Anda di halaman 1dari 15

Analisis Masalah

1. Ny. Siti, (34 tahun) hamil 32 minggu (G6P4A1) datang ke Puskesmas dengan keluhan
malaise dan dizzy.
b. Bagaimana mekanisme keluhan terkait kasus?
Anemia pada ibu hamil biasanya terjadi pada trimester ke II dan ke III kehamilan.
Pada trimester ini anemia cenderung akan muncul apabila asupan tidak memadai,
sedangkan cadangan sudah banyak digunakan pada trimester ke I kehamilan. Ibu
hamil dengan keluhan lemah, pucat, mudah pingsan, dengan tekanan darah dalam
batas normal, perlu dicurigai anemia, biasanya yang banyak terjadi yaitu anemia
defisiensi besi,
Mekanisme terjadinya malaise dan pusing pada Ny. Siti :
Asupan diet yang buruk  konsumsi Fe menurun  absorpsi Fe menurun 
cadangan besi menurun, kebutuhan semakin meningkat  sintesis Hb menurun
 transport oksigen kejaringan menurun  malaise & pusing.

2. Ny. Siti merupakan seorang ibu rumah tangga dan suaminya merupakan buruh lepas.
Mereka merupakan keluarga dengan sosioekonomi sangat rendah. Anak termuda
mereka berusia 2 tahun.
a) Apa hubungan dari tingkat sosioekonomi sangat rendah dengan keluhan yang
dialami ? (nutrisi Ibu)
Pada wanita hamil kebutuhan nutrisi yang harus dipenuhi menjadi lebih
banyak. Seorang ibu hamil memiliki kebutuhan gizi khusus. Beberapa
kebutuhan gizi ibu hamil dapat ditutupi oleh makanan sehat yang seimbang.
Pada wanita hamil semua kebutuhan nutrisi tersebut harus dipenuhi, jika tidak
dipenuhi maka akan berdampak pada ibu dan juga janin yang dikandung nya.
Secara umum kebiasaan makan yang buruk tersebut dapat berdampak :
1. Terhadap Ibu
Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko dan komplikasi
pada ibu antara lain: anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah
secara normal, dan terkena penyakit infeksi.
2. Terhadap Persalinan
Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan
persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (premature),
pendarahan setelah persalinan, serta persalinan dengan operasi cenderung
meningkat.
3. Terhadap Janin
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan
janin dan dapat menimbulkan kegururan , abortus, bayi lahir mati,
kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra partum
(mati dalam kandungan), lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR)

Gizi yang kurang akan menyebabkan pertumbuhan janin terganggu baik


secara langsung oleh nutrisi yang kurang ataupun tidak langsung akibat fungsi
plasenta terganggu. Status gizi dan nutrisi ibu sangat berpengaruh pada
pertumbuhan plasenta dan janin. Wanita yang kurus dan kehilangan berat
badan ataupun mempunyai pertambahan berat badan sangat rendah selama
hamil, maka akan menggunakan protein tubuhnya untuk memenuhi kebutuhan
dirinya sendiri dan janin. Pengaruh terbesar adalah ibu yang memiliki berat
badan rendah sehingga cadangan nutrisi juga sedikit. Dengan demikian akan
terjadi kompetisi antara ibu, janin dan plasenta untuk mendapatkan nutrisi dan
hal ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan plasenta serta janin yang akan
berdampak pada berat lahir bayi dan berat plasenta.

