Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PEMBINAAN

ILMU KESEHATAN KOMUNITAS


“TUBERKULOSIS”

Disusun oleh :
Jesisca (42160013)

Pembimbing :
dr. Istianto Kuntjoro

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KOMUNITAS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA

PUSKESMAS BAMBANGLIPURO

PERIODE 5 FEBRUARI 2018 - 17 MARET 2018

YOGYAKARTA

2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan bakteri
Mycobacterium tuberkulosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-
paru. Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan
komplikasi berbahaya hingga kematian. TB diperkirakan sudah ada di dunia sejak 5000
tahun sebelum masehi, namun kemajuan dalam penemuan dan pengendalian penyakit
TB baru terjadi dalam 2 abad terakhir.
Penanggulangan Tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman
penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Sejak tahun 1993, WHO
menyatakan bahwa TB merupakan kedaruratan global bagi kemanusiaan. Walaupun
strategi DOTS telah terbukti sangat efektif untuk pengendalian TB, tetapi beban penyakit
TB di masyarakat masih sangat tinggi. Dengan berbagai kemajuan yang dicapai sejak
tahun 2003, diperkirakan masih terdapat sekitar 9,5 juta kasus baru TB, dan sekitar 0,5
juta orang meninggal akibat TB di seluruh dunia. Selain itu, pengendalian TB mendapat
tantangan baru seperti ko-infeksi TB/HIV, TB yang resisten obat dan tantangan lainnya
dengan tingkat kompleksitas yang makin tinggi. Target MDGs pada tahun 2015 adalah
222 per 100.000 penduduk untuk rasio penderita TB. Indonesia pada tahun 2008 telah
mencapai prevalensi TB 253 per 100.000 penduduk.
Pemetaan dan penemuan kasus baru tuberkulosis di berbagai daerah di Kecamatan
Bambanglipuro merupakan hal yang penting bagi Puskesmas Bambanglipuro untuk
menetapkan strategi dan upaya penekanan angka penularan, kesakitan serta kematian
akibat tuberkulosis sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Penyakit TBC masih mempunyai stigma yang jelek dimata masyarakat sehingga
kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri masih kurang, adanya rasa malu bagi
masyarakat untuk berobat ke puskesmas, pemeriksaan terhadap suspek TB masih terlalu
ketat, kerjasama dengan dokter praktek swasta maupun klinik masih kurang dan metode
penemuan suspek masih menggunakan cara passive case finding sehingga penemuan
suspek dan kasus belum optimal. Pada akhirnya, diperlukan upaya pemikiran bersama

1
untuk mengatasi penderitaan akibat tuberkulosis ini. Tidak hanya upaya dari petugas
kesehatan saja yang penting. Kerjasama antara dua belah pihak yakni masyrakat pada
umumnya dan tenaga kesehatan terkait baik swasta maupun pemerintah di wilayah
kerjanya merupakan suatu strategi yang baik untuk menanggulangi penderitaan akibat
tuberkulosis. Adanya kesadaran dari masyarakat untuk serius menyikapi suatu penyakit
secara umum, merupakan modal utama pembangunan kesehatan dapat berjalan lebih
baik lagi. Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan bagaimana menyikapi
suatu fenomena penyakit yang sedang terjadi akan timbul bila masyarakat diberi
pengertian yang benar untuk memahami penyakit dan bahayanya, serta mengerti
bagaimana cara penularan dan pencegahannya. Informasi kepada masyarakat tersebut
dapat diberikan oleh petugas kesehatan setempat maupun kader setempat. Informasi
yang baik terkait dengan keadaan penyakit dapat menjadi modal utama pemberdayaan
masyarakat untuk mau membangun dan sadar akan kesehatan dapat berjalan.

B. TUJUAN

Tujuan Penulisan laporan :

1. Mengetahui epidemiologi kasus TB di Kabupaten Bantul


2. Mengetahui epidemiologi kasus TB pada wilayah cakupan Puskesmas
Bambanglipuro
3. Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis di
kecamatan Bambanglipuro
4. Mampu melakukan diagnosis komunitas terkait kasus tuberkulosis di kecamatan
Bambanglipuro
5. Menjelaskan strategi puskesmas Bambanglipuro dalam menyikapi kasus TB

Tujuan Pembinaan TB :

 Tujuan instruksional umum


Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan penyakit Tuberkulosis
dan bahaya yang mengancam serta melakukan skrining penyakit Tuberkulosis
 Tujuan instruksional khusus
- Menemukan suspect TB dan melakukan pemeriksaan lanjutan berupa tes BTA

2
- Menjelaskan pengertian Tuberkulosis
- Menjelaskan penyebab penyakit Tuberkulosis
- Menjelaskan tanda dan gejala penyakit Tuberkulosis
- Menjelaskan macam dan cara pemeriksaan penyakit Tuberkulosis
- Menjelaskan pengobatan penyakit Tuberkulosis dan bahaya putus obat serta
efek samping pengobatan
- Menjelaskan cara penularan penyakit Tuberkulosis
- Menjelaskan pencegahan penularan penyakit Tuberkulosis

C. MANFAAT
1. Bagi Masyarakat
 Masyarakat mengetahui, memahami dan mempunyai sikap yang positif
tentang pencegahan Tuberkulosis yang dimulai dari pengertian, penyebab,
cara penularan, tanda dan gejala penyakit, terapi, serta pencegahan penularan
penyakit.
 Dengan mengetahui epidemiologi penyakit di lingkup wilayah Puskesmas
Bambanglipuro dan faktor yang mempengaruhi penyakit Tuberkulosis di
daerah Bambanglipuro, maka aktor yang berperan dapat merencanakan
langkah yang tepat untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat
penyakit Tuberkulosis di masyarakat.
2. Bagi Pembicara
Melatih kemampuan untuk menyampaikan materi penyuluhan di depan warga
dan memahami materi perihal Tuberkulosis.

