Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa
disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.

(Muttaqin, 2008), cedera kepala biasanya diakibatkan salah satunya benturan atau kecelakaan.
Sedangkan akibat dari terjadinya cedera kepala yang paling fatal adalah kematian. Akibat trauma
kepala pasien dan keluarga mengalami perubahan fisik maupun psikologis, asuhan keperawatan

pada penderita cedera kepala memegang peranan penting terutama dalam pencegahan

komplikasi. Komplikasi dari cedera kepala adalah infeksi, perdarahan. Cedera kepala berperan pada
hampir separuh dari seluruh kematian akibat trauma-trauma. Cedera kepala merupakan keadaan
yang serius. Oleh karena itu, diharapkan dengan penanganan yang cepat dan akurat dapat

menekan morbiditas dan mortilitas penanganan yang tidak optimal dan terlambatnya rujukan

dapat menyebabkan keadaan penderita semakin memburuk dan berkurangnya pemilihan fungsi

(Tarwoto, 2007).
Sedangkan berdasarkan Mansjoer (2002), kualifikasi cedera kepala berdasarkan berat

ringannya, dibagi menjadi 3 yakni cedera kepala ringan, cedera kepala sedang dan cedera kepala

berat. Adapun penilaian klinis untuk menentukkan klasifikasi klinis dan tingkat kesadaran pada

pasien. cedera kepala menggunakan metode skala koma Glasgow (Glasgow Coma Scale)
(Wahjoepramono, 2005).

Cedera kepala akibat trauma sering kita jumpai di lapangan. Di dunia kejadian cedera kepala

setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus dari jumlah di atas 10% penderita meninggal

sebelum tiba di rumah sakit dan lebih dari 100.000 penderita menderita berbagai tingkat kecacatan
akibat cedera kepala tersebut (Depkes, 2012).
Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat cedera kepala, dan lebih dari

700.000 mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Dua per tiga

dari kasus ini berusia di bawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari wanita. Lebih

dari setengah dari semua pasien cedera kepala berat mempunyai signifikasi terhadap cedera

bagian tubuh lainnya (Smeltzer, 2002).

1
B. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Untuk mendapatkan gambaran secara umum tentang asuhan keperawatan pada pasien
dengan cedera kepala sedang di IGD.

2. Tujuan Khusus
a. Mampu memahami tentang cedera kepala sedang.

b. Mampu melakukan pengkajian pada penderita cedera kepala sedang.


c. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan untuk pasien yang menderita cedera
kepala sedang.

d. Mampu menyusun rencana keperawatan untuk pasien yang menderita cedera kepala

sedang.
e. Mampu mengaplikasikan tindakan keperawatan gawat darurat yang telah dipelajari
tentang cedera kepala sedang.

f. Mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan yang telah dipelajari tentang cedera

kepala sedang.

C. MANFAAT PENULISAN

1. Bagi Penulis

Memberikan pengalaman yang nyata dan menambah pengetahuan tentang asuhan

keperawatan pasien dengan cedera kepala sedang di IGD.


2. Bagi Institusi

Dapat digunakan sebagai informasi bagi institus pendidikan dalam pengembangan dan

peningkatan mutu pendidikan di masa yang datang, terutama masalah keperawatan gawat

darurat.
3. Bagi Rumah Sakit
Bermanfaat bagi perawat IGD untuk melakukan asuhan keperawatan yang lebih profesional

dalam melakukan tugasnya.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP CEDERA KEPALA SEDANG

1. DEFINISI
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau

tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan Luka di kulit kepala, fraktur tulang
tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringa otak itu sendiri, serta
mengakibatkan gangguan neurologis (Ayu, 2010).

Cedera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada

jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi.
Cedera Kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai
respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial (Smeltzer, 2010).

Disebut cedera kepala sedang bila GCS 9-12, kehilangan kesadaran atau terjadi

amnesia lebih dari 24 jam bahkan sampai berhari-hari. Resiko utama pasien yang mengalami

cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai
respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan TIK (Oman, 2008).

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM NEUROLOGI

1. Anatomi Kepala
Otak merupakan salah satu organ yang teksturnya lembut dan berada dalam kepala.

Otak dilindungi oleh rambut, kulit, dan tulang. Adapun pelindung otak yang lain adalah

lapisan meningen, lapisan ini yang membungkus semua bagian otak. , Lapisan ini terdiri

dari duramater, arakhnoid, piameter.


1) Tengkorak
Tulang tengkorak menurut, Evelyn C Pearce (2008) merupakan struktur tulang

yang menutupi dan melindungi otak, terdiri dari tulang kranium dan tulang muka.

Tulang kranium terdiri dari 3 lapisan : lapisan luar, etmoid dan lapisan dalam.

Lapisan luar dan dalam merupakan struktur yang kuat sedangkan etmoid

merupakan struktur yang menyerupai busa. Lapisan dalam membentuk


rongga/fosa; fosa anterior didalamnya terdapat lobus frontalis, fosa tengah berisi

lobus temporalis, parientalis, oksipitalis, fosa posterior berisi otak tengah dan
sereblum.

3
Gambar 2.1 Anatomi Tengkorak
2) Meningen
Pearce, Evelyn C. (2008) otak dan sumsum tulang belakang diselimuti

meningia yang melindungi syruktur saraf yang halus itu, membawa pembulu
darah dan dengan sekresi sejenis cairan, yaitu: cairan serebrospinal yang

memperkecil benturan atau goncangan. Selaput meningen menutupi terdiri dari


3 lapisan yaitu:

a) Durameter

Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan

endosteal dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yang keras,

terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam
dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya,

maka terdapat suatu ruang potensial ruang subdural yang terletak antara

dura mater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural.


Pada cedera otak, pembuluh- pembuluh vena yang berjalan pada
permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut
Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan
subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus
transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat
mengakibatkan perdarahan hebat . Hematoma subdural yang besar, yang
menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui
pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah: 1)

sakit kepala yang menetap 2) rasa mengantuk yang hilang-timbul 3)


linglung 4) perubahan ingatan 5) kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang
berlawanan.

4
Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari

kranium ruang epidural. Adanya fraktur dari tulang kepala

dapatmenyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan


perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri

meningea media yang terletak pada fosa media fosa temporalis. Hematoma
epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat lubang di dalam tulang
tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan
penyumbatan sumber perdarahan.
b) Selaput Arakhnoid

Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang.

Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan duramater
sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari duramater oleh
ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari piamater oleh spatium

subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis . Perdarahan sub


arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala.
c) Pia Mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adalah
membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri

dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus

saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk


kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater.

3) Otak

Menurut Pearce (2009) otak merupakan organ tubuh yang paling penting karena

merupakan pusat dari semua organ tubuh, otak terletak didalam rongga tengkorak
(kranium) dan dibungkus oleh selaput otak (meningen) yang kuat. Menurut
Ganong (2002) otak terdiri dari 3 bagian yaitu :

a) Cerebrum (otak besar)

Terdiri dari dua belahan yang disebut Hemipherium cerebri dan keduanya

dipisahkan oleh fissure longitudinalis cerebri menjadi hemisfer kanan dan kiri.

Hemisfer cerebri dibagi menjadi lobus – lobus yang diberi nama sesuai
dengan tulang diatasnya, yaitu :

- Lobus frontalis : terletak di depan otak dan berhubungan dengan


penalaran, keterampilan motorik, kognisi tingkat yang lebih tinggi, dan

bahasa ekspresif. Di bagian belakang lobus frontalis, dekat sulkus sentral,


terletak korteks motorik. Daerah ini otak menerima informasi dari

5
berbagai lobus otak dan menggunakan informasi ini untuk melakukan

gerakan tubuh.Kerusakan pada lobus frontal dapat menyebabkan

perubahan dalam kebiasaan seksual, sosialisasi, dan perhatian serta


meningkatkan pengambilan risiko.

- Lobus parietalis : terletak di bagian tengah otak dan berhubungan


dengan pengolahan informasi sensorik taktil seperti tekanan, sentuhan

rasa sakit, dan. Sebagian dari otak yang dikenal sebagai korteks
somatosensori terletak di lobus ini dan sangat penting untuk pengolahan
indra tubuh. Kerusakan pada lobus parietal dapat menyebabkan masalah

dengan memori verbal, gangguan kemampuan untuk mengendalikan

pandangan mata dan masalah dengan bahasa.


- Lobus occipitalis : terletak di bagian belakang otak dan berhubungan
dengan rangsangan visual menafsirkan dan informasi. Para korteks visual

primer, yang menerima dan menafsirkan informasi dari retina mata,

terletak di lobus oksipital. Kerusakan pada lobus ini dapat menyebabkan

masalah penglihatan seperti kesulitan mengenali objek, ketidakmampuan


untuk mengidentifikasi warna, dan kesulitan mengenali kata-kata.

- Lobus temporalis : terletak di bagian bawah otak. Lobus ini juga

merupakan lokasi dari korteks pendengaran primer, yang penting untuk

menafsirkan suara dan bahasa yang kita dengar. Para hippocampus juga
terletak di lobus temporal, itulah sebabnya mengapa bagian ini otak juga

sangat terkait dengan pembentukan ingatan . Kerusakan pada lobus

temporal dapat menyebabkan masalah dengan memori, persepsi ujaran,

dan kemampuan bahasa.

Gambar 2.2 Anatomi Cerebrum

6
b) Batang otak (brainstem)

Batang otak terdiri dari otak tengah, pons dan medula oblomata. Otak tengah

midbrain/ ensefalon menghubungkan pons dan sereblum dengan hemisfer


sereblum. Bagian ini berisi jalur sensorik dan motorik, sebagai pusat
reflek pendengaran dan penglihatan. Pons terletak didepan sereblum
antara otak tengah dan medula, serta merupakan jembatan antara 2
bagian sereblum dan juga antara medula dengan serebrum. Pons berisi
jarak sensorik dan motorik. Medula oblomata membentuk bagian inferior
dari batang otak, terdapat pusat- pusat otonom yang mengatur fungsi-fungsi

vital seperti pernafasan, frekuensi jantung, pusat muntah, tonus vasomotor,

reflek batuk dan bersin.

