HIPERTROPI PROSTAT
3. Patologi Anatomi
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.
Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari
buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan
divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan
pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang
dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus.
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke
dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga
terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke
seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua
muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau
terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan
hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala
yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini
berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak
uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal)
sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang
merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan
menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen dinamik
ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung dari beratnya
obstruksi oleh komponen mekanik.
4. Patofisiologi
Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Adanya obstruksi
jalan kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi, miksi terputus,
menetes pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi melemah, dan rasa belum puas
selesai miksi. Gejala iritasi disebabkan oleh hipersentivitas otot detrusor, berarti
bertambahnya frekuensi miksi, nokturia, miksi sulit ditahan dan disuria. Gejala
obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal
berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala iritasi terjadi karena
pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat
menyebabkan rangsangan pada kandung kemih, sehingga vesica sering berkontraksi
meskipun belum penuh. Keadaan ini membuat sistem scoring untuk menentukan
beratnya keluhan klinik penderita hipertropi prostat.
Apabila vesica menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urine sehingga pada
akhir miksi masih ditemukan sisa urine di dalam kandung kemih dan timbul rasa tidak
tuntas pada akhir miksi.
Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi kemacetan total,
sehingga penderita tidak mampu lagi miksi karena produksi urine terus terjadi maka
pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menahan urine, sehingga tekanan vesika terus
meningakat. Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi dari pada tekanan spincter dan
obstruksi, akan terjadi Inkotinensia Paradoks Retensi kronik menyebabkan refluks
vesicoureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal
dipercepat bila ada infeksi.
Pada waktu miksi penderita harus selalu mengedan sehingga lama kelamaan
menyebabkan hernia atau haemorhoid. Karena selalu terdapat sisa urine dapat
terbentuk batu endapan di dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan
iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menyebabkan cystitis dan
bila terjadi refluks dapat terjadi pyelonefritis.
Ada 3 cara untuk mengukur besarnya hipertropi prostat, yaitu (a) rectal grading (b)
clinical grading dan (c) intra urethra grading.
a. Rectal grading
Recthal grading atau rectal toucher dilakukan dalam keadaan buli-buli kosong.
Sebab bila buli-buli penuh dapat terjadi kesalahan dalam penilaian. Dengan rectal
toucher diperkirakan dengan beberapa cm prostat menonjol ke dalam lumen dan
rectum. Menonjolnya prostat dapat ditentukan dalam grade. Pembagian grade sebagai
berikut :
0 - 1 cm……….: Grade 0
1 – 2 cm……….: Grade 1
2 - 3 cm……….: Grade 2
3 – 4 cm……….: Grade 3
Biasanya pada grade 3 dan 4 batas dari prostat tidak dapat diraba karena
benjolan masuk ke dalam cavum rectum. Dengan menentukan rectal grading maka
didapatkan kesan besar dan beratnya prostat dan juga penting untuk menentukan
macam tindakan operasi yang akan dilakukan. Bila kecil (grade 1), maka terapi yang
baik adalah T.U.R (Trans Urethral Resection) Bila prostat besar sekali (grade 3-4) dapat
dilakukan prostatektomy terbuka secara trans vesical.
b. Clinical grading
Pada pengukuran ini yang menjadi patokan adalah banyaknya sisa urine.
Pengukuran ini dilakukan dengan cara, pagi hari pasien bangun tidur disuruh kencing
sampai selesai, kemudian dimasukkan kateter ke dalam kandung kemih untuk
mengukur sisa urine.
1) Terhadap urethra
Bila lobus medius membesar, biasanya arah ke atas mengakibatkan urethra pars
prostatika bertambah panjang, dan oleh karena fiksasi ductus ejaculatorius maka
perpanjangan akan berputar dan mengakibatkan sumbatan.
2) Terhadap vesica urinaria
Pada vesica urinaria akan didapatkan hypertropi otot sebagai akibat dari proses
kompensasi, dimana muscle fibro menebal ini didapatkan bagian yang mengalami
depresi (lekukan) yang disebut potensial divertikula.
Pada proses yang lebih lama akan terjadi dekompensasi dari pada otot-otot yang
hypertropi dan akibatnya terjadi atonia (tidak ada kekuatan) dari pada otot-otot
tersebut.
Kalau pembesaran terjadi pada medial lobus, ini akan membentuk suatu post
prostatika pouch, ini adalah kantong yang terdapat pada kandung kencing dibelakang
medial lobe.