3
BAB II

METODE PENGAMBILAN DAN INTERPRETASI DATA

A. METODE PENGAMBILAN DATA


Data diambil melalui profil penyakit Tuberkulosis Puskesmas
Bambanglipuro tahun 2017 dan wawancara yang dilakukan bersama penanggung
jawab penyakit Tuberkulosis Puskesmas Bambanglipuro.
Kemudian dilakukan tiga kali kunjungan ke warga dengan tujuan masing-
masing berupa :
 Kunjungan pertama
Tanggal 19 Februari 2018 dilakukan kunjungan ke desa Sten dalam rangka
mengikuti acara penyuluhan dan skrining TB. Tujuan kunjungan ini adalah
untuk mengobservasi jalannya kegiatan dan menjaring masyarakat yang
membutuhkan pembinaan keluarga.
 Kunjungan kedua
Setelah mendapat hasil warga yang membutuhkan kunjungan dalam
pertemuan pertama, pada tanggal 26 Februari 2018 dilakukan kunjungan ke
rumah warga atas nama Ny. S untuk dilakukan pemeriksaan dan pembinaan
keluarga.
 Kunjungan ketiga
Setelah melakukan observasi kegiatan penyuluhan dan skrining TB di desa
Siten, pada tanggal 6 Maret 2018 dilakukan penyuluhan dan skrining TB
secara mandiri didampingi Petugas Puskesmas dan PPTI dengan memberi
materi sesuai hasil analisa observasi pada kunjungan pertama.

B. INTERPRETASI DATA
Interpretasi data menggunakan :
- Grafik lingkaran
- Grafik batang
- Kalimat penjelasan

4
DATA EPIDEMIOLOGI

Tersangka dan Penemuan Kasus TB BTA (+), RO (+), TB ekstra paru dan TB
anak di Puskesmas Bambanglipuro Bulan Januari - Desember 2017
30
27

25
21
20
15
15 14 14
13 13
12
10
10 9
7
6
5
2 2 2
1 1 1 11 11 1 11 1
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt Nov Des

Tersangka Penderita BTA (+) Penderita RO (+) Ekstra Paru TB Anak

Data tersebut diatas merupakan data perbandingan tersangka/suspect TB terhadap


jumlah temuan penderita TB baik melalui hasil BTA positif dan/atau hasil Foto Polos
Thoraks positif di wilayah cakupan Puskesmas Bambanglipuro, yaitu Sumbermulyo,
Sidomulyo, Mulyodadi dan penduduk dari luar wilayah yang ditemukan menderita TB dan
menjalani pengobatan di Puskesmas Bambanglipuro. Dari grafik diatas tampak tersangka
TB berjumlah 161 orang, sedangkan yang ditemukan menderita TB adalah 17 orang.
Sebanyak 6 orang penderita dalam pemeriksaan BTA dinyatakan positif dan salah satu
diantaranya merupakan ekstra paru yaitu di payudara, selebihnya terdiagnosa sebagai TB
paru. Sedangkan 9 orang terdiagnosa TB paru melalui pemeriksaan Foto thoraks. Dan 2
pasien TB merupakan TB anak yang didiagnosa berdasarkan Sistem Skoring dari IDAI,
Kemenkes dan WHO. Dari 17 penderita TB, terdapat 3 orang yang menderita Diabetes
Melitus sebagai penyakit penyerta.

Dalam perhitungan jumlah target TB yang ada di Bambanglipuro dengan rumus


64/100.000 x 41.389 didapatkan hasil 24 orang yang merupakan target penemuan penderita
BTA (+), namun kenyataannya yang ditemukan adalah 6 orang dengan BTA (+). Penemuan
yangsedikit ini mendapat kendala karena jumlah pasien yang dicurigai tidak mengembalikan
pot dahak yang diberikan sehingga tidak dapat diperiksa.

5
Perbandingan Tersangka TB dengan Penderita TB (BTA (+) dan RO (+))
tahun 2009 - 2017
180
158 158 158 161
160 150 150 147
140
140 132

120
100
80
60
40
12 17
20 8 7 6 11 8 7 5
0
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Tersangka Penderita TB

Data diatas menunjukkan angka tersangka TB dan penemuan TB naik-turun tiap


tahunnya sejak tahun 2009 sampai 2017. Angka ini tidak menunjukkan trend tertentu
maupun ledakan kejadian. Namun tampak jumlah penemuan TB sangat sedikit dibanding
jumlah suspect TB. Angka ini dapat menggambarkan mutu dari proses penemuan sampai
diagnosis pasien, serta kepekaan menetapkan kriteria terduga. Pada tahun 2017 proporsi
pasien baru TB paru terkonfirmasi diantara terduga TB adalah 10%. Bila angka ini terlalu
kecil (<5%) kemungkinan disebabkan oleh penjaringan terduga TB terlalu longgar, banyak
orang yang tidak memenuhi kriteria terduga TB atau ada masalah dalam pemeriksaan
laboratorium (negative palsu). Dan bila ditemukan angka yang terlalu besar yaitu >15%
kemungkinan disebabkan oleh penjaringan terlalu ketat atau ada masalah dalam
pemeriksaan laboratorium (positif palsu).

