Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam upaya untuk mengatasi/mengurangi masalah genangan air


hujan di berbagai kota di Indonesia, maka pemerintah Indonesia mempunyai
strategi dan program-program di bidang Cipta Karya, dimana salah satu
program tersebut adalah Sektor Drainase.

Fungsi ini berjalan dengan mengalirkan air lebih ke tujuan akhirnya


yaitu perairan bebas yang dapat berupa sungai danau maupun laut, ke
dalamnya air lebih ini dapat dialirkan. Ini merupakan fungsi utama
untuk mencegah menggenangnya air pada lahan perkotaan maupun di
dalam parit-parit (saluran-sa!uran) perkotaan.

Di tinjau dari ketersediaan prasarana drainase kota yang ada saat ini,
terdapat indikasi bahwa tingkat kebutuhan sudah jauh diatas tingkat
penyediaan, utamanya untuk kota-kota yang sedang pesat mengalami proses
pembangunan.

Sebab-sebab terjadinya banjir/genangan, pada dasarnya dapat dibagi


dua, yaitu akibat kondisi alam setempat misalnya curah hujan yang relatif
tinggi, kondisi topografi yang landai, dan adanya pengaruh pengempangan
(back water) dari sungai atau laut. Sedang yang termaksud akibat dari tingkah
laku manusia misalnya masih adanya kebiasaan membuang sampah ke dalam
saluran/sungai, hunian di bantaran sungai, dan adanya penyempitan
saluran/sungai akibat adanya suatu bangunan misalnya gorong-gorong atau
jembatan.

Selain dari itu masalah banjir/genangan dapat pula disebabkan oleh


karena belum tertatanya dengan baik sistim drainase yang diperlukan, atau
karena kurang terpeliharanya sistim drainase yang telah ada.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka yang menjadi permasalahan


dalam perencanaan drainase adalah sebagai berikut :

1. Debit yang melimpah sehingga untuk dimensi salurannya tidak dapat


menampung dan mengalirkan debit yang ada.

2. Perencanaan sistem drainase yang tidak menyeluruh pada setiap daerah.

3. Kurangnya pemeliharan pada sistem drainase.

1.3 Tujuan perencanaan drainase

Adapun tujuan dalan perencanaan drainase ini adalah :

1. Menganalisa data curah hujan dari stasiun wilayah yang direncanakan

2. Menghitung intensitas curah hujan .

3. Menghitung debit rencana.

4. Merancang dimensi saluran drainase.

5. Membuat gambar rencana .

1.4 Manfaat perencanaan drainase

Adapun manfaat dalam perencanaan drainase ini adalah :

1. Dapat mengetahuai curah hujan dari stasiun wilayah yang direncanakan

2. Dapat mengetahui intensitas curah hujan .

3. Dapat mengetahui debit rencana.

4. Dapat mengetahui dimensi saluran drainase.

5. Dapat membuat gambar rencana .


BAB II

KRITERIA PERENCANAAN

Dalam suatu pekerjaan untuk melaksanakan perencanaan yang mendetail


suatu proyek maka diperlukan suatu pedoman perencanaan untuk memudahkan
perencanaan pedoman tersebut biasa disebut dengan Kriteria Perencanaan .

Kriteria Perencanaan harus disesuaikan dengan keadaan lokasi proyek, agar


didapat hasil seperti yang diharapkan. Kriteria Perencanaan untuk proyek Drainase
Kota terdiri dari 5 (lima) pembahasan teknis utama yaitu :

1. Kriteria Penentuan/Pembagian Daerah Layanan (Sub. Catchment Area)

2. Kriteria Pengukuran Topografi

3. Kriteria Hidrologi

4. Kriteria Hidrolika saluran dan bangunan

5. Kriteria Struktur.

2.1. Kriteria Penentuan Pembagian Daerah Layanan


(Sub. Catchment Area)

Dalam menentukan luasan catchment area dari sebuah saluran yang


melayani suatu areal tertentu, perlu diperhatikan sistem drainase pada kota
tersebut secara keseluruhan. Mengingat masing-masing areal pelayanan dari
setiap saluran merupakan sebuah subsistem dari sistem drainase kota sebagai
suatu kesatuan. Penentuan besarnya catchment area sangat tergantung dari
beberapa faktor, antara lain::

a. Kondisi topografi daerah proyek.

b. Sarana/prasarana drainase yang sudah ada.

c. Sarana/prasarana jalan yang sudah ada dan akan dibangun.


d. Sarana/prasarana kota lainnya seperti jaringan listrik, air bersih, telepon,
dan lain-lain.

e. Ketersediaan lahan alur saluran.

2.2 Kriteria Pengukuran Topografi

Pengukuran topografi saluran adalah untuk mendapatkan situasi


memanjang dan melintang saluran serta situasi bangunan yang ada dan yang
akan direncanakan. Sebagai referensi untuk pelaksanaan pengukuran
topografi digunakan titik-titik tetap yang telah ada di kota yang bersangkutan.

Metode pengukuran yang dilakukan meliputi :

- Pengukuran Polygon/Perbaikan Peta

- Pengukuran Water Pass (Levelling)

- Cross Section

- Pemasangan Bench Mark (BM)

2.2.1 Pengukuran Polygon/Perbaikan Peta

Pengukuran ini pada base line yang dibuat disebelah saluran


(pada bahu jalan atau tanggul) melalui patok-patok dengan prosedur
sudut polygon diukur seri ganda (biasa/luar biasa) dengan
menggunakan Theodolith (To).

2.2.2 Pengukuran Water Pass / Levelling

Pengukuran water pass ini menggunakan alat ukur Automatic


Levelling seperti B2 Sokhisha dan Topcon. Pengukuran dilakukan
pada titik polygon dan diikat ke titik refrensi yang dipakai.
2.2.3 Cross Section

Cross Section dilakukan setiap interval maximum 100 meter


dengan metode stadia survey dimana titik cross jalur sudah dikontrol
elevasinya dengan alat Automatic Levelling.

2.2.4 Pemasangan Bench Mark (BM)

Pemasangan Bench Mark (BM) dilakukan pada tempat-tempat


yang aman dan diikat ke sistim koordinat yang ada. BM ini dibuat dari
kolom beton 20/20 cm dengan tinggi 1,00 m, dan bagian yang tertanam
dalam tanah + 70 cm yang pangkalnya dibuat kaki (pondasi telapak)
bersilang untuk pemberat dan stabilitas.

2.2.5 Titik Refrensi

Titik refrensi yang digunakan untuk pekerjaan Drainase adalah


titik tetap yang ada di dalam kota.

2.3 Kriteria Hidrologi

2.3.1 Data Curah Hujan

Data curah hujan yang diperlukan adalah data curah hujan


pengamatan periode jangka pendek, yakni dalam satuan menit. Data
yang dipergunakan diperoleh dari stasiun pengamatan curah hujan
otomatis yang digambarkan dalam bentuk grafik. Stasiun yang dipilih
adalah stasiun yang terletak di daerah perencanaan/observasi (Point
Rainfall) dan pada stasiun yang berdekatan dan masih memberi
pengaruh pada daerah perencanaan dengan syarat benar-benar dapat
mewakili kondisi curah hujan daerah tersebut.

Tahap awal yang perlu dilakukan dalam pemilihan data curah


hujan yang akan dipakai dalam analisa adalah meneliti kualitas data
curah hujan, yakni mengenai lokasi pengamatan, lama pengamatan
yang didapat di Andal adalah lebih besar dari 15 tahun. Semakin
banyak data dan lebih lama periode pengamatan akan lebih akurat
karena kemungkinan kesalahan/penyimpangan bisa diperkecil.

Apabila data curah hujan pengamatan jangka pendek tidak


didapatkan pada daerah perencannan, maka analisa Intensitas Curah
Hujan dapat dilakukan dengan menggunkan data curah hujan
pengamatan maksimum selama 24 jam.

2.3.2 Analisa Curah Hujan

2.3.2.1 Analisa Frekuensi

Analisa Frekuensi adalah analisa kejadian yang


diharapkan terjadi rata-rata sekali N tahun atau dengan kata
lain periode berulangnya sekian tahun. Metode analisa
frekuensi yang diterapkan pada perencanaan sistem drainase
sangat lah bervariasi, namun pada laporan ini ada 4 metode
pendekatan yang dilakukan yakni menggunakan metode
Normal, Log Normal, Log Pearson type III, dan Weduwen
dari Ir.J.P. Der Weduwen. Rumus umum untuk menghitung
analisa frekuensi adalah :

