1. Ny. Siti, (34 tahun) hamil 32 minggu (G6P4A1) datang ke Puskesmas dengan keluhan
malaise dan dizzy.
b. Bagaimana mekanisme keluhan terkait kasus?
Anemia pada ibu hamil biasanya terjadi pada trimester ke II dan ke III kehamilan.
Pada trimester ini anemia cenderung akan muncul apabila asupan tidak memadai,
sedangkan cadangan sudah banyak digunakan pada trimester ke I kehamilan. Ibu
hamil dengan keluhan lemah, pucat, mudah pingsan, dengan tekanan darah dalam
batas normal, perlu dicurigai anemia, biasanya yang banyak terjadi yaitu anemia
defisiensi besi,
Mekanisme terjadinya malaise dan pusing pada Ny. Siti :
Asupan diet yang buruk konsumsi Fe menurun absorpsi Fe menurun
cadangan besi menurun, kebutuhan semakin meningkat sintesis Hb menurun
transport oksigen kejaringan menurun malaise & pusing.
2. Ny. Siti merupakan seorang ibu rumah tangga dan suaminya merupakan buruh lepas.
Mereka merupakan keluarga dengan sosioekonomi sangat rendah. Anak termuda
mereka berusia 2 tahun.
a) Apa hubungan dari tingkat sosioekonomi sangat rendah dengan keluhan yang
dialami ? (nutrisi Ibu)
Pada wanita hamil kebutuhan nutrisi yang harus dipenuhi menjadi lebih
banyak. Seorang ibu hamil memiliki kebutuhan gizi khusus. Beberapa
kebutuhan gizi ibu hamil dapat ditutupi oleh makanan sehat yang seimbang.
Pada wanita hamil semua kebutuhan nutrisi tersebut harus dipenuhi, jika tidak
dipenuhi maka akan berdampak pada ibu dan juga janin yang dikandung nya.
Secara umum kebiasaan makan yang buruk tersebut dapat berdampak :
1. Terhadap Ibu
Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko dan komplikasi
pada ibu antara lain: anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah
secara normal, dan terkena penyakit infeksi.
2. Terhadap Persalinan
Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan
persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (premature),
pendarahan setelah persalinan, serta persalinan dengan operasi cenderung
meningkat.
3. Terhadap Janin
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan
janin dan dapat menimbulkan kegururan , abortus, bayi lahir mati,
kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra partum
(mati dalam kandungan), lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
1. Tingkat Pendidikan.
Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan
perilaku hidup sehat. Hasil penelitian Hendro (2006), mengatakan ada
hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan status anemia, karena
dengan tingkat pendidikan ibu yang rendah diasumsikan pengetahuannya
tentang gizi rendah, sehingga berpeluang untuk terjadinya anemia
sebaliknya jika ibu hamil berpendidikan tinggi, maka kemungkinan besar
pengetahuannya tentang gizi juga tinggi, sehingga diasumsikan kecil
peluangnya untuk terjadi anemia.
2. Jenis Pekerjaan.
Sesuai dengan pendapat Gibson (1995) menyatakan bahwa salah satu
tingkatan anemia gizi besi adalah hilangnya zat besi ditandai dengan
adanya pengurangan jumlah cadangan zat besi dalam hati yang berakibat
pada rendahnya nilai konsentrasi serum feritin, walaupun proses transport
hemoglobin masih normal. Pengurangan zat besi salah satu penyebabnya
adalah beban kerja atau seberapa berat aktivitas fisik yang dilakukan oleh
ibu selama kehamilannya, semakin berat aktivitas fisik yang dilakukan ibu
hamil mempunyai kemungkinan lebih besar terjadi pengurangan cadangan
zat besi.
3. Tingkat Pendapatan
Kemiskinan sebagai penyebab gizi kurang menduduki posisi pertama pada
kondisi yang umum. Hal ini harus mendapat perhatian serius karena
keadaan ekonomi ini berpengaruh terhadap ketersediaan pangan dirumah
tangga. Pertumbuhan ekonomi akan dapat meningkatkan pendapatan,
dengan meningkatnya pendapatan maka persoalan gizi terutama pada ibu
hamil akan teratasi. Tingkat pendapatan juga menentukan jenis pangan
apa yang dibeli. Semakin tinggi pendapatan semakin besar pula persentasi
perbelanjaan termasuk untuk buah-buahan, sayur sayuran dan jenis
makanan lain, tetapi walaupun makanan yang berkualitas tinggi masuk ke
dalam suatu rumah tangga tidak ada jaminan apakah makanan ini akan
sampai kepada mereka yang sangat membutuhkan terutama pada ibu
hamil .( Suhardjo, 2003).
