Anda di halaman 1dari 18

MINI RISET

STASE KEPERAWATAN KRITIS

GAMBARAN NYERI PADA PASIEN KRITIS DI RUANG ICU RSUD


ULIN BANJARMASIN

4 Juni -16 Juni 2018

Oleh:
Kelompok B Ners PSIK FK ULM
Santi ayu Sartika, S.Kep NIM. 1730913320034
Muhammad Rakha Akbar, S.Kep NIM. 1730913310027
Wahyu Saputra, S.Kep NIM. 1730913320036
Putri Ubaidah, S.Kep NIM. 1730913320030
Zuraida Mulqiah, S.Kep NIM. 1730913320013

PROFESI NERS PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

MINI RISET
STASE KEPERAWATAN KRITIS

GAMBARAN NYERI PADA PASIEN KRITIS DI RUANG ICU RSUD ULIN


BANJARMASIN

4 -16 Juni 2018


Oleh:
Kelompok B Ners PSIK FK ULM
Santi ayu Sartika, S.Kep NIM. 1730913320034
Muhammad Rakha Akbar, S.Kep NIM. 1730913310027
Wahyu Saputra, S.Kep NIM. 1730913320036
Putri Ubaidah, S.Kep NIM. 1730913320030
Zuraida Mulqiah, S.Kep NIM. 1730913320013

Banjarmasin, September 2017


Mengetahui,
Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Ifa Hafifah, S.Kep, Ns, M.Kep Lukmanul Hakim, S.Kep, Ns, M.Kep
NIK. 1990 2013 1 124 NIP. 19760116 19603 1 002

2
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pasien di unit perawatan intensif memiliki berbagai pengalaman yang
kompleks dan kondisi yang mengancam jiwa, dan memiliki masalah dengan rasa
nyeri dan ketidaknyamanan.Insidensi nyeri pada pasien kritis lebih besar 50%,
dari pengalaman nyeri dirasakan ketika istirahat maupun menjalani prosedur
klinis yang rutin dilaksanakan. Sumber nyeri yang telah diidentifikasi adalah
trauma injuri, standar prosedur (pengangkatan drain/ tube, mobilisasi, suction
endotrakeal), penyakit akut, pembedahan dan peralatan invasif. Tidak adekuatnya
pengkajian nyeri dapat menyebabkan tidak dikenalinya masalah nyeri sehingga
nyeri tidak tertangani. Nyeri yang tidak tertangani secara optimal dapat
menimbulkan dampak buruk terhadap fungsi fisiologis, meningkatkan waktu
rawat inap di ICU dan meningkatkan waktu penggunaan ventilator (Prawesti &
Nursiswati, 2016)
Kompleksnya pengkajian nyeri di area keperawatan kritis memerlukan
pengkajian nyeri yang komprehensif sebagai evaluasi yang objektif melalui
pengamatan pada indikator rasa nyeri. Namun tidak ada alat yang sempurna untuk
mengevaluasi rasa nyeri. Penggunaan skala nyeri berdasarkan indikator perilaku
direkomendasikan untuk pasien yang tidak bisa mengkomunikasikan rasa
nyerinya dengan mengamati fungsi motorisnya. (Barr, et al., 2013)
Dalam penelitian (Puntillo, et al., 2014) meneliti perilaku yang ditunjukkan
oleh pasien yang mengalami rasa nyeri dan mengidentifikasi sejumlah indikator
perilaku nyeri (pada pasien yang sadar) dengan tujuan untuk dijadikan acuan
dalam mengidentifikasi rasa nyeri pada pasien dengan sedasi dan tidak sadarkan
diri.Termasuk meringis, kekakukan, menutup mata, dan mengepalkan tangan.
Peran perawat dalam melakukan pengkajian nyeri pada pasien kritis
merupakan hal penting. Karena untuk mencegah perburukan kondisi fisiologis
akibat nyeri yang diderita oleh pasien walaupun ada pasien yang mengalami
penurunan kesadaran. Pengkajian nyeri pada pasien kritis juga penting untuk

4
merencanakan tindakan keperawatan selanjutnya untuk menangani nyeri yang
dirasakan pasien.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang maka yang menjadi rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana gambaran nyeri pada pasien kritisdi ruang ICU
RSUD Ulin Banjarmasin.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui gambaran nyeri pada pasien kritis di ruang
ICU RSUD Ulin Banjarmasin
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengetahui karakterisitik responden yang terpasang prosedur invasive
pada pasien kritis di ICU RSUD ULIN Banjarmasin.
1.3.2.2 Mengetahui gambaran nyeri pada pasien kritis di ICU RSUD ULIN
Banjarmasin.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Penelitian
1.4.1.1 Bagi RSUD Ulin Banjarmasin
Memudahkan dan memberikan gambaran umum bagi perawat tentang
gambaran nyeri pada pasien kritis di ruang ICU RSUD Ulin Banjarmasin
1.4.1.2 Bagi Institusi Pendidikan
Menambah kepustakaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam
bidang keperawatan.
1.4.1.3 Bagi Peneliti
Sarana mengembangkan diri dalam melaksanakan praktik keperawatan
yang sejalan dengan perkembangan dan kemajuan teknologi yang ada.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pasien Kritis


Pasien kritis menurut AACN (American Association of Critical Nursing)
didefinisikan sebagai pasien yang beresiko tinggi untuk masalah kesehatan
aktual ataupun potensial yang mengancam jiwa. Semakin kritis sakit
pasien, semakin besar kemungkinan untuk menjadi sangat rentan, tidak
stabil dan kompleks, membutuhkan terapi yang intensif dan asuhan
keperawatan yang teliti.
Pasien kritis akut merupakan pasien dengan kondisi akut karena suatu
penyakit akut atau trauma yang memerlukan penanganan segera sesaat
setelah kejadian karena beresiko mengancam nyawa jika tidak segera
ditangani. Pasien dengan penyakit kritis akut bisa melibatkan gangguan
satu atau lebih organ tubuh yang sesuai dengan riwayatnya atau gangguan
beberapa sistem seperti kardiovaskuler, gastrointestinal, muskuloskeletal,
imunitas dan pernapasan(Britt, 2005)
Pasien kritis kronis merupakan pasien dengan penyakit kritis yang
berkembang dari penyakit kritis akut yang membutuhkan perawatan
khusus tingkat tinggi dalam beberapa bulan bahkan tahun di ruang rawat
intensif(Neil, 2012)
2.1.1 Tingkatan pasien kritis
Menurut Intensive Care Society tingkatan pasien kritis yaitu(Intensive
Care Society, 2009 ):
1) Kriteria level 0
Yaitu pasien yang dapat dirawat di ruang biasa dengan indikasi terapi
pemasangan intravena dan observasi kurang dari 4 jam.
2) Kriteria level 1
Yaitu pasien yang mendapat observasi minimal 4 jam, membutuhkan
terapi oksigen, pemberian nutrisi melalui parenteral, adanya
permasalahan pada TTV tetapi belum mencapai kritis.

6
3) Kriteria level 2
Yaitu pasien dengan persiapan pre operasi dan perawatan sehabis post
operasi, pasien dengan bantuan sistem organ support kecuali
respiratory dan kardiovaskluer secara bersamaan.
4) Kriteria level 3
Pasien yang mendapatkan bantuan respiratory lebih lanjut, pasien
yang mendapatkan minimal 2 bantuan organ sistem.
2.2 Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri adalah alasan
utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi
bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa
pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan
menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu penyakit manapun.
Rasa nyeri merupakan masalah nyata pada pasien kritis. Beberapa kondisi
yang dialami oleh pasien kritis adalah penurunan kesadaran,pergerakan tubuh
terbatas, dan tidak bisa mengungkapakan apa yang dirasakan termasuk rasa
nyeri yang dialaminya. Hal ini menyebabkan pengkajian nyeri pada pasien
kritis dengan penurun kesadaran menjadi tantangan bagi perawat.
2.3 Skala CPOT
Pengkajian nyeri harus dilakukan secara regular dan menggunakan
metodeyang benar. Pada pasien yang tidak dapat mengkomunikasikan rasa nyerinya,
yangperlu diperhatikan adalah adanya perubahan perilaku pasien. CPOT (Critical-
carePain Observation Tool) merupakan salah satu instrument yang terbukti
dapatdigunakan untuk menilai adanya perubahan perilaku tersebut (Stites,
2013). CPOTpertama dikembangkan oleh Gellinas. et al (2006) dan telah
diaplikasikan diCalifornia, Amerika Serikat, Kanada, dan Prancis (Gellinas,et
al , 2006).CPOT dapat dilakukan pada pasien dengan kondisi antara lain: (1)
mengalamipenurunan kesadaran dengan GCS > 4, (2) tidak mengalami brain
injury, (3)memiliki fungsi motorik yang baik. CPOT terdiri dari empat domain
yaitu ekspresiwajah, pergerakan, tonus otot dan toleransi terhadap ventilator
atau vokalisasi(pada pasien yang tidak menggunakan ventilator). Penilaian

7
CPOT menggunakan skor total 0-8, dengan total skor ≥2 menunjukkan adanya
nyeri.
Indikator Skor Score
Ekspresi wajah Tidak ada ketegangan otot Rileks 0
Mengerutkan kening,alis Kaku 1
turun/mengangkat alis,tampak
tegang dan kontraksi otot levator
Semua gerakan wajah diatas
ditambah kelopak mata tertutu Meringis 2
rapat,menggigit selang ett
Pergerakan tubuh Tidak bergerak sama sekali (tidak Tidak ada gerakan 0
ada gerakan melokalisasi nyeri) abnormal
Gerakan hati-hati,menyentuh atau Lokalisasi nyeri
menggesek lokasi nyeri,mencari 1
perhatian melalui gerakan
Mencabut ETT, mencoba duduk
anggota badan bergerak/meronta- Gelisah
ronta, tidak mengikuti 2
perintah,mengamuk dan mencoba
keluar dari tempat tidur
Ketegangan Tidak ada perlawana terhadap Rileks 0
otot:dievaluasi gerakan pasif (tidak ada ketegangan
dengan gerakan otot)
fleksi dan ekstensi Perlawanan terhadap gerakan pasif Tegang kaku 1
secarapasif pada Perlawanan yang kuat terhadap 2
ektermitas atas gerakan pasif,tidak mampu untuk Sangat tegang dan
melawan gerakan tersebut. kaku
Berbicara jika Berbicara dalam nada normal atau tidak Bicara dengan nada 0
pasien diekstubasi ada suara pelan

Mendesah, mengerang Mendesah, 1


mengerang
Menangis
Menangis, berteriak 2

Kesesuaian Alarm tidak berbunyi Pasien toleransi 0


ventilator terhadap kerja
ventilator
Alarm berhenti secara spontan Saat batuk alarm 1
berbunyi,namun
berhenti secara
spontan
Tidak sinkron: alarm selalu Alarm selalu 2
berbunyi berunyi
Skor

8
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian observasional
bersifat deskriftif eksploratif nonhipotesis yakni menerangkan seperangkat
peristiwa atau kondisi populasi saat itu.

3.2 Populasi dan Sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien di ruang ICU yang
mendapatkan prosedur invasive. Sampel penelitian diambil secara total sampling,
yaitu semua pasien yang ada di RSUD Ulin Banjarmasin yang ditemui dalam
kurun waktu 4 – 10 Juni 2018, sesuai dengan kriteria penelitian.
3.3 Kriteria Inklusi
1. Pasien terpasang Tindakan Invasif
2. Pasien dengan GCS < 9
3. Pasien terpasang intubasi dengan fentilator
3.4 Instrumentasi Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar observasi dan
skala CPOT dan Flacc.
3.5 Prosedur Penelitian
Penelitian dilakukan di ICU, ICCU, dan PICU RSUD Ulin Banjarmasin
dengan prosedur sebagai berikut:
3.2.1 Tahap Persiapan
3.2.1.1 Studi pendahuluan didapat dari laporan rekam medik perawat di ruang
ICU RSUD Ulin Banjarmasin
3.2.1.2 Mini riset dilakukan dilakukan di ruang ICU RSUD Ulin Banjarmasin
3.2.2 Tahap Pelaksanaan
3.2.2.1 Membuat lembar skala PQRST pada pasien dengan kesadaran
komposmentis dan dapat diajak berkomunikasi dan membuat lembar skala
CPOT pasien yang mengalami penurunan kesadaran
3.2.2.2 Pengambilan data melalui lembar observasi sesuai dengan kriteria

9
3.2.2.3 Hasil data penelitian dikumpulkan dan didokumentasikan.
3.2.2.4 Editing data dilakukan sesuai prosedur serta pengolahan dan analisis data
dilakukan sesuai prosedur.

3.3 Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data


3.3.1 Data Primer
Data pengkajian yang didapat langsung melalui autoanamnesa dan
alloanamnesa.
3.3.2 Data Sekunder
Data yang diperoleh dari rekam medik pasien di ICU RSUD Ulin
Banjarmasin.
3.4 Cara Analisis Data
Data yang telah terkumpul kemudian diolah dan dianalisis secara deskriptif.
Secara deskriptif dengan menggunakan tabel distribusiuntuk menjabarkan
gambaran nyeri pada pasien kritis di ICU RSUD Ulin Banjarmasin.
3.5 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ICU RSUD Ulin Banjarmasin pada tanggal4 – 10
Juni 2018.
Tabel 4.1 Jadwal rencana pelaksanaan penelitian Gambaran Nyeri pada Pasien
Kritis di ruang ICU RSUD Ulin Banjarmasin.

Juni 2018
No Kegiatan
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
1 Konsultasi
2 Pengumpulan Referensi
3 Penelitian
4 Analisis data
5 Penyusunan laporan
6 Seminar

10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden


5.1.1 Gambaran Responden
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di ICU RSUD Ulin Banjarmasin,
dari 3 orang responden didapatkan karakteristik berdasarkan keadaan
umum, usia dan jenis kelamin pasien yang terpasang ventilator di ICU
RSUD Ulin Banjarmasin.

Tabel 5.1 Gambaran Karakteristik Responden tanggal 4-10 September


2017
Variabel N %
Keadaan Umum
Somnolen 1 25
- E3VETTM6
Soporkoma 2 75
- E2VETTM6
- E1VETTM1
Total 3 100
Usia
19 1 33.3
37 1 33.3
54 1 33.33
Total 3 100
Jenis Kelamin
Laki-laki 3 100
Perempuan 0 0
Total 3 100
Berdasarkan tabel 5.1 responden dengan keadaan umum terbanyak adalah
Soporkoma yang berjumlah 2 orang dengan presentase 75% sedangkan
jenis kelamin seluruh responden adalah laki-laki.

5.1.2 Perubahan Hemodinamik dan Nyeri Pada Pasien dengan Ventilator


Tabel 5.2 Gambaran Perubahan Hemodinamik Pada Pasien dengan
Ventilator

11
Intervensi
Responden Inisial Hemodinamik
0 5 20 50
BP 106/66 108/73 105/77 100/75
HR 102 100 99 97
1 Tn. FH
RR 22 21 21 20
SpO2 100 100 100 100
Intervensi (Menit)
Responden Inisial Hemodinamik
0 5 20 50
BP 139/97 144/99 139/99 136/90
HR 132 140 130 128
2 Tn. AW
RR 28 30 25 20
SpO2 100 97 93 94
Intervensi
Responden Inisial Hemodinamik
0 5 20 50
BP 139/64 140/69 138/66 130/68
HR 76 80 73 67
3 Tn. H
RR 29 30 29 29
SpO2 100 99 100 100

Berdasarkan tabel 5.2 masing-masing responden memiliki rentang hemodinamik


yang berbeda-beda. Menurut Kozier, hemodinamik pada setiap rentang usia, jenis
kelamin bahkan ukuran tubuh berbeda beda, pada penelitian ini tampak pada
perbedaan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik. Pada usia dewasa
tekanan darah sistolik berkisar 100 – 140 mmHg sedangkan tekanan diastolik 90-
130 mmHg. Pada usia dewasamuda. Kondisi biologis individu, penurunan jumlah
sel fungsional, penurunan penggunaan oksigen, pompa darah, regangan otot,
hormone serta aktivitas yang berpengaruh pada anatomi dan fisiologi tubuh akan
berdampak pada hemodinamik tubuh (Morris, & Herridge, 2012).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perubahan hemodinamik pada


tekanan darah, denyut jantung, frekuensi pernapasan dan saturasi oksigen dari
nilai awal selama dilakukan proses ROM pasif dengan kecenderungan mengalami
peningkatan nilai. Data pada responden 1 dan 3 menunjukan bahwa perubahan
hemodinamik terjadi pada tekanan darah, nadi dan pernapasan namun perubahan
tidak terlalu signifikan terjadi pada saturasi oksigen. Hal ini sejalan dengan
penelitian Stiller (2007), pada 39 pasien di ICU yang menerima 69 tindakan
mobilisasi terhadap penilaian parameter hemodinamik dan pernapasan, ditemukan
bahwa mobilisasi mengakibatkan peningkatan yang signifikan dalam denyut

12
jantung, tekanan darah dan penurunan yang tidak signifikan terhadap saturasi
oksigen. Penelitian lain yang dilakukan oleh Cohen di Australia untuk
mengevaluasi efek hemodinamik dan metabolisme pernapasan untuk 32 orang
pasien yang terpasang ventilasi mekanisdengan modus SIMV, menyatakan bahwa
terdapat peningkatan yang signifikan pada denyut jantung, sistolik, curah jantung,
konsumsi oksigen, produk karbondioksida dan PaCO2 (Berney, & Denehy,2011).

Pada responden 2 peningkatan tekanan darah terjadi pada menit ke 5 dan menurun
pada menit ke 20 dan 60 setelah dilakukan ROM Pasif namun cenderung
fluktuatif pada pengukuran nadi, napas dan saturasi oksigen. Menurut Ling-ling
(2006) dengan jurnal berjudul ‘Effects of physical training on functional status in
patients with prolonged mechanical ventilation’ menjelaskan alasan hemodinamik
menjadi fluktuatif adalah karena lamanya perawatan pasien di ruang ICU baik
dengan pemasangan ventilator maupun imobilisasi. Pasien yang baru dan lama
terpasang ventilasi biasanya akan melakukan perlawanan (fighting) kemudian
jatuh dalam keadaan tenang.
Tabel 5.3 Gambaran Nyeri berdasarkan Skala CPOT
Responden Inisial Intervensi (Menit)
0 5 20 60
1. Tn. FH 0 7 6 0
2. Tn. AW 0 2 0 0
3. Tn. H 0 1 1 0
Berdasarkan tabel 5.3 didapatkan hasil dari skala CPOT Tn.FH sebelum
dilakukan intervensi ROM pasif pasien belum ada menunjukkan rasa nyeri,
namun pada menit ke 5 pasien menujukkan nyeri dimana pada skala CPOT point
pertama yaitu pada ekspersi wajah klien meringis yaitu score 2,pada pergerakan
tubuh didapatkan score 2 yaitu gelisah, lalu pada kesesuaian ventilator didapatkan
score1 yaitu klien mengalami batuk,dan untuk ketegangan otot didapatkan score 2
yaitu klien mengalami perlawanan yang kuat terhadap gerakan pasif. Pada menit
ke 20 hasil yang didapatkan pada Tn.FH tidak jauh beda dengan menit 5, namun
pada menit ke 20 yang berbeda ada penurunan rasa nyeri pada indikator
ketegangan otot klien mendapat score 1 yaitu tegang kaku. Pada menit ke 60 klien
tidak ada menunjukkan nyeri. Sehingga kesimpulan dari Tn.Fh pada menit 0 atau
sebelum dilakukan intervensi total score adalah 0 yaitu tidak ada nyeri, pada

13
menit ke 5 pada saat diberikan intervensi didapatkan total score 7 yaitu nyeri
sangat berat, pada menit ke 20 didapatkan total score 6 yaitu nyeri berat,
kemudian pada menit ke 60 klien tidak ada merasakan nyeri dengan total score 0.
Pada Tn.AW sebelum dilakukan intervensi pada klien, klien tidak ada
mengeluhkan nyeri dengan total score 0,namun pada menit ke 5 didapatkan hasil
bahwa klien mengalami nyeri dan yang paling terihat adalah pada ekspresi wajah
klien meringis dan mendapatkan score 2 dan total score pada menit ke 5 adalah 2
yaitu klien mengalami nyeri ringan. Pada menit ke 20 klien tidak ada mengalami
nyeri dengan total score 0 dan pada menit 60 klien tidak ada mengalami nyeri
dengan total score 0.
Pada Tn.H, sebelum dilakukan intervensi ROM Pasif klien tdiak ada
mengalami menyeri,namun pada saat diberikan intervensi pada menit ke 5 dan 20
klien mengalami nyeri yaitu terlihat pada ekpresi wajah klien mengalami
kekakuan dan score untuk menit ke 5 dan 20 adalah 1 yaitu klien mengalami nyeri
ringan.
Ketidakstabilan hemodinamik pada pasien kritis dengan ventilasi mekanis dan
biasanya berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu. Bedrest
dalam waktu yang lama inilah yang dapat menyebabkan masalah-masalah pada
muskuloskeletal bahkan hemodinamik yang terus menurun (Storch E., 2008).
ROM pasif adalah aktivitas yang paling sesuai untuk pasien kritis sebagai
penanganan keperawatan dini sampai pasien sadar dan dapat melakukan gerakan
ROM secara aktif sehingga dapat menstabilisasikan hemodinamik dalam
tubuhnya sendiri (Griffiths R & Hall J., 2010). Namun, toleransi pasien terhadap
latihan tampaknya menjadi faktor pembatas dalam penerapan ROM. Respon
fisiologis seperti denyut jantung, laju pernafasan dan tekanan darah, saturasi
oksigen dan respons nyeri merupakan salah satu indicator untuk melihat
bagaimana respon toleransi pasien terhadap aktivitas ROM itu sendiri dan
validnya harus menggunakan instrument terstruktur seperti BPS ataupun CPOT
untuk pasien dengan ventilator (Schweickert W, Pohlman M, Pohlman A., 2009).
Secara klinis relevan bahwa mobilisasi dini seharusnya tidak menyebabkan
ketidakstabilan hemodinamik sebagai pasien kritis mungkin memiliki masalah
kardiovaskular dan pernafasan (

14
Berry A, 2014). Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengevaluasi pengaruh rentang gerak gerak pasif pada parameter hemodinamik
dan intensitas nyeri perilaku pada pasien ventilasi dewasa.
Penelitian ini serupa dengan penelitian Amidei dan Lou Sole (2013) menjelaskan
bahwa penurunan saturasi oksigen, tekanan darah sistolik dan diastolik yang
signifikan, rata-rata setelah menit ke 5 dan 20 dimana intervensi ini dibandingkan
dengan waktu 0 (sebelum intervensi), sementara setelah 60 menit latihan (waktu
3), nilai rata-rata hampir sama dengan waktu 0 (sebelum intervensi). Meskipun
ada perubahan signifikan pada skor rata-rata tekanan darah, perubahan ini berada
dalam kisaran normal variabel fisiologis. Selain itu, Stiller et al (2004) dalam
sebuah penelitian tentang "The safety of mobilization and its effect on
hemodynamic and respiratory status of intensive care patients", menemukan
bahwa mobilisasi dikaitkan dengan perubahan signifikan secara statistik untuk HR
dan BP namun besarnya perubahan itu penting secara klinis yang berate pasien
dengan pemasangan ventilator bisa saja merasakan nyeri, sehingga harus dikaji
juga menggunakan skala CPOT atau BPS.
Berdasarkan temuan penelitian sementara ini, dapat disimpulkan bahwa ROM
pasif pasif dapat ditoleransi dengan baik pada pasien yang kritis dan dengan
ventilasi mekanis; meskipun ada perubahan signifikan dalam jumlah rata-rata
tekanan darah, jantung, tingkat pernafasan, tekanan vena sentral dan saturasi
oksigen namun perubahannya berada dalam kisaran normal dari variabel
fisiologis. Peningkatan hemodinamik dan nyeri dengan skala CPOT menurun
setelah menit ke 20setelah ROM.

15
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan temuan penelitian sementara ini,
ROM pasif dapat ditoleransi dengan baik pada pasien yang kritis dan dengan
ventilasi mekanis; meskipun ada perubahan signifikan dalam jumlah rata-rata
tekanan darah, jantung, tingkat pernafasan, tekanan vena sentral dan saturasi
oksigen namun perubahannya berada dalam kisaran normal dari variabel
fisiologis. Peningkatan hemodinamik dan nyeri dengan skala CPOT menurun
setelah menit ke 20setelah ROM.

B. Saran
1. Bagi Perawat
Diharapkan mampu mengembangkan penelitian di lahan kerja guna
menunjang perawatan yang optimal pada pasien-pasien dengan ROM dan
pasien yang terpasang ventilator.
2. Bagi mahasiswa
Diharapkan untuk mahasiswa dapat memahami apa saja yang dapat terjadi
pada perubahan hemodinamik dan nyeri pasien yang terpasang ventilator
saat terjun langsung ke masyarakat mahasiswa sudah menguasai dan bisa
menerapkannya dengan baik.

16
DAFTAR PUSTAKA

Perme, C ,& Chandrashekar, R, ‘Early mobility and walking program for patients
in intensive care units: creating a standard of care’, American Journal of Critical
Care, 2009. vol.18, no.3, pp. 212–21

Truong, AD, Fan, E, Brower, RG, & Needham, DM, ‘Bench-to-bedside review:
mobilizing patients in the intensive care unit-from pathophysiology to clinical
trials’, Critical Care, 2009. vol.13, no.216, pp. 1-

Clavet, H, Hébert, PC, Fergusson, D, Doucette, S, &Trudel, G, ‘Joint contracture


following prolonged stay in the intensive care unit’, Canadian
MedicalAssociation, 2008. vol.178, no.6, pp. 691-97

Ling-Ling, Chiang, Ying, Lwang, Wu et al.,‘Effects of physical training on


functional status in patients with prolonged mechanical ventilation’, Journal
PhisicalTherapy, 2006. vol.86, no.9, pp.1271-81

Vollman, KM, ‘Introduction to progressive mobility’, Critical Care Nurse, 2010.


vol.30, no.2, pp. 3–4

Aprilia, M & Wreksoatmodjo, B. R. Pemeriksaan Neurologis pada Kesadaran


Menurun. Sarjana Kedokteran, Bagian Neurologi, Fakultas Kedokteran
Universitas Atmajaya, Jakarta, Indonesia. 2015. CDK-233/ vol. 42 no. 10.

Institute Ilmu Saraf NHS Greater Glasgow dan Clyde. 2015. Penilaian Kesadaran
menurut Skala Glasgow :Lakukanlah menurut cara ini. GCS at 40. Eyes Verbal
Motor.

Sumantri, S. 2009. Pendekatan Diagnostik dan Tatalaksana Penurunan Kesadaran.

Aditianingsih, D. 2013. Presentasi Kasus Indikasi Ventilasi Mekanik.Departemen


Anestesiologi dan Intensive Care. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Rupi’i. 2012. Cara Kerja Ventilator. Intensive Care Unit Rumah Sakit Panti
Wilasa. Volume 2 Nomor 1 Januari.

Berry A, Beattie K, Bennett J, Cushway S and Hassan A. Physical Activity and


Movement: a Guideline for Critically Ill Adults, Agency for Clinical Innovation
NSW Government, ISBN, 2014; 978-1-74187-976-6

Stiller K. Safety issues that should be considered when mobilizing critically ill
patients, Crit Care Clin, 2007; 23(1):35-53.

Schweickert W, Pohlman M, Pohlman A. Early physical and occupational therapy


in mechanically ventilated, critically ill patients: A randomised controlled trial,
Lancet, 2009; 373:1874-1882.

17
Storch E, & Kruszynski D. From rehabilitation to optimal function: Role of
clinical exercise therapy, Curr Opin Crit Care, 2008;14:451-455.

TAMBAHKAN YAAAA………………

18

Anda mungkin juga menyukai