1. Tingkat Pendidikan.
Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan
perilaku hidup sehat. Hasil penelitian Hendro (2006), mengatakan ada
hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan status anemia, karena
dengan tingkat pendidikan ibu yang rendah diasumsikan pengetahuannya
tentang gizi rendah, sehingga berpeluang untuk terjadinya anemia
sebaliknya jika ibu hamil berpendidikan tinggi, maka kemungkinan besar
pengetahuannya tentang gizi juga tinggi, sehingga diasumsikan kecil
peluangnya untuk terjadi anemia.
2. Jenis Pekerjaan.
Sesuai dengan pendapat Gibson (1995) menyatakan bahwa salah satu
tingkatan anemia gizi besi adalah hilangnya zat besi ditandai dengan
adanya pengurangan jumlah cadangan zat besi dalam hati yang berakibat
pada rendahnya nilai konsentrasi serum feritin, walaupun proses transport
hemoglobin masih normal. Pengurangan zat besi salah satu penyebabnya
adalah beban kerja atau seberapa berat aktivitas fisik yang dilakukan oleh
ibu selama kehamilannya, semakin berat aktivitas fisik yang dilakukan ibu
hamil mempunyai kemungkinan lebih besar terjadi pengurangan cadangan
zat besi.
3. Tingkat Pendapatan
Kemiskinan sebagai penyebab gizi kurang menduduki posisi pertama pada
kondisi yang umum. Hal ini harus mendapat perhatian serius karena
keadaan ekonomi ini berpengaruh terhadap ketersediaan pangan dirumah
tangga. Pertumbuhan ekonomi akan dapat meningkatkan pendapatan,
dengan meningkatnya pendapatan maka persoalan gizi terutama pada ibu
hamil akan teratasi. Tingkat pendapatan juga menentukan jenis pangan
apa yang dibeli. Semakin tinggi pendapatan semakin besar pula persentasi
perbelanjaan termasuk untuk buah-buahan, sayur sayuran dan jenis
makanan lain, tetapi walaupun makanan yang berkualitas tinggi masuk ke
dalam suatu rumah tangga tidak ada jaminan apakah makanan ini akan
sampai kepada mereka yang sangat membutuhkan terutama pada ibu
hamil .( Suhardjo, 2003).
4. Jarak Kelahiran
Salah satu penyebab yang dapat mempercepat terjadinya anemia pada ibu
hamil adalah jarak kelahiran pendek. Hal ini disebabkan kekurangan
nutrisi yang merupakan mekanisme biologis dan pemulihan faktor
hormonal dan adanya kecenderungan bahwa semakin dekat jarak
kehamilan, maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hendro di medan (2006) ibu
hamil yang jarak kelahiran anaknya < 2 tahun sebagian besar menderita
anemia. Seorang wanita yang melahirkan berturut-turut dalam jangka
waktu pendek tidak sempat memulihkan kesehatannya serta harus
membagi perhatian kepada kedua anak dalam waktu yang sama.
5. Paritas
adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir
hidup maupun lahir mati. Seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai
risiko mengalami anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak
memperhatikan kebutuhan nutrisi. Karena selama hamil zat – zat gizi akan
terbagi untuk ibu dan untuk janin yang dikandungnya. Berdasarkan hasil
analisis didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara paritas dengan
kejadian anemia pada ibu hamil, ibu hamil dengan paritas tinggi
mempunyai risiko 1.454 kali lebih besar untuk mengalami anemia
dibanding yang paritas rendah ( Djamilus dan Herlina, 2008). Menurut
Depkes RI (2004) jumlah kelahiran yang baik agar terwujudnya keluarga
sejahtera dan sehat adalah berjumlah 2 anak saja dengan jarak kelahiran
sama dengan atau lebih dari 3 tahun.

4. Pemeriksaan Kehamilan (External examination : Cephalic presentation, FHR 150


x/m, no uterine contraction; Laboratory examination : Hb 8,6 g/dL; WBC 9.600/mm;
Ht 25,8%; MCV = 70 fl, MCH = 23 pg; MCHC = 29 g/dl; Ferritin : 7 ng/ml, TIBC :
400 ug/dl, SI : 260 ug/L; Peripheral blood smear : hypochromic microcytic anemia)
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan kehamilan ?

Indikator Hasil pemeriksaan

Leopold I Fundus uteri 3 jari di atas pusat, Presentasi kepala.

Leopold II Memanjang, Puki


FHR 140x/menit  normal
Normalnya 120 – 160x/menit

Leopold III Terbawah kepala.

Leopold IV Kepala Floating

Indikator Hasil pemeriksaan Nilai rujukan Interpretasi

Hb 8,6 g/dL 13,7 – 15,5 g/dL Anemia ringan.


Pada kasus ini
anemia terjadi
karena asupan
gizi yang tidak
baik sehingga
produksi Hb
berkurang.

