Anda di halaman 1dari 45

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

“HIDRONEFROSIS”
Di Susun dalam rangka tugas mata kuliah Sistem Perkemihan
Dosen Pembimbing: Ns. Ana Fitria Nusantara S,Kep.

KELOMPOK 5
Anggota Kelompok:
1. MOH. KHOLIL SIDIK (14201.05.13014)
2. MOH INDRA WIBAWA (14201.05.13015)
3. NUR HIDAYATI (14201.05.13021)
4. KHUSWATUN KHASANAH (14201.05.13011)
5. RADHA NIKMATUL MAULA(14201.05.13025)
6. SAIFUL BAHRI (14201.05.13033)
7. SULI ASTRIA NUNGSIH (12.01.030)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HAFSHAWATY
ZAINUL HASAN GENGGONG
PROBOLINGGO
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Puji syukur kehadirat Allah swt atas segala rahmat dan hidayahnya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul
“HIDRONEFROSIS” Dalam penyelesaian makalah ini penulis mendapat
banyak dorongan, bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai
pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih
sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah S.H., M.M. selaku ketua


yayasan STIKES Zainul Hasan Genggong.
2. Ibu Ns. Iin Aini Isnawati,M.Kes selaku ketua STIKES Zainul
Hasan Genggong.
3. Bapak Ns. Achmad Kusyairi, S.Kep. M.Kep. selaku pembimbing
akademik S1 Keperawatan.
4. Ibu Ns. Ana Fitria Nusantara S.Kep. Selaku pembimbing mata
kuliah Sistem Perkemihan yang telah meluangkan waktu, tenaga
dan pikiran dalam pelaksanaan bimbingan, pengarahan, dorongan
dalam rangka penyelesaian penyusunan makalah ini
Penulis berharap isi dari makalah dapat bermanfaat bagi pembaca dan
khusus nya bagi penulis. Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan
masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir
kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Wassalamu’alaikum wr.wb.

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................


KATA PENGANTAR ..............................................................................
DAFTAR ISI ..............................................................................................
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................
1.2 Rumusan Masalah ................................................................
1.3 Tujuan ...................................................................................
1.4Manfaat ..................................................................................
BAB 2. TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian ..............................................................................
2.2Etiologi ....................................................................................
2.3 Klasifikasi ..............................................................................
2.4 Tanda dan Gejala..................................................................
2.5Patofisiologi ............................................................................
2.6Pemeriksaan Penunjang dan Dignostik ...............................
2.7Penatalaksanaan ....................................................................
2.8 Komplikasi .............................................................................
2.9 Pencegahan ...........................................................................
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian .............................................................................
3.2 Diagnosa .................................................................................
3.3 Perencanaan .........................................................................
3.5 Evaluasi ..................................................................................
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan ...........................................................................
4.2 Saran ......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hidronefrosis merupakan penggembungan ginjal akibat tekanan balik
terhadap ginjal karena aliran air kemih tersumbat. Sehingga urin yang ada di
dalam ginjal tidak dapat di keluarkan dan dapat menyebabkan kerusakan pada
fungsi ginjal.
BSK dapat menyerang penduduk di seluruh dunia dan tidak terkecuali
penduduk di Indonesia. Di Indonesia penyakit Hidronefrosis yg di tandai
adanya batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar dari jumlah pasien
di klinik urologi. Berdasarkan data dalam negeri yang pernah dipublikasi,
didapatkan peningkatan jumlah penderita hidronefrosis dan nefrolithiasis yang
mendapat tindakan di RSUPN-Cipto Mangunkusumo dari tahun ke tahun,
mulai 182 pasien pada tahun 2002 menjadi 1847 pasien pada tahun 2012.
Peningkatan ini sebagian besar disebabkan mulai tersedianya alat pemecah
batu ginjal non-invasif ESWL (Extracorporeal shock wave lithotripsy) yang
secara total mencakup 86% dari seluruh tindakan (ESWL, PCNL, dan operasi
terbuka). Hardjoeno dkk. (2005-2008 di Makassar menemukan 297 penderita
Hidronefrosis yg ditandai adanya BSK . Rahardjo dkk. (2003-2007) di Jakarta
menemukan 245 penderita Hidronefrosis dengan BSK. Puji Rahardjo dari
RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo menyatakan penyakit BSK yang diderita
penduduk Indonesia sekitar 0,5% dengan perkiraan kenaikan penderita sekitar
530 orang penderita BSK pertahun (Effendi & Markum, 2010).
Hidronefrosis memerlukan penanganan yang khusus dan oleh sebab itu
untuk mengatasi dan untuk mencegah komplikasi yang ditimbulkan dari
hidronefrosis pelu dilakukan penatalaksanaan yang spesifik, yaitu untuk
mengidentifikasi dan memperbaiki penyebab obstruksi, untuk menangani
infeksi, dan untuk mempertahankan serta melindungi fungsi renal.
1.2 Rumusan Masalah
Mengetahui tentang apa yang dimaksud penyakit Hidronefrosis, perjalanan
penyakitnya, tanda gejala yang ditimbulkan, penanganan, serta pencegahan
nya.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini yaitu agar
mahasiswa dapat mengetahui tentang asuhan keperawatan pada pasien
hidronefrosis.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui Definisi hidronefrosis.
2. Untuk mengetahui Etiologi hidronefrosis.
3. Untuk mengetahui Patofisiologi hidronefrosis.
4. Untuk mengetahui Manifestasi klinis hidronefrosis.
5. Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang hidronefrosis.
6. Untuk mengetahui Penatalaksanaan hidronefrosis.
7. Untuk mengetahui Komplikasi Hidronefrosis
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Dapat di jadikan salah satu refrensi untuk belajar, selain itu makalah ini
dapat di jadikan sebagai salah satu refrensi dalam melakukan asuhan
keperawatan dalam ruang lingkup Hidronefrosis
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Dapat di jadikan salah satu karya tulis ilmiah dan sebagai penunjang
pembelajaran di institusi.
1.4.3 Bagi Tenaga Kesehatan
Sebagai pedoman dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan di klinik
pada pasien dengan kasus Hidronefrosis
1.4.4 Bagi Pembaca/ kalangan umum
Sebagai buku acuan belajar dan memahami tentang penyakit Hidronefrosis
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan perifer ginjal pada satu atau kedua
ginjal akibat adanya obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin
mengalir balik sehingga tekanan di ginjal meningkat (Smeltzer dan Bare,
2008).
Hidronefrosis adalah obstruksi aliran kemih proksimal terhadap kandung
kemih dapat mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelviks
ginjal dan ureter yang dapat mengakibatkan absorbsi hebat pada parenkim
ginjal (Sylvia,2006).
BSK pada ginjal (nefrolithiasis) merupakan faktor pencetus awal
terjadinya hidronefrosis. Dimana nefrolithiasis dapat menimbulkan obstruksi
aliran kemih proksimal terhadap kandung kemih yang dapat mengakibatkan
penimbunan cairan bertekanan dalam pelviks ginjal dan ureter sehingga
mengakibatkan absorbsi hebat pada parenkim ginjal (Hall dalam Nahdi
2009).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hidronefrosis merupakan
dilatasi piala dan perifer ginjal pada satu atau kedua ginjal akibat adanya
obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir balik sehingga
tekanan di ginjal meningkat dan disebutkan bahwa nefrolitiasis merupakan
faktor pencetus awal terjadinya hidronefrosis.
2.2 Etiologi
Hidronefrosis biasanya terjadi akibat adanya sumbatan pada sambungan
ureteropelvik sambungan antara ureter dan pelvis renalis ( Brunner & Suddarth,
2014 ) :
- Lilitan pada sambungan ureteropelvik akibat ginjal bergeser ke bawah
- Batu di dalam pelvis renalis
- Penyempitan ureter akibat cacat bawaan, cedera, infeksi, terapi
penyinaran
- Kelainan pada otot atau saraf di kandung kemih atau ureter
- Pembentukan jaringan fibrosa di dalam atau di sekeliling ureter akibat
pembedahan, rontgen atau obat-obatan (terutama metisergid)
- Ureterokel (penonjolan ujung bawah ureter ke dalam kandung kemih)
- Kanker kandung kemih, leper rahim, rahim, prostat atau organ panggul
lainnya
- Infeksi saluran kemih yang berat, yang untuk sementara waktu
menghalangi kontraksi ureter.
Faktor Resiko
- Umur di atas 60 tahun
- Ibu dengan masa kehamilan (penekanan pada saluran kemih)
- Penyakit primer yang mendasari (misal urolitiasis)
- Wanita lebih sering dari pada laki-laki
- Pekerjaan yang meningkatkan statis urine (sopir, sekretaris dll)
2.3 Klasifikasi

