.
DO -haluaran urine konsistensi urine.
-TTV tepat
TD= 130/70 mmHg 4.Awasi tanda-tanda 4.Dehidrasi/hipovolemia memerlukan
N = 80 x/mnt vital. intervensi cepat untuk mencegah berlanjut ke
P = 24 x/mnt syok. Hipertensi, bradikardi,mual/muntah
S = 37,5ºC menunjukkan sindrom TURP, memerlukan
-Flatus negative intervensi medik segera.
-Bibir kering
-Puasa KOLABORASI
-Bising usus negative -Pemeriksaan -Berguna dalam evaluasi kehilangan
-Urine berwarna laboratorium sesuai darah/kebutuhan penggantian
kemerahan indikasi(Hb/Ht, jumlah
sel darah merah).

4. Sabtu, Risiko infeksi b.d Tidak terjadi MANDIRI


03/04/08 prosedur pembedahan, infeksi, dengan 1.Berikan perawatan 1. Mencegah pemasukan bakteri dan
kateter, irigasi kandung kriteria: kateter tetap secara infeksi/cross infeksi.
kemih sering, trauma -TTV dalam steril.
jaringan, insisi bedah, batas normal
ditandai dengan: -tidak tampak 2.Ambulasi kantung 2. Menghindari refleks balik urine, yang dapat
tanda-tanda drainase dependen. memesukkan bakteri ke kandung kemih.
Faktor risiko: infeksi
-Klien mengeluh sulit -inkontinensia 3.Awasi tanda-tanda 3. Klien yang mengalami TUR berisiko untuk
menahan BAK tidak terjadi vital. syok bedah/septic sehubungan dengan
-Klien mengeluh -luka tindakan instrumentasi.
merasa nyeri saat BAK bedah cepat
-Luka tindakan operasi kering 4.Ganti balutan dengan 4. Balutan basah dapat menyebabkan iritasi,
pada daerah prostat sering, pembersihan dan memberikan media untuk pertumbuhan
-Pemasangan kateter dan pengeringan kulit bakteri, peningkatan risiko infeksi.
tetap sepanjang waktu.
-Perubahan frekuensi
berkemih
- TTV (TD = 130/70 KOLABORASI - Dapat membunuh kuman pathogen
mmHg; N = 80 x/mnt; -Pemberian golongan penyebab infeksi.
P = 24 x/mnt; S = obat antibiotika.
37,5ºC)

5. Sabtu, Risiko terjadi disfungsi Fungsi seksual MANDIRI


03/04/08 seksual b.d sumbatan dapat 1.Berikan informasi 1. Impotensi fisiologis: terjadi bila saraf
saluran ejakulasi, dipertahankan, tentang harapan perineal dipotong selama prosedur bedah
hilangnya fungsi tubuh, dengan kriteria: kembalinya fungsi radikal; pada pendekatan lain, aktivitas
ditandai dengan: -klien seksual. seksual dapat dilakukan seperti biasa dalam 6-
menyatakan 8 minggu.
Faktor risiko: pemahaman
-Klien merasa takut situasi 2.Diskusikan dasar 2. Saraf pleksus mengontrol aliran secara
tidak mampu lagi individual anatomi. posterior ke prostat melalui kapsul. Pada
melakukan hubungan - klien dapat prosedur yang tidak melibatkan kapsul
seksual. mendiskusikan prostat, impotent dan sterilitas biasanya tidak
-Tindakan pembedahan perasaannya terjadi.
kelenjar prostate. tentang
seksualitas 3.Instruksikan latihan 3. Meningkatkan peningkatan control otot
dengan orang perineal kontinensia urine dan fungsi seksual.
terdekat KOLABORASI
-Konsul ke penasehat - Untuk memerlukan intervensi professional
seksualitas/seksologi selanjutnya
sesuai indikasi.

6. Sabtu, Ansietas b.d kurangnya Klien MANDIRI


03/04/08 pengetahuan, ditandai mengungkapka 1.Kaji tingkat ansietas. 1. Mengetahui tingkat anxietas yang dialami
dengan: n ansietas klien, sehingga memudahkan dalam
teratasi, dengan memberikan tindakan selanjutnya.
DS kriteria:
Klien merasa cemas -wajah klien 2.Observasi tanda- 2. Indikator dalam mengetahui peningkatan
dengan kondisinya saat tampak tenang tanda vital. anxietas yang dialami klien.
ini -TTV normal
3.Berikan informasi 3. Mengerti/memahami proses penyakit dan
DO yang jelas tentang tindakan yang diberikan.
-Gelisah prosedur tindakan yang
-Berkeringat akan dilakukan.
-Banyak bertanya
tentang kondisinya KOLABORASI
-TTV -Konsul ke ahli -Agar klien mempunyai semangat dan tidak
TD= 130/70 mmHg psikologi. Berikan putus asa dalam menjalankan pengobatan
N = 80 x/mnt support melalui untuk penyembuhan.
P = 24 x/mnt pendekatan spiritual.
S = 37,5ºC
Patofisiologi dan Penyimpangan KDM Hipertrofi Prostat

Proses penuaan

Ketidakseimbangan hormone testosterone
↓ enzim 5-a-reduktase
Reduksi testosterone jadi DHT (Dehidrotestosteron) Reaktivasi stem cell
dlm sel prostat

Merangsang hiperplasia jaringan prostat

Pertumbuhan nodul-nodul fibrouematosa prostat

Jumlah stroma fobrosa dan otot polos ↑

Hipertrofi kelenjar prostat

Pembesaran periuretral

Obstruksi uretra pars prostatika

Retensi urine Menyumbat aliran urine Urine sulit dikeluarkan
↓ ↓
Dilatasi ureter (hidroureter) Volume urine keluar ↓
↓ ↓
Dilatasi ginjal (hidronefrosis) volume residu di vesika ↑ + pengisian VU Penggunaan otot2 abdomen
↓ ↓ berlebihan
Resti gangguan Stasis urine ↓
Keseimbangan elektrolit ↓ penggunaan energi
Media untuk pertumbuhan berlebihan
organisme infektif ↓
↓ keletihan
Resiko infeksi
fungsi spincter secara progresif ↓

merangsang pengeluaran urine VU penuh lebih cepat Inkontinensia urine
lebih sering ↓

↓ VU meregang Perubahan pola eliminasi urin
Frekuensi berkemih ↑ ↓
↓ Tek.intraabdomen ↑
Pengeluaran air dan elektrolit ↓
berlebih Merangsang saraf parasimpatis

Resti Kekurangan Nyeri
Volume cairan Merangsang N.vagus ↓
Perubahan status kesehatan Kurang informasi
↓ ↓
Rasa tidak nyaman Stimulasi CTZ Koping inadekuat Kurang pengetahuan
Pada abdomen ↓ ↓
Mual Ansietas

Intake kurang

Resti Nutrisi Kurang dari Kebutuhan

Anda mungkin juga menyukai