MCV 70 fl 80 - 94fl Mikrositik. Pada


kasus, suplai besi
untuk komponen
darah terganggu
sehingga Hb
yang terbentuk
kecil-kecil.

MCH 23 pg 27 - 34pg Hipokrom

MCHC 29 gr/dl 32 - 37g/dl Hipokrom

Fe serum 260 μg/L 61 - 157 ng/dl Abnormal

TIBC 400 μg/dl 112 – 346 μg/dl Abnormal

Ferritin 7 ng/ml 13 – 400 ng/ml Abnormal

Algoritma Diagnosis
Penegakan diagnostik untuk penderita anemia yaitu berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Anamnesis
Tanya mengenai riwayat penyakit sekarang dan riwayat penyakit dahulu,
riwayat gizi, keadaan lingkungan fisik sekitar, apakah ada paparan
terhadap bahan kimia atau fisik serta riwayat pemakaian obat. Tanyakan
riwayat penyakit keluarga untuk mengetahui apakah ada faktor keturunan.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan dilakukan secara sistematik dan menyeluruh. Perhatian
khusus diberikan pada
a. Warna kulit : pucat, sianosis, ikterus, kulit telapak tangan kuning
b. Kuku : koilonikia (kuku sendok)
c. Mata : ikterus, konjungtiva pucat
d. Mulut : ulserasi, hipertrofi gusi, atrofi papil lidah
e. Limfadenopati, hepatosplenomegali
3. Pemeriksaan laboratorium hematologi
a. Tes penyaring
 Kadar hemoglobin
 Indeks eritrosit (MCV, MCHC dan MCHC)
 Hapusan darah tepi
 Ferritin, SI dan TIBC
b. Pemeriksaan rutin
 Laju endap darah
 Diff. Count
 Hitung retikulosit
c. Pemeriksaan sumsum tulang
d. Pemeriksaan atas indikasi khusus
Pada anemia defisiensi besi periksa besi serum, TIBC, saturasi
transferin
4. Pemeriksaan laboratorium non hematologi
Pemeriksaan faal ginjal, hati, endokrin, asam urat, kultur bakteri.
5. Pemeriksaan penunjang lainnya
USG
Skema 1. Algoritma penegakan diagnosis anemia hipokrom mikrositer

Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi diperlukan metode


pemeriksaan yang akurat dan kriteria diagnosis yang tegas. Para peneliti telah
menyetujui bahwa diagnosis anemia defisiensi besi ditegakkan berdasarkan
gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah dan
sumsum tulang. Nasution (1985) dalam Riswan (2003) mengutip kriteria
WHO untuk memudahkan dan keseragaman diagnosis anemia defisiensi besi.

Tabel 7.1. Diagnosa Anemia Defisiensi Besi

Thanglela (1994) dalam Riswan (2003) menyebutkan bahwa WHO juga


menggolongkan hasil pemeriksaan hemoglobin menurut derajat keparahan
anemia pada kehamilan.
Tabel 7.2. Kriteria Anemia Berdasarkan Kadar Hemoglobin

Prognosis

Quo ad vitam: Bonam


Quo ad sanationam: Bonam
Quo ad functionam: Bonam
Nama : Fildzah Hashifah Taufiq
NIM : 04011181520007
Kelas : BETA 2015

LEARNING ISSUE

1. ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA IBU HAMIL


Anemia adalah kehamilan dengan kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah
11% pada trimester 1 dan 3 atau kadar <10,5% pada trimester 2. Nilai batas tersebut
perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil terjadi karena hemodilusi, terutama pada
trimester ke 2. Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah,
yang ditandai oleh penurnan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin
yang rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun. Pada
kehamilan anemia kekurangan besi akan timbul jika keperluan besi (kira-kira 1000mg pada
kehamilan tunggal) tidak dapat dipenuhi dari cadangan besi dan dari besi yang dapat
diabsorpsi dari traktus gastrointestinal.
Volume darah bertambah cepat pada kehamilan trimester 2 sehingga kekurangan besi
seringkali terlihat pada turunnya kadar hemoglobin. Meskipun bertambahnya volume darah
tidak begitu banyak pada trimester 3, tetapi keperluan akan besi tetap banyak karena
penambahan HB ibu terus berlangsung dan lebih banyak besi yang diangkut melalui plasenta
ke neonatus. Pada kehamilan, kehilangan zat besi akibat pengalihan besi maternal ke janin
untuk eritropoeisis, kehilangan zat darah saat persalinan, dan laktasi yang jumlah
keseluruhannya mencapai 900mg atau setara 2 liter darah. Oleh karena sebagian besar
perempuan mengawali kehamilan dengan cadangan besi yang rendah, maka kebutuhan
tambahan ini berakibat pada anemia defisiensi besi.