4. Jarak Kelahiran
Salah satu penyebab yang dapat mempercepat terjadinya anemia pada ibu
hamil adalah jarak kelahiran pendek. Hal ini disebabkan kekurangan
nutrisi yang merupakan mekanisme biologis dan pemulihan faktor
hormonal dan adanya kecenderungan bahwa semakin dekat jarak
kehamilan, maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hendro di medan (2006) ibu
hamil yang jarak kelahiran anaknya < 2 tahun sebagian besar menderita
anemia. Seorang wanita yang melahirkan berturut-turut dalam jangka
waktu pendek tidak sempat memulihkan kesehatannya serta harus
membagi perhatian kepada kedua anak dalam waktu yang sama.
5. Paritas
adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir
hidup maupun lahir mati. Seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai
risiko mengalami anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak
memperhatikan kebutuhan nutrisi. Karena selama hamil zat – zat gizi akan
terbagi untuk ibu dan untuk janin yang dikandungnya. Berdasarkan hasil
analisis didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara paritas dengan
kejadian anemia pada ibu hamil, ibu hamil dengan paritas tinggi
mempunyai risiko 1.454 kali lebih besar untuk mengalami anemia
dibanding yang paritas rendah ( Djamilus dan Herlina, 2008). Menurut
Depkes RI (2004) jumlah kelahiran yang baik agar terwujudnya keluarga
sejahtera dan sehat adalah berjumlah 2 anak saja dengan jarak kelahiran
sama dengan atau lebih dari 3 tahun.
Algoritma Diagnosis
Penegakan diagnostik untuk penderita anemia yaitu berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Anamnesis
Tanya mengenai riwayat penyakit sekarang dan riwayat penyakit dahulu,
riwayat gizi, keadaan lingkungan fisik sekitar, apakah ada paparan
terhadap bahan kimia atau fisik serta riwayat pemakaian obat. Tanyakan
riwayat penyakit keluarga untuk mengetahui apakah ada faktor keturunan.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan dilakukan secara sistematik dan menyeluruh. Perhatian
khusus diberikan pada
a. Warna kulit : pucat, sianosis, ikterus, kulit telapak tangan kuning
b. Kuku : koilonikia (kuku sendok)
c. Mata : ikterus, konjungtiva pucat
d. Mulut : ulserasi, hipertrofi gusi, atrofi papil lidah
e. Limfadenopati, hepatosplenomegali
3. Pemeriksaan laboratorium hematologi
a. Tes penyaring
Kadar hemoglobin
Indeks eritrosit (MCV, MCHC dan MCHC)
Hapusan darah tepi
Ferritin, SI dan TIBC
b. Pemeriksaan rutin
Laju endap darah
Diff. Count
Hitung retikulosit
c. Pemeriksaan sumsum tulang
d. Pemeriksaan atas indikasi khusus
Pada anemia defisiensi besi periksa besi serum, TIBC, saturasi
transferin
4. Pemeriksaan laboratorium non hematologi
Pemeriksaan faal ginjal, hati, endokrin, asam urat, kultur bakteri.
5. Pemeriksaan penunjang lainnya
USG
Skema 1. Algoritma penegakan diagnosis anemia hipokrom mikrositer
Prognosis
LEARNING ISSUE
Epidemiologi
1. Frekuensi ibu hamil dengan anemia cukup tinggi di Indonesia yaitu 63,5%, sedangkan di
amerika hanya 6%. Kekurangan gizi dan perhatian yang kurang terhadap ibu hamil
merupakan predisposisi anemia defesiensi pada ibu hamil di Indonesia.
2. Menurut WHO, 40% kematian ibu di Negara berkembang berkaitan dengan anemia
dalam kehamilan.
3. Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh anemia defesiensi besi dan
perdarahan akut bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi.
4. Defeisiensi besi merupakan defisiensi nutrisi yang paling sering ditemukan baik di
negara maju maupun negara berkembang. Risikonya meningkat pada kehamilan dan
berkaitan dengan asupan besi yang tidak adekuat dibandingkan kebutuhan pertumbuhan
janin yang cepat.
Etiologi
Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut
bahkan tidak jarang keduannya saling berinteraksi (Saifuddin, 2002). Menurut Mochtar
(1998) penyebab anemia pada umumnya adalah sebagai berikut:
a. Kurang gizi (malnutrisi)
b. Kurang zat besi dalam diit
c. Malabsorpsi
d. Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain
e. Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dan lain-lain
a. Selama kehamilan seorang wanita mengalami peningkatan plasma darah sampai 30%, sel
darah 18% tetapi Hb hanya bertambah 19%. Akibatnya frekuensi anemia pada kehamilan
cukup tinggi 10% – 20%.
b. Wanita hamil cenderung terkena anemia pada 3 bulan terakhir, karena pada masa itu janin
menimbun cadangan zat besi untuk diri sendiri sebagai persediaan bulan pertama sesudah
lahir.
c. Asupan yg kurang seperti pada kasus sangat mempengaruhi anemia yg timbul pada ibu.
d. Karena tambahan volum plasma lebih banyak dibanding dengan tambahan eritrosit, maka
kadar Hb, Ht, dan RBC relatif menurun. Namun, apabila kadar Hb < 11 g% pada
terutama pada akhir kehamilan, merupakan keadaan abnormal yang biasanya disebabkan
oleh kekurangan Fe.
