Anda di halaman 1dari 27

KATA PENGANTAR

Pertama-tama saya panjatkan Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

karena berkat Rahmat-Nyalah makalah ini dapat terselesaikan. Tujuan penulisan makalah ini

adalah untuk menyelesaikan tugas Aspek Hukum tentang “Hukum Perlindungan Konsumen”

,Selain itu juga untuk meningkatkan pemahaman saya mengenai materi .

Dengan membaca makalah ini penulis berharap dapat membantu teman-teman serta

pembaca agar dapat memahami materi ini dan dapat meningkatkan wawasan pembaca.

Walaupun penulis telah berusaha sesuai kemampuan penulis, namun penulis yakin bahwa

manusia itu tak ada yang sempurna. Seandainya dalam penulisan makalah ini ada yang

kurang, maka itulah bagian dari kelemahan penulis. Mudah-mudahan melalui kelemahan

itulah kita dapat belajar melakukan yang lebih baik lagi.

Pada kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penyusunan makalah ini dan kepada pembaca yang telah meluangkan

waktunya untuk membaca makalah ini. Untuk itu saya selalu menantikan kritik dan saran

yang membangun dari pembaca demi perbaikan penyusunan makalah ini.

Pematangsiantar, 10 November 2017

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………… 1

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………2

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………… 3

 Latar Belakang ………………………………………………………………………4

 Rumusan Masalah ……………………………………………………………………5

 Tujuan ………………………………………………………………………………6

BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………………………7

 Pengertian Konsumen

 Dasar Hukum Perlindungan Konsumen

 Contoh Pelanggaran Terhadap Perlindungan Konsumen

 Yang Dimaksud Perlindungan Konsumen

 Peranan Lembaga Hukum Terhadap Perlindungan Konsumen

 Sanksi yang Diakibatkan Pelanggaran Hukum Terkait Perlindungan Konsumen

 Asas Dan Tujuan Perlindungan Konsumen

 Prinsip- Prinsip Hukum Perlindungan Konsumen

 Hak Dan Kewajiban Konsumen

 Hak Dan Kewajiban Produsen terhadap Konsumen

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………26

3.1 Kesimpulan ………………………………………………………………………………26

3.2 Saran …………………………………………………………………………………….27


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia saat ini perlindungan konsumen mendapat perhatian yang cukup baik karena

menyangkut aturan untuk menciptakan kesejahteraan. Dengan adanya keseimbangan antara

pelaku usaha dan konsumen dapatmenciptakan rakyat yang sejahtera dan makmur. Negeri-

negeri yang sekarang ini disebut negara-negara maju telah menempuh pembangunannya

melalui tiga tingkat unifikasi, industrialisasi, dan negara kesejahteraan. Pada tingkat yang

pertama yang menjadi masalah berat adalah bagaimana mencapai integritas politik untuk

menciptakan persatuan dan kesatuan nasional. Tingkat kedua perjuangan untuk pembangunan

ekonomi dan modernisasi politik. Akhirya pada tingkat ketiga tugas negara yang utama

adalah melindungi rakyat dari sisi negatif industrialisasi, membetulkan kesalahan-kesalahan

pada tahap sebelumnya dengan menekankan kesejahteraan masyarakat.

Masalah perlindungan konsumen semakin gencar dibicarakan. Permasalahan ini tidak akan

pernah habis dan akan selalu menjadi bahan perbincangan di masyarakat. Selama masih

banyak konsumen yang dirugikan, masalahnya tidak akan pernah tuntas. Oleh karena itu,

masalah perlindungan konsumen perlu diperhatikan. Hak konsumen yang diabaikan oleh

pelaku usaha perlu dicermati secara seksama. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas

saat ini, banyak bermunculan berbagai macam produk barang/pelayanan jasa yang

dipasarkankepada konsumen di tanah air, baik melalui promosi, iklan, maupun penawaran

barang secara langsung.


Jika tidak berhati-hati dalam memilih produk barang/jasa yang diinginkan, konsumen hanya

akan menjadi objek eksploitas dari pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab. Tanpa

disadari, konsumen menerima begitu saja barang/jasa yang dikonsumsinya. Permasalahan

yang dihadapi konsumen tidak hanya sekedar bagaimana memilih barang, tetapi jauh lebih

kompleks dari itu yang menyangkut pada kesadaran semua pihak, baik pengusaha,

pemerintah maupun konsumen itu sendiri tentang pentingnya perlindungan konsumen.

Pengusaha menyadari bahwa mereka harus menghargai hak-hak konsumen, memproduksi

barang dan jasa yang berkualitas, aman untuk digunakan atau dikonsumsi, mengikuti standar

yang berlaku, dengan harga yang sesuai. Pemerintah menyadari bahwa diperlukan undang-

undang serta peraturan-peraturan disegala sektor yang berkaitan dengan berpindahnya barang

dan jasa dari pengusaha ke konsumen. Pemerintah juga bertugas untuk mengawasi

berjalannya peraturan serta undang-undang tersebut dengan baik.

Tujuan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan konsumen yang

direncanakan adalah untuk meningakatkan martabat dan kesadaran konsumen, dan secara

tidak langsung mendorong pelaku usaha dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya dengan

penuh rasa tanggung jawab. Yang perlu disadari oleh konsumen adalah mereka mempunyai

hak yang dilindungi oleh undang-undang perlindungan konsumen sehingga dapat melakukan

sasial kontrol terhadap perbuatan dan perilaku pengusaha dan pemerintah. Dengan lahirnya

undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen diharapkan upaya

perlindungan konsumen di indonesia dapat lebih diperhatikan.

Pada penulisan makalah ini kita akan membahas mengenai bagaimana perlindungan terhadap

konsumen serta apa saja hak dan kewajiban konsumen. Dalam makalah ini kami juga akan

menjelaskan tentang prinsip ,asas-asas dan tujuan perlindungan konsumen yang mungkin

akan berguna bagi pembaca khususnya mahasiswa/I dimasa yang akan datang.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan konsumen ?

2. Bagaimana dasar hukum perlindungan konsumen ?

3. Apa yang dimaksud Perlindungan Konsumen?

4. Apa Saja Asas Dan Tujuan Perlindungan Konsumen?

5. Prinsip- Prinsip Hukum Perlindungan Konsumen

6. Apa hak dan kewajiban konsumen ?

7. Apa Hak Dan Kewajiban Produsen terhadap Konsumen?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan konsumen

2. Untuk mengetahui dasar-dasar hukum perlindungan konsumen

3. Untuk Mengetahui Maksud dari Perlindungan Konsumen

4. Untuk mengetahui azas dan tujuan dari perlindungan konsumen

5. Mengetahui Prinsip-Prinsip Hukum Perlindungan Konsumen

6. Untuk mengetahui apa hak dan kewajiban dari konsumen

7. Hak Dan Kewajiban Produsen terhadap Konsumen


BAB ll

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian konsumen

Konsumen secara harfiah memiliki arti, orang atau perusahaan yang membeli barang tertentu

atau menggunakan jasa tertentu, atau sesuatu atau sese orang yangmenggunakan suatu

persediaan atau sejumlah barang. Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen mendefinisikan konsumen sebagai setiap orang pemakai barang dan

atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi Kepentingan diri sendiri, keluarga, orang

lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Berdasarkan dari

pengertian tersebut, yang dimaksud konsumen orang yang berststus sebagai pemakai barang

dan jasa.

Pengertian Konsumen Menurut UU Perlindungan Konsumen sesungguhnya dapat terbagi

dalam tiga bagian, terdiri atas:

1. Konsumen dalam arti umum, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang

dan/atau jasa untuk tujuan tertentu.

2. Konsumen antara, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa

untuk diproduksi (produsen) menjadi barang /jasa lain atau untuk

memperdagangkannya (distributor), dengan tujuan komersial. Konsumen antara ini

sama dengan pelaku usaha; dan

3. Konsumen akhir, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa

konsumen untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangganya

dan tidak untuk diperdagangkan kembali.


Sedangkan pengertian Konsumen Menurut pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK, “Konsumen

adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi

kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup

lain.dan.tidak.untuk.diperdagangkan.” Jadi, Konsumen ialah orang yang memakai barang

atau jasa guna untuk memenuhi keperluan dan kebutuhannya. Dalam ilmu ekonomi dapat

dikelompokkan pada golongan besar suatu rumah tangga yaitu golongan Rumah Tangga

Konsumsi (RTK), dan golongan Rumah Tangga Produksi (RTP).

2.2 Contoh Kasus Perlindungan Konsumen

“Bedah Kasus Konsumen Fidusia”

Pengaduan konsumen tentang pembayaran angsuran motor melalui jaminan fidusia masih

marak terjadi hingga kini. Adanya kebutuhan konsumen dan stimulus kemudahan dari sales

perusahaan penjual motor menjadikan proses jual-beli lebih mudah, bahkan bagi seorang

tukang becak sekalipun yang pendapatan hariannya relatif rendah. Permasalahan mulai

timbul ketikakonsumen tidak mampu membayar kredit motor, yang membuat erusahaan

mencabut hak penguasaan kendaraan secara langsung.

Pada umumnya praktek penjualan motor dilakukan sales dengan iming-iming

kemudahan memperoleh dana untuk pembayaran dengan jaminan fidusia, dimana

persyaratannya sederhana, cepat, dan mudah sehingga konsumen kadang tidak

pemperhitungkan kekuatan finansialnya. Sementara klausula baku yang telah ditetapkan

pelaku usaha diduga terdapat informasi terselubung yang dapat merugikan konsumen. Untuk

itu, mari kita cermati bedah kasus fidusia di bawah ini:

Kasus Posisi

LAS yang berprofesi sebagai tukang becak, membeli kendaraan sepeda motor Kawasaki

hitam, selanjutnya NO meminjamkan identitasnya untuk kepentingan LAS dalam

mengajukan pinjaman pembayaran motor tersebut dengan jaminan fidusia kepada PT. AF.
Hal ini bisa terjadi karena fasilitasi yang diberikan oleh NA, sales perusahaan motor tersebut.

Kemudian konsumen telah membayar uang muka sebesar Rp. 2.000.000,- kepada PT. AF dan

telah mengangsur sebanyak 6 kali (per angsuran sebesar Rp. 408.000,-). Namun ternyata pada

cicilan ke tujuh, konsumen terlambat melakukan angsuran, akibatnya terjadi upaya penarikan

sepeda motor dari PT. AF.

Merasa dirugikan, konsumen mengadukan masalahnya ke Lembaga Perlindungan Konsumen

Swadaya Masyarakat (LPKSM)Bojonegoro. Kemudian karena tidak mampu melakukan

Pembayaran, maka LAS menitipkan obyek sengketa kepada LPKSM disertai berita acara

penyerahan.Akibatnya LAS/NO dilaporkan oleh PT. AF dengan dakwaan melakukan

penggelapan dan Ketua LPKSM didakwa telah melakukan penadahan.

2.3 Dasar Hukum Perlindungan Konsumen

Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki dasar hukum yang telah

ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya dasar hukum yang pasti, perlindungan terhadap

hak-hak konsumen bisa dilakukan dengan penuh optimisme. Hukum Perlindungan Konsumen

merupakan cabang dari Hukum Ekonomi. Alasannya, permasalahan yang diatur dalam

hukum konsumen berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan barang / jasa. Pada tanggal 30

Maret 1999, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati Rancangan Undang-

Undang (RUU) tentang perlindungan konsumen untuk disahkan oleh pemerintah setelah

selama 20 tahun diperjuangkan. RUU ini sendiri baru disahkan oleh pemerintah pada tanggal

20 april 1999.

Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan

perlindungan adalah:
 Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1),

Pasal 27 , dan Pasal 33.

 Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran

Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik

Indonesia No. 3821

 Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.

 Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian

Sengketa

 Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan

Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen

 Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang

Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag

Prop/Kab/Kota

 Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795

/DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen

Dengan diundang-undangkannya masalah perlindungan konsumen, dimungkinkan

dilakukannya pembuktian terbalik jika terjadi sengketa antara konsumen dan pelaku usaha.

Konsumen yang merasa haknya dilanggar bisa mengadukan dan memproses perkaranya

secara hukum di badan penyelesaian sengketa konsumen (BPSK).

Dasar hukum tersebut bisa menjadi landasan hukum yang sah dalam soal pengaturan

perlindungan konsumen. Di samping UU Perlindungan Konsumen, masih terdapat sejumlah

perangkat hukum lain yang bisa dijadikan sebagai sumber atau dasar hukum sebagai berikut :

 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli


 tang Badan Perlindungan Konsumen Nasional.

 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli

2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen.

 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli

2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.

 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001

tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pemerintah Kota

Medan, Kota Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota

Semarang, Kota Yogyakarta Kota Surabaya, Kota Malang, dan Kota Makassar.

 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor

302/MPP/KEP/10/2001 tentang Pendaftaran Lembaga Perlindungan Konsumen

Swadaya Masyarakat.

 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor

605/MPP/KEP/8/2002 tentang Pengangkatan Anggota Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen Pada Pemerintah Kota Makassar, Kota Palembang, Kota Surabaya, Kota

Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, dan Kota Medan.

2.4. Perlindungan Konsumen

Berdasarkan UU no.8 Pasal 1 Butir 1 Tahun 1999, tentang perlindungan konsumen

disebutkan bahwa “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”. Kepastian hukum untuk

melindungi hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui undang-undang khusus, memberikan

harapan agar pelaku usaha tidak lagi sewenang-wenang yang selalu merugikan hak

konsumen. Dengan adanya UU Perlindungan Konsumen beserta perangkat hukum lainnya,


konsumen memiliki hak dan posisi yang berimbang, dan mereka pun bisa menggugat atau

menuntut jika ternyata hak-haknya telah dirugikan atau dilanggar oleh pelaku usaha.

Perlindungan konsumen yang dijamin oleh undang-undang ini adalah adanya kepastian

hukum terhadap segala perolehan kebutuhan konsumen, yang bermula dari ”benih hidup

dalam rahim ibu sampai dengan tempat pemakaman dan segala kebutuhan diantara

keduanya”. Kepastian hukum itu meliputi segala upaya berdasarkab atas hukum untuk

memberdayakan konsumen memperoleh atau menentukan pilihannya atas barang dan/atau

jasa kebutuhannya serta mempertahankan atau membela hak-haknya apabila dirugikan oleh

perilaku pelaku usaha penyedia kebutuhan konsumen.

Di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi

barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi.Di samping itu, globalisasi dan perdagangan

bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah

memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi batas-batas wilayah

suatu negara, sehingga barang dan/atau jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar

negeri maupun produksi dalam negeri. Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai

manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasayang

diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis

dan kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsum Di sisi

lain, kondisi dan fenomena tersebut di atas dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha

dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah.

Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya

oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar

yang merugikan konsumen.


Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan

haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen.

Oleh karena itu, Undang-undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi landasan

hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat

untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan

konsumen.

Upaya pemberdayaan ini penting karena tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku usaha

yang pada dasarnya prinsip ekonomi pelaku usaha adalah mendapat kentungan yang

semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin. Prinsip ini sangat potensial

merugikan kepentingan konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung. Atas dasar

kondisi sebagaimana dipaparkan diatas, perlu upaya pemberdayaan konsumen melalui

pembentukan undang-undang yang dapat melindungi kepentingan konsumen secara

integrative dan komprehensif serta dapat diterapkan secara efektif di masyarakat.

Piranti hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para

pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya perlindungan konsumen dapat mendorong iklim

berusaha yang sehat yang mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi

persaingan melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas. Di samping itu,

Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini dalam pelaksanaannya tetap

memberikan perhatian khusus kepada pelaku usaha kecil dan menengah. Hal ini dilakukan

melalui upaya pembinaan dan penerapan sanksi atas pelanggarannya.

Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini dirumuskan dengan mengacu pada

filosofi pembangunan nasional bahwa pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum

yang memberikan perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka membangun

manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah kenegaraan Republik


Indonesia yaitu dasar negara Pancasila dan konstitusi negara Undang-Undang Dasar 1945.

Disamping itu, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen pada dasarnya bukan

merupakan awal dan akhir dari hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen, sebab

sampai pada terbentuknya Undang-undang tentang Perlindungan Konsume ini telah ada

beberapa undang-undang yang materinya melindungi kepentingan konsumen, seperti:

 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang, menjadi Undang-

undang;

 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene;

 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah;

 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal;

 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan;

 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian;

 Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan;

 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri

 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan;

 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Agreement Establishing The World

Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia);

 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas;

 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil;

 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan;

 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Hak

Cipta sebagai mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987;
 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang

Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten;

 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang

Nomor 19 Tahun 1989 tentang Merek;

 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;

 Undang-undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran;

 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan;

 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang

Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

Perlindungan konsumen dalam hal pelaku usaha melanggar hak atas kekayaan intelektual

(HAKI) tidak diatur dalam Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini karena sudah

diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta, Undang-undang

Nomor 13 Tahun 1997 tentang Paten, dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang

Merek, yang melarang menghasilkan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang

melanggar ketentuan tentang HAKI.

Demikian juga perlindungan konsumen di bidang lingkungan hidup tidak diatur dalam

Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini karena telah diatur dalam Undang-

undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup mengenai kewajiban

setiap orang untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan

menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Di kemudian hari masih

terbuka kemungkinan terbentuknya undang- undang baru yang pada dasarnya memuat

ketentuan-ketentuan yang melindungi konsumen. Dengan demikian, Undang-undang tentang

Perlindungan Konsumen ini merupakan paying yang mengintegrasikan dan memperkuat

penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen.


PERANAN LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP HAK – HAK
KONSUMEN

Mengapa UU Perlindungan Konsumen (UUPK) Dibutuhkan?

Meskipun secara eksplisit hak-hak konsumen belum diatur konstitusi, namun terdapat

beberapa pasal dalam UUD 1945 yang mengakomodir hak-hak konsumen, yaitu 1) pasal 28

H ayat (1): Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan

mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperolah pelayanan

kesehatan; 2) pasal 31 ayat (1): setiap warga negara berhak mendapat pendidikan ; (2) setiap

warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; 3)

pasal 34 ayat (3): negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan

dan fasilitas pelayanan umum yang layak;

UU Perlindungan Konsumen juga merupakan penjabaran lebih detil dari hak asasi

manusia, lebih khusus lagi hak-hak ekonomi yang tercantum dalam Kovenan Internasional

Hak Ekosob. Kehadiran UU Perlindungan Konsumen adalah wujud tanggung jawab

pemerintah dalam menciptakan sistem perlindungan konsumen, sehingga ada kepastian

hukum baik bagi pelaku usaha agar tumbuh sikap jujur dan bertanggung jawab, maupun bagi

konsumen, yang merupakan pengakuan harkat dan martabatnya.

Sanksi Pidana UU Perlindungan Konsumen

Masyarakat boleh merasa lega dengan lahirnya UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, namun bagian terbesar dari masyarakat kita belum tahu akan hak-haknya yang

telah mendapat perlindungan dalam undang-undang tesebut, bahkan tidak sedikit pula para

pelaku usaha yang tidak mengetahui dan mengindahkan UU Perlindungan Konsumen ini.

Dalam pasal 62 Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut

telah diatur tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Pelaku usaha diantaranya
sebagai berikut : 1) Dihukum dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana

denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dan milyard rupiah) terhadap : pelaku usaha yang

memproduksi atau memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan berat, jumlah, ukuran,

takaran, jaminan, keistimewaan, kemanjuran, komposisi, mutu sebagaimana yang dinyatakan

dalam label atau keterangan tentang barang tersebut ( pasal 8 ayat 1 ), pelaku usaha yang

tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa ( pasal 8 ayat 1 ), memperdagangkan barang rusak,

cacat, atau tercemar ( pasal 8 ayat 2 ), pelaku usaha yang mencantumkan klausula baku

bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen di

dalam dokumen dan/atau perjanjian. ( pasal 18 ayat 1 huruf b ) 2) Dihukum dengan pidana

penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima

ratus juta rupiah) terhadap : pelaku usaha yang melakukan penjualan secara obral dengan

mengelabuhi / menyesatkan konsumen dengan menaikkan harga atau tarif barang sebelum

melakukan obral, pelaku usaha yang menawarkan barang melalui pesanan yang tidak

menepati pesanan atau waktu yang telah diperjanjikan, pelaku usaha periklanan yang

memproduksi iklan yang tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang/jasa.

Dari ketentuan-ketentuan pidana yang disebutkan diatas yang sering dilanggar oleh para

pelaku usaha masih ada lagi bentuk pelanggaran lain yang sering dilakukan oleh pelaku

usaha, yaitu pencantuman kalusula baku tentang hak pelaku usaha untuk menolak penyerahan

kembali barang yang dibeli konsumen dalam setiap nota pembelian barang. Klausula baku

tersebut biasanya dalam praktiknya sering ditulis dalam nota pembelian dengan kalimat

“Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan” dan pencantuman klausula

baku tersebut selain bisa dikenai pidana, selama 5 (lma) tahun penjara, pencantuman klausula

tersebut secara hukum tidak ada gunanya karena di dalam pasal 18 ayat (3) UU no. 8 tahun

1999 dinyatakan bahwa klausula baku yang masuk dalam kualifikasi seperti, “barang yang

sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan” automatis batal demi hukum.
2.5. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen

Upaya perlindungan konsumen di tanah air didasarkan pada sejumlah asas dan tujuan yang

telah diyakini bias memberikan arahan dalam implementasinya di tingkatan praktis. Dengan

adanya asas dan tujuan yang jelas, hukum perlindungan konsumen memiliki dasar pijakan

yang benar-benar kuat.

Asas perlindungan konsumen

Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 2, ada lima asas perlindungan konsumen.

1. Asas manfaat

Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan

perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar- besarnya bagi

kepentingankonsumen dan pelau usaha secara keseluruhan.

2. Asas keadilan

Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bias diwujudkan secara maksimal dan

memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknyadan

melaksanakan kewajibannya secara adil.

3. Asas keseimbangan

Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen,

pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material maupun spiritual. d. Asas keamanan dan

keselamatan konsumen.
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen

Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada

konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi

atau digunakan.

5. Asas kepastian hukum

Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan

memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara

menjamin kepastian hukum.

Tujuan perlindungan konsumen

Dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan perlindungan

konsumen adalah sebagai berikut.

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi

diri.

2. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari

ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.

3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, dan menuntut hak- haknya

sebagai konsumen.

4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian

hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.

5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen

sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
6. Meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi

barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

2.6 Prinsip- Prinsip Hukum Perlindungan Konsumen

1. Let The Buyer Beware

 Pelaku Usaha kedudukannya seimbang dengan konsumen sehingga tidak perlu

proteksi.

 Konsumen diminta untuk berhati hati dan bertanggung jawab sendiri.

 Konsumen tidak mendapatkan akses informasi karena pelaku usaha tidak terbuka.

 Dalam UUPK Caveat Emptor berubah menjadi caveat venditor.

2. The due Care Theory

 Pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk berhati hati dalam memasyarakatkan

produk, baik barang maupun jasa. Selama berhati hati ia tidak dapat dipersalahkan.

 Pasal 1865 Kuhperdata secara tegas menyatakan, barangsiapa yang mengendalikan

mempunyai suatu hak atau untuk meneguhkan haknya atau membantah hak orang

lain, atau menunjuk pada suatu peristirwa, maka ia diwajibkan membuktikan adanya

hak atau peristirwa tersebut.

 Kelemahan beban berat konsumen dalam membuktikan.

3. The Privity of Contract

 Prinsip ini menyatakan, pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi

konsumen, tetapi hal itu baru dapat dilakukan jika diantara mereka telah terjalin suatu

hubungan kontraktual. Pelaku usaha tidak dapat disalahkan atas hal hal diluar yang

diperjanjikan.
 Fenomena kontrak kontrak standar yang bantak beredar di masyarakat merupakan

petunjuk yang jelas betapa tidak berdayanya konsumen menghadapi dominasi pelaku

usaha.

4. Kontrak bukan Syarat

Prinsip ini tidak mungkin lagi dipertahankan, jadi kontrak bukan lagi merupakan syarat untuk

menetapkan eksistensi suatu huungan hukum .

2.6 Hak dan Kewajiban Konsumen

Hak-Hak Konsumen

Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan

tentang hak-hak konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai konsumen yang

kritis dan mandiri. Tujuannya, jika ditengarai adanya tindakan yang tidak adil terhadap

dirinya, ia secara spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian bisa bertindak lebih

jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain, ia tidak hanya tinggal diam saja

ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha.

Berdasarkan UU Perlindungan konsumen pasal 4, hak-hak konsumen sebagai berikut :

1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang/jasa.

2. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan

kondisi serta jaminan yang dijanjikan .

3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang/jasa.

4. Hak untuk didengar pendapat keluhannya atas barang/jasa yang digunakan.


5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa

perlindungan konsumen secara patut.

6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskrimainatif.

8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian, jika barang/jasa

yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Disamping hak-hak dalam pasal 4 juga terdapat hak-hak konsumen yang dirumuskan dalam

pasal 7, yang mengatur tentang kewajiban pelaku usaha. Kewajiban dan hak merupakan

antinomi dalam hukum, sehingga kewajiban pelaku usaha merupakan hak konsumen. selain

hak-hak yang disebutkan tersebut ada juga hak untuk dilindungi dari akibat negatif

persaingan curang. Hal ini dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa kegiatan bisnis yang

dilakukan oleh pengusaha sering dilakukan secara tidak jujur yang dalam hukum dikenal

dengan terminologi ” persaingan curang”.

Di Indonesia persaingan curang ini diatur dalam UU No. 5 tahun 1999 tentang larangan

praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, juga dalam pasal 382 bis KUHP. Dengan

demikian jelaslah bahwa konsumen dilindungi oleh hukum, hal ini terbukti telah diaturnya

hak-hak konsumenyang merupakan kewajiban pelaku usaha dalam UU No. 8 tahun 1999

tentang perlindungan konsumen, termasuk didalamnya juga diatur tentang segala sesuatu

yang berkaitan apabila hak konsumen, misalnya siapa yang melindungi konsumen (bab VII),

bagaimana konsumen memperjuangkan hak-haknya (bab IX, X, dan XI).

Kewajiban Konsumen
Kewajiban Konsumen Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen,

Kewajiban Konsumen adalah :

1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau

pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

2.7 Hak Dan Kewajiban Produsen Terhadap Konsumen

Produsen ialah orang yang menghasilkan barang atau jasa untuk keperluan konsumen. Barang

atau jasa yang dihasilkan produsen disebut produksi, sedangkan yang memakai barang dan

jasa disebut konsumen. Dalam ilmu ekonomi dapat dikelompokkan pada golongan besar

suatu rumah tangga yaitu golongan Rumah Tangga Konsumsi (RTK), dan golongan Rumah

Tangga Produksi (RTP).

Hak Produsen (pelaku usaha/wirausahawan)

Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha

sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:

1. Hak menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan

nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad

tidak baik.

3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum

sengketa konsumen.
4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian

konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kewajiban produsen

1. Beritikad baik dalam kegiatan usahanya

2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan, penggunaan, perbaikan dan

pemeliharaan

3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif

4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan

berdasarkan ketentuan standar mutu dan/atau jasa yang berlaku

5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang

dan/atau jasa yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan

6. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas kerugian akibat

penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

7. Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian bila barang dan/atau jasa yang

diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Bila diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa hak dan kewajiban pelaku usaha bertimbal

balik dengan hak dan kewajiban konsumen. Ini berarti hak bagi konsumen adalah kewajiban

yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Demikian pula dengan kewajiban konsumen

merupakan hak yang akan diterima pelaku usaha. Bila dibandingkan dengan ketentuan umum

di Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tampak bahwa pengaturan UUPK lebih spesifik.

Karena di UUPK pelaku usaha selain harus melakukan kegiatan usaha dengan itikad baik, ia
juga harus mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif, tanpa persaingan yang curang

antar pelaku usaha.

Perbuatan yang dilarang dilakukan oleh seorang pelaku usaha

Pelaku usaha dilarang menawarkan jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai standar yang

dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak sesuai dengan janji yang

dinyatakan keterangan, iklan atau promosi atas penawaran jasa tersebut. Tidak membuat

perjanjian atas pengikatan jasa tersebut dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku. (pasal 8).

Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan atau

jasa secara tidak benar, dan atau seolah-olah secara langsung atau tidak langsung

merendahkan barang dan atau jasa lain (pasal 9).

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan

dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak

benar atau menyesatkan mengenai (Pasal 10)

Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan

atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan atau jasa lain secara

cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang

dijanjikannya (pasal 13).

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan

dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk:

1. Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;

2. Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa;


3. Memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;

4. Mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan. (pasal 14)

Tanggung Jawab Produsen terhadap Konsumen

Pasal 19

1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran,

dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang

dihasilkan atau diperdagangkan.

2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa pengembalian uang atau

penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan

kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah

tanggal transaksi.

4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak

menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih

lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku apabila pelaku

usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesadaran konsumen bahwa mereka memiliki hak,kewajiban serta perlindungan hukum atas

mereka harus diberdayakan dengan meningkatkan kualitas pendidikan yang layak atas

mereka, mengingat faktor utama perlakuan yang semena-mena oleh produsen kepada

konsumen adalah kurangnya kesadaran serta pengetahuan konsumen akan hak-hak serta

kewajiban mereka.

Pemerintah sebagai perancang,pelaksana serta pengawas atas jalannya hukum dan UU

tentang perlindungan konsumen harus benar-benar memperhatikan fenomena-fenomena yang

terjadi pada kegiatan produksi dan konsumsi dewasa ini agar tujuan para produsen untuk

mencari laba berjalan dengan lancar tanpa ada pihak yang dirugikan, demikian juga dengan

konsumen yang memiliki tujuan untuk memaksimalkan kepuasan jangan sampai mereka

dirugikan karena kesalahan yang diaibatkan dari proses produksi yang tidak sesuai dengan

setandar berproduksi yang sudah tertera dalam hukum dan UU yang telah dibuat oleh

pemerintah.

Kesadaran produsen akan hak-hak konsumen juga sangat dibutuhkan agar tercipta

harmonisasi tujuan antara produsen yang ingin memperoleh laba tanpa membahayakan

konsumen yang ingin memiliki kepuasan maksimum,

Semoga makalah yang kami buat ini dapat memberi penjelasan dan dapat mengingatkan para

pembaca bahwa kita sebagai konsumen memiliki hak-hak serta kewajiban yang harus kita

laksanakan, dan kita juga memiliki perlindungan penuh atas hukum dan UU yang berlaku
yang bisa digunakan kapan saja ketika diri kita endapat perlakuakuan yang tidak sesuai

dengan apa-apa yang telah ditetapkan bagi konsumen.

Semoga makalah yang kami buat ini bermanfaat bagi para mahasiswa/mahasiswi, dan bisa

dijadikan referensi dalam melakukan kajian-kajian ilmiah tentang hukum perlindungan

konsumen.

3.2 Saran

Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen

akan haknya yang masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan

konsumen. Maka dari itu masyarakat yang selaku konsumen harus lebih mengerti dan sadar

akan haknya sebagai konsumen agar tidak menjadi konsumen yang di curangi oleh produsen.

Pelaksanaanya undang-undang perlindungan konsumen di indonesia saat ini harus di

tegakan lagi agar tujuan dari pada undang-undang itu sendiri dapat terlaksana dengan baik.

Sehingga undang-undang ini betul-betul dapat memberikan kepastian hukum yang jelas.

Anda mungkin juga menyukai