Epidemiologi
1. Frekuensi ibu hamil dengan anemia cukup tinggi di Indonesia yaitu 63,5%, sedangkan di
amerika hanya 6%. Kekurangan gizi dan perhatian yang kurang terhadap ibu hamil
merupakan predisposisi anemia defesiensi pada ibu hamil di Indonesia.
2. Menurut WHO, 40% kematian ibu di Negara berkembang berkaitan dengan anemia
dalam kehamilan.
3. Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh anemia defesiensi besi dan
perdarahan akut bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi.
4. Defeisiensi besi merupakan defisiensi nutrisi yang paling sering ditemukan baik di
negara maju maupun negara berkembang. Risikonya meningkat pada kehamilan dan
berkaitan dengan asupan besi yang tidak adekuat dibandingkan kebutuhan pertumbuhan
janin yang cepat.
Etiologi
Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut
bahkan tidak jarang keduannya saling berinteraksi (Saifuddin, 2002). Menurut Mochtar
(1998) penyebab anemia pada umumnya adalah sebagai berikut:
a. Kurang gizi (malnutrisi)
b. Kurang zat besi dalam diit
c. Malabsorpsi
d. Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain
e. Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dan lain-lain

Anemia defisiensi besi pada kehamilan disebabkan oleh :


a. Hipervolemia, menyebabkan terjadinya pengenceran darah.
b. Pertambahan darah tidak sebanding dengan pertambahan plasma.
c. Kurangnya zat besi dalam makanan.
d. Kebutuhan zat besi meningkat.

Anemia pada wanita hamil

a. Selama kehamilan seorang wanita mengalami peningkatan plasma darah sampai 30%, sel
darah 18% tetapi Hb hanya bertambah 19%. Akibatnya frekuensi anemia pada kehamilan
cukup tinggi 10% – 20%.
b. Wanita hamil cenderung terkena anemia pada 3 bulan terakhir, karena pada masa itu janin
menimbun cadangan zat besi untuk diri sendiri sebagai persediaan bulan pertama sesudah
lahir.
c. Asupan yg kurang seperti pada kasus sangat mempengaruhi anemia yg timbul pada ibu.
d. Karena tambahan volum plasma lebih banyak dibanding dengan tambahan eritrosit, maka
kadar Hb, Ht, dan RBC relatif menurun. Namun, apabila kadar Hb < 11 g% pada
terutama pada akhir kehamilan, merupakan keadaan abnormal yang biasanya disebabkan
oleh kekurangan Fe.

Nutrisi Selama Kehamilan


Pertumbuhan fetus terbesar terjadi pada trimester akhir kehamilan; berat fetus menjadi 2 kali
lebih besar pada 2 bulan terakhir kehamilan. Biasanya dari makanannya ibu tidak
mengabsorbsi cukup protein, kalsium, fosfat dan besi dari saluran pencernaan selama bulan-
bulan terakhir kehamilan untuk mensuplai kebutuhan fetus. Akan tetapi, untuk
mengantisipasi kebutuhan tambahan menjelang akhir kehamilan, tubuh ibu sudah menyimpan
zat-zat ini.
Bila tidak ada elemen-elemen yang cukup pada diet wanita hamil, akan terjadi sejumlah
defisiensi pada ibu, khususnya defisiensi kalsium, fosfat, besi dan vitamin. Hampir 375 mg
besi diperlukan oleh fetus untuk membentuk darahnya, dan tambahan 600 mg yang
diperlukan oleh ibu untuk membentuk darah tambahan untuk dirinya sendiri.simpanan besi
non-hemoglobin normal pada ibu di luar kehamilan sering hanya 100 mg atau lebih. Oleh
karena itu, tanpa besi yang cukup di dalam makanannya, wanita hamil akan mengalami
anemia.