2. FISIOLOGI KEHAMILAN
Hormon-Hormon Reproduksi
1. Estrogen
Estrogen dihasilkan oleh ovarium. Ada banyak jenis dari estrogen tapi yang paling
penting untuk reproduksi adalah estradiol. Estrogen berguna untuk pembentukan ciri-ciri
perkembangan seksual pada wanita yaitu pembentukan payudara, lekuk tubuh, rambut
kemaluan,dll. Estrogen juga berguna pada siklus menstruasi dengan membentuk
ketebalan endometrium, menjaga kualitas dan kuantitas cairan cerviks dan vagina
sehingga sesuai untuk penetrasi sperma.
2. Progesterone
Hormon ini diproduksi oleh korpus luteum. Progesterone mempertahankan ketebalan
endometrium sehingga dapat menerima implantasi zygot. Kadar progesterone terus
dipertahankan selama trimester awal kehamilan sampai plasenta dapat membentuk
hormon HCG.
3. Gonadotropin Releasing Hormone
GNRH merupakan hormon yang diproduksi oleh hipotalamus diotak. GNRH akan
merangsang pelepasan FSH (folikl stimulating hormone) di hipofisis. Bila kadar estrogen
tinggi, maka estrogen akan memberikan umpanbalik ke hipotalamus sehingga kadar
GNRH akan menjadi rendah, begitupun sebaliknya.
Ismus uteri, bagian dari serviks, batas anatomik menjadi sulit ditentukan, pada kehamilan
trimester I memanjang dan lebih kuat. Pada kehamilan 16 minggu menjadi satu bagian
dengan korpus, dan pada kehamilan akhir di atas 32 minggu menjadi segmen bawah uterus.
Vaskularisasi sedikit, lapis muskular tipis, mudah ruptur, kontraksi minimal -> berbahaya
jika lemah, dapat ruptur, mengancam nyawa janin dan nyawa ibu. Serviks uteri mengalami
hipervaskularisasi akibat stimulasi estrogen dan perlunakan akibat progesteron (-> tanda
Hegar), warna menjadi livide / kebiruan. Sekresi lendir serviks meningkat pada kehamilan
memberikan gejala keputihan.
Vagina / vulva
Terjadi hipervaskularisasi akibat pengaruh estrogen dan progesteron, warna merah kebiruan
(tanda Chadwick).
Ovarium
Sejak kehamilan 16 minggu, fungsi diambil alih oleh plasenta, terutama fungsi produksi
progesteron dan estrogen. Selama kehamilan ovarium tenang/beristirahat. Tidak terjadi
pembentukan dan pematangan folikel baru, tidak terjadi ovulasi, tidak terjadi siklus hormonal
menstruasi
Payudara
Akibat pengaruh estrogen terjadi hiperplasia sistem duktus dan jaringan interstisial payudara.
Hormon laktogenik plasenta (diantaranya somatomammotropin) menyebabkan hipertrofi dan
pertambahan sel-sel asinus payudara, serta meningkatkan produksi zat-zat kasein,
laktoalbumin, laktoglobulin, sel-sel lemak, kolostrum. Mammae membesar dan tegang,
terjadi hiperpigmentasi kulit serta hipertrofi kelenjar Montgomery, terutama daerah areola
dan papilla akibat pengaruh melanofor. Puting susu membesar dan menonjol. (beberapa
kepustakaan tidak memasukkan payudara dalam sistem reproduksi wanita yang dipelajari
dalam ginekologi)
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal KN, Gupta V, & Agarwal S. 2013. Effect of Maternal Iron Status on Placenta, Fetus and Newborn.
International journal of Medicine and Medical Sciences, 5(9), 5.
Cunninggham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse & Spong. (2013). Obstetri Williams. Jakarta: EGC.
Kalaivani. 2009. Prevalence & consequence of anemia in pregnancy. Indian J Med Res, 130, 7.
Purba, Regina Tatiana. Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Perbandingan Efektivitas Terapi Besi Intravena dan Oral pada Anemia Defisiensi Besi dalam Kehamilan.
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 4, April 2007. Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Waryana. 2010. Gizi Reproduksi. Yogyakarta : Pustaka Rihama.
WHO. 2012. Daily Iron and Folic Acid Supplement in pregnant Women. In W.H. Organization (Ed.). Geneva.
Winkjosastro Hanifa. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : EGC.