2.3.1 Hidronefrosis unilateral


Obstruksi pada salah satu sisi saluran kemih pada umumnya disebabkan
oleh proses patologik yang letaknya proksimal terhadap kandung kemih.
Keadaan ini berakibat hidronefrosis dan dapat menyebabkan atrofi serta
kehilangan fungsi salah satu ginjal tanpa menyebabkan gagal ginjal.
Penyebab obstruksi unilateral adalah:
2.3.1.1 Obstruksi ureteropelvik -kelainan ini umum ditemukan. Pada
beberapa pasien memang terdapat obstruksi anatomik-paling
sering adalah arteria renalis aberen yang menekan ureter bagian
atas-sebagian besar kasus bersifat idiopatik (hidronefrosis
idiopatik). Pada pasien ini didapatkan obstruksi fungsional
pada taut ureteropelvik dengan lumen paten. Kelainan
kongenital pada inervasi atau otot ureteropelvik telah diduga
sebagai penyebab, dan kelainan ini dapat disembuhkan dengan
pengangkatan regio tersebut dan reanatomosis secara bedah.
Pada kasus ini didapatkan obstruksi berat dan dilatasi progresif
pelvis ginjal (hidronefrosis) di atas taut ureteropelvik. Ureter
masih normal. Akibat pada ginjal bervariasi. Pada pasien
dengan pelvis ginjal ekstrarenal, pelebaran masif menghasilkan
massa kistik yang sangat besar pada hilum ginjal yang dapat
terlihat sebagai massa abdomen. Pada keadaan ini, peningkatan
tekanan di dalam ginjal kurang dibandingkan bila pelvis berada
intrarenal, dan distensi akan menyebabkan pembesaran sistem
pelviokalise dan selanjutnya atrofi ginjal.
2.3.1.2 Penyakit ureter kongenital -kelainan kongenital ureter yang lain
dapat menyebabkan hidronefrosis unilateral. Keadaan ini
meliputi ureter ganda, ureter bifida, dan kelainan otot ureter
yang menyebabkan penebalan dinding ureter (megaureter).
Ureterokel merupakan pelebaran kistik bagian terminal ureter
yang disebabkan oleh stenosis kongenital orifisium ureter pada
dinding kandung kemih. Ureter terminal kistik tersebut
umumnya menonjol ke dalam lumen kandung kemih.
Walaupun kelainan ureter ini dapat terjadi pada masa anak,
sebagian besar ditemukan secara kebetulan atau menimbulkan
gejala pada usia dewasa.

2.3.1.3 Penyakit ureter didapat -kelainan ini umum ditemukan dan


meliputi (1) obstruksi lumen oleh batu, bekuan darah, atau
kerak papila ginjal yang nekrotik; (2) penyebab mural, seperti
striktur fibrosa dan neoplasma; (3) tekanan ekstrinsik terhadap
ureter pada fibrosis retroperitoneum dan neoplasma
retroperitoneum.
Struktur fibrosa dapat terjadi setelah peradangan,
tuberkulosis, atau cedera ureter yang sebagian besar disebabkan
oleh pembedahan pelvis pada kanker genokologi. Lesi
neoplasma (baik primer maupun metastasis) jarang mengenai
ureter secara primer. Yang lebih sering terjadi adalah
keganasan retroperitoneum dan pelvis yang menginfiltrasi
ureter pada saat menyebar. Ureter juga dapat mengalami
obstruksi pada bagian terminal yang masuk kedalam kandung
kemih. Kanker kandung kemih sering menimbulkan komplikasi
hidronefrosis unilateral.
2.3.2 Hidronefrosis bilateral:
2.3.2.1 Hidronefrosis bilateral yaitu terjadi nya penyumbatan pada
kedua sisi di sebelah distal kandung kemih, penyebab tersering
adalah hiperplasia prostat pada pria usia lanjut. Adanya katup
uretra posterior kongenital juga dapat menyebabkan
hidronefrosis bilateral pada anak usia muda. Pada pasien
paraplegia dengan kandung kemih neurogenik biasanya juga
didapatkan hidronefrosis bilateral.
2.3.2.2 Penyebab yang mengenai kedua ureter mencakup fibrosis
retroperitoneum dan keganasan.
2.3.2.3 Disfungsi otot ureter yang timbul pada masa kehamilan
(mungkin akibat efek progesteron pada otot polos) juga dapat
menimbulkan hidroureter dan hidronefrosis ringan.

2.4 Patofisiologi
Hidronefrosis dapat timbul dari Obstruksi pada aliran normal urine yang
menyebabkan urine mengalir balik sehingga tekanan ginjal meningkat. Jika
obstruksi terjadi di uretra atau kandung kemih, tekanan balik akan
mempengaruhi kedua ginjal. Tetapi jika obstruksi terjadi di salah satu ureter
akibat adanya batu atau kekakuan, maka hanya satu ginjal yang rusak.
Obstruksi parsial atau intermitten dapat disebabkan oleh batu renal yang
terbentuk di piala ginjal tetapi masuk ke ureter dan menghambatnya.
Obstruksi dapat diakibatkan oleh tumor yang menekan ureter atau berkas
jaringan parut akibat obses atau inflamasi dekat ureter dan menjepit saluran
tersebut. Gangguan dapat sebagai akibat dari bentuk sudut abnormal di
pangkal ureter atau posisi ginjal yang salah yang menyebabkan ureter kaku.
Pada pria lansia, penyebab tersering adalah obstruksi uretra pada pintu
kandung kemih akibat pembesaran prostat. Hidronefrosis juga dapat terjadi
pada kehamilan akibat pembesaran uterus.
Apapun penyebabnya adanya akumulasi urine di piala ginjal akan
menyebabkan distensi piala dan kaliks ginjal. Pada saat ini, atrofi ginjal
terjadi ketika salah satu ginjal mengalami kerusakan bertahap maka ginjal
yang lain akan membesar secara bertahap (hipertrofi komensatori) akhirnya
fungsi renal terganggu (Smeltzer, 2008:1442).

2.5 Manifestasi Klinis


Gejalanya tergantung pada penyebab penyumbatan, lokasi penyumbatan
serta lamanya penyumbatan
2.5.1 Hidronefrosis Unilateral
Tanda gejala yang muncul akibat hidronefrosis unilateral yaitu
pembesaran salah satu bagian ginjal, nyeri pada salah sisi ginjal yang
bermasalah, Hematuri dan piuria mungkin juga ada disuria, menggigil,
demam.
2.5.2 Hidronefrosis Bilateral
Sedangkan pada hidronefrosis bilateral lebih berat lagi, nyeri pada
kedua sisi ginjal, pembengkakan kandung kemih, Jika kedua ginjal kena
maka tanda dan gejala gagal ginjal kronik akan muncul, seperti:
Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium), Gagal jantung kongestif,
perikarditis (akibat iritasi oleh toksik uremi, pruritis (gatal kulit),
butiran uremik (kristal urea pada kulit), anoreksia, mual, muntah,
cegukan, penurunan konsentrasi, kedutan otot dan kejang, amenore,
atrofi testikuler. (Smeltzer dan Bare, 2008)
2.5.3 Jika penyumbatan timbul dengan cepat (hidronefrosis akut),
biasanya akan menyebabkan kolik renalis ( nyeri yang luar biasa di
daerah antara tulang rusuk dan tulang panggul) pada sisi ginjal yang
terkena.
2.5.4 Jika penyumbatan berkembang secara perlahan (hidronefrosis
kronis)
Bisa tidak menimbulkan gejala atau nyeri tumpul di daerah antara
tulang rusuk dan tulang pinggul).
2.5.5 Tanda gejala yg lain yaitu:
a. Nyeri yang hilang timbul terjadi karena pengisian sementara pelvis
renalis atau karena penyumbatan sementara ureter akibat ginjal
bergeser ke bawah.
b. Air kemih dari 10% penderita mengandung darah
c. Sering ditemukan infeksi saluran kemih (terdapat nanah di dalam air
kemih), demam dan rasa nyeri di daerah kandung kemih atau ginjal
d. Jika aliran air kemih tersumbat, bisa terbentuk batu (kalkulus).
e. Hidronefrosis bisa menimbulkan gejala saluran pencernaan yang
samar-samar, seperti mual, muntah dan nyeri perut.
f. Gejala ini kadang terjadi pada penderita anak-anak akibat cacat
bawaan, dimana sambungan ureteropelvik terlalu sempit.
g. Jika tidak diobati, pada akhirnya hidronefrosis akan menyebabkan
kerusakan ginjal dan bisa terjadi gagal ginjal