Gambar 2.3 Anatomi Brainstem dan Cerebellum

c) Cerebellum (otak kecil)

Terletak dibagian belakang kranium menempati fosa cerebri posterior


dibawah lapisan cluaramer. Tentrium cerbelli, dibagian depannya terdapat

batang otak. Berat cerebellum sekitar 150 gram atau ±8% dari berat batang

otak seluruhnya. Cerebellum dapat dibagi menjadi hemisfer cerebella kanan

dan kiri yang dipisahkan oleh vesmis. Fungsi cerebellium pada umumnya
adalah mengkoordinasi gerakan-gerakan otot sehingga gerakan dapat

terlaksana dengan sempurna.

4) Syaraf-syaraf Otak
Suzanne Smeltzer (2002) Nervus kranialis dapat terganggu bila trauma kepala

meluas sampai batang otak karena edema otak atau pendarahan otak. Kerusakan
nervus yaitu :

7
b) Nervus Olfaktorius (Nervus Kraniali I) : saraf pembau yang keluar dari otak

dibawa oleh dahi, membawa rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga

hidung ke otak.
c) Nervus Optikus (Nervus Kranialis II) : mensarafi bola mata, membawa

rangsangan penglihatan ke otak.


d) Nervus Okulomotoris (Nervus Kranialis III) : bersifat motoris, mensarafi otot-

otot orbital (otot penggerak bola mata) menghantarkan serabut-serabut saraf


parasimpatis untuk melayani otot siliaris dan otot iris.
e) Nervus Trochlearis (Nervus Kranialis IV) : Bersifat motoris, mensarafi otot-otot

orbital. Saraf pemutar mata yang pusatnya terletak dibelakang pusat saraf

penggerak mata.
f) Nervus Trigeminus (Nervus Kranialis V) : Sifatnya majemuk (sensoris motoris)
saraf ini mempunyai tiga buah cabang. Fungsinya sebagai saraf kembar tiga,

saraf ini merupakan saraf otak besar, sarafnya yaitu:

- Nervus oftalmikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian depan


kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan bolamata.
- Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas,
palatum, batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris.
- Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi
otot-otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya mensarafi gigi
bawah, kulit daerah temporal dan dagu.

g) Nervus Abducens (Nervus Kranialis VI) : sifatnya motoris, mensarafi otot-otot

orbital. Fungsinya sebagai saraf penggoyang sisi mata.

h) Nervus Facialis (Nervus Kranialis VII) : Sifatnya majemuk (sensori dan


motori) serabut-serabut motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan selaput
lendir ronga mulut. Di dalam saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom

(parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala fungsinya sebagai mimik

wajah untuk menghantarkan rasa pengecap.

i) Nervus Akustikus (Nervus Kranialis VIII) : Sifatnya sensori, mensarafi alat

pendengar, membawa rangsangan dari pendengaran dan dari telinga ke


otak. Fungsinya sebagai saraf pendengar.

j) Nervus Glosofaringeus (Nervus Kranialis IX) : Sifatnya majemuk (sensoris dan


motoris) mengandung saraf-saraf motorik, sensorik dan parasimpatis faring,

laring, paru-paru, esofagus, gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar


pencernaan dalam abdomen. Fungsinya sebagai saraf perasa.

8
k) Nervus Aksesorius (Nervus Kranialis XI) : saraf ini mensarafi muskulus

sternokleidomastoid dan muskulus trapezium, fungsinya sebagai saraf

tambahan.
l) Nervus Hipoglosus (Nervus Kranialis XII) : saraf ini mensarafi otot-otot lidah,

fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf ini terdapat di dalam sumsum


penyambung.

Gambar 2.4 Penampakan Nervus Kranialis

3. ETIOLOGI

a. Trauma tumpul

1) Kecepatan tinggi : tabrakan motor dan mobil


2) Kecepatan rendah : terjatuh atau dipukul

b. Trauma tembus : luka tembus peluru dari cedera tembus lainnya

c. Jatuh dari ketinggian

d. Cedera akibat kekerasan


e. Cedera otak primer : adanya kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung

dari trauma, dapat terjadi memar otak dan laserasi

f. Cedera otak sekunder : kelainan patolgi otak disebabkan kelainan biokimia

metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma (Tarwoto, 2007).

4. KLASIFIKASI

Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan dan


morfologi cedera antara lain :
a. Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi duramater

9
a) Trauma tumpul : Kecepatan tinggi (tabrakan mobil),kecepatan rendah (terjatuh

atau dipukul)

b) Trauma tembus (luka tembus peluru dan luka tembus lainya)


b. Keparahan cidera

1) Ringan
a) GCS 13 – 15

b) Tidak ada kehilangan kesadaran


c) Tidak ada infoksikasi alkohol atau obat terlarang
d) Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing

e) Pasien dapat menderita abrasi, laserasi atau hematoma kulit kepala

f) Tidak adanya kriteria cedera sedang berat.


2) Sedang
a) GCS 9 – 12

b) Amnesia pasca trauma

c) Muntah

d) Tanda kemungkinan fraktur kranium (mata rabun, hematimpanum, otorea


atau rinorea cairan serebrospinal)

e) Kejang.

3) Berat

a) GCS 3 – 8
b) Penurunan derajat kesadaran secara progresif

c) Tanda neurologis fokal

d) Cedera kepala penetrasi atau teraba farktur depresi kronium

c. Morfologi
1) Fraktur tengkorak
a) Kranium : linier : depresi atua non depresi, terbuka atau tertutup.

b) Basis : dengan atau tanpa kebocoran cairan serebrospinal dengan atau tanpa

kelumpuhan nervus VII (facialis)

2) Lesi intrakranial

a) Fokal : epidural, subdural, intra serebral


b) Difus : konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difusi

Macam-macam Pendarahan pada Otak


a. Intraserebral hematoma (ICH)

Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak


biasanya akibat sobekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis

10
ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi,

pemeriksaan CT scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang diindikasi dilakukan

operasi jika single, diameter lebih dari 3 cm, perifer, adanya pergerakan garis tengah,
dan secara klinis hematoma tersebut dapat menyebabkan ganguan neurologis

/lateralisasi. Operasi yang dilakukan biasanya adalah evakuasi hematoma disertai


dekompresi dari tulang kepala.

b. Subdural hematoma (SDH)


Subdural hematoma adalah terkumpulnya darah antara dura mater dan jaringan
otak, dapat terjadi akut kronis. Terjadi akibat pecahan pembuluh darah vena/jembatan

vena yang biasanya terdapat diantara dura mater, perdarahan lambat dan sedikit.

Pengertian lain dari subdural hematoma adalah hematoma yang terletak dibawah
lapisan dura mater dengan sumber perdarahan dapat berasal dari Bridging vein (paling
sering), A/V cortical, sinus venosus duralis. Berdasarkan waktu terjadinya perdarahan

maka subdural hematoma dibagi menjadi tiga meliputi subdural hematoma akut terjadi

kurang dari 3 hari dari kejadian, subdural hematoma subakut terjadi antara 3 hari – 3

minggu dan subdural hematoma kronis jika perdarahan terjadi lebih dari 3 minggu.
Secara klinis subdural hematoma akut ditandai dengan adanya penurunan

kesadaran, disertai adanya lateralisasi yanag paling sering berupa

hemiparese/hemiplegia dan pemeriksaan CT scan didapatkan gambaran hiperdens

yang berupa bulan sabit (cresent).


Indikasi operasi, menurut Europe Brain Injury Commition (EBIC), pada perdarahan

subdural adalah jika perdarahan lebih dari 1 cm. Jika terdapat pergesaran garis tengah

labih dari 5 mm. Operasi yang dilakukan adalah evakuasi hematoma, menghentikan

sumber perdarahan. Bila ada edema serebri biasanya tulang tidak dikembalikan
(dekompresi) dan disimpan sugalea. Prognosis dari klien SDH ditentukan dari GCS awal
saat operasi, lamanya klien datang sampai dilakukan operasi, lesi penyerta dijaringan

otak, serta usia klien pada klien dengan GCS kurang dari 8 prognosisnya 50%, semakin

rendah GCS maka semakin jelek prognosisnya. Semakin tua klien maka semakin jelek

prognosisnya. Adanya lesi lain akan memperjelek prognosisnya.

Gejala dari subdural hematoma meliputi keluhan nyeri kepala, bingung,


mengantuk, menarik diri, perubahan proses pikir (berpikir lambat), kejang, dan edema

pupil.
c. Epidural hematoma (EDH)

Epidural hematoma adalah hematoma yang terletak antara dura mater dan tulang,
biasanya sumber perdarahannya adalah sobeknya arteri meningica media (paling

11
sering), vena diploica (oleh karena adanya fraktur kalvaria), vena emmisaria, sinus

venosus duralis. Secara klinis ditandai dengan penurunan kesadaran yang disertai

lateralisasi (ada ketidaksamaan antara tanda-tanda neurologis sisi kiri dan kanan tubuh)
yang dapat berupa hemiparese/hemiplegia, pupil anisokor, adanya refleks patologis

satu sisi, adanya lateralisasi dan jejas pada kepala menunjukan lokasi dari EDH. Pupil
anisokor /dilatasi dan jejas pada kepala letaknya satu sisi dengan lokasi EDH sedangkan

hemiparese/hemiplegia letaknya kontralateral dengan lokasi EDH. Lucid interval bukan


merupakan tanda pasti adanya EDH karena dapat terjadi pada perdarahan intrakranial
yang lain, tetapi lucid interval dapat dipakai sebagai patokan dari prognosisnya.

Semakin panjang lucid interval maka semakin baik prognosisnya klien EDH (karena otak

mempunyai kesempatan untuk melakukan kompensasi). Nyeri kepala yang hebat dan
menetap tidak hilang pemberian analgetik. Pada pemeriksaan CT scan didapatkan
gambaran area hiperdens dengan bentuk bikonveks di antara 2 sutura, gambaran

adanya perdarahan volumenya lebih dari 20 cc atau lebih dari 1 cm atau dengan

pergeseran garis tengah (midline shift) lebih dari 5 mm. Operasi yang dilakukan adalah

evakuasi hematoma, menghentikan sumber perdarahan sedangkan tulang kepala dapat


dikembangkan. Jika saat operasi tidak didapatkan adanaya edema serebri sebaliknya

tulang tidak dikembangkan jika saat operasi didapatkan dura mater yang tegang dan

dapat disimpan subgalea.

