Anda di halaman 1dari 3

Abstrak

Tujuan: Untuk mendeskripsikan karakteristik preeklamsia dengan tanda perburukan dan faktor risikonya.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif mengenai karakteristik preeklamsia dengan
tanda perburukan pasien-pasien obstetri dan ginekologi di RS Dr. Cipto Mangunkusumo dari bulan Juli
2014 sampai Desember 2014.
Hasil: Terdapat 1013 total persalinan selama studi dilakukan, dan di antaranya terdapat 183 (18,06%) kasus
preeklamsia dengan tanda perburukan. Dari penelitian ini didapatkan 67,76% pasien berada di rentang
umur 20-35 tahun dan mayoritas dari pasien tersebut adalah multiparitas; dan 41,53% adalah persalinan
preterm pada 28-336 minggu gestasi dan diikuti 24,59% persalinan preterm pada 34-366 minggu gestasi.
Mayoritas pasien dengan preeklamsia dengan tanda perburukan tidak mengalami komplikasi, baik pada
ibu maupun ba- yinya. Didapatkan pula 1 kematian maternal dan 15 kematian fetus dalam rahim.
Terdapat sekitar 73,77% kasus yang dilahirkan melalui seksio sesarea. Preeklamsia dengan tanda
perburukan dengan kom- plikasi secara signifikan berhubungan dengan persalinan preterm. Se- lain itu, usia
maternal dan status paritas dengan preeklamsia dengan tanda perburukan dan komplikasi terhadap bayi.
Kesimpulan: Preeklamsia dengan tanda perburukan dengan komplikasi secara signifikan berhubungan
dengan persalinan preterm. Selain itu, umur maternal dan status paritas secara siginifikan berhubungan
dengan preeklamsia dengan tanda perburukan dan komplikasi terhadap bayi.

PENGANTAR

Kematian ibu adalah indikator kesehatan yang menggambarkan kondisi negaranya. Ini
menunjukkan kesenjangan yang sangat luas antara daerah kaya dan miskin, perkotaan dan
pedesaan di antara negara-negara di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berupaya
mengurangi tingkat kematian ibu melahirkan (MMR) di seluruh dunia, termasuk Indonesia
melalui Millennium Development Goals (MDGs) yang dilanjutkan oleh Sustainable
Development Goals (SDG). Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Indonesia,
preeklamsia adalah satu dari tiga penyebab kematian ibu yang paling umum. Preeklamsia
didefinisikan sebagai sindrom yang terdiri dari hipertensi dengan tekanan darah lebih atau
sama dengan 140/90 dan / atau proteinuria lebih atau sama dengan positif 1. Tanda-tanda
ini muncul pada usia gestasi 20 minggu dan dipecahkan pada 12 minggu post partum.
Sedangkan preeklamsia dengan fitur berat dikenal dengan hipertensi dengan tekanan darah
lebih atau sama dengan 160/110 dan / atau proteinuria lebih atau sama dengan positif 2.
Onsetnya mirip dengan preeklampsia. Faktor risiko preeklampsia bersifat multifaktorial.
Beberapa faktor risiko yang telah diidentifikasi adalah kehamilan mola, nulidaria, berusia
kurang dari 20 tahun atau di atas 35 tahun, lebih dari satu janin, hipertensi kronis, diabetes
melitus dan penyakit ginjal. Selain itu, preeklamsia juga dipengaruhi oleh faktor paritas,
genetik, dan lingkungan. Kejadian preeklampsia relatif stabil antara 4 dan 5 kasus per
10.000 kelahiran hidup di negara maju. Di negara berkembang, kejadian preeklampsia
sekitar 3,9%. Sementara itu, di RS Dr. Cipto Mangunkusumo sebagai pusat rujukan rumah
sakit di Indonesia, kejadian di tahun 2008-2009 adalah 16,3%. MMR bervariasi dari 0%
sampai 4%. Meningkatnya kematian ibu akibat komplikasi melibatkan berbagai sistem
tubuh, seperti pendarahan intraserebral dan edema paru. Preeklampsia juga berdampak
pada bayi yang berakhir dengan kematian bayi. Tingkat kematian perinatal berkisar antara
10% sampai 28%. Prematuritas, keterbelakangan pertumbuhan, dan peningkatan risiko
abrupsi plasenta sering menyebabkan kematian perinatal. Sekitar kurang dari 75%
eklampsia terjadi antepartum dan 25% pada postpartum. Hampir semua kasus (95%)
eklampsia antepartum terjadi pada trimester ketiga.
Kejadian preeklampsia terjadi pada 5% populasi wanita kulit putih, 9% populasi wanita
Hispanik, 11% pada wanita Afrika-Amerika. Kejadian pada nullipara mencapai 3-10%,
berat badan ibu mempengaruhi risiko preeklampsia dari 4,3 menjadi 13,3%. Wanita dengan
preeklamsia pada kehamilan pertama mereka memiliki risiko lebih besar untuk menjadi
preeklamsia pada kehamilan berikutnya. Merokok selama kehamilan dikaitkan dengan
penurunan risiko hipertensi pada kehamilan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan karakteristik preeklamsia dengan fitur berat dan faktor risikonya
METODE
Penelitian ini merupakan tinjauan rekam medis retrospektif tentang preeklamsia dengan
ciri khas di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo. Semua preeklamsia dengan catatan fitur
parah antara Juli dan Desember 2014 dikumpulkan dan ditinjau. Kami melakukan analisis
statistik dengan menggunakan software SPSS. Kami menggunakan chi square untuk
menentukan risiko relatif antara beberapa variabel independen dan komplikasi janin.