Hubungan Pola Makan yang Buruk dengan Kehamilannya


Pada wanita hamil kebutuhan nutrisi yang harus dipenuhi menjadi lebih banyak. Seorang ibu
hamil memiliki kebutuhan gizi khusus. Beberapa kebutuhan gizi ibu hamil dapat ditutupi oleh
makanan sehat yang seimbang. Pada wanita hamil semua kebutuhan nutrisi tersebut harus
dipenuhi, jika tidak dipenuhi maka akan berdampak pada ibu dan juga janin yang dikandung
nya.
Secara umum kebiasaan makan yang buruk tersebut dapat berdampak :
a. Terhadap Ibu
Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu antara
lain: anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena
penyakit infeksi.
b. Terhadap Persalinan
Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit
dan lama, persalinan sebelum waktunya (premature), pendarahan setelah persalinan,
serta persalinan dengan operasi cenderung meningkat.
c. Terhadap Janin
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan
dapat menimbulkan kegururan , abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat
bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra partum (mati dalam kandungan), lahir
dengan berat badan lahir rendah (BBLR)

Faktor Ekonomi Keluarga


Kondisi ekonomi Ny.Siti yang kurang berada dapat menyebabkan dia memakan apa yang ada
tanpa mempertimbangkan kandungan gizi yang terdapat di dalamnya. Padahal, dalam kondisi
hamil, seorang ibu membutuhkan asupan nutrisi yang lebih banyak daripada wanita normal.
Dia tidak bisa memenuhinya karena kondisi ekonominya.

2. FISIOLOGI KEHAMILAN
Hormon-Hormon Reproduksi

1. Estrogen
Estrogen dihasilkan oleh ovarium. Ada banyak jenis dari estrogen tapi yang paling
penting untuk reproduksi adalah estradiol. Estrogen berguna untuk pembentukan ciri-ciri
perkembangan seksual pada wanita yaitu pembentukan payudara, lekuk tubuh, rambut
kemaluan,dll. Estrogen juga berguna pada siklus menstruasi dengan membentuk
ketebalan endometrium, menjaga kualitas dan kuantitas cairan cerviks dan vagina
sehingga sesuai untuk penetrasi sperma.
2. Progesterone
Hormon ini diproduksi oleh korpus luteum. Progesterone mempertahankan ketebalan
endometrium sehingga dapat menerima implantasi zygot. Kadar progesterone terus
dipertahankan selama trimester awal kehamilan sampai plasenta dapat membentuk
hormon HCG.
3. Gonadotropin Releasing Hormone
GNRH merupakan hormon yang diproduksi oleh hipotalamus diotak. GNRH akan
merangsang pelepasan FSH (folikl stimulating hormone) di hipofisis. Bila kadar estrogen
tinggi, maka estrogen akan memberikan umpanbalik ke hipotalamus sehingga kadar
GNRH akan menjadi rendah, begitupun sebaliknya.

4. FSH (folikel stimulating hormone) dan LH (luteinizing Hormone)


Kedua hormon ini dinamakan gonadotropoin hormon yang diproduksi oleh hipofisis
akibat rangsangan dari GNRH. FSH akan menyebabkan pematangan dari folikel. Dari
folikel yang matang akan dikeluarkan ovum. Kemudian folikel ini akan menjadi korpus
luteum dan dipertahankan untuk waktu tertentu oleh LH.

