Anda di halaman 1dari 7

Asuhan Keperawatan pada Meningitis dan Ensefalitis

1. Pengkajian Meningitis dan Ensefalitis


a. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah
sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Mula-mula anak rewel, gelisah, muntah-muntah, panas badan meningkat
kurang lebih 1-4 hari, sakit kepala.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien sebelumnya menderita batuk, pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah
menderita penyakit herpes, penyakit infeksi pada hidung, telinga dan
tenggorokan.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh:
Herpes dan lain-lain. Bakteri contoh: Staphylococcus Aureus, Streptococcus, E.
Coli , dan lain-lain.
f. Imunisasi
Kapan terakhir diberi imunisasi DTP karena ensafalitis dapat terjadi post
imunisasi pertusis.
2. Pemeriksaan Fisik
Terdapat istilah 6 B dalam pemeriksaan fisik meningitis dan ensefalitis, yaitu :
a. B1 (Breathing) : Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial
menyebabakan kompresi pada batang otak yang menyebabkan pernafasan tidak
teratur. Apabila tekanan intrakranial sampai pada batas fatal akan terjadi
paralisa otot pernafasan.
b. B2 (Blood) : Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi
iskemik pada daerah tersebut, hal ini akan merangsaang vasokonstriktor dan
menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan pada pusat vasomotor
menyebabkan meningkatnya transmitter rangsang parasimpatis ke jantung.
c. B3 (Brain) : Kesadaran menurun. Gangguan tingkat kesadaran dapat
disebabkan oleh gangguan metabolisme dan difusi serebral yang berkaitan
dengan kegagalan neural akibat prosses peradangan otak.
d. B4 (Bladder) : Biasanya pada pasien ensefalitis kebiasaan mictie normal
frekuensi normal.
e. B5 (Bowel) : Penderita akan merasa mual dan muntah karena peningkatan
tekanan intrakranial yang menstimulasi hipotalamus anterior dan nervus vagus
sehingga meningkatkan sekresi asam lambung. Dapat pula terjadi diare akibat
terjadi peradangan sehingga terjadi hipermetabolisme.
f. B6 (Bone) : Kelemahan.
3. Diagnosa
a. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
b. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral yang
mengubah/menghentikan darah arteri/virus.
c. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kejang umum/lokal,
kelemahan umum.
d. Resiko tinggi gangguan nutrisi berhubungan dengan kesulitan mengunyah dan
sulit makan.
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular,
penurunan kekuatan.
f. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan myelin pada akson.
g. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
4. Intervensi
a. Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
Tujuan : Nyeri klien berkurang.
Kriteria hasil : Klien tidak menunjukkan wajah menahan nyeri.
Intervensi
1) Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin di atas mata, berikan posisi
yang nyaman kepala agak tinggi sedikit, latihan rentang gerak aktif atau pasif
dan masase otot leher.
2) Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman(kepala agak tinggi).
3) Berikan latihan rentang gerak aktif/ pasif.
4) Gunakan pelembab hangat pada nyeri leher atau pinggul.
5) Lakukan kolaborasi dalam pemberian analgetik, asetaminofen, dan codein.
Rasional
1) Meningkatkan vasokonstriksi, penumpukan resepsi sensori yang selanjutnya
akan menurunkan nyeri.
2) Menurunkan iritasi meningeal, resultan ketidaknyamanan lebih lanjut.
3) Dapat membantu merelaksasikan ketegangan otot.
4) Meningkatkan relaksasi otot dan menurunkan rasa sakit/ rasa tidak nyaman.
5) Mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat.
b. Dx 2 : Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan edema serebral yang mengubah atau
menghentikan darah arteri/virus.
Tujuan : Perfusi jaringan menjadi adekuat.
Kriteri hasil : Kesadaran klien kompos mentis.
Intervensi
1) Berikan tirah baring dengan posisi kepala datar.
2) Bantu berkemih, membatasi batuk, muntah mengejan.
3) Lakukan kolaborasi untuk meninggikan kepala tempat tidur 15-45 derajat.
4) Lakukan kolaborasi dalam pemberian cairan IV (larutan hipertonik,
elektrolit).
5) Lakukan kolaborasi dalam pemberian obat steroid, clorpomasin, dan
asetaminofen.
Rasional
1) Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi adanya resiko herniasi
batang otak yang memerlukan tindakan medis dengan segera.
2) Aktivitas seperti ini akan meningkatkan tekanan intratorak dan intra
abdomen yang dapat meningkatkan TIK.
3) Peningkatan aliran vena dari kepala kna menurunkan TIK.
4) Meminimalkan fluktuasi dalam aliran vaskuler dan TIK.
5) Menurunkan permeabilitas kapiler untuk membatasi edema serebral,
mengatasi kelainan postur tubuh atau menggigil yang dapat meningkatkan
TIK, menurunkan konsumsi oksigen dan resiko kejang.
c. Dx 3 : Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan
kejang umum/lokal, kelemahan umum.
Tujuan : Mengurangi risiko cidera akibat kejang.
Kriteria hasil : Tidak ditemukan cidera selama kejang.
Intervensi
1) Pertahankan penghalang tempat tidur tetap terpasang dan pasang jalan nafas
buatan.
2) Berikan tirah baring selama fase akut.
3) Lakukan kolaborasi dalam pemberian obat venitoin, diazepam, dan
venobarbital.
Rasional
1) Melindungi pasien bila terjadi kejang.
2) Menurunkan resiko terjatuh/trauma ketika terjadi vertigo, sinkop, atau
ataksia.
3) Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang.
d. Dx 4 : Resiko tinggi gangguan nutrisi berhubungan
dengan kesulitan mengunyah dan sulit makan.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria hasil : Turgor baik, asupan dapat masuk sesuai
kebutuhan, terdapat kemampuan menelan, dan
berat badan meningkat.
Intervensi
1) Observasi tekstur dan turgor kulit.
2) Observasi asupan dan keluaran.
3) Kaji kemampuan klien dalam menelan, batuk dan adanya sekret.
4) Timbang berat badan sesuai indikasi.
5) Berikan makanan dengan cara meninggikan kepala.
6) Berikan makan per oral setengah cair dan makanan lunak ketika
klien dapat menelan air.
7) Anjurkan klien menggunakan sedotan untuk minum.
Rasional
1) Mengetahui status nutrisi klien.
2) Mengetahui keseimbangan nutrisi klien.
3) Dengan mengkaji faktor-faktor tersebut dapat menentukan kemampuan
menelan klien dan mencegah resiko aspirasi.
4) Untuk mengevaluasi efektivitas dari asupan makanan.
5) Menurunkan resiko regurgitasi atau aspirasi.
6) Makanan lunak/cair mudah untuk dikendalikan di dalam mulut dan
menurunkan terjadinya aspirasi.
7) Menguatkan otot fasial dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya
tersedak.
e. Dx 5 : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan.
Tujuan : Klien dapat beraktifitas kembali dengan normal.
Kriteria hasil : Klien tidak merasa lemah.