Post prostatika adalah sebagai sumber dari terbentuknya residual urine (urine
yang tersisa) dan pada post prostatika pouch ini juga selalu didapati adanya batu-batu
di kandung kemih.
1. Gejala Klinik
Terbagi 4 grade yaitu :
2. Diagnostik test
Diagnosa klinik pembesaran prostat dapat ditegakkan dengan pemeriksaan sebagai
berikut :
e. Pemeriksaan endoskopy
Bila pada pemeriksaan rectal toucher, tidak terlalu menonjol tetapi gejala prostatismus
sangat jelas atau untuk mengetahui besarnya prostat yang menonjol ke dalam lumen.
f. Pemeriksaan radiologi
Dengan pemeriksaan radiology seperti foto polos perut dan pyelografi intra vena yang
sering disebut IVP (Intra Venous Pyelografi) dan BNO (Buich Nier Oversich). Pada
pemeriksaan lain pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek irisan kontras
pada dasar kandung kemih dan ujung distal ureter membelok ke atas berbentuk seperti
mata kail/pancing (fisa hook appearance).
h. Pemeriksaan sistografi
Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan urine
ditemukan mikrohematuria. pemeriksaan ini dapat memberi gambaran kemungkinan
tumor di dalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas apabila darah datang
dari muara ureter atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu sistoscopi dapat juga
memberi keterangan mengenai besar prostat dengan mengukur panjang urethra pars
prostatica dan melihat penonjolan prostat ke dalam urethra.
i. Pemeriksaan lain
Secara spesifik untuk pemeriksaan pembesaran prostat jinak belum ada, yang ada ialah
pemeriksaan penanda adanya tumor untuk karsinoma prostat yaitu pemeriksaan
Prostatic Spesifik Antigen (PSA), angka penggal PSA ialah 4 nanogram/ml.
3. Diagnosa banding
Oleh karena adanya proses miksi tergantung pada kekuatan kontraksi detrusor,
elastisitas leher kandung kemih dengan tonus ototnya dan resistensi urethra yang
merupakan faktor dalam kesulitan miksi. Kelemahan detrusor disebabkan oleh kelainan
saraf (kandung kemih neurologik) misalnya : Lesi medulla spinalis, penggunaan obat
penenang. Kekakuan leher vesica disebabkan oleh proses fibrosis, sedangkan resistensi
urethra disebabkan oleh pembesaran prostat jinak atau ganas, tumor di leher kandung
kemih, batu di urethra atau striktur urethra.
5. Pengobatan
Setiap kesulitan miksi yang diakibatkan dari salah satu faktor seperti
berkurangnya kekuatan kontraksi detrusor atau menurunya elastisitas leher vesica,
maka tindakan pengobatan ditujukan untuk mengurangi volume prostat,
mengurangi tonus leher vesica atau membuka urethra pars prostatica dan
menambah kekuatan kontraksi detrusor agar proses miksi menjadi mudah.
a. Derajat I
Dilakukan pengobatan koservatif, misalnya dengan fazosin, prazoin dan
terazoin (untuk relaksasi otot polos).
b. Derajat II
Indikasi untuk pembedahan. Biasanya dianjurkan resekesi endoskopik melalui
urethra.
c. Derajat III
Diperkirakan prostat cukup besar dan untuk tindakan yang dilakukan yaitu
pembedahan terbuka melalui transvesical, retropubic atau perianal.
d. Derajat IV
Membebaskan penderita dari retensi urine total dengan memasang kateter,
untuk pemeriksaan lebih lanjut dalam pelaksanaan rencana pembedahan.
a. Konsevatif
Pengobatan konservatif ini bertujuan untuk memperlambat
pertumbuhan pembesaran prostat. Tindakan dilakukan bila terapi operasi tidak
dapat dilakukan, misalnya : menolak operasi atau adanya kontra indikasi
untuk operasi.
b. Operatif
Pembedahan merupakan pengobatan utama pada hipertropi prostat benigna
(BPH), pada waktu pembedahan kelenjar prostat diangkat utuh dan jaringan
soft tissue yang mengalami pembesaran diangkat melalui 4 cara yaitu (1)
transurethral (2) suprapubic (3) retropubic dan (4) perineal.
1) Transurethral.
Dilaksanakan bila pembesaran terjadi pada lobus medial yang langsung
mengelilingi urethra. Jaringan yang direseksi hanya sedikit sehingga tidak
terjadi perdarahan dan waktu pembedahan tidak terlalu lama.