Perubahan pada organ-organ sistem reproduksi


Uterus
Tumbuh membesar primer, maupun sekunder akibat pertumbuhan isi konsepsi intrauterin.
Estrogen menyebabkan hiperplasi jaringan, progesteron berperan untuk elastisitas /
kelenturan uterus.
Taksiran kasar perbesaran uterus pada perabaan tinggi fundus :
- Tidak hamil / normal : sebesar telur ayam (+ 30 g)
- Kehamilan 8 minggu : telur bebek
- Kehamilan 12 minggu : telur angsa
- Kehamilan 16 minggu : pertengahan simfisis-pusat
- Kehamilan 20 minggu : pinggir bawah pusat
- Kehamilan 24 minggu : pinggir atas pusat
- Kehamilan 28 minggu : sepertiga pusat-xyphoid
- Kehamilan 32 minggu : pertengahan pusat-xyphoid
- 36-42 minggu : 3 sampai 1 jari bawah xyphoid Gambar 1. Perbesaran uterus
pada PTF

Ismus uteri, bagian dari serviks, batas anatomik menjadi sulit ditentukan, pada kehamilan
trimester I memanjang dan lebih kuat. Pada kehamilan 16 minggu menjadi satu bagian
dengan korpus, dan pada kehamilan akhir di atas 32 minggu menjadi segmen bawah uterus.
Vaskularisasi sedikit, lapis muskular tipis, mudah ruptur, kontraksi minimal -> berbahaya
jika lemah, dapat ruptur, mengancam nyawa janin dan nyawa ibu. Serviks uteri mengalami
hipervaskularisasi akibat stimulasi estrogen dan perlunakan akibat progesteron (-> tanda
Hegar), warna menjadi livide / kebiruan. Sekresi lendir serviks meningkat pada kehamilan
memberikan gejala keputihan.

Vagina / vulva
Terjadi hipervaskularisasi akibat pengaruh estrogen dan progesteron, warna merah kebiruan
(tanda Chadwick).

Ovarium
Sejak kehamilan 16 minggu, fungsi diambil alih oleh plasenta, terutama fungsi produksi
progesteron dan estrogen. Selama kehamilan ovarium tenang/beristirahat. Tidak terjadi
pembentukan dan pematangan folikel baru, tidak terjadi ovulasi, tidak terjadi siklus hormonal
menstruasi
Payudara
Akibat pengaruh estrogen terjadi hiperplasia sistem duktus dan jaringan interstisial payudara.
Hormon laktogenik plasenta (diantaranya somatomammotropin) menyebabkan hipertrofi dan
pertambahan sel-sel asinus payudara, serta meningkatkan produksi zat-zat kasein,
laktoalbumin, laktoglobulin, sel-sel lemak, kolostrum. Mammae membesar dan tegang,
terjadi hiperpigmentasi kulit serta hipertrofi kelenjar Montgomery, terutama daerah areola
dan papilla akibat pengaruh melanofor. Puting susu membesar dan menonjol. (beberapa
kepustakaan tidak memasukkan payudara dalam sistem reproduksi wanita yang dipelajari
dalam ginekologi)

Peningkatan berat badan selama hamil


Normal berat badan meningkat sekitar 6-16 kg, terutama dari pertumbuhan isi konsepsi dan
volume berbagai organ / cairan intrauterin. Berat janin + 2.5-3.5 kg, berat plasenta + 0.5 kg,
cairan amnion + 1.0 kg, berat uterus + 1.0 kg, penambahan volume sirkulasi maternal + 1.5
kg, pertumbuhan mammae + 1 kg, penumpukan cairan interstisial di pelvis dan ekstremitas +
1.0-1.5 kg.

DAFTAR PUSTAKA

Agarwal KN, Gupta V, & Agarwal S. 2013. Effect of Maternal Iron Status on Placenta, Fetus and Newborn.
International journal of Medicine and Medical Sciences, 5(9), 5.
Cunninggham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse & Spong. (2013). Obstetri Williams. Jakarta: EGC.
Kalaivani. 2009. Prevalence & consequence of anemia in pregnancy. Indian J Med Res, 130, 7.
Purba, Regina Tatiana. Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Perbandingan Efektivitas Terapi Besi Intravena dan Oral pada Anemia Defisiensi Besi dalam Kehamilan.
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 4, April 2007. Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Waryana. 2010. Gizi Reproduksi. Yogyakarta : Pustaka Rihama.
WHO. 2012. Daily Iron and Folic Acid Supplement in pregnant Women. In W.H. Organization (Ed.). Geneva.
Winkjosastro Hanifa. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai