TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Helminthiasis
Nematoda mempunyai jumlah spesies terbanyak di antara cacing-cacing
yang hidup sebagai parasit. Cacing tersebut berbeda-beda dalam habitat,daur
hidup dan hubungan hospes-parasit. Manusia merupakan hospes beberapa
nematoda usus. Di antara nematoda usus terdapat sejumlah spesies yang
ditularkan melalui tanah disebut Soil Transmitted Helminths. Cacing yang
terpenting bagi manusia adalah Ascaris lumbricoides, Necator americanus,
Ancylostoma duodenale, Trichiuris trichiura, Strongiloides stercoralis
(Abidin,A.,Margono,S.,Supali,T.,2008)
Infeksi Soil-Transmitted Helminths ditemukan tersering di daerah iklim
hangat dan lembab yang memiliki sanitasi dan hygiene buruk. Soil-Transmitted
Helminths hidup di usus dan telurnya akan keluar melalui tinja hospes. Jika
hospes defekasi di luar (taman, lapangan) atau jika tinja mengandung telur
dubuahi maka telur tersebut akan tersimpan dalam tanah. Telur menjadi infeksius
jika telur matang.(CDC,2008)
Sumber : http://www.cdc.gov/parasites/ascariasis/index.html
Gambar 2.1.cacing dan telur ascaris
Bentuk infektif ini bila tertelan manusia, akan menetas menjadi larva di
usus halus, larva tersebut menembus dinding usus menuju pembuluh darah atau
saluran limfa dan di alirkan ke jantung lalu mengikuti aliran darah ke paru-paru
menembus dinding pembuluh darah, lalu melalui dinding alveolus masuk rongga
alveolus, kemudian naik ke trachea melalui bronchiolus dan bronchus. Dari
trachea larva menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan batuk,
kemudian tertelan masuk ke dalam esofagus lalu menuju ke usus halus, tumbuh
menjadi cacing dewasa. Proses tersebut memerlukan waktu kurang lebih 2 bulan
sejak tertelan sampai menjadi cacing dewasa
(Abidin,A.,Margono,S.,Supali,T.,2008).
2.1.1.2 Patofisiologi
Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa
dan larva. Gangguan karena larva biasanya terjadi saat berada di paru. Pada orang
yang rentan terjadi perdarahan kecil di dinding alveolus dan timbul gangguan
pada paru disertai batuk, demam dan eosinofilia. Pada foto thoraks tampak
infiltrat yang menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaan ini disebut Sindroma
Loeffler. Akumulasi sel darah putih dan epitel yang mati membuat sumbatan
menyebabkan Ascaris pneumonitis (Abidin,A.,Margono,S.,Supali,T.,2008).
Menurut Effendy yang dikutip Surat Keputusan Menteri Kesehatan (2006)
disamping itu gangguan dapat disebabkan oleh larva yang masuk ke paru-paru
sehingga dapat menyebabkan perdarahan pada dinding alveolus yang disebut
Sindroma loeffler. Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa biasanya
ringan. Kadang-kadang penderita mengalami gangguan usus ringan seperti mual,
nafsu makan berkurang, diare dan konstipasi. Pada infeksi berat, terutama pada
anak-anak dapat terjadi gangguan penyerapan makanan (Malabsorbtion). Keadaan
2.1.1.4 Epidemiologi
Telur cacing gelang keluar bersama tinja pada tempat yang lembab dan
tidak terkena sinar matahari, telur tersebut tumbuh menjadi infektif. Infeksi cacing
gelang terjadi bila telur yang infektif masuk melalui mulut bersama makanan atau
minuman dan dapat pula melalui tangan yang kotor (tercemar tanah dengan telur
cacing) (Surat Keputusan Menteri Kesehatan No: 424/MENKES/SK/VI/, 2006).
2.1.2.2 Patofisiologi
Bila banyak filaform sekaligus menembus kulit, maka terjadi ground itch.
Perubahan pada paru biasanya ringan. Tiap cacing N.americanus menyebabkan
kehilangan darah sebanyak 0,005-0,1 cc sehari, sedangkan A.duodenale 0,08-0,34
cc. Pada infeksi kronik atau infeksi berat terjadi anemia hipokrom mikrositer.
Cacing tambang biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi daya tahan
berkurang dan kognitif menurun (Abidin,A.,Margono,S.,Supali,T.,2008).
Tetapi kekurangan darah (anemia) ini biasanya tidak dianggap sebagai
cacingan karena kekurangan darah bisa terjadi oleh banyak sebab (Surat
Keputusan Menteri Kesehatan No: 424/MENKES/SK/VI/, 2006).
2.1.2.4 Epidemiologi
Kejadian penyakit (Incidens) ini di Indonesia sering ditemukan pada
penduduk yang bertempat tinggal di pegunungan, terutama di daerah pedesaan,
khususnya di perkebunan. Sering kali pekerja perkebunan yang langsung
berhubungan dengan tanah mendapat infeksi lebih dari 70%.
Kebiasaan buang air besar di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk
kebun sangat penting dalam penyebaran infeksi penyakit ini. Tanah yang baik
untuk pertumbuhan larva adalah tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu
optimum 32˚C-38˚C. Untuk menghindari infeksi dapat dicegah dengan memakai
sandal atau sepatu bila keluar rumah (Abidin,A.,Margono,S.,Supali,T.,2008).
2.1.3.2 Patofisiologi
Cacing cambuk pada manusia terutama hidup di sekum dapat juga
ditemukan di dalam kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada anak
cacing ini tersebar diseluruh kolon dan rektum, kadang-kadang terlihat pada
mukosa rektum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita sewaktu
defekasi. Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus hingga terjadi
trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat
pelekatannya dapat menimbulkan perdarahan. Disamping itu cacing ini menghisap
darah hospesnya sehingga dapat menyebabkan anemia (Surat Keputusan Menteri
Kesehatan No: 424/MENKES/SK/VI/, 2006).
2.1.3.4 Epidemiologi
Yang penting untuk penyebaran penyakit adalah kontaminasi tanah dengan
tinja. Telur tumbuh di tanah liat, tempat lembab, dan teduh dengan suhu optimum
kira 30˚C. Di berbagai negeri pemakaian tinja sebagai pupuk kebun merupakan
sumber infeksi. Frekuensi di Indonesia masih sangat tinggi. Dibeberapa daerah
pedesaan di Indonesia frekuensinya berkisar antara 30-90 %. Di daerah yang
sangat endemik infeksi dapat dicegah dengan pengobatan penderita trikuriasis,
pembuatan jamban yang baik dan pendidikan tentang sanitasi dan kebersihan
perorangan, terutama anak. Mencuci tangan sebelum makan, mencuci dengan baik
sayuran yang dimakan mentah adalah penting apalagi di negera-negera yang
memakai tinja sebagai pupuk (Abidin,A.,Margono,S.,Supali,T.,2008).
2.1.4.2 Patofisiologi
Bila larva dalam jumlah besar menembus kulit, timbul kelainan kulit yang
dinamakan creeping eruption yang sering disertai dengan gatal hebat. Cacing
dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa usus halus. Ditemukan eosinofilia
meskipun dapa juga dalam kondisi normal
(Abidin,A.,Margono,S.,Supali,T.,2008).
2.1.3.4 Epidemiologi
Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva ialah tanah gembur, berpasir
dan humus. Frekuensi di Jakarta pada tahun 1956 sekitar 10-15%, sekarang jarang
ditemukan. Daerah yang panas, kelembaban tinggi dan sanitasi kurang, sangat
menguntungkan cacing ini (Abidin,A.,Margono,S.,Supali,T.,2008).
Sumber :
http://www.cdc.gov/healthyweight/assessing/bmi/childrens_bmi/tool_for_schools.
html
Gambar 2.6.BMI pada anak laki-laki