2) Suprapubic Prostatektomy.
Metode operasi terbuka, reseksi supra pubic kelenjar prostat diangkat dari
urethra lewat kandung kemih.
3) Prostatektomi Retropubic.
Pada prostatectomy retropubic dibuat insisi pada abdominal bawah tapi
kandung kemih tidak dibuka.
4) Prostatektomy Perineal.
Dilakukan pada dugaan kanker prostat, insisi dibuat diantara scrotum dan
rectum.
6. Komplikasi
a. Perdarahan
b. Inkotinensia
c. Batu kandung kemih
d. Retensi urine
e. Impotensi
f. Epididimitis
g. Haemorhoid, hernia, prolaps rectum akibat mengedan
h. Infeksi saluran kencing disebabkan karena kateterisasi
i. Hydronefrosis
Hal-hal yang harus dilakukan pada pasien setelah pulang dari rumah sakit adalah
Kasus:
Tn.A dirawat di RS.Wahidin Sudirohusodo Makassar sejak 1 bulan lalu, umur 65 tahun,
sudah menikah, beragama Islam. Klien masuk dengan keluhan susah BAK sudah kurang
lebih 3 bulan, BAK sedikit-sedikit menetes, BAK tidak puas, mengedan jika BAK, dan
sering BAK pada malam hari. Pada saat dilakukan pengkajian, klien sudah melaksanakan
operasi dan klien mengeluh nyeri pada daerah tindakan operasi (supra pubis), klien
mengeluh sulit menahan BAK dan merasa nyeri saat BAK, klien mengatakan kadang
merasa pusing, klien juga mengatakan merasa cemas dengan kondisinya saat ini dan takut
tidak mampu lagi melakukan hubungan seksual. Pemeriksaan pada klien menunjukkan:
TTV (TD = 130/70 mmHg; N = 80 x/mnt; P = 24 x/mnt; S = 37,5ºC), adanya pemasangan
kateter tetap, adanya luka tindakan operasi pada daerah prostate, perubahan frekuensi
berkemih, urine berwarna kemerahan, flatus negative, bibir kering, bising usus negative,
wajah meringis, klien tampak gelisah, berkeringat, dan banyak bertanya tentang kondisinya
pada perawat.
Asuhan Keperawatan
DATA FOKUS
KOLABORASI
-Irigasi kandung kemih -Mempertahankan hidrasi adekuat dan perfusi
sesuai indikasi pada ginjal untuk aliran urine.
periode pasca operasi
dini.
Proses penuaan
↓
Ketidakseimbangan hormone testosterone
↓ enzim 5-a-reduktase
Reduksi testosterone jadi DHT (Dehidrotestosteron) Reaktivasi stem cell
dlm sel prostat
↓
Merangsang hiperplasia jaringan prostat
↓
Pertumbuhan nodul-nodul fibrouematosa prostat
↓
Jumlah stroma fobrosa dan otot polos ↑
↓
Hipertrofi kelenjar prostat
↓
Pembesaran periuretral
↓
Obstruksi uretra pars prostatika
↓
Retensi urine Menyumbat aliran urine Urine sulit dikeluarkan
↓ ↓
Dilatasi ureter (hidroureter) Volume urine keluar ↓
↓ ↓
Dilatasi ginjal (hidronefrosis) volume residu di vesika ↑ + pengisian VU Penggunaan otot2 abdomen
↓ ↓ berlebihan
Resti gangguan Stasis urine ↓
Keseimbangan elektrolit ↓ penggunaan energi
Media untuk pertumbuhan berlebihan
organisme infektif ↓
↓ keletihan
Resiko infeksi
fungsi spincter secara progresif ↓
↓
merangsang pengeluaran urine VU penuh lebih cepat Inkontinensia urine
lebih sering ↓
↓
↓ VU meregang Perubahan pola eliminasi urin
Frekuensi berkemih ↑ ↓
↓ Tek.intraabdomen ↑
Pengeluaran air dan elektrolit ↓
berlebih Merangsang saraf parasimpatis
↓
Resti Kekurangan Nyeri
Volume cairan Merangsang N.vagus ↓
Perubahan status kesehatan Kurang informasi
↓ ↓
Rasa tidak nyaman Stimulasi CTZ Koping inadekuat Kurang pengetahuan
Pada abdomen ↓ ↓
Mual Ansietas
↓
Intake kurang