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


2.6.1 Anamnesis : pasien menagatakan nyeri pada bagian abdomen bawah,
disertai kesulitan dalam mengeluarkan urin.
2.6.2 Pemeriksaan fisik ditemukannya massa di daerah antara tulang rusuk
dan tulang pinggul, terutama jika ginjal sangat membesar, adanya
tekanan dari dalam dan manifestasi yg lainnya.
2.6.3 Radiologi adalah tehnik pemeriksaan dengan memfoto organ bagian
dalam dengan memberikan sinar radiasi pada pasien sehingga
memberikan gambaran ginjal, ureter dan kandung kemih yang terjadi
sumbatan dan pembesaran atau kolik
2.6.3.1 Indikasi
 Pasien dengan gangguan penyakit dalam (Tulang, jaringan, dan
organ dll)
 Pasien dengan masalah adanya massa invasif (Tumor dll)
 Penyakit jantung, paru, ginjal, otak dll.
2.6.3.2 Cara
Pasien berbaring, pakaian pasien dibuka, kepala datar sampai kaki,
kedua tangan diletakkan sejajar dengan badan.
Hasilnya : akan didapatkan gambaran pada foto rontgen ginjal, baik
itu pembesaran ginjal, adanya obstruksi, dan penyumbatan pada
ureter dll.

2.6.4 Sistoskopi
Sistoskopi adalah teknik pemeriksaan berisiko rendah yang menentukan
kondisi dari uretra dan kandung kemih. Tindakan ini menggunakan
sistoskop, yaitu tabung lentur atau kaku dengan kamera dan sumber cahaya,
yang bergerak melalui uretra dan masuk ke kandung kemih. Cahaya alat ini
menerangi bagian dalam organ sementara kamera mengirimkan gambar
pada waktu bersamaan ke layar. Tindakan pemeriksaan ini dilakukan oleh
dokter ahli urologi.
2.6.4.1 Indikasi
Pemeriksaan sistoskopi dapat dianjurkan untuk pasien yang
menunjukan tanda dan gejala masalah saluran kemih, yang
meliputi:
 Perubahan intensitas buang air kecil (semakin sering atau
jarang buang air)
 Nyeri saat buang air kecil
 Tingginya kadar protein atau terdapat kristal pada sampel
urin.
 Hematuria (darah dalam urin)
 Sering terjadi infeksi pada saluran kemih
 Nyeri di daerah panggul
 Kandung kemih terasa penuh bahkan setelah buang air kecil
 Demam
 Penurunan berat badan
Kondisi ini dapat mengindikasikan adanya kemungkinan
penyumbatan dalam ureter atau kandung kemih akibat batu ginjal,
polip, atau tumor, yang dapat bersifat ganas atau jinak. Di sisi lain,
rasa sakit mungkin disebabkan oleh peradangan yang diakibatkan
oleh bakteri, iritasi dinding ureter, atau penyakit lainnya.
Pemeriksaan ini juga digunakan untuk memeriksa hyperplasia
(pembesaran) prostat atau kanker prostat.
Tindakan ini juga dapat dilakukan sebagai bagian dari operasi.
Sarung tambahan dapat dimasukkan di mana alat bedah mikro dapat
digunakan.
2.6.4.2 Cara
Pemeriksaan ini dapat berlangsung beberapa menit hingga satu
jam. Jika sitoskop kaku yang digunakan, pasien diberikan bius total.
Jika sitoskop lentur yang digunakan, hanya dibutuhkan bius lokal,
yang berarti pasien bisa pulang setelah pemeriksaan. Bagaimanapun,
mungkin terdapat perasaan tidak nyaman, yang dapat dikurangi
dengan minum air atau mandi air hangat, yang tergantung pada
perintah dokter.
2.6.4.3 Efek Samping
Selain rasa tidak nyaman ringan dan keinginan buang air kecil
yang mendesak ketika larutan garam dimasukkan ke dalam kandung
kemih, jarang terdapat risiko atau komplikasi yang berhubungan
dengan tindakan ini.
Namun, sedikit pendarahan dapat terjadi terutama setelah biopsi
selesai. Sensasi terbakar dan nyeri yang berlangsung beberapa hari
setelah pemeriksaan juga dapat terjadi. Infeksi, pembengkakan, atau
peradangan juga dapat terjadi.

2.6.5 Laboratorium
Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya kadar urea  karena ginjal
tidak mampu membuang limbah metabolik. Urinalisis. Pyuria
menunjukkan adanya infeksi. Hematuria mikroskopik dapat menunjukkan
adanya batu ginjal atau tumor.
Hitung jumlah sel darah lengkap: leukositosis mungkin
menunjukkan infeksi akut. Kimia serum : hidronefrosis bilateral dapat
mengakibatkan peningkatan BUN (Normal : angka 5 s/d 25 mg/dl) dan
kreatinin (Normal : 0.5 s/d 1.5 mg/dl untuk pria dewasa 0.5 s/d 1.3 mg/dl
untuk wanita dewasa) Selain itu, hiperkalemia dapat menjadi kondisi yang
mengancam kehidupan.
2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Farmakologi
Farmakologi yang dapat diberikan pada klien dengan gangguan tersebut
meliputi:
2.7.1.1 Antibiotik
a. Nitrofurantoin
- Nitrofurantoin (Furadantin, Macrodantin) pertama kali
diresepkan untuk ISK pada tahun 1953. Nitrofurantoin
merupakan bakteriostatik atau bakterisidal, tergantung dari
dosis obat, dan efektif untuk melawan banyak organisme gram
positif dan gram negatif, terutama terhadap E. coli. Obat ini
dipakai untuk pengobatan ISK akut dan kronik. Pada fungsi
ginjal yang normal, obat akan cepat dieliminasi karena waktu
paruhnya yang singkat yaitu 20 menit; tetapi obat ini dapat
menumpuk pada serum jika terjadi gangguan saluran
kemih. Pseudomonas aeruginosa resisten terhadap
nitrofurantoin, tetapi pada populasi mutan resisten yang peka
terhadap nitrofurantoin jarang ada. Resistensi klinis muncul
secara lambat. Tidak ada restisten silang di antara
nitrofurantoin dan obat antimikroba lain.
- Mekanisme kerja nitrofurantoin tidak diketahui, diduga obat
ini mengahmabat sistem enzim bakteria termasuk siklus asam
trikarboksilat. Aktivitas nitrofurantoin sangat diperkuat pada
pH 5,5 atau kurang.