a) Normal

Xtr = x + k. Sd

∑𝑛
𝑖=1(𝑥𝑖 − x )
2
Sd =√
𝑛−1

Xtr = Besar aliran/curah hujan untuk periode ulang tr tahun

x = Curah hujan maksimum rata-rata selama pengamatan

xi = Curah hujan ke-i

n = Jumlah data

k = faktor frekuensi (didapat pada tabel nilai KT untuk


distribusi normal)
Tabel 2.1 : NILAI KT UNTUK DISTRIBUSI NORMAL

PUH PELUANG KT
1.0014 0.999 -3.05
1.005 0.995 -2.58
1.01 0.99 -2.33
1.05 0.95 -1.64
1.11 09 -1.28
1.25 08 -0.84
1.33 0.75 -0.67
1.43 0.7 -0.52
1.67 0.6 -0.25
2 0.5 0
2.5 0.4 0.25
3.33 0.3 0.52
4 0.25 0.67
5 0.2 0.84
10 0.1 1.28
20 0.05 1.64
50 0.02 2.05
100 0.01 2.33
200 0.005 2.58
500 0.002 2.88
1000 0.001 3.09

b) Log Normal

Log XT = Log ẍ + KT.Sx

∑𝑛
𝑖=1(𝐿𝑜𝑔 𝑥𝑖 −𝐿𝑜𝑔 x )
2
Sx = √
𝑛−1

Log XT = nilai Log dari besar aliran / curah hujan untuk


periode ulang tr tahun

Nilai KT pada metode Log Normal sama seperti pada


metode Normal (Lihat Tabel 2.1)

c) Log Pearson III

𝑛 ∑𝑛
𝑖=1(𝐿𝑜𝑔 𝑥𝑖 −log ẍ)
3
G = (𝑛−1)(𝑛−2)𝑆𝑥 3

Untuk perhitungan Log XT dan Sx pada Log Pearson III


sama.
G = Koefisien Kemencengan (Skewness)

Tabel 2.2 Tabel Faktor Frekuensi KT untuk distribusi Log


Pearso III (G atau Cs)

d) Weduwen
𝑅 𝑀𝑎𝑘𝑠 𝐼𝐼
RT = Mn 𝑀𝑃

RT = Curah Hujan dengan periode ulang n tahun

Mn = Koefisien perbandingan curah hujan dengan periode


ulang n
Mp = Koefisien perbandingan curah hujan dengan periode
ulang

R maks II = Curah hujan maksimum kedua

Tabel 2.3 Koefisien Mn dan Mp


N Mn
p Mp
0.238
0.262
0.291
0.336
1 0.41
2 0.49
3 0.541
4 0.579
5 0.602
10 0.705
15 0.766
20 0.811
25 0.845
30 0.875
40 0.915
50 0.948
60 0.975
70 1
80 1.02
90 1.03
100 1.05

2.3.2.2 Intensitas Curah Hujan

Intensitas curah hujan adalah curah hujan yang terjadi


pada satu satuan waktu. Intensitas Curah Hujan
diperhitungkan terhadap lamanya hujan (durasi) dan
frekuensinya atau dikenal dengan Lengkung Intensitas Durasi
Frekuensi (IDF Curve). Intensitas curah hujan diperlukan
untuk menentukan besar aliran permukaan (run off).

Pada Perhitungan intensitas curah hujan diperlukan


data curah hujan jangka pendek (5 – 60 menit), yang mana
data curah hujan jangka pendek ini hanya didapat dari data
pengamatan curah hujan otomatic dari kertas diagram yang
terdapat pada peralatan pencatatan.

Apabila data curah hujan yang tersedia hanya


merupakan data pencatatan curah hujan rata-rata maksimum
harian (R24) maka dapat digunakan rumus Bell.

