Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

THALASSEMIA

1. Definisi
a. Thalassemia adalah sekelompok penyakit, kelainan herediter, yang
heterogen yang disebabkan oleh adanya ketidaknormalan produksi
hemoglobin, akibat kelainan sintesis rantai globin dan biasanya disertai
kelainan morfologi eritrosit dan indeks-indeks eritrosit. Secara garis besar
kelainan ini dibagi dalam kelas yaitu thalasemia beta disebabkan karena
gangguan produksi rantai beta, dan secara klinis dibedakan atas thalasemia
mayor dan minor.
b. Thalassemia adalah suatu penyakit kongenital herediter yang diturunkan
secara autosomal, berdasarkan kelainan hemoglobin, yaitu : satu atau lebih
rantai polipeptida hemoglobin kurang atau tidak terbentuk, dengan akibat
terjadi anemia hemolitik.
2. Etiologi
a. Akibat tosisitas kelebihan produksi rantai globin.
b. Thalassemia alpha terjadi berkurangnya gen pada kromosom 16.
c. Thalassemia beta terjadi akibat cacat genetic yang rumit pada akromosom
11, mengakibatkan produksi m-RNA abnormal.
d. Kelainan dasar genetic masuk abnormalitas pemrosesan m-RNA, serta
hilangnya materi genetic yang lain.
e. Penurunan sintesis rantai beta atau penurunan sintesis rantai alpha.
f. Gangguan structural pembentukan hemoglobin.
3. Manifestasi Klinik/Tanda dan Gejala
a. Hypoksia kronik ditandai dengan sakit kepala, suka marah-marah, nyeri
tulang, daya tahan menurun, anoreksia.
b. Mudah terjadi fraktur tulang karena tulang tipis.
c. Ekspansi massif sumsum tulang wajah dan kranium.
d. Muka mongoloid.
e. Pertumbuhan badan kurang sempurna (pendek).
f. Pembesaran hati dan limpa.
g. Perubahan pada tulang karena hyperaktivitas sumsum merah berupa
deformitas dan fraktur spontan.
h. Anemia berat menjadi nyata pada 3-6 bulan setelah lahir.
i. Tengkorak besar dengan tulang frontal dan parietal menonjol.
j. Maxilla membesar.
k. IQ kurang baik jika tidak mendapatkan transfusi darah secara teratur.
l. Anak tampak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur.
m. Berat badan menurun, gizi buruk dan perut membuncit,
hepatosplenomegali.
4. Patofisiologi Thalasemia
5. Pemeriksaan Penunjang/Laboratorium
a. Darah lengkap
 Retikulosit (jumlah bervariasi dari 30-50%)
 Leukositosis, penurunan Hb? Ht dan total SDM
 Trombositosis
 MCV normal sampai menurun.
b. Pemeriksaan pewarnaan SDM menunjukkan :
 Sabit sebagian atau lengkap
 Sel bentuk bulan sabit
 Aniositotis
 Polikositosis
 Polikromania
 Sel target
 Korpes Howell-Jolly
 Basofil
 Kadang inti sel berinti sel (normoblast).
c. Elektroforesis hemoglobin
 Mengidentifikasi adanya tipe Hb abnormal
 Membedakan antara anemia sel sabit dan anemia sel trait
 Hasilnya mungkin tidak akurat bila pasien telah menerima transfusi
darah dalam 3-4 bulan sebelum test.
d. LED
 Meningkat
e. Kerapuhan eritrosit
 Menurun (kerapuhan osmotic atau kerapuhan SDM)
 Waktu hidup SDM menurun (akselerasi pemecahan).
f. BGA
 Dapat menunjukkan penurunan PO2 (defek dalam pertukaran gas pada
tingkat vaskuler alveolar).
 Asidosis (hyponatremia dan status asiditas).
g. Bilirubin serum (total dan indirect)
 Meningkat (peningkatan hemolisis SDM).
h. LDH
 Meningkat hermolisis SDM.
i. Kalium dan asam urat serum
 Meningkat selama enzim vaso oklusive (hemolisis SDM).
j. Besi serum
 Mungkin meningkat atau normal (peningkatan absorbsi besi akibat
destruksi SDM berlebih).
k. Urobilinogen urine/fetal.
 Meningkat (merupakan indicator destruksi SDN yang lebih sensitive
daripada kadar serum).
l. Radio grafik tulang
 Meningkat, menunjukkan perubahan tulang, misalnya : osteoporosis,
osteoskerosis, osteomielitis, atau nekrosis vaskuler.
m. Rontgen
 Mungkin menunjukkan penipisan tulang, osteoporosis.
n. Asam fosfatase
 Meningkat (pengeluaran eritrosit ACP kedalam serum).
o. Alkalin fosfatase
 Meningkat selama krisis vaso oklusif (kerusakan tulang dan hati).
p. Tes tabung turbiditas sel sabit
 Pemeriksaan rutin yang menentukan adanya Hb S tetapi tidak
membedakan antara anemia sel sabit dan sifat yang diwariskan (baik).
6. Diagnosa Banding
Talasemia minor :
- Anemia kurang besi
- Anemia karena infeksi menahun
- Anemia pada keracunan timah hitam (Pb)
- Anemia sideroblastik
- ‘Pyridoxin responsive anemia’.
7. Penatalaksanaan
 Transfusi sel darah merah padat (PRC) 10 ml/kg BB per kali. Ada
beberapa cara transfusi :
- ‘Low transfusion’ : transfusi bila Hb < 6 g/dl.
- ‘High transfusion’ : Hb dipertahankan pada 10 g/dl.
- ‘Super transfusion’ : Hb dipertahankan pada 12 g/dl.
 Mencegah/menghambat proses hemosiderosis :
Absorpsi Fe melalui usus dapat dikurangi dengan menganjurkan penderita
banyak minum teh. Sedangkan ekskresi Fe dapat ditingkatkan dengan
pemberian ‘Fe chelating agent’ yaitu Desferioxamin, dosis 25 mg/kg BB/
hari, dan diberikan 5 hari dalam seminggu.
 Splenektomi :
Indikasi splenektomi adalah bila ada tanda-tanda hipersplenisme atau bila
limpa terlalu besar. Biasanya splenektomi dilakukan bila anak sudah
berumur > 5 tahun.
 Nasihat perkawinan dan diagnosis pra kelahiran sangat penting untuk
mencegah lahirnya thalassemia mayor. Sedapat mungkin hindari
perkawinan antara dua insan heterozigot, agar tidak terjadi bayi
homozigot.
8. Komplikasi
- Hemosiderosis
- Hipersplenisme
- Patah tulang
- Payah jantung.
9. Pengkajian dan Diagnosa Keperawatan
1. Pengkajian
 Riwayat Herediter
 Riwayat keperawatan
 Pengkajian fisik - anemia
- nyeri tulang
- splenomegali/hepatomegali
- diaphorosis
- warna urine /faces
 Pengkajian Psikososial : - Tugas perkembangan
- tugas keluarga
 Pengkajian terhadap hasil pemeriksaan laboratorium

2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan sifat waso-aklusif
sabit, proses inflamasi/kebocoran AV pada sirkulasi pulmonari dan
perifer/kerusakan mikardial akibat infrak kecil, deposit besi, fibrosis.

Intervensi :
 Awasi TTV dengan cermat kaji kulit untuk frekuensi , irama, volume
Catat tanda hipotensi: nadi cepat, lemah dan lembut, dan
peningkatan/melambatnya pernafasan
 Kaji kulit untuk rasa dingin, pucat, sinopsis, diafresis, perlambatan
pengisian kapiler
 Catat perubahan dan tingkat kecemasan: keluhan sakit kepala, pusing,
terjadi defisit sensori/motor (misalnya: hemiparesis, atau paralisis,)
kejang
 Pertahankan pemasukan cairan adekuat
 Pertahankan suhu lingkungan dan kehangatan tubuh
 Selidiki keluhan perubahan karakter nyeri, atau terjadinya nyeri tulang,
angina, kesemutan ekstremitas. nyeri mata atau gangguan penglihatan
 Evaluasi untuk terjadinya oedema (termasuk genetalia pria).
 Kolaboratif pemeriksaan lab ( mis : GDA. darah lengkap, SGOT.
SGPT, CPK & BUN )..
 Berikan cairan hipo-osmolar ( mis : cairan garam faal 0,45 ) melalui
infus pump.
 Bantu/siapkan untuk aspirasi darh dan korpora kavemosa (k/p).

b. Nyeri (akut) / kronis berhubungan dengan jaringan iskemik yang


diperberat adanya kipoksia, infeksi, demam, asidosis, dehidrasi,
udara dingin, stress.
Intervensi:
 Kaji keluhan nyeri, termasuk lokasi, lamanya dan intensitas (skala 0-
10).
 Observasi petunjuk non verbal mis: gangguan gaya berjalan, posisi
tibuh, enggan bergerak ekspresi wajah dan manifestai fisiologis nyeri
(mis : peningkatan TD, takikhadi, peningkatan frekuensi pernafasan).
 Gali alternatif tindakan penghilangan nyeri, mis : teknik relaksasi,
umpan balik biologis, yoga menitasi, teknik relaksasi lanjut distraksi
(mis: visual,auditorius taktil kinestetik, bimbingan imajinasi dan
teknik pernafasan).
 Dorong klien (untuk secara hati-hati memposisikan tungkai yang sakit.
 Lakukan pijatan lokal, hati-hati pada area yang sakit.
 Dorong melakukan latihan ROM dan rencanakan aktivitas selama efek
puncak analgesik.
 pertahakan masukan cairan adekuat.
 Lakukan kompres hangat, basah untuk sendi yang sakit atau area yang
nyeri. hindari penggunaan es atau kompres dingin.
 Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi: narkotik, mis: meperidin
(demerot), mortin : non-narkotik anagetik, mis asetaminofen (tylenol)
atau sedatif, mis: hidroksin(vistani).
 Kolaborasi pemberiari transfusi SDM dan awasi.

c. Resiko tiuggi infeksi berhubuugan dengan proses penyakit krosnis,


desitruksi jaringan, ,mis : infark, fibrosis. Autosplenektomi/tidak
adakuatnya pertahan primer (kulir robek, stasis cairan tubuh,
penurunan kerja silia

lnterverisi:
 Catat dan laporkan suhu setiap 4 jam, cairan infus dan kondisinya
setiapjam.
 Observasi tanda-tanda infeksi tiap 4 jam adanya menggigil dan
diaphoresis
 Gunakan teknik septik dan aseptik dalam melakukan tindakan mis
jalur invasif, kateterurinarsus.
 Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas dan gunakan
sarung tangan dan skort.
 Kolaborasi cek spesimeu urine, darah sputum luka,, jalur/slang invasif
sesuai petunjuk untuk pewarnaan grain, kultur dan sensivitas.
 Kolaborasi pemberian antibiotik yang sesuai.
d. perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan nafsu makan
Intervensi:
 Kaji ulang riwayat nutrssi dan makanan kesukaan kita
 Observasi intake dari cutput.
 Timhang BB setiap hari.
 Beri makan porsi kecil tetapi sering
 Beri makanan ekstra sesuai kesukaan dan minum susu
 Sajikan makanan dalam bentuk menarik.
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diit yang tepat bagi
klien.
 Menjelaskan tentang . penyakit yang berkatan dengan perawatannya
 Membantu menurunkan nyeri dengan teknik distraksi mis : dengan
memberikan mainan atau bercanda sesuai dengan usianya.

a. Perubahan perfusi jaringan b/d sifat vaso-oklusif sabit, proses inflamasi/


kebocoran AV pada sirkulasi pulmonary dan perifer oleh karena kerusakan
myocardial akibat infark kecil, deposit besi, fibrosis.
b. Nyeri (akut)/kronis b/d jaringan iskemik yang diperberat adanya hypoksia,
infeksi, asidosis, dehidrasi, udara dingin dan stress.
c. Infeksi resiko tinggi terhadap proses penyakit kronis, destruksi jaringan;
misalnya : infark, fibrosis, autusplenektomi/tidak adekuatnya pertahanan
primer (kulit robek, stasis cairan tubuh, penurunan kerja silia).
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh s/d penurunan nafsu
makan.
BUKU SUMBER
Dongoes, Marilyn E 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Pilliltteri. Adele. 1992. Maternal and Child Healt Nursisig. Philadelpia : J.B.
Lippincolt Company
Axton, Fugate. 1993. Pedriatic Care PIast. California : Addison Wes!ey Nursing
Ngastiyah. 1997.Perawatan anak sakit. Jakarta :E
ITP
Idiopatic Trombocitopenic Purpura

1. Pengertian
a. Adalah suatu keadaan perdarahan berupa petekie/ekimosis di kulit maupun
selaput lendir dan berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosit
karena sebab yang tidak diketahui.
b. Purpura Trombositopenik Idiopatika adalah suatu kelainan yang didapat,
yang ditandai oleh trombositopenia, purpura, dan etiologi yang tidak jelas.
2. Etiologi
Idiopatic (penyebab pasti belum diketahui), tetapi kemungkinan disebabkan
oleh hipersplenisme, infeksi virus (demam berdarah, morbili, varisela dll),
intoxikasi makanan/obat (astosal, PAS, fenilbutason, diamox, kina, sedormid)
atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, panas) kekurangan faktor
pematangan (misalnya malnutrisi), DIC (misalnya pada DDS, leukemia, RDS
pada neonatus) dan ITP menahun merupakan penyakit autoimun.
3. Manifestasi Klinik
 Awitan biasanya akut, memar dan ruam petekie menyeluruh setelah infeksi
virus/beberapa kasus idiopatic selama 1-4 minggu, perdarahan khas
asimetris dan mungkin mencolok di tungkai bawah.
 Pada ITP akut dan berat, terdapat :
Selaput lendir berisi darah (bula hemoragik), perdarahan traktus
genitourinarius (menoragia, hematuria), traktus digestivus (hematemeses
melena) pada mata (konjungtiva, retina) dan terberat (jarang terjadi)
perdarahan pada SSP (subdural dll). Pada pemeriksaan fisik tidak ada
kelainan kecuali petekie dan ekimosis, 1/5 kasus ditemukan splenomegali
ringan (terutama pada hipersplenisme), demam ringan pada perdarahan
hebat atau perdarahan pada GI tract, renjatan (shock) dapat terjadi bila
kehilangan darah banyak.
 Pada ITP yang menahun
Kebiruan atau perdarahan abnormal lainnya dengan remisi spontan dan
eksaserbasi, remisi yang terjadi umumnya tidaklah sempurna. Waspada,
ITP menahun merupakan salah satu gejala stadium preleukemia.
Pada ITP biasanya tidak disertai anemia/kelainan lainnya kecuali bila banyak
darah yang hilang karena perdarahan.
4. Patofisiologi
 Defisit trombosit sirkulasi
 Sensitisasi dengan infeksi virus
 Keterlibatan dengan mekanisme Imun
 Idiopatik

Awitan Akut : perdarahan pada

Memar Selaput lendir hidung & Traktus digestivus SSP (subdural)


Ptekia generalisata mulut (epistaksis, (hematemesis melena)  terberat
perdarahan gusi)

Kurang
pengetahuan Berlebihan Anorexia Odema serebral
pada keluarga
Jalan nafas tdk efektif Asupan nutrisi & TIK
cairan berkurang Mual, muntah,
pusing, odema
Gangguan pemenuhan palpebra
kebutuhan O2
Kontipasi Kelemahan Koma

Gangguan ADL

BERLEBIHAN

Volume darah ke jaringan berkurang

Hipovolumia

Perubahan tekanan darah

Penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk


pengiriman oksigen atau nutrien ke sel

Perubahan perfusi jaringan


5. Insiden
Sering terjadi antara umur 2-8 tahun, lebih sering pada wanita.
6. Pemeriksaan laboratorium
 Trombocitopenia (khas)
Hitung trombosit menurun sampai dibawah 20 x 10/L, dapat mencapai nol.
 Apus darah tepi : Megatrombosit.
 Anemia normositik  bila lama anemia mikrositik hipokromik (atau bila
ada perdarahan hebat).
 Leukosit :
Normal bila ada perdaraha hebat  leukositosis ringan dengan pergeseran
ke kiri, pada keadaan lama : limfositosis relatif/leukopenia ringan.
 Sumsum tulang
Normal, tetapi jumlah dapat bertambah, banyak dijumpai megakariosit
muda berisi metamegalialuariosit satu, setoplasma lebar, granulosit sedikit
(megakariosit yang mengandung trombosit) jarang ditemukan.
 Perdarahan hebat  hiperaktif sistem eritropoetik.
 Bila ada eosinofil alam jumlah banyak (> normal)  prognosis baik.
 Masa perdarahan memanjang, Rl (+), masa pembekuan normal, retraksi
bekuan abnormal dan protombin consumtion memendek.
7. Diagnosa Banding
 Anemia aplastik dan leukemia akut
Gambaran darah tepi dan sumsum tulang biasanya cukup khas.
 Septikemia pada stadium permulaan (penderita nampak sakit).
 Penyakit imunologik seperti LSE (Systemic Lupus Erythematosus)
Tes sel LE, tes ANA (Antinuclear antibody).
8. Penatalaksanaan
ITP akut :
- Tanpa pengobatan, karena dapat sembuh secara spontan
- Bila perdarahan tidak berat, observasi saja
- Bila perdarahan berat, beri prednison 60 mg/m2/hari selama 1 bulan
kemudian di’taper off’ dalam waktu 1 minggu, atau globulin i.v. 0,5
g/kg/hari selama 4 hari.
Pada 80% dari penderita jumlah trombosit akan naik dalam 5-7 hari. Setelah
satu bulan hasil pengobatan adalah sebagai berikut :
a. Penderita sembuh permanen, atau
b. Penderita sembuh sementara, kemudian jumlah trombosit menurun lagi,
atau
c. Penderita tidak sembuh.
80%-85 dari penderita golongan (b) dan (c) akan sembuh dalam 3-6 bulan,
yang tidak sembuh masuk golongan ITP menahun.
ITP menahun :
ITP yang telah berjalan lebih dari 6 bulan diobati sebagai ITP menahun :
a. Bila perdarahan tidak berat, tetap observasi
Anak-anak < 10 tahun dapat sembuhdalam 4 tahun.
b. Bila perdarahan berat, lakukan splenektomi terutama pada anakyang
berumur > 10 tahun (bahaya menoraragia)
 Indikasi :
- Resisten terhadap pemberian kortikosteroid dan obat imunosupresif
selama 2-3 bulan.
- Remisi spontan tidak terjadi dalam waktu 6 bulan pemberian
kortikosteroid saja dengan gambaran klinis sedang sampai berat.
- Penderita yang menunjukkan respon terhadap kortikosteroid
namun perlu dosis tinggi untuk mempertahankan keadaan klinis
yang baik tanpa perdarahan.
 Kontraindikasi
Anak sebelum umur 2 tahun karena fungsi limpa terhadap infeksi
belum dapat diambil alih oleh alat tubuh yang lain (hati, kelenjar getah
bening, timus).
9. Pengkajian dan Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
 Kemungkinan penyebab
Penurunan toleransi aktivitas, kelemahan, kehilangan tonus otot.
 Intervensi
1) Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai.
2) Observasi dan catat masukan makanan pasien
3) Timbang BB setiap hari
4) Berikan makan sedikit dan frekuensi sering.
Tindakan kolaboratif :
5) Konsul pada ahli gizi
6) Pantau pemeriksaan laboratorium : Hb/Ht, BUN, albumin, protein,
transferin, besi serum, B12, asam folat, TIBC, elektrolit serum.
7) Berikan obat sesuai indikasi
Vitamin dan suplemen mineral misalnya cianokobalamin (B12),
asam folat (Flovit), asam askorbat (Vit, C), besi dextran (IM/IV),
tambahan besi oral misalnya fero sulfat (feosol), fero glukonat
(fergon), asam hidroklorida.
8) Anti jamur atau pencuci mulut anastesik jika diindikasikan.
9) Berikan diit halus, rendah serat, menghindari makanan yang pedas,
panas, atau terlalu asam sesuai indikasi.
10) Berikan suplemen nutrisi misalnya ensure, isocal.
b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan
 Kemungkinan penyebab
Penurunan pemasukan cairan, muntah, perdarahan (volume darah ke
jaringan berkuang).
 Intervensi
1) Observasi masukan dan pengeluaran cairan. Perhatikan penurunan
urine pada adanya pemasukan adekuat.
2) Evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan kondisi umum
membran oral.
3) Perhatikan adanya mual dan muntah.
4) Dorong cairan sampai 3-4 liter/hari bila masukan oral dimulai.
5) Inspeksi kulit/membran mukosa untuk petekie, area ekimotik,
perhatikan perdarahan gusi, darah warna karat/samar pada feces
dan urine, perdarahan lanjut dari sisi tusukan invasif.
6) Anjurkan tindakan untuk mencegah cedera jaringan/perdarahan
misalnya menggunakan sikat gigi yang halus.
7) Batasi perawatan mulut untuk mencuci mulut bila diindikasikan.
Hindari pencuci mulut yang mengandung alkohol.
8) Berikan diet halus
9) Kolaborasi :
- Berikan cairan IV sesuai indikasi.
- Awasi pemeriksaan laboratorium misalnya trombosit, Hb/ht,
pembekuan.
- Berikan SDM, faktor pembekuan dan trombosit.
- Berikan obat sesuai indikasi : ondansetrol (zofran), allupurinol
(zyloprim), kalium asetat/asitar, natrium bicarbonat, pelunak
feces.
c. Perubahan perfusi jaringan
 Kemungkinan penyebab
Penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman
oksigen atau nutrien ke sel.
 Intervensi :
1) Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit dan mukosa.
2) Selidiki keluhan nyeri dada dan palpitasi.
3) Kaji untuk respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi,
gangguan memori dan bingung.
4) Orientasikan tulang klien sesuai kebutuhan. Catat jadwal aktivitas
klien untuk dirujuk.
5) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh
hangat sesuai indikasi.
6) Hindari penggunaan bantalan penghangat/botol air panas. Ukur
suhu air mandi dengan termometer.
7) Kolaborasi :
Awasi pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht dan jumlah SDM dan
GDA), berikan SDM darah lengkap/packed, produk darah sesuai
indikasi, awasi ketat untuk komplikasi tranfusi, berikan oksigen
tambahan sesuai indikasi.
d. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2
 Kemungkinan penyebab
Jalan nafas tidak efektif
 Intervensi
1) Awasi frekuensi/kedalaman pernafasan, penggunaan otot aksesori
dan area sianosis.
2) Auskultasi bunyi nafas, catat ada/tidaknya bukti adventisius.
3) Kaji laporan nyeri dada dan peningkatan kelemahan, observasi
tanda peningkatan demam, batuk, bunyi nafas adventisius.
4) Bantu dalam mengubah posisi, batuk dan nafas dalam.
5) Kaji tingkat kesadaran/fungsi mental secara teratur.
6) Kaji toleransi aktivitas, batasi aktivitas dalam toleransi anak atau
tempatkan anak pada tirah baring.
7) Dorong anak untuk memilih periode istirahat dan aktivitas.
8) Peragakan dan dorong penggunaan teknik relaksasi misalnya
dengan imajinasi terbimbing dan visualisasi.
9) Tingkatkan masukan cairan yang adekuat, misalnya 2-3 liter/hari
dalam toleransi jantung.
10) Batasi pengunjung.
11) Kolaborasi
Berikan suplemen O2 sesuai indikasi, pantau hasil pemeriksaan
laboratorium yaitu daerah lengkap, kultur, GDA/nadi oksimetri,
foto dada, tes paru. Lakukan/bantu fisioterapi dada dan spirometri
intensif, berikan pack SDM atau tranfusi tukar sesuai indikasi,
berikan obat sesuai indikasi (antipiretik dan antibiotik).
e. Perubahan pola eliminasi (konstipasi)
 Kemungkinan penyebab
Penurunan masukan diet dan cairan.
 Intervensi
1) Observasi warna feces, konsistensi, frekuensi dan jumlah.
2) Auskultasi bunyi usus.
3) Awasi masukan dan haluaran dengan perhatian khusus pada
makanan/cairan.
4) Dorong pemasukan cairan 2500-3000 ml/hari sesuai toleransi
jantung.
5) Hindari makanan yang mendangung gas.
6) Kaji kondisi perianal dengan sering, catat perubahan dalam kondisi
kulit.
7) Lakukan perawatan perianal setiap defekasi bila terjadi diare.
8) Kolaborasi :
Konsul dengan ahli gizi untuk pemberian diet seimbang dengan
tinggi serat dan bulk, berikan pelembek feces, stimultan ringan,
laksatif pembentuk bulk atau enema sesuai indikasi. Berikan obat
anti diare, misalnya difenoxilat hidroklorida dengan atropin
(lomotil) dan pengabsorbsi air misalnya metamucil.
1. Pengkajian
pengkajian adalah pemikiran dasar dan proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat
mengidentifikasi. .mengenali masalah- masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan pasien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan.
a. Biodata
Dalam biodata yang utama dikaji pada anak dengan ITP adalah umur dan jenis
kelamin, karena lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki.-laki.
b. Keluhan utama
Biasanya timbul mendadak, terutama pada anak-anak, dan biasanya terjadi
kebiruan atau epistaksis selama jangka waktu yang berbeda-beda. Tidak
jarang terjadi gejala timbul setelah suatu peradangan atau infeksi saluran
nafas bagiat atas akut
c. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit ITP dapat dilihat dari gambaran klinik yang nampak pada
klien misalnya epistaksis (kebiruan), pekia, ekimosis, pendarahan gusi dan
lain-lain.
d. Riwayat penyakit masa lalu
Riwayat penyakit masa lalu adalah riwayat penyakit yang diderita klien
sebelum sakit ini.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga sangat perlu untuk dikaji pada klien dengan
penyakit ITP.
f. Riwayat psikologis
Riwayat psikologis yang perlu dikaji pada klien ITP adalah aspek emosional,
pola interaksi Sosial, pengaruh perubahan lingkungan terhadap perilaku anak
serta bagaimana perasaan keluarga sehubungan dengan hospitalisasi
g. Pola aktivitas sehari-hari
Pengkajian pola aktivitas sehari-hari dilakukan untuk mengetahui pengaruh
penyakit terhadap perubahan pola aktivitas sehari-hari meliputi pola makan,
minum, eliminasi, personal higiene dan bermain
h. Pemeriksaan fisik
Pada klien dengan ITP pemeriksaan fisik dilakukan secara chepalokaudal
meliputi inpeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi. Yang paling utama harus
dilakukan adalah memeriksa keadaan umum ktien. mengukur (anda- tanda
vital,memeriksa kepala dan leher, serta memeriksa kulit klien (ptekie yang
biasasnya muncul pada klien).
i. Perkembangan
Pada anak yang terserang ITP pada umumnya tidak terjadi gangguan
pertumbuhan dan perkembangannya.

1. Diagnosa Dan Intervensi Keperawatan


a. Resiko tinggi injuri yang berhubungan dengan perubahan jumlah platelet
(trombosit)

Kriteria hasil:
 Jumlah plateled trombosit > 200.000/m3 HB, Hct, dalam batas normal
 Tidak memperlihatkan adanya pendarahan eksternal seperti ptechie,
perdarahan pada tempat tusukan, perdarahan pada gusi
 TTV dalam batas normal
 Tidak ada perdarahan internal, gangguan berupa:
- Pucat-cyanosis
- Hematuria
- Menorragia
- Hematomesis
- Melena
- Nyeri sendi
 Menunjukkan tidak adanya perdarahan intrakranial. seperti:
- Perubahan tingkat kesadaran
- Irritabilitas
- Muntah
- Bradikardi
- Tekanan darah meningkat tiba-tiba turun
Intervensi
 Monitor TTV
 Monitor jumlah platelet, Hb, Hct
 Monitor perdarahan eksternal
- Memeriksa kulit, benjolan, tempat tusukan
- Tidak melakukan suppositorv jika platelet < 30.000 mm3/dl
- Memeriksa suhu axillaoral
 Monitor perdarahan internal:
- Memeriksa kulit
- Mengkaji nyeri sendi
- Tes urin,darah da feses
 Monitor staus neuro: pengkajian Blood Pressure
 Perlindunga dari injuri
- Pemberian tempas tidur berpagar. lembut, penuh mainan
- Pembatasan aktivitas bermain sampai platelet menurun (normal)
- Menggunakan sikat gigi dan handuk yang lembut, tidak
diperkenankan memaki flasing dan pisau cukur keras

b. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan perubahan imin.


Kriteria hasil;
 Temperatur tubuh normal dengan .18-72 hari terapi antibiotik
 Tidak menunjukkkan adanya eritema
 Menunjukkan platelet stabil <200.000./dl, WBC, Hb dalam batas
normal). .

Intervensi
 Monitor TTV
 Atur pemberian anibiotik dan kaji efeknya Memelihara kulit dan area
injeksi
 Monitor jumlah platelet WBC
c. Cemas yang berhubungan dengan hospitalisasi dan khawatir terhadap
pragonasis dan kurang tahu mengenai penyakit
Kriteria hasil:
 Orang tua mengerti tentang patologi, efek penyakit
 Orang tua dapat menghindarkan anak dan faktor presipitasi
 Orang tua brperilaku mempertahankan kesehatan
Intervensi
 Beri pengertian tentang penyakit, patologi, dan prognosanya
 Persiapkan orang tua dengan menjelaskan bahwa mungkin masa
tumbuh kembanng anak lamban
 Diskusikan pentingnya nutrisi yang sehat dan seimbang
 Menjelaskan pada orang tua mungkin anak mengalami gangguan toilet
training (ngampol)
 Anjurkan orang tua untuk tidak over protektif
 Mengajarkan orang tua untuk merawat anak
 Mengikutsertakan orang tua merawat anak sebisa mungkin
 Melatih anak secara normal menjahui: dari permainan yang berbaha

d. Kurang pengetahun yang berhubungan dengan kekhawatiran adanya


perdarahan
Kriteria hasil:
 Orang tua mengerti akan penyakit, patofisiologi, penyebab, indikasi
dan prognose penyakit
Intervensi
 Menjelaskan kepada Orangtua tentang patofisiologi, penyebab,
perawatan dan terapi yang dilakukan
 Memberikan list atas komplikasi adanya peyakit sesuai dengan yang
telah di diagnosa dokter
 Mengajarkan pengukuran-pengukuran yang dapat dilakukan dirumah
(hal-hal yang berhubungan dengan homecare)
 Memberi nomor telepon UGD, jelaskan tentang pentingnya perawatan
dirumah dan pengontrolan klien pulang

DAFTAR PUSTAKA

Axton, Figale. 1993. Pediatric Care plans California : Addison Wasley Nursing.
Carpenito, Lynda J. 200l. Rencana Asuhan Keperawatan Jakarta: EGC.
FKUI. 2001. Kapta . Selekta Kedokteran I. Jakarta: Media Aesculapius.
FKUI. 1985. Ilmu Kesehatan Anak Buku Kuliah I jakarta : Infomediaka

Anda mungkin juga menyukai