 Farmakokinetik
Nitrofurantoin diabsorbsi dengan baik setelah ditelan tetapi
dengan cepat dimetabolisme dan diekskresikan dengan
cepat sehingga tidak memungkinkan kerja antibakteri
sistemik. Di dalam ginjal, obat ini di ekskresikan ke dalam
urin baik dengan filtrasi glomerulus maupun dengan
sekresi tubulus. Dengan dosis harian rata-rata,
konsentrasi g/mL dicapai di dalam urin. Pada gagal ginjal,
kadar di dalam urin tidak cukup untuk kerja antibakteri,
tetapi kadar dalam darah yang tinggi dapat menyebabkan
keracunan. Nitrofurantoin memberikan warna coklat pada
urin.
 Indikasi Klinik
Obat ini adalah salah satu alternatif untuk pengobatan
infeksi saluran kemih bawah, saluran kemih atas tanpa
komplikasi dan pencegahan rekurens infeksi saluran kemih
bawah.
 Penggunaan Klinik
Dosis harian rata-rata untuk infeksi saluran kemih pada
orang dewasa ialah 100 mg per oral 4 kali sehari yang
dimakan bersama makanan atau susu. Nitrofurantoin tidak
boleh diberikan kepada pasien infusiensi ginjal yang berat.
Nitrofurantoin dapat diberikan berbulan-bulan untuk
menekan infeksi kronis saluran kemih. Lebih disukai untuk
mempertahankan pH urin di bawah 5,5. Dosis tunggal
harian nitrofurantoin, 100 mg, dapat mencegah
kekambuhan infeksi saluran kemih pada wanita.
Nitrofuran lain, furazolidon 400 mg/hari per oral (5-8
mg/kg/hari pada anak-anak dapat mengurangi diare karena
kolera dan mungkin memperpendek ekskresi vibrio. Obat
ini biasanya tidak berhasil untuk shigelosis.
 Efek Samping
a. Toksisitas Langsung : Anoreksia, mual dan muntah
merupakan efek samping utama (dan sering)
nitrofurantoin. Neuropati dan anemia hemolitik terjadi
pada individu dengan defisiensi glukosa-6-fosfat
dehidrogenase. Nitrofurantoin mengantagonis efek
asam nalidiksat.
b. Reaksi Alergi : Berbagai rash pada kulit, infiltrasi ke
paru-paru, dan reaksi hipersensitif lain.
 Interaksi Obat
Nitrofurantoin berinteraksi pada antasida terutama yang
mengandung Mg trisilikat dapat menurunkan absorbsi obat
ini. Obat ini mengantagonis asam nalidiksat dan oksolinat.
Kadar serum fenitoin menurun bila diberikan bersamaan
dengan obat ini.
 Sediaan dan Dosis
Nitrofurantoin tersedia dalam bentuk tablet dan kapsul 50
mg, 100 mg, serta suspensi. Dosis dewasa : 3-4x sehari 50
mg/hari. Anak-anak : 5-7 mg/kg/BB/hari dibagi 4 dosis.

b. Metenamin
Metenamin (Mandelamine, Hiprex) menimbulkan efek bakterisidal
jika pH urin kurang d 5,5. Obat ini tersedia dalam bentuk garam
mandelat (masa kerja singkat) dan sebagai garam hipurant.
Metenamin efektif dalam melawan organisme gram positif dan
gram negatif, terutama E Coli dan Pseudomonas aeruginosa. Obat
ini dipakai untuk infeksi saluran kemih kronik. Obat ini cepat
diabsorpsi melalui saluran gastrointestinal, dan sekitar 90% dari
obat ini diekskresi tanpa mengalami perubahan. Metenamin
membentuk amonia dan formaldehida dalam urin yang asam; oleh
karena itu, urin perlu diasamkan untuk menghasilkan efek
bakterisidal. Sari buah cranberry (beberapa gelas ukuran delapan
ounce perhari), asam askorbat, dan amonium klorida dapat diapakai
untuk menurunkan pH urin.
 Farmakokinetik
Metenamin dan garamnya diabsorbsi secara tepat disaluran
cerna setelah pemberian secara oral, dan 10-30% dari dosis
yang diberikan dihidrolisis oleh asam lambung sehingga obat
ini sebaiknya diberikan dalam bentuk salut enterik.
Meskipun obat ini didistribusikan ke seluruh cairan tubuh
termasuk sel darah merah, cairan serebrospinalis dan sinovial,
serta pleura, tetapi obat ini tidak menunjukkan aktivitas
antibakteri karena formaldehid tidak terbentuk pada pH
fisiologis. Lebih dari 90% obat ini diekskresikan kedalam urin
dan lebih dari 20% nya dihirdolisis menjadi formaldehid
bebas.
 Indikasi
Obat ini digunakan untuk profilaksis infeksi saluran kemih
rekurens. Obat ini sangat bermanfaat pada prostatitis dan
neurogenik bladder, dan terbentuk residu urine karena
waktunya cukup untuk membentuk formaldehid.
 Efek Samping
Metenamin dan garamnya cukup aman serta relatif ditoleransi
dengan baik. Efek samping yang biasanya terjadi adalah
gangguan saluran cerna yang meliputi mual, muntah, dan diare
terutama bila dosis obat diberikan lebih dari 4x500 mg/hari,
meskipun diberikan dalam bentuk salut enterik. Dengan dosis
besar juga, mungkin dapat menimbulkan iritasi saluran kemih
yang ditandai dengan disuria dan hematuria. Bila keluaran urin
menurun, metenamin dapat menimbulkan kristaluria. Selain itu
juga terdapat beberapa reaksi alergi terhadap zat warna pada
Hiprex.
 Interaksi Obat
Obat-obat yang meningkatkan pH urin (seperti asetazolamid
dan natrium bikarbonat) mencegah hidrolisis metamin menjadi
formaldehid. Metenamin tidak boleh diberikan bersamaan
dengan golongan sulfa karena akan meningkatkan terjadinya
kristaluria.
 Sediaan dan Dosis
Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 500 mg dan 1 g serta
suspensi.
Metenamin Mandelat Metenamin Hipurat
Dewasa : 4x1 gr/hari setelah Dewasa dan anak > 12 tahun :
makan 2x1 gr/hari
Anak 6-12 tahun : 2x500 mg/hari
Anak 6-12 tahun : 4x500 mg/hari atau 25-50mg/kg BB/hari dibagi
Anak < 6 tahun : 18,3 mg/kg dalam 2 dosis
BB/hari dibagi dalam 4 dosis

c. Quinolon
Quinolon merupakan salah satu dan kelompok antiseptik saluran
kemih terbaru dan efektif dalam melawan ISK bagian bawah. Asam
nalidiksat (NegGram) dikembangkan pada tahun 1964, dan
sinoksasin (Cinobac), norfloksasin (Noroxin), dan siprofloksasin
hidroklorida (Cipro) dipasarkan pada tahun 1980an. Quinolon
terbaru (sinoksasin, norfioksasin, dan siprofloksasin) efektif dalam
melawan banyak macam ISK. Dosis obat harus diturunkan jika
terdapat disfungsi ginjal. Waktu paruh dari obat-obat ini adalah 2-4
jam tetapi menjadi lebih lama jika terdapat disfungsi ginjal.
 Farmakokinetik
Sinoksasin diabsorpsi dengan baik dan saluran gastrointestinal,
dan 35% dari norfloksasin diabsorpsi dari saluran
gastrointestinal. Sinoksasin tinggi berikatan dengan protein,
tetapi norfloksasin hanya 10-15% yang berikatan dengan
protein. Waktu paruh dari ke dua obat ini adalah singkat; obat-
obat ini biasanya diberikan dua kali sehari. Baik sinoksasin
maupun norfloksasin diekskresi sebagai metabolit tanpa
mengalami perubahan ke dalam urin. Selain itu sebagian dari
metabolit norfloksasin diekskresikan ke dalam feses.
 Farmakodinamik
Sinoksasin dan norfloksasin menghambat sintesis DNA bakteri.
Norfloksasin merupakan obat antibakterial saluran kemih yang
kuat dan efektif untuk melawan mikroorganisme gram positif
dan gram negatif, termasuk Pseudomonas aeruginosa.
Sinoksasin juga efektif dalam melawan banyak organisme yang
sama.
Mula kerja dari kedua obat ini tidah diketahui. Waktu untuk
mencapai konsentrasi puncak dari kedua obat ini adalah sama,
1-2 jam. Lama kerja sinoksasin adalah 10-12 jam tetapi untuk
norfloksasin tidak diketahui. Antasid mengurangi absorpsi obat-
obat ini. Probenesid memperpanjang kerja sinoksasin dan
norfloksasin. Obat-Obat ini mempengaruhi hasil dari beberapa
pemeriksaan Iaboratorium, mungkin menyebabkan peningkatan
BUN, kreatinin serum, alkali fosfatase serum, SGOT dan SGPT
serum.
 Indikasi
Obat ini bekerja secara umum dan sangat efektif secara aseptik
 Kontraindikasi
Penyakit hati dan ginjal yang berat serta riwayat serangan
kejang
 Efek Samping
Pemakaian asam nalidiksat dapat menimbulkan efek samping
berikut: sakit kepala, pusing, sinkope (pingsan), neuritis penifer,
gangguan penglihatan, dan ruam kulit. Mual, muntah, diare,
sakit kepala, dan gangguan penglihatan dapat terjadi pada
pemakaian sinoksasin dan norfloksasin.

2.7.1.2 Analgetik
a. Fenazopiridin hidroklorida (Pyridium)
suatu analgesik zat warna azo, merupakan suatu analgesik
saluran kemih yang telah dipakai sejak 40 tahun yang lalu. Obat
ini dipakai untuk meredakan nveri, rasa terbakar, dan sering
berkemih serta rasa dorongan berkemih yang merupakan gejala
dan ISK bagian bawah. Obat ini dapat menimbulkan gangguan
gastrointestinal, anemia hemolitik, nefrotoksisitas, dan
hepatotoksisitas. Urin akan berubah warna menjadi jingga
kemerahan akibat zat warna, tetapi hal ini tidak
membahayakan. Fenazopiridin dapat mengubah pemeriksaan
glukosa urin (Clinitest), sehingga pemeriksaan darah perlu
dilakukan untuk memantau kadar gula.
 Farmakokinetik
Fenazopiridin diabsorpsi dengan baik melalui saluran
gastrointestinal. Persentase pengikatan pada protein dan
waktu paruhnya tidak diketahui. Fenazopiridin
dimetabolisme oleh hati dan diekskresikan ke dalam urin,
yang berwarna jingga kemerahan akibat zat warna dalam
obat yang tidak berbahaya.
 Farmakodinamik
Fenazopiridin telah tersedia sejak beberapa dasawarsa yang
lalu untuk mengurangi nyeri dan rasa tidak enak sewaktu
berkemih. Obat ini mempunyai efek anestetik pada selaput
lendir saluran kemih; tetapi cara kerja pastinya tidak
diketahui. Waktu untuk mencapai konsentrasi dalam serum
untuk obat ini adalah 5 jam, dan lama kerjanya adalah 6-8
jam. Fenazopiridin biasanya diberikan beberapa kali dalam
sehari. Pada penyakit hati atau ginjal yang berat,
hepatotoksisitas atau nefrotoksisitas, berturut-turut, dapat
terjadi.
 Indikasi
Obat ini digunakan untuk mengurangi nyeri, rasa terbakar,
urigensi dan frekuensi kencing yang berlebihan yang erat
kaitannya dengan iritasi saluran kemih. Gejala-gejala ini
dapat disebabkan oleh infeksi (sistitis), trauma,
pembedahan, endoskpi serta kateterisasi. Obat ini sebaiknya
dihentikan apabila nyeri sudah terkontrol atau tidak boleh
dilanjutkan setelah 48 jam pemakaian karena tidak ada
bukti bahwa kombinasi obat ini dengan antibiotika lebih
bermanfaat dibandingkan dengan pemberian obat ini secara
tunggal.
 Kontraindikasi
Penyakit hati dan ginjal yang berat
 Efek Samping
Efek samping yang paling sering adalah gangguan saluran
cerna dan pusing. Obat ini membentuk warna urin menjadi
oranye atau merah. Dan ada pada beberapa kasus anemia
hemoitik, gangguan ginjal dan hati yang timbul, terutama
pada pemberian dosis takar lajak.
2.7.1.3 Stimulan Urinaria
Jika fungsi kandung kemih menurun atau hilang akibat
kandung kemih neurogenik (suatu disfungsi akibat lesi pada
sistem saraf) akibat cedera medula spinalis (paraplegia,
hemiplegia) atau cedera kepala yang berat, maka dapat dipakai
parasimpatomimetik untuk merangsang miksi (berkemih). Obat
pilihannya, yaitu betanekol klorida (Urecholine), merupakan
suatu perangsang saluran kemih, juga dikenal sebagai
parasimpatomimetik yang bekerja langsung (kolinomimetik),
dan obat ini bekerja dengan meningkatkan tonus kandung
kemih.
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki
penyebab obstruksi, untuk menangani infeksi, dan untuk
mempertahankan serta melindungi fungsi renal.

2.7.1.4 ANTISPASMODIK SALURAN KEMIH


Spasme saluran kemih akibat infeksi atau cedera dapat
diredakan dengan antispasmodik yang bekerja langsung pada
otot polos dari saluran kemih. Kelompok obat-obat ini (dimetil
sulfoksida juga dikenal dengan DMSOI, oksibutinin, dan
flavoksat) merupakan kontraindikasi jika terdapat obstruksi
saluran kemih atau gastrointestinal, atau jika orang tersebut
menderita glaukoma. Antispasmodik mempunyai efek yang
sama dengan antimuskarinik, parasimpatolitik, dan
antikolinergik. Efek sampingnya meliputi mulut kering,
peningkatan denyut jantung, pusing, distensi usus halus, dan
konstipasi.
OBAT DOSIS PEMAKAIAN DAN
PERTIMBANGAN
Analgesik Saluran Kemih D: PO: 100-200 mg, Untuk sistisis kronik untuk
Fenazopiridin (Pyridium) t.i.d., p.c. meredakan nyeri dan rasa
A: PO: 12 mg/kg/hari terbakar sewaktu
dalam dosis terbagi 3 berkemih. Urin akan
berwarna jingga
kemerahan. Dapat dipakai
bersama-sama dengan
antibiotik.
Perangsang Saluran D: PO: 10-50 mg, b.i.d., Untuk kandung kemih
Kemih t.i.d., q.i.d. yang hipotonik atau
Betanekol (Urecholine) atonik. Tidak boleh
dipakai jika terdapat tukak
peptik, dapat
menimbulkan rasa tidak
enak pada ulu hati, kram
abdomen, mual, muntah,
diare, dan kembung.
Antispasmodik Saluran D: PO: 100-200 mg, Untuk spasme saluran
Kemih t.i.d., atau q.i.d. kemih. Harus dihindari
Flavoksat (Urispas) oleh penderita glaukoma.
Hati-hati pemakaiannya
pada orang lanjut usia.
Oksibutinin (Ditropan) D: PO: 5 mg, b.i.d., atau Untuk spasme saluran
t.i.d. kemih. Merupakan
A (< 5 tahun): PO: 5 kontraindikasi pada orang
mg, b.i.d yang mengalami masalah
pada jantung, ginjal, hati,
dan prostat.
Dimetil sulfoksida Diteteskan pada Untuk sistitis. Dimasukkan
(Demasorb) kandung kemih: 50 mL ke dalam kandung kemih
untuk didiamkan selama
15 menit. Efek
tambahannya adalah
peradangan, anastetik, dan
bakteriostatik.
2.7.1.5 Obat Untuk Komplikasi Lain
 Diuretik Loop
Diuretik loop (biasanya furosemid) diberikan secara oral
dan digunakan untuk mengurangi edema perifer dan edema
paru pada gagal jantung sedang sampai berat. Obat ini
diberikan secara intravena pada pasien dengan edema paru
akibat gagal ventrikel akut. Tidak seperti tizaid, diuretik
loop efektif pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.
 Mekanisme Kerja
Obat yang bekerja di loop menghambat rearbsorbsi NaCl
dalam ansa Henle asendens segmen tebal. Segmen ini
mempunyai kapasitas yang besar untuk merearbsorsi NaCl
sehingga obat yang bekerja pada tempat ini menyebabkan
diuresis yang lebih hebat daripada duiretik lain. Diuretik
loop bekerja pada membran lumen dengan cara
menghambat kontraspor Na+/K+/2Cl-. (Na+ secara aktif
ditranspor keluar sel ke dalam intertisium oleh pompa yang
tergantung pada Na+/K+ -ATPase di membran
basolateral). Spesifisitas diuretik loop disebabkan oleh
konsentrasi lokalnya yang tinggi dalam tubulus ginjal.
Akan tetapi, pada dosis tinggi obat ini bisa menginduksi
perubahan komposisi elektrolik dalam endolimfe dan
menyebabkan ketulian.
 Efek Simpang
Obat ini bekerja di loop dan dapat menyebabkan
hiponatremia, hipotensi, hipovolemia, dan hipokalemia.
Kehilangan kaliun seperti dengan pemberian tizaid, secara
klinis seringkali tidak penting kecuali bila terdapat faktor
resiko tambahan untuk aritmia (misalnya terapi dengan
digoksin). Ekskresi kalium dan magnesium meningkat dan
dapat terjadi hipomagnesemia. Penggunaan diuretik loop
yang berlebihan (dosis tinggi, pemberian secara intravena)
bisa menyebabkan ketulian yang tidak dapat pulih kembali.