Pi = (0,21 Ln T – 0,52) (0,54 t0,25 – 0,50) P60(T)

Pi = presipitasi/intensitas curah hujan t menit dengan


periode ulang T tahun

P60(T) = perkiraan curah hujan jangka waktu 60 menit


denganperiode ulang T tahun

Perhitungan intensitas curah hujan dengan data


pengamatan jangka pendek sesuai durasi dipakai rumus-rumus
sbb :

a. Formula Talbot

a
I
t b

dimana :

(it )(i 2 )  (i 2 t )(i)


a
N (i 2 )  (i)(i)

(i)(it )  ( N )(i 2 t )
b
N (i 2 )  (i)(i)

b. Formula Sherman

a
I
tn
dimana :

(log i)(log t ) 2  (log t log i )(log t )


log a 
N (log t ) 2  (log t )(log t )

(log i )(log t )  N (log t log i )


n
(log t ) 2  (log t )(log t )

c. Formula Ishiguro

a
I
t b

dimana :

(i t )(i 2 )  (i t )(i )
a
N (i 2 )  (i )(i )

(i )(i t )  N (i 2 t )
b
N (i 2 )  (i )(i )

I = Intensitas curah hujan (mm/menit)


t = lamanya curah hujan atau durasi
(menit)
i = presitas/intensitas curah hujan jangka
pendek t menit.
a,b.n = konstanta yang tergantung pada
lamanya curah hujan
N = Jumlah pengamatan

Seandainya data curah hujan pengamatan jangka


pendek tidak didapat pada daerah perencanaan, maka analisa
intensitas curah hujan dapat dilakukan dengan menggunakan
data curah hujan pengamatan maksimum selama 24 jam dan
selanjutnya dihitung dengan memakai formula Dr. Mononobe.

2/3
R24  24 
I  
24  t 

I = Intensitas curah hujan (mm/jam)

t = waktu hujan atau durasi (menit)

R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

2.3.3 Hubungan Antara Intensitas, Durasi dan frekuensi

Data dasar yang dipakai untuk menurunkan hubungan antara


intensitas, durasi, dan frekuensi hujan adalah data rekaman curah hujan
dengan hasil akhir disajikan dalam bentuk tabel dan kurva. Data
tersebut sangat dipengaruhi oleh letak serta kerapatan stasiun curah
hujan, ketepatan mengukur dan lamanya/panjang pengamatan.

Cara Analisa Seri Waktu

Cara ini dapat dilakukan apabila semua data lengkap, pertama


setiap durasi hujan tertentu dengan intensitas maksimum tahunannya
dicatat dan ditabulasikan, satu data mewakili satu tahun. Disusun
secara berurut dan dihitung analisa frekuensinya, susun durasi hujan
menurut frekuensi.

Turunkan intensitas curah hujan (mm/jam) kemudian diplot


dalam salib sumbu dengan durasi sebagai axis dan intensitas sebagai
sebagai koordinat .
2.3.4 Periode Ulang

Periode ulang ditetapkan berdasarkan kebutuhan drainase pada


suatu daerah sesuai Catchment Area seperti pada tabel di bawah ini

Tabel 2.4 Periode Ulang


CATCHMENT AREA (Ha)
JENIS KOTA
10 10 - 100 100 – 500 > 500

Metropolitan 1–2 2– 5 5 – 10 10 – 25

Kota Besar 1–2 2– 5 2- 5 5 – 15

Kota Sedang 1–2 2- 5 2- 5 10

Kota Kecil 1–2 1–2 1–2 2– 5

Kota Sangat 1 1 -
Kecil

Sumber : Urban Drainage Guidelines and Design Standards

Pada tahun 1993 Ujung Pandang masuk kategori kota


metropolitan dengan jumlah penduduk kurang lebih 1 juta jiwa .
Namun dalam perhitungan desain masih dianggap kota besar. Karena
keterbatasan dana dan lahan serta sistem pengaliran yang ada adalah
gravitasi .

2.3.5 Metode Analisa Curah Hujan

Metode yang digunakan di dalam menganalisa curah hujan


adalah metode Normal. metode Log Normal, metode Log pearson
type III dan metode Weduwen di mana hasil perhitungan yang
maksimal dari keempat metode tersebut pada tiap-tiap stasiun
merupkan curah hujan daerah perencanaan, yang akan digunakan
untuk perhitungan selanjutnya.
2.3.5.1 Metode Normal

Rumus

Xtr = x + k. Sd

∑𝑛
𝑖=1(𝑥𝑖 − x )
2
Sd =√
𝑛−1

dimana :

Xt = Besaran yang diharapkan terjadi dalam t tahun

X = Harga pengamatan rata-rata

K = Faktor frekuensi (pada metode normal terdapat pada tabel


gauss)

xi = data pada tahun ke-i

n = Jumlah data

Sd = Standart deviasi

2.3.5.2 Metode Log Normal

Rumus : Log XT = Log ẍ + KT.Sx

∑𝑛
𝑖=1(𝐿𝑜𝑔 𝑥𝑖 −𝐿𝑜𝑔 x )
2
Sx = √
𝑛−1

dimana :

