Bab Ii
Bab Ii
TINJAUAN PUSTAKA
Kulit adalah organ terbesar pada tubuh manusia dengan berat sekitar 5 kg dan
luas 2 m² pada seseorang dengan berat badan 70 kg. Fungsi kulit yaitu :
i) Epidermis
Lapisan kulit dinamis, yang selalu beregenerasi, merespon rangsangan di luar
maupun dalam tubuh manusia. Berfungsi menyediakan sawar kulit pelindung
tubuh dari ancaman permukaan. Penyusun terbesar epidermis adalah
keratinosit. Keratinosit tersusun dalam beberapa lapisan, yaitu :
1. Stratum basalis
2. Sratum spinosum
3. Stratum granulosum
4. Stratum korneum
ii) Dermis
Dermis adalah jaringan dibawah epidermis yang memberi ketahanan pada
kulit, termoregulasi, perlindungan imunologik, dan ekskresi. Dermis terdiri dari
struktur fibrosa dan filamentosa, ground substance, dan selular yang terdiri atas
endotel, fibroblas, sel radang, kelenjar, folikel rambut dan syaraf.
iii) Subkutis
Subkutis terdiri dari jaringan lemak yang dapat mempertahankan suhu tubuh,
sebagai cadangan energi, menyediakan bantalan yang meredam trauma melalui
permukaan kulit.
a. Sekresi kelenjar sebaseus yang hiperaktif Pada kulit bagian dermis terdapat
kelenjar sebaseus yang memproduksi lipida.
Phylum: Actinobacteria
Class: Actinobacteria
Order: Actinomycetales
Family: Propionibacteriaceae
Genus: Propionibacterium
2.5 PenapisanFitokimia
1. Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom
nitrogen, bagian dari system siklik. Alkaloid biasanya tidak berwarna, bersifat
optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa
cairan (misalnya nikotina) pada suhu kamar. Jika berupa garam biasanya
alkaloid larut dalam air jika berupa garam, contohnya dengan asam klorida dan
asam sulfat, dan sukar larut dalam pelarut organik. Sebaliknya, bentuk basa
atau bebasnya mudah larut dalam pelarutorganik dan sukar larut dalam
air((Harborne, 1987)).
2. Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa yang larut dalam air. Dapat diekstraksi dengan
etanol 70%, setelah dikocok dengan eter minyak bumi flavonoid akan tetap
berada pada lapisan air. Flavonoid berupa senyawa fenol, oleh karena itu
warnanya berubah bila ditambahkan basa atau ammonia. Sehingga mudah
dideteksi pada kromatogram atau dalam larutan.
Flavonoid merupakan system aromatic terkonjugasi, terikat pada gula sebagai
glikosida dan aglikon flavonoid((Harborne, 1987)).
3. Kuinon
Kuinon adalah senyawa berwarna yang mempunyai gugus kromofor dasar
seperti gugus kromofor pada benzokuinon, terdiri atas dua gugus karbonil yang
terkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon.
Warna pigmen kuinon alam bermacam-macam, mulai dari kuning pucat sampai
hampir hitam, dan struktur yang telah dikenal jumlahnya lebih dari 450.
Pigmen ini sering terdapat pada kulit, akar, atau dalam jaringan lain (misalnya
daun), tetapi pada jaringan tersebut warnanya tertutupi oleh pigmen
lain((Harborne, 1987)).
4. Polifenol
Fenol merupakan senyawa yang mengandung paling tidak satu cincin aromatik
yang membawa satu (fenol) ataulebih (polifenol) gugus hidroksil. Polifenol
dapat ditemukan pada tumbuhan dan memiliki tanda khas yakni memiliki
banyak gugus fenol dalam molekulnya. Fenol sendiri merupkan struktur
yangterbentuk dari benzena tersubtitusi dengan gugus –OH. Gugus –OH yang
terkandung merupakan aktivator yang kuat dalam reaksi subtitusi aromatik
elektrofilik((Harborne, 1987)).
5. Saponin
Saponin merupakan glikosida triterpene dan sterol. Saponin adalah senyawa
aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi karena
kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah.
Saponin dapat menimbulksn keracunan pada ternak (misalnya saponon alfafa,
Medicago sativa) atau karena rasanya yang manis (misalnya glisirizin dari akar
manis, glycyrrhiza glabra). Banyak saponin ysng memiliki satuan gula sampai
lima dan komponen yang umum ialah asam glukoronat((Harborne, 1987)).
6. Tanin
Tannin terdapat pada tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat
dalam jaringan kayu. Tannin dapat bereaksi dengan protein membentuk ko-
polimer yang tidak larut dalam air. Secara kimia terdapat dua jenis utama tanin,
yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi terdapat
pada paku-pakuan dan gimnospermae, serta tersebar luas dalam angiospermae
terutama pada jenis tumbuh-tumbuhan berkayu. Tanin terhidrolisis
penyebarannya terbatas, hanya pada tumbuhan berkeping dua. Tetapi kedua
jenis tanin tersebut dapat dijumpai bersamaan dalam tumbuhan yang sama
seperti pada kulit dan daun((Harborne, 1987)).
7. Triterpenoid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30asiklik,
yaitu skualena. Triterpenoid merupakan senyawa tidak berwarna, berbentuk
kristal, mempunyai titik leleh yang tinggi dan aktif optis, yang umumnya sukar
dicirikan karena tidak ada kereaktifan kimianya. Teriterpenoid terdiri dari 4
golongan senyawa yaitu, triterpena sebenarnya, steroid, saponin, dan glikosida
jantung ((Harborne, 1987)).
2.6 Ekstraksi
Ekstraksi adalah pemisahan dan isolasi zat dari suatu zat dengan
penambahan pelarut tertentu untuk mengeluarkan komponen campuran dari zat
padat atau zat cair. Tujuan dari ekstraksi adalah untu kmenarik komponen
kimia yang terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip
perpindahan massa komponen zat kedalam pelarut berdasarkan kepolarannya,
dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antarmuka kemudian berdifusi
masuk kedalam pelarut. Berdasarkan suhu, metode ekstraksi dapat dibedakan
menjadi 2, yaitu :
Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik
(optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan
demikian senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa
kandungan lainnya, serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa
kandungan yang diinginkan. Dalam hal ekstrak total, maka cairan pelarut yang
dipilih yang melarutkan hampir semua metabolit sekunder yang terkandung.
Faktor-faktor utama untuk pertimbangan pemilihan cairan pelarut antara lain;
selektivitas, kemudahan bekerja dan proses dengan cairan tersebut, ekonomis,
ramah lingkungan dan keamanan.
2.8 Metode Pengujian Antimikroba
2.8.1 Metode Dilusi
Metode ini terdiri dari teknik dilusi perbenihan cair dan teknik dilusi agar.,
bertujuan untuk menentukan aktivitas antimikroba secara kuantitatif.
Pada teknik ini, antibiotik akan ditambahkan ke dalam agar sesuai dengan
pengenceran sehingga memerlukan perbenihan agar sesuai dengan jumlah
pengenceran dan ditambah satu perbenihan sebagai kontrol tanpa penambahan
antibiotik. Konsentrasi terendah antibiotik yang mampu menghambat
pertumbuhan bakteri disebut dengan konsentrasi daya hambat minimum atau
MIC((Soleha, 2015)).