HASIL
Ada 183 kasus preeklampsia dengan ciri khas di antara 1.013 wanita hamil yang tercatat
masuk ke rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo di Unit Gawat Darurat. Mayoritas
preeklamsia dengan gejala parah adalah antara 20-35 tahun dan multiparitas (65,57%).
Hampir separuh wanita (41,53%) berusia gestasi, diikuti usia kehamilan 28 - 36 minggu
sekitar 28,42%, dan 24,59% wanita berusia 34 - 36 minggu kehamilan. Mayoritas
preeklampsia dengan gejala parah tidak memiliki komplikasi baik ibu atau bayi; hanya ada
27 kasus yang memiliki sindrom HELLP, kasus dengan eklampsia, dan 5 kasus dengan
sindrom HELLP dan eklampsia. Dalam hal komplikasi bayi, hanya 17,48% bayi lahir dengan
komplikasi yang terdiri dari retardasi pertumbuhan intrauterine (IUGR), skor APGAR
buruk, skor IUGR dan APGAR pada masing-masing persentase 10,38%, 5,46%, 1,46%;
masing-masing. Dalam penelitian ini, ada satu kematian ibu dengan karakteristik kurang
dari 20 tahun, primigravida, pada saat kehamilan dengan sindrom HELLP dan edema paru.
Bayi tersebut dilahirkan melalui operasi caesar yang memiliki skor APGAR yang buruk.
Selain itu, ada 15 kasus kematian intrauterine janin (IUFD). Sementara itu, sekitar 73,77%
wanita preeklampsia dengan ciri parah diberikan melalui operasi caesar. Tabel 2
menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara komplikasi preeklamsia dan
janin dengan ciri berat. Berdasarkan statistik, usia ibu memiliki hubungan yang signifikan
dengan komplikasi janin; Padahal, usia ibu muda (<20 tahun) cenderung meningkat 2,2 kali
berisiko mengalami komplikasi janin (ditunjukkan pada Tabel 3). Tabel 4 menggambarkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara paritas dan komplikasi janin; sedangkan
nuliparitas dianggap sebagai faktor risiko terjadinya komplikasi.

DISKUSI
Jumlah preeklampsia dengan pasien dengan fitur berat yang datang ke rumah sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo dari bulan Juli sampai Desember 2014 adalah 183 wanita dari 1.013 wanita
hamil. Persentasenya sekitar 18,06%. Dibandingkan dengan periode
2008-2009 yang hanya 16,3%, berarti terjadi peningkatan sekitar 2% dalam waktu 5 tahun.
Ini mungkin disebabkan oleh memburuknya kondisi kesehatan ibu hamil di Jakarta. Selain
itu, di era Jaminan Kesehatan Nasio Nal JKN, ada peningkatan kesadaran masyarakat untuk
berobat di Puskesmas sehingga jumlah kasus terdiagnosis, terutama preeclampsia
meningkat di rumah sakit. Dari karakteristik tersebut, dominasi wanita berusia antara 20
dan 35 tahun (67,76%) dan tentu saja, jumlah komplikasi ibu dan janin akibat preeklampsia
dominan pada kelompok usia tersebut, seperti sindrom HELLP (70,37%), eklampsia
(85,71%), 80% untuk eklampsia dan sindrom HELLP. Sedangkan komplikasi janin yang
terdiri dari IUGR, skor APGAR buruk, IUGR dengan skor APGAR buruk adalah 73,68%, 60%,
100%; masing pada kelompok umur 20-35 tahun. Meskipun usia ibu tidak terkait secara
signifikan dengan komplikasi preeklamsia dengan ciri-ciri parah, wanita yang berusia
kurang dari 20 tahun memiliki kecenderungan komplikasi preeklampsia dengan ciri berat
sekitar 1,2 kali lebih besar daripada usia ibu 2035 tahun. Selain itu, usia ibu memiliki
hubungan yang signifikan dengan komplikasi janin; Padahal, wanita berusia kurang dari 20
tahun cenderung meningkatkan 2,2 kali komplikasi janin. Hal ini cukup beralasan sesuai
kebiasaan di ibu kota, banyak wanita menunda kehamilannya untuk berkarir. Kehamilan
dalam kelompok paritas harus diperhatikan sebagai preeklampsia. Berdasarkan
perhitungan statistik, hasilnya menunjukkan tidak ada hubungan antara paritas dan
komplikasi ibu pada preeklampsia, walaupun paritas berhubungan dengan komplikasi
janin. Hal ini mungkin terjadi karena faktor lain yang lebih berpengaruh pada wanita hamil
dibanding hanya paritas. Dari penelitian tersebut, sebagian besar wanita pada usia gestasi
rata-rata. Mungkin karena kekurangan
kesadaran di kalangan ibu hamil untuk melakukan perawatan antenatal (ANC) atau
kurangnya fasilitas skrining pada layanan kesehatan primer. Pasien preeklampsia yang
datang ke unit gawat darurat di rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo umumnya tanpa
komplikasi. Komplikasi preeklamsia dengan fitur berat adalah sindrom HELLP (14,57%),
eklampsia (3,82%) dan sindrom HELLP dan eklampsia (2,73%). Analisis statistik
menunjukkan bahwa komplikasi kehamilan prematur berhubungan dengan kejadian
preeklamsia dengan ciri-ciri parah. Masalah analitiknya adalah karena kurangnya
kesadaran untuk melakukan ANC, masyarakat ekonomi yang buruk, dan jumlah anak-anak.
Pada wanita dengan preeklamsia, komplikasi dapat dilihat pada dominasi sindrom HELLP
pada usia kehamilan 28-33 minggu sebanyak 8,74% dari total kejadian preeklampsia.
Preeklampsia menyebabkan satu kematian ibu dan 15 IUFD pada semester kedua selama
tahun 2014. Dari kasus IUFD, 12 kasus diperoleh pada wanita dengan preeklampsia tanpa
komplikasi; Sementara komplikasi preeklampsia dengan sindrom HELLP hanya
menyebabkan satu IUFD. Sindrom eklampsia dan HELLP berkontribusi terhadap 2 pasien
dengan IUFD. Dalam perhitungan regresi linier, ditemukan juga bahwa tidak ada hubungan
antara komplikasi preeklamsia dan IUFD. Komplikasi ibu terhadap preeklampsia tidak
dikaitkan dengan IUFD. Sebenarnya, IUFD sendiri terkait dengan prematuritas.

KESIMPULAN
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Manggunkusumo, terdapat 183 kasus preeklamsia dengan ciri-ciri
parah di antara 1.013 pasien yang datang ke unit gawat darurat dari bulan Juli sampai
Desember 2014. Wanita preeklamsia dengan ciri-ciri parah dikaitkan dengan kelahiran
prematur. Selain itu, usia dan paritas wanita memiliki hubungan yang signifikan dengan
ciri-ciri preeklampsia berat dan komplikasi pada bayi.

Anda mungkin juga menyukai