2.7.2 NON FARMAKOLOGI (PEMBEDAHAN)


Untuk mengurangi obstruksi urin harus dialihkan dengan tindakan
nefrostomi atau tipe diversi lainnya. Infeksi ditangani dengan agen
antimikrobial karena sisa urin dalam kaliks menyebabkan infeksi dan
pielonefritis. Pasien disiapkan untuk pembedahan untuk mengankat lesi
obstruktif (batu, tumor, obstruksi ureter). Jika salah satu ginjal rusak parah
dan fungsinya hancur, maka nefrostomi dapat dilakukan.

Nefrostomi adalah suatu tindakan medis yang dilakukan untuk


membuat saluran (air kencing) dari ginjal menuju ke permukaan kulit.
Tindakan ini pada umumnya dilakukan untuk mengalirkan kencing oleh
karena adanya sumbatan dibawah ginjal yang mungkin karena batu saluran
kencing, tumor, kanker ataupun pendesakan dari luar saluran kencing.

Tindakan nefrostomi dapat dilakukan dengan kondisi terbius umum


ataupun dibius lokal saja. Pemilihan keduanya didasarkan pada kondisi
klinis pasien. Contohnya : pada pasien anak anak kita tidak dapat
memerintahkan untuk diam, oleh karena itu perlu dilakukan pembiusan
umum. Contoh sebaliknya adalah pada pasien dewasa dengan kondisi yang
baik dan koperatif maka dapat dilakukan dengan bius lokal.

Nefrostomi mungkin mungkin permanen ataupun temporer.


Nefrostomi permanen mungkin dilakukan pada pasien dengan kanker di
kandung kencing ataupun kanker leher rahim yang telah menyebar. untuk
melakukan nefrostomi permanen ini dilakukan dengan bius umum. Pasien
dengan batu ureter dan mengalami pembengakakn ginjal yang disertai
berkumpulnya nanah harus dilakukan nefrostomi segera. Nefrostomi
dalam kondisi ini dengan anestesi lokal.

Perlu diingat, jika seseorang dipasang nefrostomi harus menjaga


kondisi nefrostomi tetap steril dan mengganti secara periodik. penggantian
secara periodik mungkin 2 mingguan, bulanan atau 2 bulanan tergantung
bahan nefrostomi dan temuan klinis.
a. hidronefrosis akut
1) Jika fungsi ginjal telah menurun, infeksi menetap atau nyeri yang
hebat, maka air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan segera
dikeluarkan (biasanya melalui sebuah jarum yang dimasukkan melalui
kulit)
2) Jika terjadi penyumbatan total, infeksi yang serius atau terdapat batu,
maka bisa dipasang kateter pada pelvis renalis untuk sementara waktu
b. hidronefrosis kronik
1) diatasi dengan mengobati penyebab dan mengurangi penyumbatan air
kemih
2) Ureter yang menyempit atau abnormal bisa diangkat melalui
pembedahan dan ujung-ujungnya disambungkan kembali
3) dilakukan pembedahan untuk membebaskan ureter dari jaringan
fibrosa.
Jika sambungan ureter dan kandung kemih tersumbat, maka dilakukan
pembedahan untuk melepaskan ureter dan menyambungkannya
kembali di sisi kandung kemih yang berbeda
4) Jika uretra tersumbat, maka pengobatannya meliputi:
a) terapi hormonal untuk kanker prostat
b) pembedahan
c) pelebaran uretra dengan dilator
2.8 Komplikasi
Jika hidronefrosis tetap tidak diobati, peningkatan tekanan di dalam ginjal
bisa menurunkan kemampuan ginjal untuk menyaring darah,
mengeluarkan produk sampah, dan membuat urin serta mengatur elektrolit
dalam tubuh. Hidronefrosis bisa menyebabkan infeksi ginjal
(pyelonephrosis) gagal ginjal, sepsis, dan dalam beberapa kasus, ginjal
kehilangan fungsi atau kematian. Fungsi ginjal akan mulai menurun segera
dengan timbulnya hidronefrosis tetapi reversibel jika tidak menyelesaikan
pembengkakan. Biasanya ginjal sembuh dengan baik bahkan jika ada
halangan berlangsung hingga 6 minggu. Menurut Kimberly (2011)
penyakit hidronefrosis dapat menyebabkan komplikasi sebagai berikut:
a. Batu ginjal. Adanya obstuksi dalam hidronefrosis menyababkan
pengeluaran urin terganggu atau bahkan menjadi statis. dengan adanya
kondisi tersebut, maka fungsi ginjal untuk mengekskresikan zat yang
dapat membentuk kristal secara berlebihan terganggu, hal itu
menyababkan zat tersebut mengendap dan mengkristal, dan lama-
kelamaan dapat mengakibatkan batu ginjal
b. Sepsis. dengan adanya hidronefrosis maka potensi untuk terjadinya
infeksi sangat dapat terjadi akibat kuman dapat masuk ke saluran
urinari, kemudian kuman teresbut dapat masuk ke pembuluh darah yang
dapat mengakibatkan septikemia
c. Hipertensi renovaskuler. Pada keadaan hidronefrosis yang parah yang
mengakibatkan perfusi renal yang buruk maka akan terjadi sekresi
sejumlah besar renin yang berfungsi dalam pelepasan angiostensin.
Angiostensin akan merangsang pengeluaran hormon adolsteron yang
membuat tubula menyerap banyak natrium dan air sehingga
meningkatkan volume dan tekanan darah. Akibat hidronefrosis maka
akan terjadi perubahan respon terhadap resitensi vaskular dan fungsi
renal yang mengakibatkan ginjal mengalami hipertensi renovaskular.
d. Nefropati obstruktif. Adanya hidronefrosis menyebabkan perubahan
stuktur anatomi disertai penurunan fungsi ginjal
e. Pielonefritis. Hidronefrosis bisa menyebabkan infeksi ginjal
(pionefritis). aliran balik urin yang membawa kuman dari saluran
urinari yang dapat mengkaibatkan infeksi pada ginjal
f. Ileus paralitik. hidronefrosis yang parah dapat mengakibatkan
ketidakseimbangan elektrolit. Adanya ketidakseimabangan tersebut
dapat menimbulkan penurunan fungsi kerja peristaltik usus sehingga
usus dapat mengalami ilius paralitik.
2.9 Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan pada hidronefrosis dengan cara
mengurangi faktor penyebab penyakit tersebut, misalnya minum air
minimal 8 gelas sehari untuk mencegah terbentuknya batu di saluran
kemih, menjaga kebersihan diri untuk mencegah resiko terjadinya infeksi
dari saluran kemih, menghindari paparan zat karsinogenik yang dapat
memicu kanker serta menghindari kebiasaan menahan miksi yang dapat
menimbulkan batu ginjal.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN HIDRONEFROSIS

4.1 Pengkajian
a. Identitas
Identitas Klien: Hidronefrosis dapat terjadi pada klien yang mengalami
akumulasi urin di saluran kemih bagian atas.
- Ditemukan pada laki-laki di atas usia 60 tahun
- Perempuan lebih banyak terjadi daripada laki-laki
- Pekerjaan yang meningkatkan statis urine (sopir, sekretaris, dll)

b. Keluhan Utama
Klien dengan hidronefrosis dapat mengeluh nyeri yang luar biasa di daerah
tulang rusuk dan tulang panggul biasanya skala 6-8.

c. Riwayat Penyakit Sekarang


Klien dengan hidronefrosis mengalami oliguri, nyeri saat berkemih, dan nyeri
panggul.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit dahulu yang mungkin pernah dialami klien seperti,
penyakit batu ginjal, tumor, pembesaran prostat, atau kelainan kongenital.

e. Riwayat Kesehatan Keluarga


Adanya riwayat penyakit di keluarga yang berhubungan dengan kelainan-
kelainan ginjal, seperti BPH, diabetes melitus, gagal ginjal, dan kelainan
ginjal lainnya.

f. Keadaan Lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit


Kedaan lingkungan yang dapat mempengaruhi timbulnya hidronefrosis yaitu
lingkungan/suhu yang terlalu panas. Lingkungan yang terlalu panas dapat
menyebabkan tubuh mengeluarkan keringat berlebih sehingga mempengaruhi
keseimbangan cairan dan elektrolit, klien akan mengalami dehidrasi,
penurunan produksi urin, dan urin akan menjadi pekat. Keadaan ini dapat
menyebabkan terjadinya batu ginjal, dengan demikian ginjal akan mengalami
obstruksi sebagian atau total aliran urin yang kemudian mengindikasikan
terjadinya hidronefrosis.

g. Pola Fungsi Kesehatan


1) Pola persepsi dan tata laksana kesehatan: Perubahan penatalaksanaan
kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam kesehatannya.
2) Pola nutrisi dan metabolisme: Klien hidronefrosis biasanya terjadi akibat
penyumbatan saluran kemih dimana sambungan ureteropelvik
menimbulkan gejala saluran pencernaan yang samar-samar, seperti mual,
muntah, dan nyeri perutsehingga memungkinkan klien akan mengalami
penurunan berat badan.
3) Pola eliminasi: Klien dengan hidronefrosis akan mengalami perubahan
polea eliminasi urin.
4) Pola aktivitas/bermain: Klien akan mengalami kelemahan diakibatkan
nyeri dan kemungkinan komplikasi yang terjadi.
5) Pola istirahat dan tidur: Klien akan mengalami gangguan istirahat dan
tidur karena nyeri dan kemungkinan komplikasi yang terjadi. .
6) Pola kognitif dan persepsi sensori: Klien dan keluarga pada umumnya
tidak mengetahui tentang penyakitnya.
7) Pola konsep diri: bagaimana persepsi pasien terhadap pengobatan dan
perawatan yang akan dilakukan sehingga dicapainya kesembuhan
dirinya.
8) Pola hubungan-peran: membutuhkan bantuan keluarga.
9) Pola seksual-seksualitas: apakah selama sakit terdapat gangguan atau
tidak yang berhubungan dengan reproduksi sosial. Pada klien yang
menderita hidronefrosis biasanya ada gangguan dalam reproduksi.
10) Pola mekanisme koping: keluarga perlu memeberikan dukungan dan
semangat sembuh bagi klien.
11) Pola nilai dan kepercayaan: bagaimana sistem kepercayaan yang dianut
klien dalam kesembuhan penyakitnya.
h. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : pada kondisi yang masih belum parah,
kemungkinan klien dalam keadaan compos mentis, dan dalam keadaan
yang cukup parah kemungkinan klien berada dalam tingkat kesadaran
sopor.
2) Kepala dan leher
Pada inspeksi kepala dan leher pada klien hidronefrosis kemungkinan
dapat terjadi yaitu, pada mata terlihat adanya konjungtiva anemis dan
bibir pucat, hal ini dapat terjadi karena fungsi ginjal yang terganggu
sehingga tidak dapat menghasilkan eritropoeitin (produksi eritrosit
menurun) dan dapat menyebabkan suplai O2 ke jaringan turun. Klien
jika sudah dalam keadaan yang kronis juga dapat mengalami pernapasan
cuping hidung, hal ini terjadi karena kegagalan ginjal untuk membuang
limbah metabolik sehingga terjadi asidosis metabolik.
3) Dada
Pemeriksaan dada pada klien hidronefrosis biasanya akan diketahuinya
masalah pada jantung klien misalnya kardiomegali, selanjutnya akan
ditentukan oleh pemeriksaan penunjang yang akan mendiagnosis
keakuratan masalah pada jantung klien.
4) Abdomen
Pemeriksaan fisik abdomen pada klien hidronefrosis kemungkinan dapat
diperoleh hasil teraba massa di daerah suprabubik dengan konsentrasi
keras, pada klien juga bisa diperoleh adanya nyeri ketok di sudut
costovertebra, keadaan ini terjadi karena adanya regangan kapsul ginjal
akibat hidronefrosis.
5) Kulit
Pemeriksaan kulit pada klien hidronefrosis kemungkinan dapat terjadi
pucat, lembab. Hal ini terjadi karena ginjal mengalami gangguan sehingga
produksi eritropoeitin menurun dan suplai O2 ke jaringan juga menurun.
6) Genetalia dan Rektum
Pada klien hidronefrosis kemungkinan bisa ditemukan terabanya massa
jika hidronefrosis disebabkan oleh tumor. Selain itu, juga dapat diperoleh
adanya pembesaran prostat jika keadaan tersebut disebabkan oleh BPH.
7) Ekstremitas
Pada klien hidronefrosis kemungkinan tidak didapatkan kelainan
ektremitas. Namun jikahidronefrosis parah pada kedua bagian ginjal, maka
dapat mengakibatkan gejala gagal ginjal seperti terdapat odem pada
extremitas, keletihan, dan kelemahan.
4.2 Diagnosa Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
1 Nyeri akut
2 Hipertermi
3 Gangguan eleminasi urin
4 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
5 Resiko tinggi infeksi
6 Ketidakefektifan perfusi jaringan
7 Intoleransi aktivitas berhubungan
8 Ansietas
9 Kurang pengetahuan
4.3 Perencanaan
DiagnosaKeperawatan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Tujuan Jangka Tujuan
NO
Pendek Jangka
Panjang
1 Nyeri akut  Skala nyeri Nyeri akut 1. Kaji keluhan nyeri, 1. Perubahan lokasi atau
berkurang teratasi perhatikan lokasi atau karakter atau intensitas
 Wajah klien tidak karakter dan intensitas nyeri dapat
meringis kesakitan (skala 0-10). mengindikasikan
2. Berikan tindakan terjadinya komplikasi
kenyamanan dasar atau perbaikan.
contoh tekhnik 2. Meningkatkan relaksasi.
relaksasi, perubahan 3. Mengetahui kondisi
posisi dengan sering. umum klien
3. Observasi tanda-tanda 4. Menurunkan reaksi
vital terhadap stimulasi dari
4. Berikan lingkungan luar atau sensivitas pada
yang tenang sesuai suara-suara bising dan
indikasi. meningkatkan
5. Dorong ekspresi istirahat/relaksasi.
perasaan tentang nyeri. 5. Pernyataan
6. Berikan kompres memungkinkan
hangat pada lokasi pengungkapan emosi
nyeri. dan dapat meningkatkan
7. Kolaborasikan dalam mekanisme koping.
pemberian analgetik 6. Meningkatkan
vasokontriksi,
penumpukan resepsi
sensori yang selanjutnya
akan menurunkan nyeri
di lokasi yang paling
dirasakan.
7. Mungkin diperlukan
untuk menghilangkan
nyeri yang berat serta
meningkatkan
kenyamanan dan
istirahat.
2 Hipertermi  Suhu tubuh dalam Hipertermi 1. Monitor suhu, 1. Demam akan
batas normal (36 – teratasi tekanan darah, meningkatkan
370C) nadi , RR, metabolism tubuh yang
 Nadi dan RR kemungkinan berakibat pada
dalam rentang adanya peningkatan suhu,
normal penurunan tekanan darah, nadi ,
 Tidak ada tingkat RR, juga
perubahan warna kesadaran memungkinkan adanya
kulit dan tidak ada 2. Monitor warna penurunan tingkat
pusing, merasa dan suhu kulit kesadaran
nyaman 3. Kolaborasi 2. Demam ditandai warna
pemberian kulit kemerahan dan
antipiretik perubahan suhu tubuh
4. Monitor kulit
pemberian 3. Pemberian antipiretik
Antibiotik dapat menurunkan
5. Kompres pasien demam
pada lipat paha 4. Antibiotic dapat
dan aksila membunuh asal
6. Tingkatkan penyebab demam
sirkulasi udara akibat infeksi
5. Lipat paha dan aksila
terdapat pembuluh
darah yang besar
sehingga mempercepat
penurunan demam
6. Sirkulasi udara
membantu percepatan
evaporasi dan
mempercepat
penuruanan demam.
3 Gangguan eleminasi urin  Tidak ada residu Gangguan 1. Monitor intake dan 1. Mengetahui dan
urine >100-200 cc eleminasi urin output memantau balance
 Tidak ada spasme teratasi 2. Monitor derajat cairan
bladder distensi bladder 2. Mengetahui derajat
 Balance cairan 3. Instruksikan pada ditensi bladder
seimbang pasien dan 3. Output urin diperlukan
 Tidak ada tanda keluarga untuk untuk pengkajian,
ISK mencatat output pemantauai balance
urine cairan
4. Stimulasi reflek 4. Reflek dingin pada
bladder dengan abdomen mendorong
kompres dingin agar klie berkemih
pada abdomen. 5. Kateterisasi sebagai
5. Lakukan tindakan bila urin tidak
kateterisasi jika mampu keluar atau
perlu dalam jumlah sedikit
6. Monitor tanda dan 6. ISK dapat muncul
gejala ISK (panas, akibat adanya retensi
hematuria, urin
perubahan bau dan
konsistensi urine)
4 Ketidakseimbangan nutrisi  Intake nutrisi klien Ketidak 1. Kaji pola nutrisi, 1. Mengetahui status nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh meningkat seimbangan intake dan output pasien berguna untuk
 Menghabiskan porsi nutrisi kurang klien serta catat pemberian tindakan yang
makan yang dari kebutuhan perubahan yang efektif.
disediakan sesuai teratasi terjadi. 2. Mengetahui perubahan
diet yang dianjurkan 2. Timbang berat badan berat badan pasien.
 Berat badan klien secara periodik. 3. Mengetahui kondisi
meningkat 3. Lakukan peristaltik usus.
pemerikasaan fisik 4. Porsi kecil tapi sering
abdomen digunakan untuk
(palpasi,perkusi,dan memenuhi nutrisi pasien.
auskultasi). 5. Untuk membantu dalam
4. Berikan porsi kecil menentukan diet yang
tapi sering. sesuai dan obat-obatan
5. Kolaborasi dengan yang diindikasikan.
tim kesehatan lain
dalam penentuan diet
dan kebutuhan
medikasi klien.
Evaluasi
Hasil diharapkan setelah mendapatkan intervensi keperawatan adalah sebagai
berikut:
1. Penurunan skala nyeri pada salah satu sisi/ kedua sisi ginjal
2. Tidak terjadi infeksi pada luka pascabedah dan tidak terjadinya
komplikasi lebih berat.
3. Asupan nutrisi terpenuhi serta penigkatan nafsu makan
4. Terpenuhinya informasi kesehatan sehingga pasien mampu
mengetahui proses, penyembuhan dari penyakitnya.
5. Kecemasan berkurang yang hanya akan memperberat
penyembuhannya
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Hidronefrosis merupakan obstruksi aliran kemih proksimal terhadap
kandung kemih dapat mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam
pelviks ginjal dan ureter yang dapat mengakibatkan absorbsi hebat pada parenkim
ginjal. Apabila obstruksi ini terjadi di ureter atau kandung kemih, tekanan balik
akan mempengaruhi kedua ginjal tetapi jika obstruksi terjadi disalah satu ureter
akibat adanya batu atau kekakuan maka hanya satu ginjal yang rusak. Oleh karena
itu untuk mengatasi berbagai masalah yang ditumbulkan oleh hidronefrosis perlu
adanya problem solving melalui proses keperawatan. Tujuannya dari
penatalaksanaan hidronefrosis adalah untuk mengaktivasi dan memperbaiki
penyebab dari hidronefrosis (obstruksi, infeksi) dan untuk mempertahankan dan
melindungi fungsi ginjal.Untuk mengurangi obstruksi urin akan dialihkan melalui
tindakan nefrostomi atau tipe disertasi lainnya.