6
Jumlah Penderita TB Berdasarkan Usia
4.5 4 4
4
3.5 3
3
Jumlah

2.5 2 2
2
1.5 1 1
1
0.5 0 0
0
0-5 6_11 12_16 17-25 26-35 36-45 46-55 56-65 >65
Usia

Dari data diatas tampak rentang usia yang menderita TB di Bambanglipuro


didominasi oleh usia remaja akhir (17-25 tahun) dan usia lansia akhir (56-65 tahun) yaitu
masing-masing berjumlah 4 orang, disusul kelompok usia dewasa akhir (36-45 tahun)
dengan jumlah penderita 3 orang, serta usia balita (0-5 tahun) dan usia lansia awal (46-55
tahun) masing-masing sebanyak 2 orang, serta dewasa awal dan manula (26-35 tahun dan
lebih dari 65 tahun), masing-masing berjumlah 1 orang penderita TB. Sedangkan kelompok
usia anak-anak (6-11 tahun) dan remaja awal (12-16 tahun) tidak ditemukan menderita TB
di Bambanglipuro pada tahun 2017.

Jumlah Penderita TB Berdasarkan


Wilayah
8 7

6 5
4
4

2 1

0
Sumbermulyo Sidomulyo Mulyodadi Luar Wilayah

Pada tahun 2017, jumlah penderita TB paling banyak di desa Sumbermulyo yaitu 7
orang disusul Sidomulyo sebanyak 5 orang, Mulyodadi 4 orang dan di luar wilayah yaitu
dari Dusun Sanden sebanyak 1 orang.

7
PENDERITA TB MENURUT JENIS KELAMIN DI
PUSKESMAS BAMBANGLIPURO

Laki-laki Perempuan

41%

59%

Dari data diatas perbandingan penderita TB berdasarkan jenis kelamin pria lebih
banyak dari wanita yaitu 10 orang (59%) sedangkan wanita berjumlah 7 orang (41%).

Tersangka dan Penemuan Kasus TB BTA (+) dan RO (+) di


Puskesmas Bambanglipuro Bulan Januari-Februari tahun
2018
12
10
10
8 7
6
4
2 11
00
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des

Tersangka Penderita BTA (+) Penderita RO (+)


/

Pada tahun 2018 dilakukan pengolahan data sampai bulan Februari. Tampak data
tersangka dan penemuan TB masih berbeda yaitu bulan Januari jumlah terduga TB paru
adalah 10 orang dan setelah dilakukan pemeriksaan BTA dan RO didapatkan pasien baru
TB paru adalah 2 orang.

8
BAB III

HASIL DAN KAJIAN

A. HASIL
Hari Senin, 19 Februari 2018 di gedung PAUD Dusun Siten dilakuan
skrining TB yang diselenggarakan oleh puskesmas bekerjasama dengan PPTI. Kami
ikut serta dalam pertemuan ini, namun kami tidak memberi pembinaan secara
mandiri. Pembinaan diberi oleh pihan PPTI. Yang kami lakukan dalam pembinaan
ini adalah observasi terhadap jalannya pembinaan dan skrining terhadap warga yang
hadir. Skrining kami lakukan dengan melakukan pemeriksaan sederhana, antara lain
anamnesis singkat, pemeriksaan vital sign dan pemeriksaan paru serta pemberian
edukasi terhadap seluruh warga yang hadir pada hari itu. Bila ada warga yang
menderita batuk, apalagi batuknya sudah lama lebih dari 2 minggu, akan kami
sarankan untuk melakukan pemeriksaan dahak, dengan diberi pot dahak yang harus
dikembalikan keesokan harinya setelah pembinaan ini. Dari seluruh warga yang
hadir, didapatkan 3 warga yang kami sarankan untuk melakukan pemeriksaan dahak
dan kami beri pot dahak.
Diketahui lebih lanjut bahwa di dusun Siten terdapat seorang ibu, yakni Ibu
S. sudah terdiagnosis dan positif menderita TB melalu pemeriksaan BTA dan
pemeriksaan rontgen. Akhirnya kami putuskan untuk melakukan pembinaan
keluarga dengan mendatangi rumah keluarga Ibu S. Pembinaan keluarga kami
lakukan pada hari Senin, 26 Februari 2018.
Dalam pembinaan kami banyak melakukan tanya jawab pada Ibu S. beserta
keluarganya. Dimulai dengan bertanya bagaimana proses terjadinya sakit ini. Pasien
menjelaskan bahwa pada awal tahun 2017, pasien mengalami batuk darah, darah
warna merah segar, cukup banyak. Sebelum batuk, rasanya seperti penuh di dada.
Batuk darah ini berlangsung tiap 2 jam. Pasien mengatakan bahwa bila di kumpulkan
darah yang berasal dari batuk ini bisa sebanyak 1 mangkuk. Setelah batuk darah
tersebut dada terasa panas. Hal ini berlangsung selama 40 hari terus menerus. Pasien
lalu mencari pengobatan ke ustadz, dan ustadz mengatakan bahwa pasien disantet