Gambar 2.5 Macam-macam Perdarahan Otak

12
5. PATOFISIOLOGI

Cedera kepala yang terjadi waktu benturan, memungkinkan terjadinya memar pada

permukaan otak, laserasi cedera robekan, hemoragi, akibatnya akan terjadi kemampuan
autoregulasi cerebral yang menyebabkan hiperemia. Peningkatan salah satu otak akan

menyebabkan jaringan otak tidak dapat membesar karena tidak ada aliran cairan otak dan
sirkulasi dalam otak, sehingga lesi akan mendorong jaringan otak. Bila tekanan terus

meningkat akibatnya tekanan dalam ruang kranium juga akan meningkat. Maka terjadilah
penurunan aliran darah dalam otak dan perfusi jaringan yang tidak adekuat, sehingga terjadi
masalah perubahan perfusi serebral. Perfusi yang tidak adekuat dapat menimbulkan

vasodilatasi dan edema otak. Edema akan menekan jaringan saraf sehingga terjadi

peningkatan tekanan intrakranial (Price, 2005).


Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika

benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan

benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi)

adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil
atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan

kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara

kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada

kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang
otak.

Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak, yaitu cedera otak

primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer adalah cedera yang terjadi saat atau

bersamaan dengan kejadian trauma, dan merupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya
menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa kita lakukan kecuali membuat fungsi
stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang

optimal. Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada

permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat,

cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak

ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada
area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan

peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa
kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan

hipotensi (Soetomo, 2002).

13
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan

terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat mengakibatkan laserasi,

perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial
tertama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas (Reisner, 2009).

Dampak edema jaringan otak terhadap sistem tubuh lain, antara lain :
a. Sistem Kardiovaskuler

Trauma kepala bisa menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup aktivitas atipikal
miokardial, perubahan tekanan vaskuler dan edema paru. Perubahan otonom pada
fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T, P dan disritmia, vibrilisi atrium serta

ventrikel takikardia. Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan

vaskuler, di mana penurunan tekanan vaskuler pembuluh darah arteriol berkontraksi.


Aktivitas miokardium berubah termasuk peningkatan frekuensi jantung dan menurunnya
stroke work di mana pembacaan pembacaan CVP abnormal. Tidak adanya stimulus
endogen saraf simpatis mempengaruhi penurunan kontraktilitas ventrikel. Hal ini bisa

menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung dan meningkatkan atrium kiri,

sehingga tubuh akan berkompensasi dengan meningkatkan tekanan sistolik. Pengaruh


dari adanya peningkatan tekanan atrium kiri adalah terjadinya edema paru.

b. Sistem Respirasi

Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokonstriksi paru atau hipertensi paru

menyebabkan hiperapneu dan bronkho kontriksi. Terjadinya pernafasan chynestoke


dihubungkan dengan adanya sensitivitas yang meningkat pada mekanisme terhadap

karbondioksida dan episode pasca hiperventilasi apneu. Konsenterasi oksigen dan

karbondioksida dalam darah arteri mempengaruhi aliran darah. Bila tekanan oksigen

rendah, aliran darah bertambah karena terjadi vasodilatasi, jika terjadi penurunan
tekanan karbondioksida akan menimbulkan alkalosis sehingga terjadi vasokontriksi dan
penurunan CBF (Cerebral Blood Fluid). Bila tekanan karbondioksida bertambah akibat

gangguan sistem pernafasan akan menyebabkan asidosis dan vasodilatasi. Hal tersebut

menyebabkan penambahan CBF yang kemudian terjadi peningkatan tingginya TIK.

Edema otak akibat trauma adalah bentuk vasogenik. Pada kontusio otak terjadi

robekan pada pembuluh kapiler atau cairan traumatic yang mengandung protein yang
berisi albumin. Albumin pada cairan interstisial otak normal tidak didapatkan. Edema otak

terjadi karena penekanan pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Edema otak ini dapat
menyebabkan kematian otak (iskemia) dan tingginya TIK yang dapat menyebabkan

terjadinya herniasi dan penekanan batang otak atau medula oblongata. Akibat

14
penekanan pada medulla oblongata menyebabkan pernafasan ataksia dimana ditandai

dengan irama nafas tidak teratur atau pola nafas tidak efektif.

c. Sistem Genito-Urinaria
Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme yaitu kecenderungan retensi natrium

dan air serta hilangnya sejumlah nitrogen. Retensi natrium juga disebabkan karena
adanya stimulus terhadap hipotalamus, yang menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi

aldosteron. Ginjal mengambil peran dalam proses hemodinamik ginjal untuk mengatasi
retensi cairan dan natrium. Setelah tiga sampai 4 hari retensi cairan dan natrium mulai
berkurang dan pasca trauma dapat timbul hiponatremia. Untuk itu, selama 3-4 hari tidak

perlu dilakukan pemberian hidrasi. Hal tersebut dapat dilihat dari haluaran urin.

Pemberian cairan harus hati-hati untuk mencegah TIK. Demikian pula sangatlah penting
melakukan pemeriksaan serum elektrolit. Hal ini untuk mengantisipasi agar tidak terjadi
kelainan pada kardiovaskuler.

Peningkatan hilangnya nitrogen adalah signifikan dengan respon metabolic terhadap

trauma, karena dengan adanya trauma tubuh memerlukan energi untuk menangani

perubahan-perubahan seluruh sistem tubuh. Namun masukan makanan kurang, maka


akan terjadi penghancuran protein otot sebagai sumber nitrogen utama. Hal ini

menambah terjadinya asidosis metabolik karena adanya metabolisme anaerob glukosa.

Dalam hal ini diperlukan masukan makanan yang disesuaikan dengan perubahan

metabolisme yang terjadi pada trauma. Pemasukan makanan pada trauma kepala harus
mempertimbangkan tingkat kesadaran pasien atau kemampuan melakukan reflek

menelan

d. Sistem Pencernaan

Setelah trauma kepala terdapat respon tubuh yang merangsang aktivitas hipotalamus
dan stimulus vagal. Hal ini akan merangsang lambung untuk terjadi hiperasiditas.
Hipotalamus merangsang anterior hipofise untuk mengeluarkan steroid adrenal. Hal ini

adalah kompensasi tubuh untuk menangani edema serebral, namun pengaruhnya

terhadap lambung adalah terjadinya peningkatan ekskresi asam lambung yang

menyebabkan hiperasiditas. Selain itu juga hiperasiditas terjadi karena adanya

peningkatan pengeluaran katekolamin dalam menangani stress yang mempengaruhi


produksi asam lambung. Jika hiperasiditas ini tidak segera ditangani, akan menyebabkan

perdarahan lambung.
e. Sistem Muskuloskeletal

Akibat utama dari cedera otak berat dapat mempengaruhi gerakan tubuh. Hemisfer atau
hemiplegia dapat terjadi sebagai akibat dari kerusakan pada area motorik otak. Selain itu,

15
pasien dapat mempunyai control volunter terhadap gerakan dalam menghadapi

kesulitan perawatan diri dan kehidupan sehari – hari yang berhubungan dengan postur,

spastisitas atau kontraktur. Gerakan volunter terjadi sebagai akibat dari hubungan
sinapsis dari 2 kelompok neuron yang besar. Sel saraf pada kelompok pertama muncul

pada bagian posterior lobus frontalis yang disebut girus presentral atau “strip motorik “.
Di sini kedua bagian saraf itu bersinaps dengan kelompok neuron-neuron motorik bawah

yang berjalan dari batang otak atau medulla spinalis atau otot-otot tertentu. Masing-
masing dari kelompok neuron ini mentransmisikan informasi tertentu pada gerakan.
Sehingga pasien akan menunjukan gejala khusus jika ada salah satu dari jaras neuron ini

cedera. Pada disfungsi hemisfer bilateral atau disfungsi pada tingkat batang otak,

terdapat kehilangan penghambatan serebral dari gerakan involunter. Terdapat gangguan


tonus otot dan penamilan postur abnormal, yang pada saatnya dapat membuat
komplikasi seperti peningkatan saptisitas dan kontraktur.

16
6. MANIFESTASI KLINIS
a. Berdasarkan anatomis

1) Gegar otak (comutio selebri)

a) Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa kehilangan

kesadaran

b) Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa detik/menit


c) Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah

d) Kadang amnesia retrogard

2) Edema Cerebri

a) Pingsan lebih dari 10 menit


b) Tidak ada kerusakan jaringan otak

c) Nyeri kepala, vertigo, muntah

3) Memar Otak (kontusio Cerebri)

a) Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi tergantung


lokasi dan derajad
b) Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan

c) Peningkatan tekanan intracranial (TIK)


d) Penekanan batang otak
e) Penurunan kesadaran

f) Edema jaringan otak

17
g) Defisit neurologis

h) Herniasi

4) Laserasi
a) Hematoma Epidural

Talk dan die” tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat benturan,
merupakan periode lucid (pikiran jernih), beberapa menit s.d beberapa jam,

menyebabkan penurunan kesadaran dan defisit neurologis (tanda hernia):


 kacau mental → koma
 gerakan bertujuan → tubuh dekortikasi atau deseverbrasi

 pupil isokhor → anisokhor

b) Hematoma subdural
 Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas arachnoid, biasanya
karena aselerasi, deselerasi, pada lansia, alkoholik.

 Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti perdarahan epidural

 Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai dengan

berbulan-bulan
 Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut)

 perluasan massa lesi

 peningkatan TIK

 sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang


 disfasia

c) Perdarahan Subarachnoid

 Nyeri kepala hebat

 Kaku kuduk
b. Berdasarkan Nilai GCS (Glascow Coma Scale)
a. Cedera Kepala Ringan

a) Kebingungan, sakit kepala, rasa mengantuk yang abnormal dan sebagian

besar pasien mengalami penyembuhan total dalam jam atau hari

b) Pusing, kesulitan berkonsentrasi, pelupa, depresi, emosi, atau perasaannya

berkurang dan cemas,kesulitan belajar dan kesulitan bekerja.


b. Cedera Kepala Sedang

a) Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebingungan bahkan
koma

b) Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit neurologik,


perubahan tanda-tanda vital, gangguan penglihatan dan pendengaran,

18
disfungdi sensorik, kejang oto, sakit kepala, vertigo dan gangguan

pergerakan. (Smeltzer & Bare, 2002)

c. Cedera Kepala Berat


a) Amnesia dan tidak dapat lagi mengingat peristiwa sesaat sebelum dan

sesudah terjadinya penurunan kesehatan.


b) Pupil tidak ekual, pemeriksaan motorik tidak ekual, adanya cedera terbuka,

fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. CT-Scan : Untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek.

b. MRI (Magnetic Resonance Imaging) : Menggunakan medan magnetik kuat dan


frekuensi radio. Bila bercampur gelombang yang dipancarkan tubuh, akan
menghasilkan citra MRI yang dapat digunakan unutk mendiagnosis tumor, infark atau

kelainan lain di pembuluh darah.

c. Angiografi serebral : Untuk menunjukkan kelainan lain sirkulasi serebral, seperti

pergeseran jaringan otak akibat edema, pendarahan trauma. Digunakan untuk


mengidentifikasi dan menentukan kelainan serebral vaskuler.

d. Angiografi Substraksi Digital : Suatu tipe angiografi yang menggabungkan radiografi

dengan teknik komputerisasi untuk memperlihatkan pembuluh darah tanpa gangguan

dari tulang dan jaringan lunak di sekitarnya.


e. ENG (Elektronistagmogram) : Pemeriksaan elektro fisiologis vestibularis yang dapat

digunakan untuk mendiagnosis gangguan sistem saraf pusat.

f. Lumbal Pungsi : Untuk menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus dilakukan

sebelum 6 jam dari saat terjadinya trauma


g. EEG : Memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis yang
berkaitan dengan adanya lesi di kepala.

h. BAEK (Brain Audition Euoked Tomografi) Untuk menentukan fungsi korteks dan batang

otak

i. Rontgen foto kepala Untuk melihat ada tidaknya fraktur pada tulang tengkorak

j. GDA (Gas Darah Arteri) Untuk mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi
yang meningkatkan TIK

8. KOMPLIKASI

Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematoma intrakranial, edema
serebral progresif, dan herniasi otak

19
a. Edema serebral dan herniasi
Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada pasien yang
mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang terjadi kira kira 72 jam setelah

cedera. TIK meningkat karena ketidakmampuan tengkorak untuk membesar meskipun


peningkatan volume oleh pembengkakan otak diakibatkan trauma..

b. Defisit neurologik dan psikologik


Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti anosmia (tidak
dapat mencium bau bauan) atau abnormalitas gerakan mata, dan defisit neurologik

seperti afasia, defek memori, dan kejang post traumatic atau epilepsy.

c. Komplikasi lain secara traumatic :


1) Infeksi sitemik (pneumonia, ISK, sepsis)
2) Infeksi bedah neurologi (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis, abses

otak)

3) Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi sendi)

d. Komplikasi lain:
1) Peningkatan TIK

2) Hemorarghi

3) Kegagalan nafas

4) Diseksi ekstrakranial

9. PENATALAKSANAAN

a. Airways dan Breathing


1) Perhatikan adanya apnea
2) Untuk cedera kepala berat lakukan intubasi endotracheal. Penderita mendapat
ventilasi dengan oksigen 100% sampai diperoleh AGD dan dapat dilakukan

penyesuaian yang tepat terhadap FiO2.

3) Tindakan hiperventilasi dilakukan hati-hati untuk mengoreksi asidosis dan

menurunkan secara cepat TIK pada penderita dengan pupil yang telah berdilatasi.

PCO2 harus dipertahankan antara 25-35 mmHg.


b. Circulation
Hipotensi dan hipoksia adalah merupakan penyebab utama terjadinya perburukan pada
CKS. Hipotensi merupakan petunjuk adanya kehilangan darah yang cukup berat,

walaupun tidak tampak. Jika terjadi hipotensi maka tindakan yang dilakukan adalah

20
menormalkan tekanan darah. Lakukan pemberian cairan untuk mengganti volume yang

hilang sementara penyebab hipotensi dicari.

c. Disability (pemeriksaan neurologis)


1) Pada penderita hipotensi pemeriksaan neurologis tidak dapat dipercaya

kebenarannya. Karena penderita hipotensi yang tidak menunjukkan respon


terhadap stimulus apapun, ternyata menjadi normal kembali segera tekanan

darahnya normal.
2) Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan GCS dan reflek cahaya pupil.

Konservatif : Bedrest total, Pemberian obat-obatan, Observasi tanda-tanda vital (GCS

dan tingkat kesadaran).


- Obat-obatan : Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema
serebral, dosis sesuai dengan berat ringanya traumTerapi hiperventilasi (trauma

kepala berat), untuk mengurnagi vasodilatasi. Pengobatan anti edema dnegan

larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.

Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidasol.

Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat

diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, aminofusin, aminofel (18 jam

pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 – 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.


Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami

penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka

hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama,

ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya
bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500–3000
TKTP). Pemberian protein tergantung nilai ure nitrogen

- Pembedahan.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a. Pengkajian Primer

Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah aktual/potensial dari


kondisi life threatening (berdampak terhadap kemampuan pasien untuk

mempertahankan hidup). Pengkajian tetap berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi


dan auskultasi jika hal tersebut memungkinkan. Prioritas penilaian dilakukan

21
berdasarkan :

1) Airways (jalan nafas) dengan kontrol servikal


Kaji :

a) Bersihkan jalan nafas


b) Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas

c) Distress pernafasan
d) Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
2) Breathing dan ventilasi

Kaji :

a) Frekuensi nafas, usaha nafas dan pergerakan dinding dada


b) Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
c) Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas

3) Circulation dengan kontrol perdarahan

Kaji :

b) Denyut nadi karotis


c) Tekanan darah

d) Warna kulit, kelembaban kulit

e) Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal

4) Disability
Kaji :

a) Tingkat kesadaran

b) Gerakan ekstremitas

c) Glasgow coma scale (GCS), atau pada anak tentukan : Alert (A), Respon verbal
(V), Respon nyeri/pain (P), tidak berespons/unresponsive (U)
d) Ukuran pupil dan respons pupil terhadap cahaya

5) Exposure control

Kaji :

f) Tanda-tanda trauma yang ada

b. Pengkajian Sekunder
1) Suhu tubuh

2) Tanda-tanda vital secara kontinyu


Kaji :

a. Tekanan darah
b. Irama dan kekuatan nadi

22
c. Irama, kekuatan dan penggunaan otot bantu

d. Saturasi oksigen

3) Head to toe assesment (pengkajian dari kepala sampai kaki)


Pengkajian Head to toe

a) Riwayat Penyakit
- Keluhan utama dan alasan klien ke rumah sakit

- Lamanya waktu kejadian sampai dengan dibawah ke rumah sakit


- Tipe cedera, posisi saat cedera, lokasi cedera
- Gambaran mekanisme cedera dan penyakit seperti nyeri pada organ

tubuh yang mana, gunakan : provoked (P), quality (Q), radian (R), severity

(S) dan time (T)


- Kapan makan terakhir
- Riwayat penyakit lain yang pernah dialami/operasi

pembedahan/kehamilan

- Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit sekarang,

imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi klien.


- Riwayat keluarga yang mengalami penyakit yang sama dengan klien

b) Pengkajian Kepala, Leher dan Wajah

- Periksa wajah, adakah luka dan laserasi, perubahan tulang wajah dan

jaringan lunak, adakah perdarahan serta benda asing.


- Amati bagian kepala, adakah depresi tulang kepala, tulang wajah,

kontusio/jejas, hematom, serta krepitasi tulang

- Kaji adanya kaku leher

- Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, deviasi trakea, distensi vena
leher, perdaraham, edema, kesulitan menelan, emfisema subkutan dan
krepitasi pada tulang

c) Pengkajian Dada

- Pernafasan : irama, kedalaman dan karakter pernafasan

- Pergerakan dinding dada anterior dan posterior

- Palpasi krepitasi tulang dan emfisema subkutan


- Amati penggunaan otot bantu napas

- Perhatikan tanda-tanda injuri atau cedera : ptekia, perdarahan, sianosis,


abrasi dan laserasi

d) Abdomen dan pelvis


Hal-hal yang dikaji pada abdomen dan pelvis :

23
- Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen

- Tanda-tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, laserasi, abrasi, distensi

abdomen, jejas.
- Massa : besarnya, lokasi dan mobilitas

- Nadi femoralis
- Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri (gunakan PQRST)

- Bising usus
- Distensi abdomen
- Genitalia dan rectal : perdarahan, cedera, cedera pada meatus,ekimosis,

tonus spinkter ani

e) Ekstremitas
Pengkajian di ekstremitas meliputi :
- Tanda-tanda injuri eksternal

- Nyeri

- Pergerakan dan kekuatan otot ekstremitas

- Sensasi keempat anggota gerak


- Warna kulit

- Denyut nadi perifer

f) Tulang Belakang

Pengkajian tulang belakang meliputi :


- Jika tidak didapatkan adanya cedera/fraktur tulang belakang, maka

pasien dimiringkan untuk mengamati : deformitas tulang belakang,

tanda-tanda perdarahan, laserasi, jejas, luka.

- Palpasi deformitas tulang belakang.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan neurologis : trauma

kepala

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik

c. Resiko ketidakseimbangan volume caira dibuktikan oleh trauma


d. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dibuktikan oleh tumor otak

e. Konfusi akut berhubungan dengan delirium


f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neurologis

g. Resiko aspirasi
h. Resiko ketidakseimbangan elektrolit

24
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
1 Ketidakefektifan pola nafas Status Pernapasan Manajemen Pernapasan
Kriteria Hasil (NOC) : 1. Buka jalan nafas,
Domain 4 (aktivitas/ istirahat)
 Frekuensi pernpasan guanakan teknik chin
Kelas 4 ( respon kardiovaskular /  Irama pernapasan lift atau jaw thrust bila
pulmonal )  Kedalaman inspirasi perlu
 Kepatenan jalan 2. Posisikan pasien untuk
Definisi : inspirasi / atau ekspirasi nafas memaksimalkan
yang tidak memberi ventilasi Skala indikator ventilasi
adekuat 1. deviasi berat dari 3. uskultasi bunyi napas

Batasan Karateristik : kisaran normal, 4. Monitor status


2. deviasi yang cukup pernapasan dan
 Dispnea berat dari kisaran oksigenasi sebagaimana
 Penggunaan otot bantu normal, mestinya
pernafasan 3. deviasi sedang dari Terapi Oksigen
 Penurunan tekanan ekspirasi kisaran normal 1. Berikan oksigen sesuai advis
 Penurunan tekanan inspirasi 4. deviasi ringan dari 2. Monitor efektifitas terapi
 Pola nafas abnormal kisaran normal, oksigen (misalnya tekanan
 Pernafasan bibir 5. tidak ada deviasi) oksimetri) dengan tepat
 Pernafasan cuping hidung  Gangguan kesadaran 3. Amati tanda-tanda
 Takipnea Skala indikator hipoventilasi
Factor yang berhubungan 1. sangat 4. Pertahankan kepatenan jalan
 Gangguan neurologis ( 2. berat, nafas
trauma kepala) 3. berat, Monitor Pernapasan
4. cukup, 1. Monitor kecepatan, irama,
5. ringan, tidak ada) kedalaman dan kesulitan
bernafas
2. Catat pergerakan dada, catat
kesimetrisan, penggunaan
otot bantu pernapasan
3. Monitor pola nafas
4. Monitor krepitasi pada
pasien
5. Monitor hasil foto thoraks
6. Buka jalan nafas dengan
menggunakan maneuver chi
lift atau jaw thrust dengan
tepat
2 Kurang perawatan diri (mandi, Perawatan diri : aktifitas Bantuan perawatan diri
berpakaian, makan, toileting) kehidupan sehari-hari  Monitor kemampuan klien
Domain 4 : Aktivitas / Istirahat  Makan (1,2,3,4,5) untuk perawatan diri yang
Kelas 5 : Perawatan diri  Berpakaian (1,2,3,4,5) mandiri.
Definisi :  Toileting (1,2,3,4,5)  Monitor kebutuhan klien
Gangguan kemampuan untuk  Mandi (1,2,3,4,5) untuk alat-alat bantu untuk
melakukan ADL pada diri mandi,  Oral hygiene (1,2,3,4,5) kebersihan diri, berpakaian,
berpakaian, makan, toileting berhias, toileting dan makan.
 Batasan karakteristik : Indikator skala :  Sediakan bantuan sampai
ketidakmampuan untuk 1. Sangat terganggu klien mampu secara utuh
mandi, 2. Banyak terganggu untuk melakukan self-care.

25
 ketidakmampuan untuk 3. Cukup terganggu  Dorong klien untuk
berpakaian, 4. Sedikit terganggu melakukan aktivitas sehari-
 ketidakmampuan untuk 5. Tidak terganggu hari yang normal sesuai
makan, kemampuan yang dimiliki.
 ketidakmampuan untuk  Dorong untuk melakukan
toileting secara mandiri, tapi beri
Faktor yang berhubungan : bantuan ketika klien tidak
 kelemahan, mampu melakukannya.
 kerusakan kognitif atau  Ajarkan klien/ keluarga untuk
perceptual, kerusakan mendorong kemandirian,
neuromuskular/ otot- untuk memberikan bantuan
otot saraf hanya jika pasien tidak
mampu untuk
melakukannya.
 Berikan aktivitas rutin sehari-
hari sesuai kemampuan..
3 Risiko ketidakseimbangan Keseimbangan cairan Menajement cairan.
volume cairan Kriteria hasil 1. Pertahankan catatan intake
Domain 2  Tekanan darah dan out put yang akurat
 Denyut nadi radial 2. Monitor status cairan
Definisi : kerentanan terhadap  Keseimbangan intake 3. Monitor status hemodinamik,
penurunan, peningkatan, atau dan output dalam 24 termasuk cvp,map, pap, dan
pergeseran cepat cairan jam pcwp, jika ada
intravskuler, interstisial, adan /  Turgor kulit 4. Monitor tanda – tanda vital
atau intraseluler lain, yang dapat  Kelembaban membrane klien
menganggu kesehatan. Mengacu mukosa 5. Monitor hasil laboratorium
pada kehilangan, penambahn Skala indikator yang relevan dengan retensi
cairan tubuh, atau keduanya. 1. Sangat terganggu cairan
Factor resiko : trauma 2. Banyak terganggu 6. Berikan terapi iv yang
3. Cukup terganggu ditentukan
4. Sedikit terganggu 7. Berikan cairan yang tepat
5. Tidak ada gangguan 8. Tingkatkan asupan cairan
 Pusing peroral
Skala indikator
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada.
hidrasi
4. Risiko ketidakefektifan perfusi NOC : Manajemen edema serebral (2540)
jaringan cerebral ( 00201 )  Perfusi jaringan : cerebral Defenisi : keterbatasan injuri
Domain 4 (aktifitas/istirahat) Setelah dilakukan asuhan serebral sekunder akibat dari
Kelas 4 (respons keperawatan diharapkan pembengkakan jaringan otak
kardiovaskuler/pulmonal) ketidakefektifan perfusi 1. Monitor tanda-tanda vital
jaringan cerebral teratasi 2. Monitor status pernafasan :
Definisi : rentan mengalami dengan kriteria hasil : frekuensi, kedalaman
penurunan sirkulasi jaringan otak  Tekanan intracranial pernafasan, irama
yang dapat mengganggu (1,2,3,4,5) 3. Monitor status neurologis
kesehatan  Tekanan darah sistolik secara ketat dan bandingkan

26
(1,2,3,4,5) dengan nilai normal
Factor resiko :  Tekanan darah diastolic 4. Monitor TIK dan respon
- Agens farmaseutikal (1,2,3,4,5) neurologi terhadap aktivitas
- Aterosklerosis aortic  Nilai rata-rata tekanan keperawatan
- Baru terjadi infark miokardium darah (1,2,3,4,5) 5. Posisikan tinggi kepala 30
- Diseksi arteri  Hasil serebral angiogram derajat atau lebih
- Embolisme (1,2,3,4,5) 6. Anjurkan keluarga untuk
- Endocarditis infektif Idikator : mengajak bicara pasien
- Fibrilasi atrium 1. Deviasi berat dari kisaran 7. Monitor intake dan out put
- Hiperkolesterolemia normal 8. Kolaborasi pemberian anti
- Hipertensi 2. Deviasi yang cukup besar kejang bila dibutuhkan
- Kardiomiopati dilatasi dari kisaran normal
- Katup rostetik mekanis 3. Deviasi sedang dari
- Koagulasi intravascular kisaran normal
diseminata 4. Deviasi ringan dari kisaran
- Koagulopati ( misalnya, normal
anemia sel sabit ) 5. Tidak ada deviasi dan
- Masa protombin abnormal kisaran normal
- Masa tromboplastin parsial
abnormal  Sakit kepala (1,2,3,4,5)
- Miksoma atrium  Bruit karotis (1,2,3,4,5)
- Neoplasma otak  Kegelisahan (1,2,3,4,5)
- Penyalahgunaan zat  Kelesuan (1,2,3,4,5)
- Segmen fentrikel kiri akinetik  Kecemasan yang tidak
- Sindrom sick sinus dijelaskan (1,2,3,4,5)
- Stenosis carotid  Agitasi (1,2,3,4,5)
- Stenosis mitral  Muntah (1,2,3,4,5)
- Terapi trombolitik  Cegukan (1,2,3,4,5)
- Tumor otak (mis, gangguan  Keadaan pingsan (1,2,3,4,5)
serebralvaskuler, penyakit  Demam (1,2,3,4,5)
neurologis, trauma, tumor  Kognisis terganggu
(1,2,3,4,5)
 Penurunan tingkat
kesadaran (1,2,3,4,5)
 Reflek syaraf terganggu
(1,2,3,4,5)
Indicator skala :
1. Berat
2. Besar
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada

5 Intoleran aktivitas (00092) Toleransi terhadap aktivitas Managemen energy (0180)


Domain 4 : Aktivitas / Istirahat (0005) Definisi : pengaturan energi yang
Kelas 4 : respon kardiovaskular / Definisi : digunakan untuk menangani atau
pulmonal Respon fisiologis terhadap mencegah kelelahan dan
pergerakan yang memerlukan mengoptimalkan fungsi
Definisi : Ketidakcukupan energu energi dalam aktivitas sehari- 1. Observasi adanya
secara fisiologis maupun hari pembatasan klien dalam

27
psikologis untuk meneruskan melakukan aktivitas
atau menyelesaikan aktifitas yang Skala Outcome 2. Dorong anak untuk
diminta atau aktifitas sehari hari. Indikator : mengungkapkan perasaan
Batasan karakteristik :  Frekuensi nadi ketika terhadap keterbatasan
a. melaporkan secara verbal beraktifitas 1,2,3,4,5 3. Kaji adanya factor yang
adanya kelelahan atau  Frekuensi pernapasan menyebabkan kelelahan
kelemahan. ketika beraktivitas 4. Monitor nutrisi dan sumber
b. Respon abnormal dari 1,2,3,4,5 energi tangadekuat
tekanan darah atau nadi  Tekanan darah ketika 5. Monitor pasien akan adanya
terhadap aktifitas beraktifitas 1,2,3,4,5 kelelahan fisik dan emosi
c. Perubahan EKG yang  Warna kulit 1,2,3,4,5 secara berlebihan
menunjukkan aritmia atau  Kecepatan berjalan 6. Monitor respon kardivaskuler
iskemia 1,2,3,4,5 terhadap aktivitas
d. Adanya dyspneu atau  Kemudahan dalam 7. Monitor pola tidur dan
ketidaknyamanan saat melakukan aktivitas hidup lamanya tidur/istirahat
beraktivitas. harian 1,2,3,4,5 pasien

Faktor faktor yang berhubungan Keterangan : Terapi Aktivitas (4310)


 Tirah Baring atau 1. Sangat terganggu Definisi : peresepan terkait dengan
imobilisasi 2. Banyak terganggu menggunakan bantuan aktivitas
 Kelemahan menyeluruh 3. Cukup terganggu fisik, kognisi, sosial dan spiritual
 Ketidakseimbangan antara 4. Sedikit terganggu untuk meningkatkan frekuensi dan
suplei oksigen dengan 5. Tidak terganggu durasi dari aktivitas kelompok
kebutuhan 1. Kolaborasikan dengan
 Gaya hidup yang Tenaga Rehabilitasi Medik
dipertahankan. dalammerencanakan
progran terapi yang tepat.
2. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
3. Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten
yangsesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi
dan social
4. Bantu untuk mengidentifikasi
dan mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktivitas yang diinginkan
5. Bantu untuk mendpatkan
alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek
6. Bantu untu mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
7. Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang
8. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
9. Sediakan penguatan positif

28
bagi yang aktif beraktivitas
10. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
11. Monitor respon fisik, emosi,
sosial dan spiritual
Konfusi akut - Orientasi Kognitif - Manajemen delirium
- Tingkat delirium 1. Idnetifikasi faktor penyebab
Domain 5 (persepsi/kognitif)
- Status neurologis : (terjadinya) delirium (misalnya,
Kelas 4 (Kognisi) Kesadaran cek saturasi oksigen
Tujuan : setelah dilakukan hemoglobin)
Definisi : Awitan mendadak tindakan 2. Berikan terapi awitanuntuk
gangguan kesadaran, perhatian, keperawatan menurunkan atau
kognisi, dan persepsi yang Kriteria hasil : menghilangkan faktor yang
reversibel dan terjadi dalam 1. Mengidentifikasi diri menyebabkan delirium
periode waktu singkat sendiri (4) 3. Kenali dan dokumentasikan

Batasan karakteristik : 2. Mengidentifikasi orang- subtipe motorik delirium


orang yang signifikasi (4) (misalnya ; hipoaktif, hiperaktif,
- Gangguan fungsi psikomotor 3. Mengidentifikasi tempat atau kombinasi keduanya)
- Gangguan tingkat kesadaran saat ini (4) 4. Monitor status neurologi secara
- Gelisah 4. Mengidentifikasi berkala
Faktor yang berhubungan ; peristiwa saat ini yang 5. Libatkan anggota klg atau
- Delirium signifikasi (4) tenaga sukarela di RS utk
Indikator : mengawasi pasien yang
1,=sangat terganggu, mengalami agitasi daripada
2=banyak terganggu, melakukan pengekangan (pd
3=cukup terganggu pasien)
4=Sedikit terganggu, - Pengekangan fisik ;
5=tidak terganggu 1. Dapatkan order dokter, jika
Kriteria hasil : dibutuhkan oleh kebijakan RS
1. Disorientasi waktu (4) untuk menggunakan intervensi
2. Disorientasi tempat (4) penggunaan (pengekangan
3. Kesulitan mengikuti fisik)
perintah yang komplek 2. Berikan privasi bagi
(4) pasien,berikan situasi
4. Perubahan tingkat lingkungan pada pasien krn
kesadaran (4) penggunaan pengekangan fisik
Indikator : 3. Monitor kondisi kulit pada
1=berat, 2=cukup berat, lokasi (yang dilakukan)
3=sedang, 4=ringan, restraint/pengekangan/pengika
5=tdk ada tan
Status neurologi: kesadaran 4. Monitor warna, suhu dan
1. Buka mata terhadap sensasi secara berkala pada
stimulasi eksternal (4) ekstremitas yang diikat
2. Orientasi kognitif (4) 5. Bantu perubahan posisi tubuh
3. Mematuhi perintah (4) yang teratur
Indikator : - Pencegahan jatuh:
1,=sangat terganggu, 1. Identifikasi kekurangan baik
2=banyak terganggu, kognitif atau fisik dari pasien yg
3=cukup terganggu mungkin meningkatkan potensi

29
4=Sedikit terganggu, jatuh pada lingkungan tertentu
5=tidak terganggu 2. Identifikasi perilaku dan faktor
yang mempengaruhi risiko
jatuh

30
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CEDERA KEPALA SEDANG


No. Rekam Medis 7581xx Diagnosa Medis CKS + EDH temporoparietal sinistra + CF linier parietal
IDENTITAS

Nama : Tn. M Jenis Kelamin : L/P Umur : 15 tahun


Agama : Islam Status Perkawinan : Belum Menikah Pendidikan : SD
Pekerjaan : Swasta Sumber informasi : Keluarga, DMK Alamat : Batu Kajang

TRIAGE P1 P2 P3 P4

GENERAL IMPRESSION
Keluhan Utama : penurunan kesadaran, GCS E1V2M6.
Mekanisme Cedera : Klien merupakan pasien rujukan dari RS Panglima Sebaya dengan diagnosa CKS GCS E1V2M6
dd susp. EDH. Klien mengalami kecelakaan lalu lintas motor vs motor sekitar pukul 13.00 tanggal 06/06/2018, ada
muntah 2 kali saat dirawat di RS Panglima Sebaya, muntah proyektil 1 kali berupa cairan berwarna kuning di
ambulance selama perjalanan Grogot-Balikpapan. Klien gelisah, tidak ada fraktur, tidak ada jejas, ada hematoma
pada kepala bagian kiri.

Orientasi (Tempat, Waktu, dan Orang) :  Baik Tidak Baik


AIRWAY
Jalan Nafas :  Paten  Tidak Paten
Obstruksi :  Lidah  Cairan  Benda Asing  N/A
Suara Nafas : Snoring Gurgling Stridor  N/A
Keluhan Lain: Tak Ada

Diagnosa :
BREATHING 1. Inefektif pola nafas b/d gangguan
neurologis : cedera kepala
Gerakan dada :  Simetris  Asimetris Kriteria Hasil : Status Pernapasan
PRIMER SURVEY

Irama Nafas :  Cepat  Dangkal  Normal NOC :


Pola Nafas :  Teratur  Tidak Teratur - Frekuensi pernapasan ditingkatkan dari
Retraksi otot dada :  Ada  N/A skala 3 ke skala 4
Sesak Nafas :  Ada  N/A  RR : 26 x/mnt - Irama pernapasan ditingkatkan dari skala 3
Keluhan Lain: terpasang NRM 10 lpm
ke skala 4
- Gangguan kesadaran ditingkatkan dari
skala 2 ke skala 3
Intervensi : Manajemen Pernapasan
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
2. Auskultasi bunyi napas
3. Monitor status pernapasan dan
oksigenasi sebagaimana mestinya
Intervensi : Terapi Oksigen
1. Berikan oksigen sesuai advis
2. Monitor efektifitas terapi oksigen
(misalnya tekanan oksimetri) dengan
tepat
3. Amati tanda-tanda hipoventilasi
Intervensi : Monitor Pernapasan
1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman
dan kesulitan bernafas
2. Catat pergerakan dada, catat
kesimetrisan, penggunaan otot bantu

31
pernapasan
Diagnosa :
CIRCULATION 1. Risiko penurunan perfusi jaringan jantung
dibuktikan oleh hipoksia
Nadi :  Teraba  Tidak teraba Kriteria Hasil : Perfusi Jaringan : Kardiak
Sianosis :  Ya  Tidak NOC :
CRT :  < 2 detik  > 2 detik - Denyut jantung apikal dipertahankan pada
Pendarahan :  Ya  Tidak ada skala 4
Keluhan Lain: - Tekanan darah sistolik ditingkatkan dari
BP : 146/83 mmHg
skala 3 ke skala 4
N : 56 kali/menit
- Tekanan darah diastolik ditingkatkan dari
S: 36.8⁰C
skala 3 ke skala 4
RR : 26 kali/menit
Intervensi : Terapi Oksigen
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
2. Siapkan peralatan oksigen dan berikan
melalui sistem humidifier
3. Berikan oksigen tambahan sesuai advis
4. Monitor aliran oksigen
5. Monitor efektifitas terapi oksigen
6. Sediakan oksigen ketika pasien dibawa
atau dipindahkan
DISABILITY Diagnosa :
1. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial
b/d cedera otak
2. Konfusi akut b/d delirium
Respon : Alert  Verbal  Pain  Unrespon Kriteria Hasil : Status Neurologi
Kesadaran :  CM  Delirium  Somnolen NOC :
GCS :  Eye 2  Verbal 2  Motorik 5 - Kesadaran ditingkatkan dari skala 2 ke
PRIMER SURVEY

Pupil :  Isokor  3mm/3mm skala 3


 Unisokor  Pinpoint  Medriasis - Ukuran pupil ditingkatkan dari skala 3 ke
Refleks Cahaya:  Ada  Tidak Ada
skala 4
- Tanda-tanda Vital ditingkatkan dari skala 3
ke skala 4
- Sakit kepala ditingkatkan dari skala 2 ke
skala 3
Intervensi : Monitor Neurologi
1. Monitor tingkat kesadaran
2. Monitor tingkat orientasi
3. Catat keluhan sakit kepala
4. Tingkatkan frekuensi pemantau
neurologis yang sesuai
5. Pantau ukuran pupil, bentuk dan
kesimetrisan dan reaktivitas
6. Beritahu dokter mengenai perubahan
kondisi pasien
7. Monitor TTV
8. Monitor kecenderungan GCS
9. Monitor karakteristik berbicara,
kelancaran, adanya aphasia

Kriteria Hasil : Tingkat Delirium


NOC :
- Disorientasi waktu ditingkatkan dari skala
2 ke skala 3

32
- Disorientasi tempat ditingkatkan dari skala
2 ke skala 3
- Disorientasi orang ditingkatkan dari skala 2
ke skala 3
- Gangguan kognisi ditingkatkan dari skala 2
ke skala 3
- Gangguan memori ditingkatkan dari skala
2 ke skala 3
- Kesulitan mempertahankan percakapan
ditingkatkan dari skala 2 ke skala 3
- Menggunakan pengungkapan yang tidak
berarti ditingkatkan dari skala 2 ke skala 3
Intervensi : Manajemen Delirium
1. Identifikasi faktor penyebab terjadinya
delirium
2. Monitor status neurologi secara berkala
3. Gunakan pengekangan fisik jika
diperlukan
EXPOSURE
Deformitas :  Ya  Tidak
Contusio :  Ya  Tidak
Abrasi :  Ya  Tidak
Penetrasi : Ya  Tidak
Laserasi : Ya  Tidak
Edema : Ya  Tidak
Keluhan Lain:
Hematoma pada kepala bagian
kiri

ANAMNESA
Riwayat Penyakit Saat Ini : Menurut keluarga klien, klien
mengalami kecelakaan lalu lintas motor vs motor di Batu Kajang
pukul 13.00 tanggal 06/06/2018.

Alergi : Menurut keluarga klien, klien tidak memiliki alergi


makanan atau obat-obatan

Medikasi : Terapi di RS Panglima Sebaya, ceftriaxone 2x1 gr per


IV, ketorolac 3x1 ampul per IV, ondancentron 2x1 amp per IV,
SECONDARY SURVEY

ranitidin 2x1 amp per IV, Asering 20 tpm, citicolin 1 amp, manitol
100 cc

Riwayat Penyakit Sebelumnya : tanggal 06/06/2018 klien dirawat


di RS Panglima Sebaya

Makan Minum Terakhir : Menurut keluarga klien, pada saat


kejadian klien sedang berpuasa. Terakhir makan minum saat
sahur.

Even/Peristiwa Penyebab : Kecelakaan lalu lintas motor vs motor

Tanda Vital :
BP : 146/83 mmHg N : 56 kali/menit S: 36.8⁰C
RR : 26 kali/menit

33
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala dan Leher:
Inspeksi : Bentuk mesocephal, tak ada laserasi, sklera tak ikterik,
konjungtiva tak anemis,  pupil 3mm d/s isokor, ada pernapasan
cuping hidung, tidak tampak penggunaan otot bantu napas, tak
ada distensi vena jugularis, tidak ada jejas, tidak ada deviasi
trakea.
Palpasi : Hematoma di kepala bagian kiri
Dada:
Inspeksi : tak ada jejas, dada datar, pergerakan dinding dada
simetris kanan kiri, irama nafas reguler
Palpasi : tidak terdapat krepitasi
Perkusi : kedua lapang paru sonor
Auskultasi : bunyi napas vesikuler, tak ada suara nafas tambahan,
SECONDARY SURVEY

bunyi jantung I dan II tunggal


Abdomen:
Inspeksi : tampak gerakan diafragma, tak ada jejas, tak ada
laserasi, tak ada asites
Auskultasi : bising usus 7 kali/menit
Palpasi : supel, tak ada distensi, tak ada hepatomegali
Perkusi : timpani
Pelvis:
Inspeksi : tak ada jejas, terpasang DC dengan produksi urine
berwarna kemerahan ± 50 cc
Palpasi : tak ada benjolan
Ektremitas Atas/Bawah:
Inspeksi : terpasang IVFD RL
Palpasi : tak ada benjolan, tak ada edema
Punggung :
Inspeksi : tak ada jejas
Palpasi : tak ada benjolan
Neurologis :
N I : daya penghidu tidak bisa dikaji
N II : daya penglihatan tidak bisa dikaji
N III : bentuk pupil bulat  pupil 3 mm d/s isokor, reflek cahaya
positif
N IV : gerakan mata simetris
N V : refleks menggigit normal, refleks membuka mulut normal
N VI : gerakan mata simetris
N VII : sudut mulut simetris, mengerutkan dahi baik, meringis ada
N VIII : tidak bisa dikaji
N IX : refleks muntah ada
N X : denyut nadi 56 kali/menit, bersuara ada
N XI : tidak bisa dikaji
N XII : artikulasi meracau, lidah simetris
Refleks Babinsky (-/-), Gordon (-/-)
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
CT-SCAN
Hasil :
Epidural hematoma parietal sinistra

Tanggal Pengkajian : 06/06/2018 TANDA TANGAN PENGKAJI :


Jam : 13.00 WITA
Keterangan : tindak lanjut kraniotomi NAMA TERANG : Kelompok V

34
Assessment
Tanggal/Jam Subjektif Objektif (Laboratorium dan Plan Implementasi Evaluasi
Terapi)
06/06/2018 Menurut - TD : 146/83 Lab tanggal Tujuan : 1. Memposisikan pasien S:-
Jam 13.00 keluarga, klien mmHg 06/06/2018 Status Pernapasan untuk memaksimalkan
mengalami - N : 56 - Hemoglobin 14.3 ventilasi O:
Ketidakefektifa kecelakaan lalu kali/menit g/dL Kriteria Hasil (NOC) : Hasil : posisi supinasi head up - TD : 140/70 mmHg
n pola napas lintas motor vs - S: 36.8⁰C - Leukosit 12.73 - Frekuensi 30% - N : 82 kali/menit
berhubungan motor sekitar - RR : 26 103/uL pernpasan - S: 36.5⁰C
dengan pukul ±13.00 kali/menit, - MCV 77.5 fL ditingkatkan dari 2. Mengauskultasi bunyi - RR : 22 kali/menit,
gangguan WITA tanggal irama reguler - MCH 26.4 pg skala 3 ke skala 4 napas irama reguler
neurologis : 06/06/2018 di - Saturasi O2 - Neutrofil 80.7 % - Irama pernapasan Hasil : suara nafas vesikuler, - Saturasi O2 99%
cedera kepala Batu Kajang 98% - Limfosit 8.7 % ditingkatkan dari tidak ada suara nafas - Terpasang O2 3
- Terpasang O2 - Monosit 10.4 % skala 3 ke skala 4 tambahan liter/menit via nasal
10 liter/menit - Kreatinin Darah (1 – 5 : deviasi berat kanul
via NRM 0.47 mg/dL dari kisaran normal, 3. Memonitor status - Kesadaran delirium
- Kesadaran CT-Scan deviasi yang cukup pernapasan dan - GCS E3V2M5
delirium - Epidural berat dari kisaran oksigenasi sebagaimana - Tampak hematoma
- GCS E2V2M5 Hematoma normal, deviasi mestinya pada kepala bagian
- Tampak Parietal Sinistra sedang dari kisaran Hasil : RR 26 kali/menit irama kiri
hematoma Terapi (Sp.BS) normal, deviasi ringan ireguler, SpO2 98%
pada kepala - Manitol 6x100 ml dari kisaran normal, A:
bagian kiri - Rawat ICU tidak ada deviasi) 4. Kolaborasi : memberikan Masalah Status Pernapasan
- Rencana - Gangguan oksigen sesuai advis teratasi sebagian
kraniotomi kesadaran Hasil : terpasang O2 via nasal - Frekuensi pernapasan
07/06/2018 di ditingkatkan dari kanul 3 lpm skala 4
COT skala 2 ke skala 3 - Irama pernapasan
Terapi (Sp.S) (1 – 5 : sangat berat, 5. Memonitor efektifitas skala 3
- IVFD NaCl 0.9% berat, cukup, ringan, terapi oksigen (misalnya - Gangguan kesadaran
1000cc/24 jam tidak ada) tekanan oksimetri) skala 2
- Ceftriaxone 1x1 dengan tepat
gr per IV Hasil : SpO2 98% P:
- Ketorolac 30 mg Klien dipindah ke ICU,

35
prn Intervensi : 6. Mengamati tanda-tanda terapi IGD dilanjutkan di
Manajemen hipoventilasi ruangan. Tanggal
Pernapasan Hasil : disorientasi, penurunan 07/06/2018 klien
1. Posisikan pasien kemampuan mengikuti direncanakan kraniotomi
untuk instruksi, GCS E3V2M5 oleh spesialis bedah saraf.
memaksimalkan
ventilasi 7. Mencatat pergerakan
2. Auskultasi bunyi dada, catat kesimetrisan,
napas penggunaan otot bantu
3. Monitor status pernapasan
pernapasan dan Hasil : pergerakan dinding
oksigenasi dada simetris kanan kiri, tidak
sebagaimana ada penggunaan otot bantu
mestinya pernapasan
Intervensi : Terapi
Oksigen
1. Berikan oksigen
sesuai advis
2. Monitor
efektifitas terapi
oksigen (misalnya
tekanan
oksimetri)
dengan tepat
3. Amati tanda-
tanda
hipoventilasi
Intervensi : Monitor
Pernapasan
1. Monitor
kecepatan, irama,
kedalaman dan
kesulitan bernafas

36
2. Catat pergerakan
dada, catat
kesimetrisan,
penggunaan otot
bantu pernapasan
Penurunan Menurut - TD : 146/83 Lab tanggal Tujuan : 1. Memonitor tingkat S:-
kapasitas keluarga, klien mmHg 06/06/2018 Status Neurologi kesadaran
adaptif mengalami - N : 56 - Hemoglobin 14.3 Hasil : delirium O:
intrakranial kecelakaan lalu kali/menit, g/dL Kriteria Hasil (NOC) : - TD : 140/70 mmHg
berhubungan lintas motor vs teraba lemah - Leukosit 12.73 - Kesadaran 2. Memonitor tingkat - N : 82 kali/menit
dengan motor sekitar - S: 36.8⁰C 103/uL ditingkatkan dari orientasi - S: 36.5⁰C
cedera otak pukul ±13.00 - RR : 26 - MCV 77.5 fL skala 2 ke skala 3 Hasil : GCS E3V2M5 - RR : 22 kali/menit,
WITA tanggal kali/menit, - MCH 26.4 pg - Ukuran pupil irama reguler
06/06/2018 di irama reguler - Neutrofil 80.7 % ditingkatkan dari 3. Mencatat keluhan sakit - Saturasi O2 99%
Batu Kajang - Saturasi O2 - Limfosit 8.7 % skala 3 ke skala 4 kepala - Kesadaran delirium
98% - Monosit 10.4 % - Tanda-tanda Vital Hasil : TD 146/83 mmHg, - GCS E3V2M5
- Terpasang O2 - Kreatinin Darah ditingkatkan dari Nadi 56 kali/menit - Tampak hematoma
10 liter/menit 0.47 mg/dL skala 3 ke skala 4 pada kepala bagian
via NRM CT-Scan - Sakit kepala 4. Meningkatkan frekuensi kiri
- Kesadaran - Epidural ditingkatkan dari pemantau neurologis
delirium hematoma skala 2 ke skala 3 yang sesuai A:
- GCS E2V2M5 parietal sinistra (1 – 5 : sangat Hasil : GCS E3V2M5 Masalah Status Neurologi
- Tampak Terapi (Sp.BS) terganggu, banyak tidak teratasi
hematoma - Manitol 6x100 ml terganggu, cukup 5. Memantau ukuran pupil, - Kesadaran skala 2
pada kepala - Rawat ICU terganggu, sedikit bentuk dan kesimetrisan - Ukuran pupil skala 3
bagian kiri - Rencana terganggu, tidak dan reaktivitas - TTV skala skala 4
- Muntah 1 kali kraniotomi besok terganggu) Hasil : pupil  3mm/3mm, - Sakit kepala skala 3
saat kejadian, di COT bentuk simetris, reflek cahaya
2 kali saat Terapi (Sp.S) Intervensi : Monitor positif P:
dirawat di RS - IVFD NaCl 0.9% Neurologi Klien dipindah ke ICU,
sebelumnya, 1 1000cc/24 jam 1. Monitor tingkat 6. Memonitor TTV terapi IGD dilanjutkan di
kali saat - Ceftriaxone 1x1 kesadaran Hasil : TD : 146/83 mmHg, N ruangan. Tanggal
transport ke gr per IV 2. Monitor tingkat : 56 kali/menit, teraba lemah, 07/06/2018 klien

37
IGD - Ketorolac 30 mg orientasi S: 36.8⁰C, RR : 26 kali/menit, direncanakan kraniotomi
prn 3. Catat keluhan irama ireguler, saturasi O2 oleh spesialis bedah saraf.
sakit kepala 98%
4. Tingkatkan
frekuensi 7. Memonitor karakteristik
pemantau berbicara, kelancaran,
neurologis yang adanya aphasia
sesuai Hasil : Verbal 2, klien tampak
5. Pantau ukuran mengerang tanpa arti
pupil, bentuk dan
kesimetrisan dan
reaktivitas
6. Beritahu dokter
mengenai
perubahan
kondisi pasien
7. Monitor TTV
8. Monitor
kecenderungan
GCS
9. Monitor
karakteristik
berbicara,
kelancaran,
adanya aphasia
Risiko Menurut - TD : 146/83 Lab tanggal Tujuan : 1. Mempertahankan S:-
penurunan keluarga, klien mmHg 06/06/2018 Perfusi Jaringan : kepatenan jalan napas
perfusi mengalami - N : 56 - Hemoglobin 14.3 Kardiak Hasil : posisi supinasi head up O:
jaringan kecelakaan lalu kali/menit, g/dL Kriteria Hasil (NOC) : 30%, pemberian oksigen - TD : 140/70 mmHg
jantung lintas motor vs teraba lemah - Leukosit 12.73 - Denyut jantung tambahan via nasal kanul 3 - N : 82 kali/menit, nadi
dibuktikan motor sekitar - S: 36.8⁰C 103/uL apikal lpm, jalan napas paten teraba lemah
oleh hipoksia pukul ±13.00 - RR : 26 - MCV 77.5 fL dipertahankan - S: 36.5⁰C
WITA tanggal kali/menit, - MCH 26.4 pg pada skala 4 2. Menyiapkan peralatan - RR : 22 kali/menit,

38
06/06/2018 di irama reguler - Neutrofil 80.7 % - Tekanan darah oksigen dan berikan irama reguler
Batu Kajang - Saturasi O2 - Limfosit 8.7 % sistolik melalui sistem humidifier - Saturasi O2 99%
98% - Monosit 10.4 % ditingkatkan dari Hasil : oksigen tambahan via - Kesadaran delirium
- Terpasang O2 - Kreatinin Darah skala 3 ke skala 4 nasal kanul 3 lpm - GCS E3V2M5
10 liter/menit 0.47 mg/dL - Tekanan darah - Tampak hematoma
via NRM CT-Scan diastolik 3. Memonitor aliran oksigen pada kepala bagian
- Kesadaran - Epidural ditingkatkan dari Hasil : 3 lpm kiri
delirium hematoma skala 3 ke skala 4
- GCS E2V2M5 parietal sinistra (1 – 5 : deviasi berat 4. Memonitor efektifitas A:
Terapi (Sp.S) dari kisaran normal, terapi oksigen Masalah Perfusi Jaringan :
- Manitol 6x100 ml deviasi yang cukup Hasil : SpO2 98%, RR 24 Kardiak teratasi sebagian
- Rawat ICU berat dari kisaran kali/menit - Denyut jantung skala
- Rencana normal, deviasi 3
kraniotomi besok sedang dari kisaran 5. Menyediakan oksigen - Tekanan darah sistolik
di COT normal, deviasi ringan ketika pasien dibawa atau skala 4
Terapi (Sp.BS) dari kisaran normal, dipindahkan - Tekanan darah
- IVFD NaCl 0.9% tidak ada deviasi) diastolik skala 4
1000cc/24 jam Hasil : klien terpasang nasal
- Ceftriaxone 1x1 Intervensi : Terapi kanul 3 lpm saat dipindahkan P:
gr per IV Oksigen Klien dipindah ke ICU,
- Ketorolac 30 mg 1. Pertahankan terapi IGD dilanjutkan di
prn kepatenan jalan ruangan. Tanggal
napas 07/06/2018 klien
2. Siapkan peralatan direncanakan kraniotomi
oksigen dan oleh spesialis bedah saraf.
berikan melalui
sistem humidifier
3. Berikan oksigen
tambahan sesuai
advis
4. Monitor aliran
oksigen
5. Monitor

39
efektifitas terapi
oksigen
6. Sediakan oksigen
ketika pasien
dibawa atau
dipindahkan
Konfusi Akut - TD : 146/83 Lab tanggal Tujuan : 1. Mengidentifikasi faktor S:-
berhubungan mmHg 06/06/2018 Tingkat Delirium penyebab terjadinya
dengan - N : 56 - Hemoglobin 14.3 delirium O:
delirium kali/menit, g/dL Kriteria Hasil (NOC) : Hasil : adanya hematoma - TD : 140/70 mmHg
teraba lemah - Leukosit 12.73 - Disorientasi waktu pada epidural - N : 82 kali/menit, nadi
- S: 36.8⁰C 103/uL ditingkatkan dari teraba lemah
- RR : 26 - MCV 77.5 fL skala 2 ke skala 3 2. Memonitor status - S: 36.5⁰C
kali/menit, - MCH 26.4 pg - Disorientasi tempat neurologi secara berkala - RR : 22 kali/menit,
irama reguler - Neutrofil 80.7 % ditingkatkan dari Hasil : GCS E2V2M5 irama reguler
- Saturasi O2 - Limfosit 8.7 % skala 2 ke skala 3 - Saturasi O2 99%
98% - Monosit 10.4 % - Disorientasi orang 3. Menggunakan - Kesadaran delirium
- Terpasang O2 - Kreatinin Darah ditingkatkan dari pengekangan fisik jika - GCS E3V2M5
3 liter/menit 0.47 mg/dL skala 2 ke skala 3 diperlukan - Tampak hematoma
via NRM CT-Scan - Gangguan kognisi Hasil : restrain pada pada kepala bagian
- Kesadaran - Epidural ditingkatkan dari ekstremitas kiri
delirium hematoma skala 2 ke skala 3
- GCS E2V2M5 parietal sinistra - Gangguan memori A:
Terapi (Sp.BS) ditingkatkan dari Masalah Tingkat Delirium
- Manitol 6x100 ml skala 2 ke skala 3 teratasi sebagian
- Rawat ICU - Menggunakan - Disorientasi waktu
- Rencana pengungkapan skala 2
kraniotomi besok yang tidak berarti - Disorientasi tempat
di COT ditingkatkan dari skala 2
Terapi (Sp.S) skala 2 ke skala 3 - Distorientasi orang
- IVFD NaCl 0.9% (1 – 5 : berat, cukup skala 2
1000cc/24 jam berat, sedang, ringan, - Gangguan kognisi
- Ceftriaxone 1x1 tidak ada) sakal 3

40
gr per IV - Gangguan memori
- Ketorolac 30 mg Intervensi : skala 3
prn Manajemen Delirium - Menggunakan
1. Identifikasi faktor pengungkapan yang
penyebab tidak berarti skala 3
terjadinya
delirium P:
2. Monitor status Klien dipindah ke ICU,
neurologi secara terapi IGD dilanjutkan di
berkala ruangan. Tanggal
3. Gunakan 07/06/2018 klien
pengekangan direncanakan kraniotomi
fisik jika oleh spesialis bedah saraf.
diperlukan

41
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Cedera kepala telah didefinisikan sebagai kerusakan jaringan di kepala yang diakibatkan oleh

benturan kesobekan pada kulit kepala. Dan dari jenisnya dapat dilihat bahwa trauma kepala dapat

bersifat ringan, sedang maupun berat, hal ini dapat dilihat dari jenis benturan yang terjadi misalnya
pada waktu terjadi kecelakaan klien terbentur dan dapat mengakibatkan luka dalam pada tulang
tengkorak otak, hal ini dapat beresiko terjadinya trauma kepala berat namun kita tidak bisa

mendefinisikan hal tersebut sebagai trauma berat apabila sebelum adanya diagnosa medis dari dokter

terkait.

B. Saran
1. Kepada Masyarakat

Cedera kepala dapat terkena pada siapa saja. Banyak yang terkena pada usia produktif. Sebelum

cedera kepala mengenai gunakan alat pelindung kepala yang sesuai standar. Khususnya bagi
pengendara kendaraan bermotor, pekerja konstruksi hendaknya memakai pelindung kepala yang

standar.

2. Kepada Tenaga Kesehatan

Menjaga kualitas interaksi yang baik dengan meningkatkan profesionalisme dalam melakukan

asuhan keperawatan gawat daurat kepada pasien cedera kepala sedang serta melibatkan keluarga

dalam melakukan asuhan keperawatan

3. Kepada Akademisi
Semoga akan lebih banyak perawat-perawat yang mengabdikan dirinya dalam hal riset, karena

dunia keperawatan membutuhkan pengembangan ilmu-ilmu demi kemajuan profesi keperawatan.

4. Kepada Pemerintah

Diharapkan pemerintah mampu membantu penanganan promoti dan preventif tentang cedera
kepala kepada masyarakat karena kasus ini dapat mengenai semua usia dan menimbulkan dampak
negatif, serta dukungan dalam sistem pendukung misalnya jalan yang memadai demi terciptanya

masyarakat yang lebih produktif.

31

42
43

Anda mungkin juga menyukai