4.2 Saran
Pasien harus menghindari penyebab hidronefrosis. Selain itu keluarga juga
harus berperan aktif untuk kesembuhan pasien dan mampu melakukan perawatan
mandiri kepada pasien setelah perawat mengajrkan cara perawatn mandiri di
rumah.
DAFTAR PUSTAKA

Burner & Sudarth, 2014, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, ECG

NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi


2015-2017. Jakarta: EGC.

Kowalak. Et all, 2011, Buku ajar Patofisiologi, Jakarta, EGC

Carpenito, Moyet & Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan.
Jakarta: EGC.

Dongoes, M.E., Mary F.M., dan Alice C. G. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan.
Jakarta: EGC.

Juall, Lynda. 2000. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C & Brenda G Bare. 2008. Buku Ajar Medikal Bedah edisi 8.
Jakarta: EGC.

Duffey B, Monga M. Principles of endoscopy. In: Wein AJ, ed. Campbell-Walsh


Urology. 10th ed. Philadelphia, PA: Saunders Elsevier; 2011:chap 8.

Coburn M. Urologic surgery. In: Townsend CM Jr., Beauchamp RD, Evers BM,
Mattox KL, eds. Sabiston Textbook of Surgery. 19th ed. Philadelphia, PA:
Saunders Elsevier; 2012:chap 73
Pathway HidronefrosisAnemia
Faktor penyebab BPH, Faktor Genetik Faktor patogenik
Lilitan pada sambungan Penyempitan ureter akibat perkemihan kanker kandung
uretropelvik akibat ginjal cacat bawaan kemih, leher rahim, prostat,
bergeser ke bawah, tumor dll

Penurunan aliran kemih Faktor Resiko


Penekanan pada saluran sehingga sulit untuk berkemih Menurunkan 1. Umur diatas 60 tahun
kemih kerja ginjal dan 2. Ibu dengan masa
saluran kemih, kehamilan (Penekanan
pada saluran kemih)
Obstruksi sebagian atau 3. Penyakit primer yang
HIDRONEFROSIS Disfungsi organ
total aliran urin ekskresi urin
mendasari (misal
urolitiasis)
Oliguria 4. Wanita lebih sering dari
bahkan pada laki-laki
sampai Akumulasi urin pada sal. Kemih Obstruksi
serta penimbunan toksik 5. Pekerjaan yang
Anuria akut
meningkatkan statis
urin

Penumpukan toksik dan bakteri di dalam Kolik Renalis/ Perubahan


Gangguan Gangguan
ginjal/sal. Kemih menyebabkan adanya nyeri pinggang status kesehatan
eliminasi fungsi ginjal
infeksi
urin

Jika Nyeri Akut Gelisah Ginjal tidak


dilakukan Proses infeksi bisa
pemasangan menghasilkan
kateter Kegagalan metabolisme eritropoetin
ginjal Ansietas
Lepasnya mediator inflamasi

Resiko tinggi Kurangnya paparan


Toksik menyebar Penurunan
infeksi informasi tentang
keseluruh tubuh produksi eritrosit
Penigkatan termoregulasi melewati peredaran penyakit yang
akibat infeksi darah dialaminya

Anemia

Hipertermi Sistem pencernaan Kurang pengetahuan


HB turun
Komplikasi yang terjadi Suplai O2 ke jaringan
Jika obstruksi tidak segera Mulut: ureum Lambung : ureum menurun
di tangani maka akan berikatan dengan bertemu dg HCL Lelah, letih,
beresiko Batu ginjal, Sepsis enzim ptialin lesu, pucat
karena kuman bakteri
sudah masuk ke aliran Ketidakefektifan
darah, Hipertensi perfusi jaringan
Respon mual,
Renovaskuler, neuropati muntah
Bau Amonia Intoleransi
obstruktif, pielonefritis.
aktifitas

Anoreksia

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Anda mungkin juga menyukai