9
orang. Setelah itu pengobatan hanya dilakukan dengan doa dan minum ramuan
traditional. Kata pasien batuk darah berhenti sementara.
Sampai akhirnya 8 bulan kemudian ditahun 2017, saat lebaran tahun lalu.
Pasien mengalami hal serupa kembali. Pasien mengalami muntah darah lagi selama
10 hari berturut-turut. Akibatnya pasien merasa badan tidak enak dan bertambah
kurus. Sama seperti sebelumnya pasien hanya melakukan meditasi kepada Allah,
minum air dzikir dan minum ramuan traditional. Pasien belum mencari pengobatan
ke fasilitas kesehatan. Pasien mengatakan batuk darah yang dialaminya berhenti lagi.
1 bulan terakhir, pasien baru memeriksakan diri ke RS Respira. Dilakukan
pemeriksaan rontgen dan pemeriksaan dahak. Hasil keluar, dan pasien diminta untuk
melakukan pengobatan di Puskesmas Bambanglipuro. Di Puskesmas
Bambanglipuro pasien didiagnosis menderita TB Primer dan diwajibkan mendapat
terapi OAT selama 6 bulan.
Selanjutnya kami bertanya kepada pasien dan keluarganya mengenai gejala-
gejala TBC. Untuk pasien sendiri tidak tahu bahwa batuk darah merupakan gejala
utama dari TBC sehingga itulah yang membuat pasien tidak segera mendapat
pengobatan. Gejala TBC yang lain seperti batuk lama berdahak lebih dari 2 minggu,
berat badan turun, nafsu makan menurun, keringat malam, demam, nyeri dada, dada
terasa penuh, dll itu pasien tidak tahu. Sebab yang gejala yang dialami pasien hanya
batuk darah saja. Gejala yang lain tidak ada. Anak kandung yang mendampingi
pasien juga tidak mengetahui gejala-gejala TBC tersebut. Tetapi anak kandung
pasien sebenarnya sudah curiga pada saat ibunya menderita batuk darah lama. Anak
pasien curiga pasti ada suatu kelainan di paru-paru ibunya. Tetapi karena ibunya
lebih memilih pengobatan tradisional, akhirnya anak pasien tidak bisa memaksa.
Beruntungnya setelah terdiagnosa TBC pasien memiliki kesadaran diri yang
baik. Pasien selalu menggunakan masker setiap saat dimanapun, kapanpun. Saat
kami bertanya mengenai cara penularan TBC, pasien tahu bahwa TBC menular
melalui percikan droplet, batuk dan bersin. Sehingga karena itu pasien selalu
menggunakan masker. Masker selalu ganti setiap hari, dan masker yang sudah
digunakan langsung dibakar diapi menyala. Tetapi sayangnya anggota keluarga lain
yang dirumah tidak menggunakan masker, hanya pasien yang menggunakan. Jadi
kami memberi edukasi pada keluarga untuk tetap menggunakan masker sehingga
mengurangi resiko penularan TBC ini. Tidak hanya selalu memakai masker, tetapi

10
pasien juga sudah memisahkan alat-alat makan dari anggota keluarga yang lain, juga
selalu mencuci pakaiannya memakai air panas dan membuang dahak di tempat
terbuka lalu dibakar.
Mengenai pengobatannya, pasien telah memasuki pengobatan bulan ke-2 di
minggu yang pertama. Pasien sudah tahu bahwa lamanya pengobatan adalah 6 bulan,
dan pengobatan dibagi menjadi 2 tahap. Tahap pertama selama 2 bulan dan pada
tahap ini obat diminum setiap hari. Kebetulan berat badan pasien 30 kg dengan tinggi
badan 145 cm, sehingga setelah dosis dihitung oleh dokter, pasien hanya meminum
1 tablet OAT setiap hari pada tahap pengobatan awal ini. Keluarga juga sudah tahu
bahawa pada pengobatan TBC harus ada pengawas minum obat (PMO). Dan anak
pasien lah yang menjadi PMO. Sehingga kami memberi edukasi juga kepada anak
pasien untuk selalu memastikan bahwa obat di fase awal ini harus terminum setiap
hari, tidak boleh putus. Saat kami tanya mengenai resiko apabila obat putus, anak
pasien belum tahu. Maka itu kami memberi tahu mengenai resiko resistan terhadap
obat (MDR,XDR,dll) dan bila sudah resisten terhadap obat oral harus mendapat
pengobatan dengan suntik setiap hari padahal biayanya sangat mahal untuk suntik.
Setelah kami beri tahu tentang hal ini, anak pasien selaku PMO menjadi semakin
semangat untuk memantau pengobatan ibunya supaya tidak terjadi resistan terhadap
obat. Tidak hanya itu kami juga memberi wawasan baru mengenai komplikasi bila
TBC ini pengobatannya tidak tuntas. Sebab pasien dan keluarga belum tahu
mengenai komplikasi yang akan muncul bila pengobatan tidak tuntas. Tidak lupa
kami berpesan agar pasien selalu menjaga stamina dengan makan makanan bergizi,
supaya membantu pemulihan tubuh.
Selanjutnya kami melakukan pembinaan masyarakat Dusun Ngireng-ireng
pada hari Selasa, 6 Maret 2018 pukul 10.00-12.00 juga dalam program Skrining TBC
yang diadakan oleh puskesmas Bambanglipuro dan masih bekerja sama dengan
PPTI. Dalam program kali ini, kami yang mengisi materi dalam penyuluhan. Diawal
sesi kami melemparkan pertanyaan pada warga yang hadir, apakah sudah
mengetahui tentang penyakit TBC. Sebagian besar warga yang hadir menjawab
belum tahu mengenai penyakit TBC. Dan kami menjelaskan TBC ini bukan penyakit
guna-guna/penyakit keturunan tetapi TBC adalah penyakit infeksi menular.
Sebagian besar warga baru tahu bahwa TBC ini menular. Selanjutnya mengenai cara
penularannya beberapa warga sudah tahu bahwa TBC menular melalui batuk, bersin

11
dan bicara dengan penderita TBC dan ditularkan melalui droplet. Tetapi untuk
gejala-gejalanya yang warga tahu hanyalah batuk lama,warga tidak tahu untuk gejala
yang lainnya. Warga juga kurang paham mengenai pemeriksaan, pengobatan, resiko
bila putus obat, cara bersin dan batuk yang benar, komplikasi dari TBC.
Setelah mengisi materi, seperti biasanya kami melakukan skrining terhadap
warga yang hadir dalam penyuluhan. Anamnesis singkat, pemeriksaan vital sign dan
pemeriksaan paru. Dari 30 warga yang hadir tidak terdapat warga yang dicurigai
menderita TBC, tetapi pada dusun itu ada 1 warga yang sudah terdiagnosis TBC dan
sedang pengobatan TBC tahap awal. Sehingga kami berpesan agar selalu mengingat
materi yang kami sampaikan supaya menghindari penularan.

B. KAJIAN
Penjamu (HOST)
Pejamu atau host adalah populasi atau organisme yang memiliki resiko terkena
penyakit. Pasien ibu S. terdiagnosa positif TB paru. Ibu S berusia 45 tahun dan masuk
dalam kategori usia produktif. Menurut beberapa penelitian dikatakan bahwa di
Indonesia 75 % penderita TB paru adalah usia produktif, yakni insidensi tertinggi terjadi
pada usia dewasa muda. Di wilayah puskesmas Bambanglipuro pada tahun 2017
penderita TB didominasi oleh usia remaja akhir (17-25 tahun) dan usia lansia akhir (55-
56 tahun) sebanyak 4 orang.
Di Bambanglipuro juga didapatkan hasil bahwa laki-laki lebih banyak menderita TB
daripada perempuan pada tahun 2017. Hal ini sesuai dengan kepustakaan dimana laki-
laki beresiko lebih besar untuk terkena penyakit TB paru di bandingkan dengan
perempuan karena laki-laki lebih banyak yang merokok dan minum alcohol dibanding
perempuan . Merokok dan alcohol dapat menurunkan imunitas tubuh sehingga lebih
mudah terkena penyakit TB paru.
Selain karena usia, ternyata faktor resiko lain dari pasien ini adalah status gizi ibu S
yang tergolong gizi kurang. Tebukti dengan berat badan nya hanya 30 kg dengan tinggi
badan 145 cm. Dilakukan penghitungan IMT sebesar 14,26, dan IMT tersebut tergolong
dalam kategori gizi kurang. Penelitian menunjukkan bahwa orang dengan
status gizi kurang mempunyai resiko 3,7 kali lebih besar untuk menderita TB Paru berat
dibandingkan dengan orang yang status gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada

12
seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon
immunologik terhadap penyakit. Hal inipun juga berhubungan dengan keadaan sosial
ekonomi yang berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi lingkungan, gizi dan
akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan dapat menyebabkan
kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan
berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan
kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB Paru.
TB paru yang terjadi pada ibu S diduga disebabkan oleh tertular dari ipar dan
tetangga ibu tersebut yang menderita TB di lampung (pasien telah tinggal di Lampung
selama 10 tahun dan kembali ke Bantul karena sakit batuk darah kemarin). Ibu ini juga
tidak menceritakan sakitnya kepada keluarga (hanya anak pasien yang mengetahuinya),
dengan alasan tidak ingin membuat orang tua khawatir. Padahal di rumah tempat tinggal
pasien terdapat orang tua dan anak kecil keponakan pasien. Dalam pedoman, jika dalam
sebuah rumah penderita TB terdapat anak kecil, maka anak tersebut harus mendapat
pengobatan INH profilakksis. Walaupun ibu S telah melakukan segala upaya untuk
mencegah penularan.
Di Bambanglipuro ditemukan 3 pasien TB dengan komorbiditas Diabetes Melitus.
Penderita DM harus lebih diperhatikan dalam skrining TB, karena pasien dengan DM
berkaitan dengan gangguan fungsi imunitas, sehingga penderita lebih rentan terserang
infeksi, termasuk TB paru. Penyebab infeksi TB paru pada penderita DM adalah karena
defek fungsi sel-sel imun dan mekanisme pertahanan tubuh, termasuk gangguan fungsi
epitel pernapasan dan motilitas silia serta banyak lagi pathogenesis kerusakan akibat
angiopati yang disebabkan oleh DM. Oleh karena itu juga pada penderita DM mendapat
masa pengobatan yang lebih lama yaitu selama 9 bulan (2 bulan masa pengobatan
intensif dan 7 bulan pengobatan lanjutan). Beruntung di Bambanglipuro tidak ditemukan
pasien TB dengan HIV/AIDS.

Agen
Agen merupakan suatu faktor esensial untuk terjadinya suatu penyakit. Agen
penyebab TB adalah Mycobacterium Tuberculosis. Di Bambanglipuro juga tidak
ditemukan pasien yang resisten terhadap pengobatan.
Hal ini dapat disebabkan oleh terapi TB yang baik di wilayah Bambanglipuro,
terutama dalam hal kepatuhan minum obat. Kepatuhan minum obat dapat dipengaruhi

13
oleh tingkat pengetahuan mengenai penyakit. Tingkat pengetahuan merupakan salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi seseorang terhadap pengobatannya. Kurangnya
tingkat pengetahuan akan menunjukkan bahwa seseorang belum mengetahui, mengerti
dan memahami maksud dari pengobatan yang mereka jalani. Dari data, penderita
penyakit TBC di wilayah Siten, desa Sumbermulyo, kecamatan Bambanglipuro,
kabupaten Bantul didapatkan kasus TB paru tahun 2017 jumlah penderita sebanyak 17
orang.
Dari literatur yang ada dibuktikan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
tingkat pengetahuan tentang TBC paru dengan kejadian tuberculosis. Diharapkan
dengan memberi edukasi mengenai penyakit TBC, akan semakin banyak temuan-
temuan kasus di sekitar warga. Sehingga pengobatan dapat segera diselenggarkan untuk
dapat mencegah penularan lebih luas terhadap warga.
Karena puskesmas Bambanglipuro masih sangat rendah angka temuan kasus TB
paru baru. Sehingga diharapkan dengan secara berkala memberikan pembinaan kepada
warga mengenai TBC supaya warga waspada dan akhirnya dapat membantu puskesmas
dalam penemuan kasus TB Paru baru, sehingga nantinya dapat menghindari terjadinya
penularan lebih luas dan dapat melakukan pengobatan hingga tuntas.
Motivasi terhadap kepatuhan pengobatan merupakan proses yang menjelaskan
intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya, dalam hal
ini adalah kesembuhan dari TBC, kurangnya motivasi seseorang menunjukkan
kurangnya kebutuhan maupun dorongan responden untuk mencapai sebuah tujuan.
Dukungan keluarga maupun petugas kesehatan terhadap kepatuhan pengobatan sangat
diperlukan oleh penderita TBC. Karena dari petugas kesehatanlah sebagian besar
informasi mengenai penyakit dan pengobatan diperoleh. Dukungan petugas kesehatan
selain berupa pemberian informasi, juga berupa pelayanan yang baik dan sikap selama
proses pelayanan.
Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap
penderita yang sakit. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat
mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Ada
beberapa jenis dukungan yang dapat diberikan oleh keluarga, antara lain; dukungan
informasional, dukungan instrumental dan dukungan emosional. Lamanya dan
banyaknya jumlah obat yang dikonsumsi juga dapat menyebabkan turunnya kepatuhan
minum obat. Jumlah obat yang dikonsumsi sering menjadi alasan munculnya

14
ketidakpatuhan pengobatan pada penyakit kronik. Semakin banyaknya obat yang harus
diminum, besar juga kemungkinan pasien untuk tidak patuh dengan pengobatannya.
Kurangnya akses terhadap Pelayanan Kesehatan merupakan salah satu faktor yeng
mempengaruhi kepatuhan pengobatan.

Lingkungan
Pada kasus ini, populasi yang terkena penyakit adalah warga dusun Siten, desa
Sumbermulyo yang terkena TBC karena terdapat salah satu warganya yang terdiagnosis
TBC serta sedang menjalani pengobatan. Hal ini juga didukung data di desa
Sumbermulyo pada tahun 2017, ditemukan sebanyak 7 orang yang terdiagnosis TB dan
merupakan terbanyak sekecamatan Bambanglipuro. Penyebab suatu daerah memiliki
prevalensi penderita TB lebih tinggi dapat disebabkan oleh banyak hal, misal, kepadatan
penduduk disuatu daerah yang tidak sesuai dengan jumlah rumah yang ada (kepadatan
hunian), PHBS penduduk yang masih kurang, faktor ekonomi dan sosial suatu wilayah.
Semua faktor tersebut berbeda-beda tiap daerah, sehingga jumlah penderita TB tiap
daerah dapat berbeda dan sebaiknya dilakukan perhitungan membandingkan proporsi
jumlah penduduk per daerah sehingga yang dianalisa berupa persentase, bukan jumlah.
Berdasarkan data yang disajikan, Dusun Siten mempunyai seorang penderita TBC
yang sedang menjalani pengobatan fase awal dan terdapat 3 orang dicurigai TBC yang
di skrining. Tidak menutup kemungkinan penderita TBC akan bertambah dikarenakan
sudah terdapat pasien yang terdiiagnosis TBC didaerah tersebut juga kemungkinan
penularan TBC tinggi. Oleh karena itu penting untuk dilakukannya skrining berkala
kepada warga disertai dengan pendampingan berupa pembinaan atau penyuluhan kepada
warga masyarakat.
Pembinaan atau penyuluhan kepada warga masyarakat selain dapat menambah
wawasan terhadap penyakit juga dapat membantu tenaga kesehatan dalam hal ini
puskesmas untuk memutus rantai penularan penyakit. Semakin bertambah
pengetahuannya maka masyarakat jadi mengerti mengenai penyakit TB sehingga akan
timbul kesadaran akan adanya sebuah penyakit tersebut di lingkungan sekitar baik
didalam keluarga atau di lingkungan masyarakat sekitar tempat tinggal, dan akhirnya
akan menambah penemuan kasus TB paru yang baru.

15
Kajian dari Hasil Wawancara
Hasil wawancara bersama petugas khusus penyakit menular didapatkan masalah-
masalah yang masih dihadapi adalah:
1. Program skrining terhadap kasus TB Paru baru masih kurang digalakkan, masih
kurang melibatkan kader-kader dimasyarakat, sehingga penemuan kasus TB paru baru
di puskesmas Bambanglipuro rendah.
2. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap penyakit TBC yang ternyata menular
sehingga masyarakat tidak waspada terhadap bahaya penularan penyakit ini.
3. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan
bila menderita batuk lama lebih dari 2 minggu dan bila muncul gejala-gejala lainnya,
dengan alasan bahwa penyakitnya dapat sembuh sendiri.
4. Kurangnya pendampingan dalam terapi yang dilakukan oleh keluarga penderita TBC

16
BAB IV
DIAGNOSIS KOMUNITAS

Berdasarkan hasil dari pengambilan data yang dilakukan, didapatkan


diagnosis komunitas sebagai berikut:
a. Masalah rendahnya penemuan kasus TB paru baru di wilayah binaan
puskesmas Bambanglipuro karena kurangnya tingkat pengetahuan
masyarakat mengenai penyakit TB sehingga kesadaran untuk periksa saat
mengalami batuk lama kurang.
b. Program skrining TBC di wilayah binaan puskesmas Bambanglipuro
masih kurang digalakkan, kurang juga melibatkan kader dan dokter/bidan
praktek swasta di wilayah ini dalam menemukan kasus TB paru baru.
c. Kurangnya pendampingan dalam terapi yang dilakukan oleh keluarga
penderita TBC.

17
BAB V
STRATEGI DAN PROGRAM PENANGANAN

Adapun Strategi untuk mengahadapi masaalah ini sebelumnya dianalisis dengan


menggunakan analisa SWOT :
INTERNAL Kekuatan (S) Kelemahan (W)
 Masyarakat memiliki  Pengetahuan masyarakat
keinginan untuk belajar masih kurang mengenai
 Banyaknya kasus TB di penyakit TB sehingga
lingkungan rumah masyarakat tidak waspada
masyakarat tehadap bahaya penularan
 Adanya kader kesehatan TB
di Dusun Siten  Masyarakat kurang sadar
untuk memeriksakan diri ke
EKSTERNAL fasilitas kesehatan
Peluang (O) Strategi SO STRATEGI WO
 Akses ke fasilitas  Tenaga kesehatan dapat  Materi yang diberikan
kesehatan yang mudah memberi edukasi kepada sesuai kebutuhan
dijangkau masyarakat lewat masyarakat dan mudah
 Tenaga kesehatan penyuluhan dan dimengerti, dapat juga
puskesmas yang pembinaan menggunakan media
memadai  Tenaga kesehatan dapat komunikasi lain
 Adanya kegiatan melakukan skrining  Memberi informasi kepada
Surveilans masyarakat berkala masyarakat indikasi
epidemioogi  Kasus TB yang telah ada pemeriksaan diri di
 Adanya dana dari dapat dijadikan contoh puskesmas untuk pasien
pemerintah untuk nyata bagi masyarakat suspect TB dan proses
penyuluhan, untuk waspada terhadap pemeriksaan sehingga
penemuan kasus dan TB, mempraktekkan cara masyarakat tidak takut
pengobatan TB secara pencegahan TB dan untuk periksa
gratis peduli tehadap pasien TB
(diberi dukungan)
 Dari data analisa

18
surveilans epidemiologi,
petugas puskesmas dapat
merencakan program
yang tepat dan
mengendalikan penyakit
TB yang banyak di suatu
daerah atau waktu
 Meningkatkan kerja sama
antar tenaga kesehatan
dan kader kesehatan
Ancaman (T) Strategi ST Strategi WT
 Masyarakat yang aktif  Melakukan penyuluan di  Melibatkan peran serta
ke penyuluhan kesempatan lain saat tokoh masyarakat ataupun
mayoritas adalah orang-orang usia dewasa organisasi masyarakat
orang tua karena berkumpul, seperti arisan, setempat dalam mendukung
orang dewasa banyak pengajian penanganan TB
yang bekerja pada  Meningkatkan  Membangun koordinasi
siang hari pengetahuan kader yang baik antara puskesmas,
 Petugas kesehatan tentang TB secara lebih kader, maupun tokoh
tidak dapat mendalam sehingga masyarakat setempat
mendampingi terus kader dapat mendampingi
untuk satu daerah masyarakat sekitar karena
keterbatasan petugas
kesehatan
(memberdayakan kader)
 Membuat sarana
penghubung antara
puskesmas dengan kader
kesehatan melalui media
sosial seperti pembuatan
grup chat untuk
melaporkan adanya kasus
TB

19
Dari hasil analisis dengan menggunakan Analisa SWOT diperlukan strategi dalam
pengendalian TB dan akan masalah yang dihadapi di Kecamatan Bambanglipuro khususnya
di Dusun Siten sebagai Dusun yang sedang dilakukan pembinaan oleh dokter muda, dengan
tujuan antara lain :
1. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan penyakit TB
2. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan TB
3. Meningkatkan angka penemuan penderita TB sehingga pasien TB dapat ditangani
dengan tepat
4. Menurunkan angka mortalitas TB dan morbiditas akibat TB
Strategi yang telah dilakukan di Puskesmas Bambanglipuro sudah sangat baik, antara lain :
1. Alih Info TB
Merupakan suatu program yang diadakan oleh penanggungjawab bagian TB di
Puskesmas Bambanglipuro dengan tujuan memberi informasi mengenai hal-hal terkait
TB secara berkala kepada karyawan Puskesmas yang diadakan tiap tahun, misal :
mengundang tim PPI untuk memberi materi mengenai cara menghadapi pasien TB saat
pasien datang ke puskesmas.
2. Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
Tujuan dari PMT adalah meningkatkan asupan gizi pasien penderita TB sehingga dapat
meningkatkan imunitas pasien, berupa makanan tinggi protein dan kalori, yaitu susu,
kacang hijau, gula jawa dan telur. Program ini sangat berguna untuk mencukupi
kebutuhan pasien terutama bagi pasien dengan tingkat ekonomi rendah.
3. Active Case Finding : Systematic screening for active tuberculosis
ACF merupakan program dari WHO berupa kegiatan menjaring penderita dengan
langsung mendatangi daerah yang dicurigai terdapat penderita TB, kemudian
melakukan pemeriksaan dengan tujuan didapatkan penderita TB yang enggan datang ke
fasilitas kesehatan. Kegiatan pembinaan yang kami lakukan merupakan ACF yang
dimodifikasi dengan melakukan skrining terhadap satu kelompok warga yang datang
dalam pertemuan dan dalam kesempatan ini disisipkan materi penyuluhan kepada
warga.
4. Pengobatan TB di Puskesmas
Pengobatan TB di Puskesmas dilakukan secara terpadu, berdasarkan alur tatalaksana
TB dan didata dengan baik agar tidak ada pasien yang lost of follow up maupun pasien
dengan kasus lain seperti kasus kambuh, kasus gagal pengobatan dan lain-lain dapat

20
terdata sehingga mendapatkan pengobatan yang tepat. Dengan bekerja sama dengan
pemerintah, obat yang disediakan adalah fixed dose yang telah disediakan pemerintah
yang merupakan obat kualitas terbaik TB serta segala pemeriksaan dan pengobatan
dibiayai oleh pemerintah. Pengambilan obat dilakukan setiap 2 minggu agar pasien
lebih mudah di kontrol kepatuhan minum obatnya. Petugas Puskesmas juga sangat baik
dalam pelayanan terhadap pasien TB, sehingga pasien merasa nyaman. Petugas
Puskesmas menghapal riwayat pasien, pengobatan pasien dan rumah tempat tinggal
pasien, sehingga dapat lebih menjangkau pasien dan keluarga untuk saling bekerja sama
dalam penanganan pasien terutama dalam hal kepatuhan minum obat dan pencegahan
penularan.

Program yang akan ditambahkan selanjutnya adalah :

1. Gerakan Terpadu Daerah (Gerduda)


Program ini direncakan berjalan pada bulan April 2018. Merupakan suatu program
melibatkan kader dan tokoh masyarakat untuk membantu menjaring pasien TB dan
menanggulangi TB.
2. Public Private Mix (PPM)
PPM-TB adalah suatu strategi yang melibatkan semua penyedia layanan publik dan
swasta dalam implementasi International Standard Care for TB (ISTC). Ini
merupakan program dari WHO dan strategi terobosan yang diusulkan untuk
penanggulangan TB di Indonesia adalah model PPM Indonesia yang terdiri dari enam
komponen utama yaitu :
- Pelayanan DOTS di Puskesmas
- Pelayanan DOTS oleh Dokter Praktek Swasta dan Spesialis
- Pelayanan DOTS di rumah sakit publik / swasta
- Diagnosa TB yang berkualitas
- OAT dan penanganan secara rasional
- Penguatan sistem komunitas

Peran aktif masyarakat dalam mendukung strategi tersebut, antara lain :

1. Melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam kehidupan sehari-hari
2. Memberi edukasi kepada orang-orang yang belum mengetahui mengenai TB

21
3. Waspada terhadap penyakit TB dengan cara deteksi dini gejala dan tanda TB
kemudian memeriksakan diri atau menyarankan/mengantar tersangka untuk
memeriksakan diri di fasilitas pelayanan kesehatan (Puskesmas)
4. Segera melaporkan ke RT/RW/kader atau sarana pelayanan kesehatan terdekat bila ada
tersangka/penderita TB
5. Aktif mengikuti acara Puskesmas
6. Untuk penderita TB, mencegah penularan TB dengan melakukan etika batuk,
membuang dahak sesuai aturan, menjemur alat tidur, serta membuat sirkulasi rumah
lancar dan banyak terdapat sinar matahari

22
BAB VI
REFLEKSI DAN SARAN

Setelah berkunjung kerumah pasien dan menggali lebih dalam semua hal-hal yang
berkaitan dengan penyakitnya, kami menemukan beberapa hal-hal yang dapat dijadikan
pembelajaran bagi kami.
Seperti yang telah terpapar diatas, pasien kami memiliki tingkat pengetahuan
terhadap penyakit rendah sehingga menyebabkan terlambat penanganan dan terlambat
pengobatan. Sehingga menyebabkan lebih tingginya resiko penularan terhadap warga
disekitarnya. Program puskesmas yang sudah ada dirasa mampu menanggulangi hal ini,
sehingga semua masalah dapat ditangani dengan baik. Disini bisa diambil pelajaran bahwa
pengetahuan seorang (pasien) terhadap penyakit adalah hal paling penting dalam mencegah
penularan, morbiditas dan mortalitas suatu penyakit. Sebab dengan membekali masyarakat
dengan pengetahuan, akan membantu mereka membentengi diri agar tidak terkena
penyakit/supaya tetap sehat, atau apabila sudah terlanjur sakit supaya tidak lebih sakit dan
menjadi sehat kembali. Pengetahuan yang perlu dibagi untuk masyarakat mengenai suatu
penyakit mencakup: pengertian, penyebab, tanda-gejala, bagaimana penyakit dapat terjadi,
cara penularan, pengobatan, prognosis, cara mencegah, dan hal-hal apa saja yang patut
diwaspadai (red flags), dsb. Ada hal-hal yang perlu di pegang oleh tenaga medis sebagai
pemberi edukasi, yaitu harus mencari cara pemberian edukasi paling tepat bagi pasien.
Sesuaikan dengan latar belakang ekonomi, sosial, dan budayanya. Sehingga apa yang kita
sampaikan dapat sampai ke target kita dengan baik.
Status gizi pasien masuk status gizi kurang. Kekurangan gizi pada seseorang akan
berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap
penyakit. Hal inipun juga berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi yang berkaitan erat
dengan pendidikan, keadaan sanitasi lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan
kesehatan. Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli
dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi.
Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga
memudahkan terkena infeksi TB Paru. Sehingga kita perlu juga memberi pengetahuan bagi
pasien dan keluarga untuk selalu memperhatikan gizi yang dimakannya.

23
Melihat fenomena ini, sebagai tenaga kesehatan, khususnya dokter, kita harus turut
berperan aktif untuk mencegah penularan TB paru dan mencegah. Dengan memutus rantai
penularan ini diharapkan terjadi penurunan mortalitas dan morbiditas TB paru. Oleh sebab
itu untuk memutus rantai penularannya sebagai tenaga kesehatan harus giat untuk memberi
pemahaman dan pembelajaran (edukasi) bagi masyarakat tentang cara penularan penyakit
ini sekaligus juga dilakukan skrining berkala pada suatu daerah. Sebab edukasi dan skrining
merupakan salah satu cara paling sederhana dalam memberantas penyakit TB. Seluruh
program puskesmas sudah sangat baik sebenarnya, hanya saja dalam pelaksanaannya masih
kurang. Sehingga angka penemuan kasus TB paru baru masih kurang.

24
LAMPIRAN

 Kunjungan 1 : dusun Siten  pembinaan dan skrining oleh PPTI bekerja sama
dengan puskesmas Bambanglipuro Bantul

 Kunjungan kedua : rumah ibu S., dusun Siten

25
 Hasil pemeriksaan rontgen thorax

26
 Pembinaan kedua dusun Ngireng-ireng

27

Anda mungkin juga menyukai