Intervensi
1) Bantu latihan rentang gerak.
2) Berikan perawatan kulit, masase dengan pelembab.
3) Berikan matras udara atau air, perhatikan kesejajaran tubuh secara
fumgsional.
4) Berikan program latihan dan penggunaan alat mobilisasi.
Rasional
1) Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/posisi normal akstremitas dan
menurunkan terjadinya vena yang statis.
2) Meningkatkan sirkulasi, elastisitas kulit, dan menurunkan resiko terjadinya
ekskoriasi kulit.
3) Menyeimbangkan tekanan jaringan, meningkatkan sirkulasi dan membantu
meningkatkan arus balik vena untuk menurunkan resiko terjadinya trauma
jaringan.
4) Proses penyembuhan yang lambat seringkali menyertai trauma kepala dan
pemulihan secara fisik merupakan bagian yang amat penting dari suatu
program pemulihan tersebut.
f. Dx 6 : Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan
myelin pada akson.
Tujuan : Meminimalkan perubahan persepsi sensori.
Kriteria hasil : Klien dapat mengontrol emosi dirinya.
Intervensi
1) Hilangkan suara bising yang berlebihan.
2) Validasi persepsi pasien dan berikan umpan balik.
3) Beri kesempatan untuk berkomunikasi dan beraktivitas.
4) Lakukan kolaborasi dengan ahli fisioterapi dalam pemberian terapi okupasi,
wicara dan kognitif.
Rasional
1) Menurunkan ansietas, respons emosi yang berlebihan/bingung yang
berhubungan dengan sensorik yang berlebihan.
2) Membantu pasien untuk memisahkan pada realitas dari perubahan persepsi.
3) Menurunkan frustasi yang berhubungan dengan perubahan kemampuan/pola
respons yang memanjang.
4) Pendekatan antardisiplin dapat menciptakan rencana penatalaksanaan
terintegrasi yang didasarkan atas kombinasi kemampuan/ketidakmampuan
secara individu yang unik dengan berfokus pada fungsi fisik, kognitif, dan
keterampilan perceptual.
g. Dx 7 : Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
Tujuan : Suhu tubuh kembali normal.
Kriteria hasil : Suhu tubuh 36,5 - 37,5 ° C.
Intervensi
1) Berikan kompres hangat.
2) Anjurkan klien untuk menggunakan baju yang tipis.
3) Observasi Suhu tubuh klien
4) Lakukan kolaborasi dalam pemberian paracetamol.
Rasional
1) Pengeluaran panas secara konduksi.
2) Pengeluaran panas secara evaporasi.
3) Menentukan keberhasilan tindakan.
4) Membantu menurunkan suhu tubuh.
5. Evaluasi
a. Mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa bukti penyebaran infeksi
endogen atau keterlibatan orang lain.
b. Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi
motorik/sensorik, mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil.
c. Tidak mengalami kejang/penyerta atau cedera lain.
d. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol dan menunjukkan postur rileks dan mampu
tidur/istirahat dengan tepat.
e. Mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal dan
kekuatan.
f. Meningkatkan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.
g. Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang dan mengungkapkan
keakuratan pengetahuan tentang situasi.

Anda mungkin juga menyukai