Log Xt = Besaran yang diharapkan terjadi dalam t tahun


(dalam Log)

Log X = Harga pengamatan rata-rata (dalam Log)

KT = Faktor frekuensi (pada metode normal dan Log


Normal terdapat pada tabel gauss)

Log xi = data pada tahun ke-I (dalam Log)


n = Jumlah data

Sd = Standart deviasi

2.3.5.3 Metode Log Perason type III

Rumus :

Log XT = Log ẍ + KT.Sx

∑𝑛
𝑖=1(𝐿𝑜𝑔 𝑥𝑖 −𝐿𝑜𝑔 x )
2
Sx = √
𝑛−1

𝑛 ∑𝑛
𝑖=1(𝐿𝑜𝑔 𝑥𝑖 −log ẍ)
3
G = (𝑛−1)(𝑛−2)𝑆𝑥 3

dimana :

Log Xt = Besaran yang diharapkan terjadi dalam t tahun


(dalam Log)

Log X = Harga pengamatan rata-rata (dalam Log)

KT = Faktor frekuensi (pada metode normal dan Log


Normal terdapat pada tabel gauss)

Log xi = data pada tahun ke-I (dalam Log)

n = Jumlah data

Sx = Standart deviasi

G = Gradien atau kemiringan Skewness (Untuk


mencari nilai Koefisien)

2.3.5.4 Metode “Weduwen”

Rumus :
Rmaks II
Rn = Mn.
Mp

dimana:

Rn = Curah hujan dengan periode ulang n tahun

Mn = Koefisien perbandingan curah hujan dengan periode


ulang n

Mp = Koefisien perbandingan curah hujan dengan periode


ulang

R maks II = Curah hujan maksimum kedua

2.3.6. Debit Aliran

2.3.6.1 Debit Puncak

Untuk menghitung debit puncak rencana digunakan


Rasional Method (RM) dimana data hidrologi memberikan
kurva intensitas durasi frekuensi (IDF) yang seragam dengan
debit puncak dari curah hujan rata-rata sesuai waktu
konsentrasi. Untuk jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.3.5.1.

Debit puncak dapat diformulasikan sebagai berkut:

Qhujan = 0,278 . C. I A

Qlimbah = Pa.Qb.Kp.A

Q = Qhujan + Qlimbah

Dimana :

Q = Debit puncak rencana (m3/detik)

Qlimbah = debit limbah dari area yang ditinjau (mm/jam)


Qhujan = Debit yang terjadi karena hujan (mm/jam)

I = Intensitas (mm/jam) diperoleh dari IDF curve

berdasarkan waktu konsentasi.

A = Luas catchment area (km2)

Pa = Persentase air limbah (%)

Qb = tinggi pemakaian air berih (Lt/org/hari)

Kp = Tingkat Kepadatan Penduduk (org/ha)

2.3.6.2. Koefisien Pengaliran (Run Off Coeficient)

Pada saat terjadi hujan pada umumnya sebagian air


hujan akan menjadi limpasan dan sebagian mengalami
infiltrasi dan evaporasi. Bagian hujan yang mengalir diatas
permukaan tanah dan saat sesudahnya merupakan
limpasan/pengaliran . Besarnya koefisien pengaliran untuk
daerah perencanaan disesuaikan dengan karakteristik daerah
pengaliran yang dipengaruhi oleh tata guna lahan (Land Use)
yang terdapat dalam wilayah pengaliran tersebut. Besarnya
koefisien pengaliran dapat dilihat pada tabel 2.5
Tabel 2.5 : Besarnya Koefisien Pengaliran

Kondisi Koefisien Karakteristik Koefisien

Pusat Perdagangan 0,70 - 0,95 Permukaan Aspal 0,70 – 0,95

Lingkungan Sekitar 0,50 – 0,70 Permukaan Beton 0,80 – 0,95

Rumah-Rumah 0,30 – 0,50 Permukaan Batu Buatan 0,70 – 0,85


Tinggal
0,40 – 0,60 Permukaan Kerikil 0,15 – 0,35
Kompleks Perumahan
0,25 – 0,40 Alur Setapak 0,10 – 0,85
Daerah Pinggiran
0,50 – 0,70 Atap 0,75 – 0,95
Apartemen
0,50 – 0,80 Lahan Tanah Berpasir 0,05 – 0,10
Industri Berkembang
0,60 – 0,90 Kemiringan 2 % 0,10 – 0,15
Industri Besar
0,10 – 0,25 Kemiringan 2 s/d 7 % 0,15 – 0,20
Taman Pekuburan
0,10 – 0,25 Bertrap 7 % 0,13 – 0,17
Taman Bermain
0,25 – 0,40 Lahan tanah keras kemiringan 0,18 – 0,22
Lapangan dan Rel
Kereta 2%

0,10 – 0,30 Kemiringan rata-rata 2 s/d 7 % 0,25 – 0,35

Daerah Belum Berturap 7 %


berkembang

Sumber : Urban Drainage Guidelines and Design Standards

2.3.6.3 Waktu Konsentrasi (tc)

Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh


air untuk mengalir dari titik terjauh dari catchment menuju
suatu titik tujuan . Besar waktu konsentrasi dihitung dengan
rumus:

tc = to + td (menit)
Dimana :

to = waktu pengaliran air pada permukaan tanah dapat


dianalisa dengan gambar.

td = waktu pangaliran pada saluran, besarnya dapat


dianalisa dengan rumus:

1
td = 𝑥 L1/V
3600

Dimana:

L1 = jarak aliran dari tempat masuknya air sampai ke tempat


yang dituju (m)

V = Kecepatan aliran ( m/dtk)

𝐿𝑜 0.77
t0 = 0.0195 x ( )
√𝑆0

dimana :

Lo = Jarak aliran terjauh diatas tanah hingga saluran terdekat


(m)

S0 = Kemiringan permukaan tanah yang dilalui aliran


diatasnya

𝑇𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 2−𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 1


S1 = 𝐿1

Dimana :

Tc = Waktu pengumpulan total (waktu konsentrasi)

Td = Waktu pengaliran pada saluran sampai titik yang

Ditinjau
2.4 Kriteria Hidrolika Saluran dan Bangunan

2.4.1 Hidrolika Saluran

2.4.1.1 Koeffisien kekasaran Manning

Besarnya koeffisien kekasaran Manning (n) diambil :

- Pasangan batu kali/gunung tidak diplester 0,20

- Pasangan batu kali/gunung diplester 0,018

- Tanah 0,025

2.4.1.2 Kecepatan Dalam Saluran

Kecepatan aliran dalam saluran direncanakan


sedemikian rupa, sehingga tidak menimbulkan erosi pada
dasar dan dinding saluran serta tidak terjadi penumpukan
sedemikian/kotoran di hulu saluran.

Kecepatan aliran yang diizinkan dalam saluran diambil :

- Kecepatan Maksimum = 3,0 m/det pakai lining

- Kecepatan Maksimum = 1,6 m/det tanpa lining

- Kecepatan Minimum = 0,3 m/det pakai lining

- Kecepatan Minimum = 0.6 m/det tanpa lining

2.4.1.4 Kemiringan Talud

Besarnya kemiringan talud disesuaikan dengan ruang


yang tersedia ( lebar tanah) dan juga kestabilan tanahnya.
Untuk kemiringan Talud direncanakan 0,33 – 0,25 untuk
saluran lining (pasangan) dan 1,00 – 0,33 untuk saluran tanah.
Untuk kondisi-kondisi tertentu talud tegak dapat diterapkan.
2.4.1.5 Bentuk Saluran

Tipikal saluran yang digunakan dalam merencanakan


saluran drainase adalah trapesium, seperti terlihat pada
gambar.

Gambar 2.1

Perhitungan dimensi saluran ekonomis dalam perencanaan


dimensi saluran.

2
B = ℎ
√3

3
A = ℎ2
√3

6
P = ℎ
√3

R = h/2

4
T = ℎ
√3

W = 30% h

B = Lebar Puncak Saluran (m)

A = Luas Penampang saluran (𝑚2 )

h = tinggi aliran saluran (m)

P = Keliling tampang basah (m)

T = Lebar muka air (m)


W = Tinggi jagaan (m)

R = Jari – jari hidrolik (m)

2.4.1.6 Tanggul Inspeksi

Apabila pada suatu daerah tertentu rencana saluran


berada terlalu rendah, maka tanggul harus dibuat dengan
timbunan dan klasifikasi sbb :

Jenis Saluran Lebar Tanggul

Saluran primer  2,00 m

Saluran Sekunder 1,00 – 1,50 m

Saluran tersier < 1,00 m

2.4.1.7 Bentuk dan Dimensi Gorong – Gorong

Tipikal saluran yang digunakan dalam merencanakan


saluran gorong-gorong adalah segiempat. Perhitungan dimensi
gorong – gorong adalah sebagai berikut.

𝑄
A =𝑉

𝑏
h = 2
3√3

P = b + 2h

W = 30% h

R =2

ℇ 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 𝑥 (𝑉𝑠𝑎𝑙−𝑉𝑔𝑜𝑟𝑜𝑛𝑔)2
hf1 =
2 𝑥 9.81

(𝑉𝑔𝑜𝑟𝑜𝑛𝑔)2 𝑥 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑗𝑎𝑙𝑎𝑛


hf2 = 𝑘 2 𝑥 𝑅1,333
ℇ 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑥 (𝑉𝑔𝑜𝑟𝑜𝑛𝑔−𝑉𝑠𝑎𝑙)2
hf3 = 2 𝑥 9.81

hftotal = hf1+ hf2 + hf3

A = Luas Penampang Gorong-gorong (m2)

h = Tinggi aliran saluran (m)

P = Keliling penampang basah (m)

W = Tinggi Jagaan (m)

R = Jari – jari Hidrolis (m)

hf1 = Kehilangan energy pada saat aliran masuk ke gorong-


gorong

hf2 = kehilangan energy pada saat digorong-gorong

hf3 = kehilangan energy pada saat aliran keluar dari gorong-


gorong

hf total = kehilangan energy total dari aliran.


BAB III
METEDOLOGI PERENCANAAN DRAINASE

3.1 Gambaran umum Lokasi

Lokasi perencanaan drainase dalam tugas besar drainase perkotaan terletak


di provinsi Sulawesi Tenggara.

(Untuk gambar perencanaan Drainase Perkotaan dapat dilihat pada lampiran


gambar 1)

3.2 Waktu Pengerjaan laporan

Waktu dalam pengerjaan laporan mulai bulan Maret 2018 sampai dengan bulan
Juli 2018 yang termaksud didalamnya pengambilan soal tugas besar..

3.3 Tahapan pengerjaan Laporan Drainase

Dalam tahapan pengerjaan laporan drainase meliputi sebagai berikut :

1. perhitungan data curah hujan yang hilang, yaitu untuk dapat mengetahui
data hujan yang hilang pada waktu tertentu.
2. Perhitungan uji konsistensi dilakukan untuk mengetahui konsistensi data
pada daerah tersebut.
3. Perhitungan curah hujan area, yaitu dengan menggunakan metode
aritmatika dengan membandingkan tiga stasiun yang ada sehingga didapat
curah hujan area.
4. Perhitungan curah hujan rencana dengan periode ulang (T) = 2, 5, 10, 15,
20, 25 dan 50 tahun, yaitu dengan menggunakan beberapa metode yaitu
pengukuran disperse normal, log normal, Log person type III
5. Analisis probabilitas yaitu dengan mengurutkan data terbesar hingga
terkecil, penggambaran posisi (ploting position), memakai distribusi
normal,log normal, log person type III.
6. Analisis frekuensi distribusi curah hujan rencana, yaitu memakai analisi
distribusi normal,distribusi log normal,distribusi log person type III.
7. Melakukan uji kesesuain dengan metode chi kuadrat dan metode
smirnov-kotmogorof (secara analitis) dengan memakai distribusi
normal,distribusi log person type III, dan distribusi log normal.
8. Perhitungan intensitas curah hujan, dengan menggunakan rumus
DR.Mononobe, dengan priode ulang 2 Tahun, 5 Tahun, 10 Tahun, 15
Tahun, 20 Tahun, 25 Tahun dan 50 Tahun.
9. Perhitungan debit rencana saluran
10. Perhitungan dimensi saluran.
11. Merencanakan rencana anggaran biaya (RAB)
12. Membuat gambar rencana saluran berdasarkan data yang didapatkan dari
perhitungan sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai